Rabu, 17 Juli 2019

Koalisi Kawal Capim KPK Minta Pansel Tindak-lanjuti Temuannya

Koalisi Kawal Capim KPK buka posko pengaduan rekam jejak Capim KPK di kantor YLBHI – Jakarta Pusat, Selasa 16 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Koalisi Kawal Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK menindak-lanjuti temuan dari posko pengaduan masyarakat yang sudah pihaknya buka ke publik.

Menurut koalisi, posko yang mereka bentuk merupakan wujud peran-aktif, keterlibatan dan partisipasi publik agar Pansel menindak-lanjuti laporan-laporan masyarakat terkait rekam jejak Capim KPK.

"Karena posko ini merupakan bentuk keterlibatan partisipasi publik, sekaligus mendorong agar Pansel bisa menindak-lanjuti laporan-laporan rekam jejak capim KPK", ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, saat konferensi persnya di kantor YLBHI – Jakarta Pusat, Selasa 16 Juli 2019.

Kurnia menjelaskan, koalisi ini sendiri terdiri dari beragam LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), yalni Indonesia Corruption Watch (ICW), Kontras, LBH Jakarta, YLBHI dan Perludem. Mereka membuka posko pengaduan masyarakat yang dimulai dari 16 Juli hingga 30 Agustus 2019 dengan fokus rekam jejak para Capim KPK.

Dijelaskannya pula, bahwa salah-satu latar-belakang koalisi mendirikan posko tersebut adalah karena Pansel tidak mencantumkan rekam jejak dari masing-masing 192 Capim KPK yang telah lolos seleksi administrasi.

Kurnia mengungkapkan, menurut koalisi, Pansel selayaknya memberikan informasi latar belakang atau profesi 192 Capim tersebut. Dengan tidak adanya informasi, maka masyarakat sulit untuk menemukan rekam jejak para Capim KPK.

"Fokus kita adalah untuk menampung laporan atau informasi terkait rekam jejak Capim. Itu karena Pansel tidak mencantumkan latar belakang 192 Capim. Namun, di sisi lain, Pansel meminta masukan dari masyarakat soal (rekam jejak) Capim tersebut. Padahal masyarakat tidak mendapatkan informasi yang jelas soal rekam jejaknya", ungkap Kurnia.

Lebih lanjut, Kurnia memaparkan, bahwa informasi publik yang diterima koalisi di posko akan menjadi pembanding dari masukan-masukan yang didapatkan Pansel Capim KPK. Nantinya, koalisi sendiri juga akan memaparkan ke publik terkait rekam jejak dari 192 capim KPK berdasarkan informasi publik.

Adapun, untuk dapat memberikan laporan atau informasi terkat rekam jejak para Capim KPK, koalisi membuka posko melalui platform http://bit.ly/pengaduancapimkpk.

Karena baru dibuka, saat ini posko belum menerima informasi apapun dari masyarakat mengenai rekam jejak para Capim KPK.

Sebagaimana diketahui, dari 376 pendaftar Capim KPK, pada 11 Juli lalu, Pansel Capim KPK mengumumkan terdapat 192 pendaftar dinyatakan lolos seleksi administrasi.

Dari jumlah itu, 40 orang berlatar belakang profesi akademisi/ dosen. Kemudian disusul advokat/ konsultan hukum 39 orang, jaksa/ hakim 18 orang, korporasi 17 orang, komisioner atau pegawai KPK 13 orang, anggota Polri 13 orang, auditor 9 orang dan profesi lain 43 orang.

Seiring tahapan proses seleksi Capim KPK, sementara ini Pansel menunggu masukan dari publik terkait rekam jejak 192 Capim KPK yang telah lolos seleksi administrai hingga 30 Agustus 2019 mendatang.

Masukan yang ditunggu Pansel Capim KPK hingga 30 Agustus 2019 mendatang itu dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pansel Capim KPK, di Kementerian Sekretaris Negara atau melalui surat elektronik ke: panselkpk2019@setneg.go.id. *(Ys/HB)*

Koalisi Kawal Capim KPK Buka Pengaduan Rekam Jejak Capim

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih didampingi Anggota Pansel Capim KPK lainnya, saat mengumumkan jumlah pendaftar Capim KPK yang lolos seleksi administrasi, Kamis 11 Juli 2019, di Kantor Kementerian Sekretariat Negara – Jakarta.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Koalisi Kawal Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta dukungan seluruh masyarakat untuk turut mengawal seleksi pemilihan Capim KPK.

Terkait itu, Koalisi membuka pos pengaduan masyarakat terhadap rekam jejak Capim KPK di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, mulai Selasa 16 Juli 2019.

“Pos ini adalah cara untuk melibatkan masyarakat mengawal seleksi pemilihan Calon Pimpinan KPK", kata Nisrina, aktivis HAM, di pos pengaduan pada Selasa 16 Juli 2019.

Pos pengaduan bersifat independen dan diharapkan dapat menjadi rumah aduan masyarakat demi transparansi pemilihan Capim KPK. Pos pengaduan akan mengumumkan informasi mengenai calon satu atau dua migngu sekali.

Bagi masyarakat di daerah yang memiliki keterbatasan sambingan internet dapat mengirimkan aduan berupa surat kepada Komisi Kawal Capim KPK.

Pengaduan masyarakat terhadap rekam jejak Capim KPK juga dapat dikirim ke http://biy.ly/pengaduancapimkpk.

Masyarakat pun dapat melaporkan kasus yang pernah dialami atau diketahui pada saat Capim KPK menjabat di sebuah institusi.

“Seleksi Capim KPK bukanlah seleksi lowongan kerja untuk mencari kekayaan pribadi, melainkan untuk penegakan keadilan", kata Nisrina. *(Ys/HB)*

Selasa, 16 Juli 2019

Kolaborasi Crafter Kota Mojokerto – Banyuwangi Hasilkan Kerajinan Manik-manik Kualitas Ekspor

Ning Ita: "Wujudkan Ekonomi Kerakyatan Berdaya Saing".

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari saat berswafoto dengan salah-satu peserta pelatihan dan beberap hasil karya peserta pelatihan, Selasa 16 Juli 2019, di aula Kantor Disperindag Pemkot Mojokerto.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Harapan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari untuk meningkatkan sumber daya warga Kota Mojokerto, salah-satunya ditunjukkan dengan digelarnya pelatihan pembuatan manik-manik yang berorientasi ekspor bagi warga Kota Mojokerto.

Kegiatan pelatihan ini, merupakan kolaborasi antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto, Mojokerto Crafter Community (MCC) dan Blimbingsari Creative Craft (BCC) dari Kabupaten Banyuwangi.

Acara pelatihan berlangsung selama 3 (tiga) hari yang dibuka pada Selasa 16 Juli 2019 hingga Kamis 18 Juli 2019 mulai sekitar pukul 09.00 WIB, di aula Kantor Disperindag Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto .

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari saat berbaur dengan para peserta turut mengikuti kegiatan pelatihan merangkai manik-manik, Selasa 16 Juli 2019, di aula Kantor Disperindag Pemkot Mojokerto.


Dalam kesempatan ini, Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang akrab dengan sapaan "Ning Ita" ini menuturkan, bahwa pelatihan ini digelar mengingat angka kemiskinan yang masih cukup tinggi dan sebagai salah-satu upaya untuk memberdayakan Usaha Kecil Mikro (UKM) di Kota Mojokerto.

“Dengan memberikan modal pelatihan sekaligus jaminan pemasaran, bisa menekan angka kemiskinan dan warga kita bisa lebih produktif", tutur Ning Ita.

Lebih lanjut, Ning Ita menjelaskan, bahwa apabila hasil dari pelatihan sudah sesuai dengan kriteria, maka hasil karya dari peserta akan secara langsung dipasarkan ke luar negeri.

Terkait peserta, Ning Ita pun menjelaskan, bahwa pelatihan ini bisa diikuti oleh siapa saja tanpa terbatas oleh usia selama masih mampu dan tidak dipungut biaya.

“Kalau memang minat warga untuk mengikuti pelatihan kerajinan tangan ini tinggi..., ya pasti saya buka lagi. Karena ini saya memasilitasi untuk warga", jelas Ning Ita.

Beberapa rangkaian manik-manik hasil karya peserta pelatihan.


Ning Ita menambahkan, kelas ini dapat diikuti oleh maksimal 50 orang peserta, namun saat ini masih belum memenuhi kuota satu kelas.

Ning Ita pun berharap, dengan adanya pelatihan ini, para peserta pelatihan dapat menyebarkan informasi kepada warga yang lain.

“Kalau getok tular (Red: Bhs. Jawa = menyebarkan informasi) dan yang minat lebih banyak lagi, maka akan saya hadirkan lagi pelatihnya", tambah Ning Ita penuh harap.

"Karena, ini jaminan pangsa pasarnya sudah jelas. Jaminan mendapatkan penghasilan. Jadi tidak hanya sekedar dilatih terus diculno (Red: Bhs. Jawa = dilepas). Kalau mau menggeluti usaha ini, tinggal telaten atau tidak", tandas Ning Ita.

Sementara itu, sebelum meninjau kegiatan pelatihan tersebut, Ning Ita menyerahkan Bantuan Pangan NonTunai di e-Warong Teratai dan e-Warong Flamboyan. Pada kesempatan ini, Ning Ita mengajak warga anggota e-Warong untuk mengikuti pelatihan pembuatan manik-manik.

Disampaikannya pula, bahwa dalam kegiatan pelatihan itu, para peserta akan mendapat pelatihan pembuatan dompet manik-manik (glassbead), kalung, bros dan cincin dari manik-manik. *(na/kha/Hms/HB)*

Diduga Terima Rp. 300 Ribu, KPK Pecat Pengawal Tahanan Idrus Marham

Idrus Marham ketika masih menjabat Mensos, saat berada di ruang lobi KPK, beberapa waktu silam.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberhentikan secara tidak hormat seorang petugas pengawal tahanan berinisial M. Ia diberhentikan secara tidak hormat karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran disiplin saat mengawal tahanan Idrus Marham.

"Direktorat Pengawasan Internal (PI) KPK telah menyampaikan hasil pemeriksaan pada Pimpinan terkait dugaan pelanggaran dalam proses pengawalan tahanan saudara Idrus Marham yang berobat di RS MMC pada tanggal 21 Juni 2019", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Selasa 16 Juli 2019.

Febri Diansyah menegaskan, Direktorat Pengawasan Internal (PI) KPK telah mendalami temuan Ombudsman Jakarta Raya terkait pengawalan tahanan Idrus Marham beberapa waktu lalu. Menurut Febri, M selaku pengawal tahanan Idrus Marham terbukti melanggar kode etik dan aturan terkait lainnya di internal KPK.

"Perlu kami tegaskan, proses pemeriksaan dan penelusuran informasi ini dilakukan sendiri oleh PI KPK dengan cara pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang mengetahui dan mempelajari bukti-bukti elektronik yang telah didapatkan", tegas Febri.

Dijelaskannya, bahwa Direktorat Pengawasan Internal KPK tak berkompromi jika memang ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh internal KPK. Terkait itu, KPK memecat pengawal tahanan yang bertugas mengawal Idrus Marham ke RS MMC Jakarta. Diduga, pengawal tahanan itu menerima uang Rp. 300 ribu dari pihak Idrus. "Diduga Rp. 300 ribu", jelas Febri.

Dugaan penerimaan uang itu disampaikan Ombudsman Perwakilan Jakarta. Namun, Febri menyebut, penerimaan uang itu sudah diketahui sebelum Ombudsman menyampaikan laporan, sehingga dilakukan pemeriksaan internal hingga sanksi pemecatan.

"Hal itu sudah kami temukan sebelum Ombudsman menyelesaikan pemeriksaan hari ini. Karena itulah, KPK langsung mengambil keputusan tegas dengan sanksi berat. Saudara M telah diberhentikan tidak dengan hormat. Ini merupakan bentuk sikap tegas KPK yang tidak mentolerir pelanggaran seperti itu", ujar Febri.

"M menjadi pegawai KPK sejak Februari 2018, sebagai pegawai tidak tetap KPK. Sehingga sampai pemberhentian dilakukan, yang bersangkutan bekerja di KPK selama 1 tahun 5 bulan. Direktorat PI telah melakukan pemeriksaan menyeluruh selama yang bersangkutan menjalankan tugasnya", tambahnya.

Sebelumnya, Ombudsman memergoki Idrus Marham berada di Rumah Sakit MMC, Kuningan Jakarta Selatan pada Jum'at 21 Juni 2019, sekitar pukul 12.00 WIB. Saat itu, seorang pegawai Ombudsman yang sedang mencari makan tidak sengaja menjadi saksi mata berkeliarannya Idrus dari luar sel tersebut.

Dalam pengamatannya, pegawai Ombudsman itu menengarai dugaan pelanggaran atau dugaan adanya mal-administrasi dengan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan staf pengamanan dan pengawalan tahanan KPK dalam peristiwa ini.

Dugaan pelanggaran dimaksud, terlihat oleh pegawai Ombudsman itu dari Idrus Marham yang saat itu tidak mengenakan pakaian tahanan, tidak diborgol dan Idrus Merham dengan leluasa menggunakan alat komunikasi pribadi.

Ombudsman juga menemukan hal sensitif dalam peristiwa berkeliarannya Idrus Marham di luar Rutan. Selain itu, Ombudsman juga menemukan dugaan pelanggaran lain di luar mal-administrasi atas aksi Idrus Marham di luar Rutan.

Terkait itu, KPK akan menjelaskan soal status Terdakwa perkara tindak pidana korupsi suap pembangunan PLTU Riau–1 Idrus Marham di Rumah Tahanan KPK. Yang mana, Idrus ke luar dari Rutan KPK pada pekan lalu itu, sedianya untuk berobat di rumah sakit.

Penjelasan akan dilakukan antar pejabat KPK dengan Ombudsman RI perwakilan Jakarta. Ombudsman pun meminta penjelasan soal Idrus Marham yang keluar dari rutan KPK tanpa memakai rompi oranye atau rompi tahanan KPK.

Sebelumnya pula, Ketua Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho menyampaikan 7 (tujuh) temuan tentang proses pengeluaran dan pengawalan tahanan Terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau–1 Idrus Marham ketika berobat ke RS MMC Jakarta Selatan, Jum'at (21/06/2019) lalu.

Dari 7 penemuan tersebut, Ombudsman menyimpulkan adanya dugaan mal-adiministrasi yang dilakukan KPK. Kesimpulan itu merujuk pada pelanggaran prosedur pengeluaran dan pengawalan tahanan yang dipaparkan pada konferensi persnya di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu 03 Juli 2019.

Adapun 7 temuan Ombudsman yang disampaikan Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho terkait  pengeluaran dan pengawalan terdakwa Idrus Marham itu, yakni sebagai berikut:

1. Idrus Marham tidak memakai rompi tahanan dan tidak di borgol.
Teguh menyampaikan, temuan pertama terkait hal tersebut adalah saat Idrus Marham tidak mengenakan rompi Tahanan KPK dan tidak diborgol saat di RS MMC sekitar pukul 11.12 WIB hingga naik kembali ke mobil tahanan KPK untuk kembali ke Rutan KPK sekitar pukul 15.48 WIB.


2. Idrus Marham hanya dikawal 1 (satu) orang staf KPK.
Teguh pun menyampaikan, pengawalan terhadap Idrus Marham, hanya dilakukan oleh 1 (satu) orang staf dari Unit Pengamanan dan Pengawalan Tahanan KPK RI.


3. Idrus Marham berkomunikasi dengan keluarga.
Teguh juga menyampaikan, selama di RS MMC, Idrus Marham bertemu dan berkomunikasi dengan keluarga menggunakan gawai. "Selain keluarga, Idrus juga berkomunikasi dengan beberapa orang yang diduga sebagai Penasihat Hukum/Ajudan/Kerabat dari Saudara Idrus. Aktivitas tersebut tidak sesuai dengan Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Pengadilan", kata Teguh.


4. Tak ada pemeriksaan medis usai sholat Jum'at.
Teguh menyebutkan, Ombudsman menemukan tidak ada lagi pemeriksaan medis yang dilakukan oleh pihak dokter RS MMC kepada Idrus Marham setelah ibadah sholat Jum'at. Hal itu terkonfirmasi dengan bukti rekaman kamera pengintai dan pernyataan pihak dokter RS MMC.


5. Pengawalan tidak ketat.
Teguh mengungkapkan, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa petugas pengawal tahanan KPK RI tidak melakukan pengawasan secara melekat kepada Idrus Merham. Hal itu, terjadi selama berada di kedai kopi RS MMC.
"Dalam rekaman CCTV terlihat petugas pengawal tahanan KPK RI berdiri di luar kedai kopi dengan jarak kurang lebih 7 (tujuh) sampai 8 (delapan) meter", ungkap dia.


6. Staf pengawal KPK abai pengawasan.
Teguh menyatakan, Ombudsman juga menemukan terdapat fakta yang menunjukkan petugas pengawal tahanan KPK RI kerap kali meninggalkan pengawasan terhadap Idrus Marham.


7. Berita Acara Penetapan Pengadilan ditanda-tangani usai pemeriksaan dokter.
Teguh menegaskan, Ombudsman juga menemukan fakta, bahwa berita acara Pelaksanaan Penetapan Pengadilan ditanda-tangani setelah pemeriksaan dokter dilaksanakan, yakni pada tanggal 24 Juni 2019.


Atas hal tersebut, pada Kamis 27 Juni 2019 lalu, Febri Diansyah menjelaskan, bahwa kepergian Idrus Marham dari Rutan K4 KPK untuk berobat ke RS MMC sudah sesuai dengan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 260/Pen.Pid/TPK/2019/PT.DKI.

Kemudian, lanjut Febri Diansyah, Hakim mengabulkan permohonan dari tim Penasihat Hukum Idrus  Marham untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di luar Rutan KPK, yakni Dokter Spesialis Gigi RS MMC. Setelah dibawa dari Rutan KPK pada pukul 11.06 WIB, Idrus dibawa ke RS MMC untuk melakukan proses berobat sesuai penetapan yang diberikan.

Akan tetapi, karena proses pengobatan belum selesai, sementara waktu sudah mendekati sholat Jum'at. Dengan demikian, Idrus dibawa ke lokasi terdekat yang memungkinkan untuk melakukan ibadah sholat Jum'at.

"Kami duga pada saat proses inilah video yang ditayangkan diambil. Sebagaimana yang disampaikan KPK sebelumnya, karena akan berangkat menuju tempat sholat Jum'at, maka tahanan tidak diborgol dan tidak menggunakan baju tahanan KPK, namun berada dalam pengawasan ketat oleh bagian pengawalan tahanan", jelas Febri Diansyah kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (27/06/2019) lalu

Dijelaskannya pula, bahwa setelah melakukan sholat Jum'at, Idrus kembali dibawa ke RS MMC untuk dilakukan proses pengobatan lanjutan. Setelah selesai, Idrus kembali dibawa dan sampai di Rutan KPK pada pukul 16.05 WIB.

Sedangkan tentang penggunaan HP, Febri menandaskan, bahwa petugas KPK telah berupaya melarang Idrus. Namun, ajudan Idrus yang menunggu di RS MMC sebelumnya memberikan gawainya.

"Namun IM bersikeras ingin menghubungi istri sebentar saja dan kemudian mengembalikan HP ke ajudannya. Pihak ajudan IM yang telah menunggu di RS sebelumnya menggunakan HP-nya untuk menghubungi istri IM", tandas Febri. *(Ys/HB)*

Senin, 15 Juli 2019

Absen Lagi, KPK Kembali Jadwal Ulang Pemeriksaan Muhajidin Nur Hasyim 17 Juli

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi sejumlah wartawan Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jaarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Muhajidin Nur Hasyim, adik dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin kembali absen dari panggilan pemeriksaan tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin 15 Juli 2019. Sedianya, Hasyim akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa tidak ada keterangan apapun yang disampaikan oleh Muhajidin Nur Hasyim atas ketidak-hadirannya. Terkait itu, pihaknya akan memanggil ulang untuk hadir dalam pemeriksaan pada Rabu (17/07/2019) depan.

"Pemeriksaan dijadwalkan ulang Rabu 17 Juli 2019",  terang Kepala Biro Humas Febri Diansyah saat menginfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan,  Senin 15 Juli 2019.

Sebelumnya, Muhajidin Nur Hasyim pun absen dari panggilan tim Penyidik KPK pada pemeriksaan 05 Juli 2019 lalu. Padahal, surat panggilan pemeriksaan sebagai Saksi sudah diterima oleh Nur Hasyim.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Diduga juga, Bowo Sidik meminta imbalan sebesar USD 2 per-metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi kepada Bowo Sidik

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*

Antisipasi Masalah Dana Kelurahan 2019, DPRD Kota Mojokerto RDP Dengan Satgas Pemkot Dan 7 OPD

Salah-satu suasana RDP DPRD Kota Mojokerto dengan Satgas Pemkot Mojokerto dan 7 OPD terkait di ruang sidang Kantor DPRD Kota Mojokerto jalan Gajah Mada No. 145 Kota Mojokerto, Senin 15 Juli 2019.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
DPRD Kota Mojokerto meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto menyiapkan regulasi revisi Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Dana Kelurahan tahun 2019.

Hal ini, terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Mojokerto dengan tim Satgas Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto beserta 7 (tujuh) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang digelar di ruang sidang  Kantor DPRD Kota Mojokerto jalan Gajah Mada No. 145 Kota Mojokerto pada Senin 15 Juli 2019.

Dalam RDP, Dewan menyatakan, dengan diterbitkannya Perwali yang akan mengatur Juknis Pelaksanaan Dana Kelurahan itu, penggunaan Dana Kelurahan yang totalnya lebih dari Rp. 55 miliar itu bisa tepat sasaran dan dapat diawasi dengan cermat agar jangan sampai menabrak aturan atau menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari.

“Revisi Perwali harus bisa menyempurnakan Juknis Pelaksanaan Dana Kelurahan. Setelah itu, kita meminta tim segera menyosialisasikan hasil Revisi Perwali ke pihak kecamatan dan kelurahan. Hal ini diperlukan agar masyarakat khususnya Perangkat Kelurahan bisa memahami secara utuh Juknis Pelaksanaan Dana Kelurahan", kata Wakil Ketua DPRD Kota Mijokerto Junaedi Malik, di Kantor DPRD Kota Mojokerto jalan Gajah Mada No. 145 Kota Mojokerto, Senin (15/07/2019) siang.

Junaedi Malik menerangkan, bahwah pihaknya ingin, dana yang bersumber dari APBD Kota Mojokerto maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat tahun 2019 itu nantinya mampu meningkatkan Sarpras (sarana prasarana) yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat di masing-masing kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.

Terkait itu, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Mojokerto ini menekankan, supaya tim Satgas dari Pemkot serta 7 (tujuh) Organisasi Oerangkat Daerah yang terlibat harus cermat mengawal pelaksanaan dan pengelolaan Dana Kelurahan tersebut.

“Dana Kelurahan ini merupakan program dari Pemerintah Pusat untuk penguatan infrastruktur dan Sarpras di lingkungan kelurahan. Maka, semua pihak harus bekerja serius melaksanakan dan mengawal program ini", tekan Junaedi Malik.

Junaedi Malik menerangkan, bahwa ada beberapa jenis rencana kegiatan dalam Program Pelaksanaan Dana Kelurahan yang termuat dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Antara lain, bantuan dana untuk RW (Rukun Warga) dan Dana Pokok Pikiran Dewan atas usulan warga berdasarkan kegiatan serap aspirasi masyarakat.

“Maka, selain harus dilaksanakan dengan terarah, sistematis dan terencana dengan baik, program ini juga tidak boleh ditunda-tunda karena menyangkut langsung kesejahteraan lingkungan masyarakat", terang Junaedi Malik.

Ditegaskannya, bahwa agar tahapan pelaksanaan Dana Kelurahan ini berjalan sesuai target, maka dokumen perencanaan yang sudah ada harus segera direalisasikan dan dilimpahkan ke masing-masing kelurahan.

"Misalnya, terkait program pembangunan fisik dalam Musrenbang dan Pokir yang menjadi kewenangan PU, harus segera dilimpahkan ke masing-masing kelurahan, supaya pihak kelurahan dapat sesegera mungkin mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk membentuk panitia pelaksana yang melibatkan banyak pihak, baik masyarakat, RT hingga RW. Terkait itu, saya tegaskan, tim Satgas bisa segera berkoordinasi dengan semua sektor untuk melaksanakan tahapan lelang di ULP", tegasnya.

Junaedi Malik menandaskan, bahwa Satgas harus memberi pemahaman kepada pihak kelurahan tentang tugas maupun kewenangan mereka dalam pengelolaan Dana Kelurahan, agar tidak terjadi kesalahan maupun penyimpangan penggunaan dana tersebut.

"Satgas juga harus memberikan pemahaman ke pihak kelurahan tentang tugas dan wewenangnya dalam pengelolaan Dana Kelurahan tentang tugas dan wewenang pihak kelurahan dalam pengelolaan Dana Kelurahan mulai dari perencanaan sampai tahap pelaporan. Misalnya, untuk pekerjaan fisik atau non fisik yang nilainya di atas Rp. 200 juta, harus dilakukan melalui lelang di ULP. Pemahaman ini penting, agar tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan. Karena bagaimanapun, tahapan lelang ini merupakan hal baru bagi kelurahan", tandas Juanedi Malik.

Tentang keterbatasan SDM di tingkat kelurahan, menurut Junaedi Malik, kalangan Dewan menyarankan agar tim Satgas melakukan pendampingan.

“Perlu dilakukan monitoring semua tahapan untuk memastikan penglolaan Dana Kelurahan berjakan lancar sesuai target dan harapan masarakat. Mengingat jeda tahun anggaran 2019 yang tinggal 4,5 (empat setengah) bulan, sebaiknya Satgas sesegera mungkin melakukan pendampingan", pungkas Junaedi. *(DI/HB)*

Ning Ita – Cak Rizal Berdialog Dengan Pedagang Prapanca Kota Mojokerto

Ning Ita Beri Solusi
 Pasca Relokasi Pasar Prapanca

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari saat memberi arahan dalam dalam dialog dengan para pedagang Pasar Prapanca, di Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto, Minggu (14/07/2019) malam.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Bantuan dana dari Kemenperindag untuk pembangunan Pasar Prapanca di wilayah Kelurahan Mentikan Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto, membuat para 'pedagang barang loak' yang selama ini berjualan di Pasar Prapanca harus menempati lokasi baru di Pasar Kliwon.

Tak ayal, para pedagang dihinggapi perasaan 'resah' atas nasib mereka pasca relokasi. Para pedagang pun diselimuti perasaan was-was, di lokasi baru nanti akan sepi pengunjung dan pembeli yang akan berdampak pada tingkat pendapatan dan derajat perekonomian mereka.

Tak menunggu lama, Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang akrab dengan sapaan "Ning Ita" ini langsung merespon keresahan para pedagang Pasar Prapanca dengan mengundang mereka ke Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto pada Minggu (14/07/2019) malam.

Acara dikemas dalam suasana santai, guyub dan merakyat tanpa jarak, yaitu dengan duduk lesehan bersama Ning Ita dengan didampingi Wakil Wali Kota Mojokerto Achmad Rizal Zakaria yang denga sapaan "Cak Rizal" dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ruby Hartoyo.

Salah-satu suasana dialog Wali–Wawali Kota Mojokerto dengan para pedagang Pasar Prapanca, di Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto, Minggu (14/07/2019) malam.



Dalam kesempatan ini, kepada orang nomor satu di jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto tersebut, dengan polos dan gamblangnya para pedagang menyampaikan segala kekhawatirannya jika kelak dipindah ke Pasar Kliwon.

Tak membuang kesempatan, begitu diberi kesempatan untuk menyampaikan uneg-uneg terkait rencana kepindahan lokasi berjualan, Arif, salah-seorang pedagang barang bekas di Pasar Prapanca langsung menanyakan kejelasan dari sifat pemindahan berdagang mereka dari Pasar Prapanca ke Pasar Kliwon.

"Ada beberapa pokok masalah yang menjadi kekhawatiran kami. Apakah pedagang dari Prapanca akan direlokasi atau memang akan ditetapkan di Pasar Kliwon?”, tanya Arif.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Ning Ita menegaskan, bahwa pemindahan mereka bersifat relokasi. Karena Pasar Prapanca akan dilakukan revitalisasi dan merupakan salah-satu pasar yang pembangunannya mendapat bantuan dari Kemenperindag.

“Sesuai dengan anggaran dana dari pusat, kios pasar sudah ditentukaan desainnya. Sehingga tidak cocok untuk pedagang loak", tegas Ning Ita.

Ning Ita – Cak Rizal saat berswafoto dengan para pedagang Pasar Prapanca Kota Mojokerto, di Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto pada Minggu (14/07/2019) malam, usai acara.


Lebih lanjut, Ning Ita menjelaskan, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto sedang berada dalam tahap penataan yang salah-satu targetnya adalah pasar-pasar di Kota Mojokerto yang menjadi penopang ekonomi warga Kota Mojokerto.

“Saya ingin pasar itu 'bertema'. Yang namanya pasar kuliner, berarti jual makanan saja. Satu lokasi pasar, khusus untuk pedagang sejenis. Karena masih dalam proses penataan, maka para pedagang direlokasi terlebih dahulu. Begitu juga nanti di Pasar Kliwon, pedagang yang berdagang tidak-sejenis akan dipindahkan dari Pasar Kliwon", jelas Ning Ita.

Pada kesempatan ini, Ning Ita juga berjanji kepada para pedagang, bila dalam waktu satu tahun para pedagang mengalami penurunan penghasilan, akan sesegera mungkin memindahkan para pedagang loak dan Pusat Dagang Sepeda (PDS) ke lokasi yang baru dan yang memadai untuk pasar loak dan PDS.

Menanggapi kekhawatiran para pedagang tentang menurunnya pendapatan jika direlokasi, Cak Rizal menyampaikan, pasar loak adalah pasar yang memiliki ciri-khusus. Yang mana, ketika pasar-pasar lain para pedagangnya harus memromosikan barang dagangannya agar dikunjungi pembeli, tetapi pasar loak meski tidak promosi akan tetap didatangi para pembeli dimanapun tempatnya.

“Ini sifatnya hanya sementara. Mari kita semua berdoa, berharap dan ber-husnudhon. Semoga semua berjalan dengan baik, dengan berjulan di Pasar Kliwon, rezeki akan semakin lancar", tambah Cak Rizal.

Wal-hasil, dialog antara para pedagang Pasar Prapanca dengan Petinggi Pemkot Mojokerto tersebut berjalan dengan baik dengan kejelasan bahwa para pedagang loak tidak akan kembali ke Pasar Prapanca.

Sementara Pemerintah Kota Mojokerto akan menyiapkan lokasi pasar loak yang baru jika para pedagang sepi penjualannya di Pasar Kliwon dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Ning Ita menyebut lokasi baru tersebut yaitu di jalan Ketidur, Kelurahan Surodinawan Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto. *(na/kha/Hms/HB)*

Jumat, 12 Juli 2019

KPK Temukan Uang Rp 3,5 Miliar, USD 33.200 Dan SGD 134.711 Di Kamar Gubernur Kepri

Penyidik bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan), saat menunjukkan barang bukti hasil OTT suap Izin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut proyek reklamasi di wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018–2019 dalam konferensi pers di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang Rp. 3,5 Miliar, USD 33.200 dan SGD 134.711 dalam 13 kemasan tas, kardus, plastik dan paper bag saat menggeledah rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun pada Jumat 12 Juli 2019.

"Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp. 3,5 miliar, 33.200 dollar Amerika Serikat dan 134.711 dollar Singapura. Uang ditemukan di kamar gubernur", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Jum'at (12/07/2019) malam.

Dijelaskan, bahwa penggeledahan dilakukan sebagai tindak-lanjut penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019 yang menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lain yang saat ini di tahan di rumah tahanan (Rutan) KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Dijelaskannya pula, bahwa selain terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPLPL Proyek Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019, pengeledahan dilakukan tim Penyidik KPK juga terkait hal lain yang berkaitan dengan jabatan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri.

"Siapa saja sumber lainnya itu tentu belum bisa disebut ya karena proses penyidikan masih berjalan. Saat ini belum bisa disampaikan. Yang pasti, karena pasalnya juga pasal gratifikasi tentu kami dalami terkait dengan hubungan jabatan", jelas Febri Diansyah.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah pada Kamis 11 Juli 2019 malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

KPK pun menduga, Nurdin diduga menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total 11.000 dolar Singapura dan Rp. 45 juta. Suap tersebut diberikan Abu Bakar terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal, Tanjung Piayu selama ini dikenal dengan area yang peruntukkannya sebagai kawasan budi daya dan merupakan kawasan hutan lindung.

Sejauh ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri telah ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sementara Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan untuk Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

Untuk sangkaan tindak pidana suap, KPK menyangka, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–


Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka, keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*


Geledah 4 Lokasi, KPK Sita 13 Tas Dan Kardus Uang Di Rumdin Gubernur Kepri

Salah-satu suasana penggeledahan yang dilakukan tim Penyidik KPK di rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau, Jum'at 12 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah di 4 (empat) lokasi di Kepulauan Riau (Kepri). Penggeledahan dilakukan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019 yang sementara ini menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lain yang saat ini di tahan di rumah tahanan (Rutan) KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, guna kepentingan penyidikan dan sebagai rangkaian tindak-lanjut penanganan perkara, tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di 4 lokasi. Yakni rumah dinas Gubernur Kepri, Kantor Gubernur Kepri, Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Kepri.

“Dari rumah dinas gubernur, KPK menemukan sejumlah dokumen serta 13 tas dan kardus berisi uang dalam mata uang rupiah dan asing", terang Kepala Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Dijelaskannya, saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan detail rincian uang yang ditemukan dan disita tim Peyidik KPK di rumah dinas Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nurdin Basirun tersebut. Pasalnya, uang-uang itu masih dalam proses penghitungan.

"Untuk jumlah total dan rinciannya (uang sitaan) belum bisa kami sampaikan, tim KPK masih melakukan proses penghitungan. Nanti (jika sudah selesai dihitung), pasti kita sampaikan", jelasnya.

Dijelaskannya pula, bahwa penggeledahan di lokasi lain, yakni di Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Kepri, tim Penyidik KPK juga menyita dokumen-dokumen perijinan terkait perkara.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah pada Kamis 11 Juli 2019 malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

KPK pun menduga, Nurdin diduga menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total 11.000 dolar Singapura dan Rp. 45 juta. Suap tersebut diberikan Abu Bakar terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal, Tanjung Piayu selama ini dikenal dengan area yang peruntukkannya sebagai kawasan budi daya dan merupakan kawasan hutan lindung.

Sementara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–

Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

Ikuti TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019, Ning Ita Paparkan POSKO PAMAN


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Program Oke Singkirkan Kesakitan Diare Dengan Observasi Pangan Aman, Mencuci Tangan Pakai Sabun Dan Air Minum Aman atau yang disebut dengan istilah POSKO PAMAN yang merupakan program inovasi Puskesmas Wates Kota Mojokerto. Menariknya, kini program ini masuk dalam TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019 Kementerian PAN RB Republik Indonesia.

Hal tersebut dipaparkan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari di hadapan tim penilai di Ruang Sriwijaya, Kantor Kementerian PANRB RI, jalan Sudirman Kav. 69 Jakarta, Kamis 12 Juli 2019.
Dalam paparannya, Wali Kota Mojokerto yang akrab dengan sapaan "Ning Ita" ini memaparkan, POSKO PAMAN sudah dilaksanakan Puskesmas Wates sejak 3 tahun yang lalu.

"Kelurahan Wates bebas buang air besar sembarangan (ODF / open defecation free) sejak tanggal 12 Nopember 2014 dan secara bertahap menurunkan angka penyakit diare dari 827 kasus pada tahun 2015 menjadi 822 kasus pada 2016, 797 kasus pada 2017 dan 665 kasus pada tahun 2018", papar Ning Ita.


Dipaparkannya juga, melalui POSKO PAMAN, Puskesmas Wates dapat menurunkan kebiasaan konsumsi makan tidak aman dari 56,56% (2015) menjadi 42,86% (2016), 25.93% (2017) dan 27,54 % (2018) serta menurunkan kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun dari 51,85% (2015) menjadi 50% (2016), 44,45% (2017) dan 24,64% (2018).

Dengan POSKO PAMAN juga berhasil menurunkan kebiasan mengonsumsi air minum tidak aman", papar Ning Ita juga.

Ning Ita menerangkan, bahwa 5 (lima) pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) secara utuh sebagaimana Perwali Nomor 1 tahun 2015 tentang STBM, terdiri dari:
1. Tidak BAB sembarangan (ODF/jamban sehat);
2. Cuci tangan pakai sabun;
3. Mengolah air minum (PAM RT) dan makanan dengan cara aman;
4. Mengelola sampah rumah tangga dengan aman;
5. Bank sampah 128 se-kota;
6. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman (mandi, cuci, ipal komunal).


Diterangkannya juga, bahwa di POSKO PAMAN memberikan akses kemudahan mengujikan makanan yang diduga mengandung bahan tambahan makanan berbahaya secara gratis.

“POSKO PAMAN dijumpai di sekolah, kegiatan cuci tangan pakai sabun, pembinaan kantin sekolah dan pedagang kaki lima di depan sekolah", terang Ning Ita.


Lebih lanjut, Ning Ita menjelaskan, dengan adanya POSKO PAMAN, selain meningkatkan harapan hidup warga Kota Mojokerto, juga berpengaruh secara ekonomi seperti meningkatkan  kepercayaan konsumen terhadap pedagang makanan sehingga meningkatkan pendapatan pedagang makanan.

"Kader POSKO PAMAN pada saat ini terdiri dari anggota TP PKK (10 orang), Kader motivator kesehatan (25 orang), Guru (20 orang), Tokoh masyarakat (8 orang), Tiwisada (138 orang) dan Kader kesehatan Remaja (25 orang)", jelas Ning Ita.

Ning Ita menandaskan, bahwa POSKO PAMAN sejak tahun 2016 sudah ditiru oleh 3 Posyandu di Kota Mojokerto, yaitu Raung–Merapi, Batok–Bromo dan Panderman.

"Dari tahun ke tahun,  POSKO PAMAN semakin banyak diadopsi oleh Posyandu di Kota Mojokerto. Hingga bulan Juli 2019 sudah diadopsi oleh 20 posyandu dan menargetkan akan diadopsi oleh 26 Posyandu", tandas Ning Ita.

Selain diadopsi oleh Posyandu di Kota Mojokerto, POSKO PAMAN juga telah diadopsi oleh PKK Kota Surabaya, PKK Kabupaten Nganjuk dan Disperta Kota Bandung.

Dengan keberhasilan yang telah dicapai dengan POSKO PAMAN, Ning Ita berharap POSKO PAMAN juga dapat diadopsi oleh daerah-daerah lain di luar Kota Mojokerto, sehingga semakin meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. *(na/kha/Hms/HB)*

KPK Cegah Jesica Ke Luar Negeri Terkait Perkara Bowo Sidik

Kepala Biro Humas Febri Diansyah (kiri) saat mendampingi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, dalam konferensi pers tentang penetapan status hukum Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lainnya, Kamis (11/07/2019) malam, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Jora Nilam Judge alias Jesica bepergian ke luar negeri. Sejak Mei 2019 lalu, Jesica selaku pihak swasta dicegah ke luar negeri lantaran terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso.

"Sejak Mei 2019, KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan selama 6 bulan ke depan", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.
Meski demikian, Febri Diansyah belum menjelaskan secara pasti keterlibatan Jesica dalam perkara tersebut hingga dia dicegah KPK ke luar negeri. Diduga, Jora Nilam Judge mengetahui penerimaan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso.

"Untuk kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diagendakan pemeriksaan yang bersangkutan tidak sedang berada di Luar negeri", jelas Febri Diansyah.

Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu Legisatif 2019 lalu.

Terkait perkara dugaan grarifikasi, KPK menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi Bowo Sidik.

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*

Terkait Perkara Bowo Sidik, KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Nazaruddin Dan 2 Adiknya Senin 15 Juli

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan 2 (dua) adiknya, Muhammad Nasir dan Muhajidin Nur Hasim.

Namun, ketiganya tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso (BSP).

"KPK telah melakukan pemanggilan terhadap 3 (tiga) Saksi untuk tersangka IND (Indung) untuk mendalami informasi terkait proses penganggaran DAK dan sumber dana gratifikasi ke BSP (Bowo Sidik Pangarso)", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.

Lebih lanjut, Febri Diansyah menjelaskan, bahwa Muhammad Nazaruddin yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai Saksi pada 09 Juli 2019 di Lapas Sukamiskin Bandung batal diperiksa karena beralasan sakit.

Dijelaskannya pula, bahwa Muhammad Nasir yang diagendakan akan diperiksa sebagai Saksi atas perkara tesebut, pada 01 Juli 2019 lalu mangkir dari panggilan pemeriksaan. Terhadapnya, KPK telah menjadwal ulang pemeriksaannya sebagai Saksi.

Begitu pun dengan Muhajidin Nur Hasyim, ia pun mangkir dari panggilan tim Penyidik KPK pada pemeriksaan 05 Juli 2019 lalu. Padahal, surat panggilan pemeriksaan sebagai Saksi sudah diterima oleh Nur Hasyim.

"Pemeriksaan akan dijadwal ulang. KPK melakukan pemanggilan kedua untuk jadwal pemeriksaan Senin 15 Juli 2019. Kami ingatkan, agar Saksi hadir memenuhi kewajiban hukum ini", jelasnya, tegas.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi tersebut.

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*

KPK Tahan Gubernur Kepri Nurdin Basirun

Gubernur Kepri Nurdin Basirun berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Beberapa waktu kemudian pasca penetapan status hukum sebagai Tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun di rumah tahanan (Rutan) K4 Cabang KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditahan KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satgas Penindakan KPK yang kemudian menjalani serangkaian proses pemeriksaan yang selajutnya ditetapkan sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau.

"NBA (Nurdin Basirun) ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan kelas I cabang KPK atau K4", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Peesada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun ditahan bersama dengan 3 (tiga) Tersangka lainya. Ketiganya adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan Abu Bakar selaku pihak swasta pemberi suap.

Sama seperti kedatangannya, usai menjalani pemeriksaan, ketika digelandang petugas ke mobil tahanan KPK yang akan mengantarnya ke Rutan K4 KPK, tak sepatah kata pun yang ia sampaikan untuk mengonfirmasi beberapa pertanyaan yang dilontarkan sejumlah wartawan.

Dengan mengenakan khas Tahanan KPK warna oranye, mantan Bupati Karimun ini terus melangkahkan kakinya menuju ke mobil Tahanan KPK, tanpa menghiraukan sejumlah wartawan yang menunggunya sejak lama.

Sebelumnya, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Gubernur Provinsi Kepri Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan Abu Bakar sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan  (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau.

Sementara itu, KPK menetapkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah, pada Kamis (11/07/2019) malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 4 (empat) orang sebagai Tersangka. Yaitu NBA (Nurdin Basirun), EDS (Edy Sofyan), BUH (Budi Hartono) dan ABK (Abu Bakar)", terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) malam.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK pun menduga, Nurdin Basirun menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengindikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–

Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Kasus ini bermula ketika Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepulauan Riau untuk di bahas di Paripurna DPRD Kepulauan Riau.

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepri, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk proyek reklamasi agar diakomodir dalam RZW3K Prov. Kepri. Salah-atunya adalah Abu Bakar yang mengajukan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu di Batam, untuk pembangunan resort dan kawasan Wisata seluas 10,2 Hektar.

Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung. "NBA, selaku Gubernur Kepulauan Riau kemudian memerintahkan BUH dan EDS untuk membantu ABK supaya izin yang dilakukan ABK segera disetujui," ucap Basaria.

Untuk mengakali hal tersebut, Budi Hartono menyuruh Abu Bakar agar menyebut akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya. Setelah itu, Budi Hartono memerintahkan Edy Sofan untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar segera disetujui.

"Dokumen dan data dukung yang dibuat Edy Sofan tidak berdasarkan analisis apapun. Yang bersangkutan hanya melakukan copy paste dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya," kata Basaria. Nurdin diduga menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy Sofan dalam beberapa kali kesempatan.

Pada 30 Mei 2019, Nurdin menerima sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta. Kemudian besoknya, 31 Mei 2019 terbit Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah Provinsi Kepri untuk area seluas 10,2 hektar. Menyusul pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar DSG 6000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*