Kamis, 03 September 2020

KPK Sita 33 Ribu Meter Persegi Lahan Sawit Terkait Kasus Nurhadi

Baca Juga

Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 33 ribu meter-persegi lahan kelapa sawit di Kabupaten Padang Lawas – Sumatera Utara (Sumut). Lahan tersebut disita terkait perkara yang menjerat Nurhadi (NHD), mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

"Luas lahan kebun sawit yang dilakukan penyitaan kurang lebih 33 ribu meter persegi yang terletak di Desa Padang Bulu Lama Kecamatan Barumun Selatan Kabupaten Padang Lawas – Sumut (Sumatra Utara)", terang Plt. Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 03 September 2020.

Selain itu, lanjut Ali Fikri, Tim Penyidik KPK juga melakukan penyitaan uang tunai sebesar Rp. 100 juta dari salah-satu Saksi yang diduga dari hasil pengelolaan lahan kelapa sawit tersebut.

Ali Fikri pun mengungkapkan, sejak Selasa 01 September 2020, Tim Penyidik KPK berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Kristanti Yuni Purnawanti untuk melanjutkan proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011–2016 dengan tersangka Nurhadi dan kawan-kawan.

"Hari Rabu (02/09/2020), Penyidik KPK kembali melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan juga melakukan penyitaan aset yang diduga terkait dengan tersangka NHD berupa lahan kebun sawit dan dokumen pendukungnya yang terletak di Kabupaten Padang Lawas – Sumut", ungkap Ali.

Ali juga mengungkapkan, penyitaan tersebut disaksikan oleh Perangkat Desa dan pihak yang menguasai dan mengetahui terkait aset tersebut untuk memastikan legalitas dan lokasi atas lahan kelapa sawit itu.

Sebelumnya, KPK juga telah menyita lahan kelapa sawit sekitar 530,8 hektare di Kabupaten Padang Lawas terkait kasus yang menjerat Nurhadi.

"KPK akan terus berupaya maksimal dalam penyidikan ini dengan terus mengejar aset-aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara dimaksud", ungkap Ali Fikri juga.

Sebelumnya pula, Tim Penyidik KPK juga sudah menyita villa milik Nurhadi di kawasan Gadog Kabupaten Bogor serta belasan kendaraan mewah roda empat maupun roda dua.

Dalam perkara ini, pada 16 Desember 2019, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka. Ketiganya yakni Nurhadi Abdur Rachman, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi dan Hiendra Soenjoto.

KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

Nurhadi Abdur Rachman dan Rezky Herbiyono ditetapkan KPK sebagai Terangka penerima suap dan gratifikasi, sedangkan Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi. Ketiganya kemudian melarikan diri dan yang kemudian dimasukkan KPK dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.

Masa buronan Nurhadi dan menantunya Rezky berakhir setelah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam. Sementara, Hiendra Soenjoto hingga saat ini masih menjadi buronan KPK.

KPK menduga, ada 3 (tiga) perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Yakni perkara perdata PT. MIT merlawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), sengketa saham di PT. MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT. MIT melawan PT. KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima 9 (sembilan) lembar cek atas nama PT. MIT dari Direktur PT. MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

KPK menyangka, kedua Tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT.MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp. 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT. MIT kurang lebih sebesar Rp. 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp. 12, 9 miliar. Sehingga, akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp. 46 miliar.

Terhadap Nurhadi dan Rezky, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Hiendra, KPK menyangka, tersangka Hiendra diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam penyidikan perkara tersebut, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan perkara yang menjerat Nurhadi ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT :