Jumat, 11 Februari 2022

KPK Eksekusi Mantan Bupati Talaud Sri Mahyumi Manalip Ke Rutan Manado


Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip memakai rompi khas Tahanan KPK warna oranye saat berada dalam mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan Cabang KPK di belakan Gedung Merah Putih KPK, Rabu (01/05/2019) dini hari.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 10 Februari 2022 telah mengeksekusi mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Manado. Sri Wahyumi Maria manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud akan menjalani masa hukuman akibat tindak pidana korupsi yang diperbuatnya selama 4 tahun penjara.

"Hari Kamis (10 Februari 2022), Jaksa Eksekusi Dormian telah selesai melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap dengan Terpidana Sri Wahyumi Maria Manalip dengan cara memasukkan ke Rutan Kelas II A Manado untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (11/2/2022).

Eksekusi terhadap mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Mahyumi Maria Manalip tersebut dilaksanakan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Manado Nomor: 22/Pid.Sus/TPK/2022 PN. Mnd tanggal 22 Januari 2022. Yang dalam hal ini, Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud terjerat perkara tindak pidana korupsi gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Talaud tahun 2014–2017.

Ali menjelaskan, selain divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 4 tahun penjara, Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud juga dikenakan sanksi pidana denda sebesar Rp. 200 juta subsider 3 bulan.

Selain itu, Majelis Hakim juga mewajibkan Sri Wahyumi membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp. 9,3 miliar. Uang pengganti sebesar harus dibayarkan dalam 1 (satu) bulan setelah status hukum Sri Wahyumi berkekuatan hukum tetap.

"Jika dalam batas waktu sang sudah ditentukan belum dibayar, maka harta-bendanya akan disita oleh jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka dipidana selama 2 tahun", jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis (29/04/2021) sore, KPK kembali menetapkan Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) selaku Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019 sebagai Tersangka.

Kali kedua ini, KPK menetapkan Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud periode 2014–2019 sebagai Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014–2017.

"Perkara ini adalah kali kedua SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip) ditetapkan sebagai Tersangka", terang Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (29/04/2021) sore.

Diterangkannya pula, bahwa perkara baru (kedua) yang menjerat Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud ini merupakan pengembangan perkara sebelumnya, yakni tindak pidana korupsi (TPK) suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.

"Pengembangan perkara ini adalah salah-satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan", terangnya pula.

Lebih jauh, Karyoto menjelaskan, KPK menetapkan Sri Wahyumi sebagai Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014–2017 setelah melalui proses penyelidikan.

Dijelaskannya pula, bahwa KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data hingga terpenuhi bukti permulaan yang cukup untuk penetapan status hukum sebagai Tersangka atas perkara tersebut.

"Selanjutnya KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud) sebagai Tersangka", jelas Karyoto.

Karyoto menandaskan, selama proses penyidikan, KPK telah memeriksa 100 orang Saksi dan menyita berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara. Memang, jika dilihat dari waktu, dilakukannya perbuatan dugaan tidak pidana korupsi perkara kedua ini lebih dulu terjadi. 

Ditandaskannya pula, bahwa perkara yang menjerat SWM selaku Bupati Talaud tersebut, menjadi pengingat dan peringatan bagi seluruh kepala daerah yang merupakan penanggung-jawab anggaran di daerahnya untuk terus melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas.

"Sebab, KPK akan tetap dan terus berkomitmen memberantas korupsi hingga ke akarnya, tenaga kami tidak akan habis sampai Indonesia bebas dari korupsi", tandas Karyoto.

Dalam perkara ini, KPK menduga, SWM diduga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemkab Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang.

KPK pun menduga, SWM selaku Bupati Kepulauan Talalud diduga memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Pemerintah Kabupaten (P3mkab) Kepulauan Talaud supays memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.

KPK juga menduga, SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Pemkab Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 % (persen) dari nilai Pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.

KPK menduga pula, uang yang diduga telah diterima oleh SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud berjumlah sekitar Rp. 9,5 miliar.

Atas dugaan perbuatan yang diduga dipebuatnya, tersangka SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud  disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, dalam konferensi pers tentang penetapan status hukum sebagai Tersangka atas perkara kedua yang menjerat Sri Wahyumi selaku Bupati Kepulauan Talaud, KPK tidak menghadirkan Tersangka.

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, bahwa tidak dihadirkannya Tersangka lantaran emosi mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip saat ini sedang tidak stabil untuk dihadirkan. 

"Sore hari ini kami tidak bisa menampilkan Tersangka, kami sudah berupaya menyampaikan kepada yang bersangkutan tetapi kemudian setelah akan dilakukan penahanan ini, keadaan emosi yang bersangkutan tidak stabil", terang Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.

Namun demikian, Ali Fikri memastikan, KPK telah memenuhi syarat-syarat penahanan sebagaimana peraturan hukum yang berlaku.

"Kami lakukan penangkapan, dibawa ke KPK dan kami bawa ke Rutan KPK dengan keadaan emosi yang tidak stabil. Sehingga, mohon maaf kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan pada sore hari ini", tukasnya.

Adapun perkara kedua yang menjerat Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) Suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang menetapkan SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud sebagai Tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

Perkara ini merupakan kali kedua SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud ditetapkan sebagai Tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM.

Pengembangan perkara ini adalah salah-satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan. Sehingga,;perlu disampaikan bahwa kegiatan tangkap tangan yang mungkin barang buktinya sering disebut kecil, namun berpotensi membuka perkara yang lebih besar.

Sementara itu pula, mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip bebas dari penjara atas perkara pertamanya pada Rabu (28/4/2021) malam. Namun, ia kembali ditahan KPK dalam hitungan jam setelah dibebaskan dari Lapas Wanita Klas II-A Tangerang terkait perkara pertamanya. 

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip periode 2014–2019 sudah menjalani hukuman 2 tahun penjara di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang terkait kasus kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.

Eksekusi dilakukan Jaksa KPK dengan menjebloskan Sri Wahyumi ke Lapas pada 26 Oktober 2020, atau setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Sri Wahyumi atas vonis perkara pertamanya. 

Yang mana, dalam putusannya, Mahkamah Agung memotong hukuman penjara mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara. *(Ys/HN)*


Kamis, 29 April 2021

KPK Kembali Tetapkan Mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Sebagai Tersangka


Deputi Penindakan KPK Karyoto saat memberi keterangan dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (29/04/2021) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) selaku Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019 sebagai Tersangka, Kamis (29/04/2021) sore.

Kali kedua ini, KPK menetapkan Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019 sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014–2017.

"Perkara ini adalah kali kedua SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip) ditetapkan sebagai Tersangka", terang Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (29/04/2021) sore.

Diterangkannya pula, bahwa perkara baru (kedua) yang menjerat Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya, yakni tindak pidana korupsi suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.

"Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan*, terangnya pula.

Lebih jauh, Karyoto menjelaskan, KPK menetapkan Sri Wahyumi sebagai Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014–2017 setelah melalui proses penyelidikan.

Dijelaskannya pula, bahwa KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data hingga terpenuhi bukti permulaan yang cukup untuk penetapan status hukum sebagai Tersangka atas perkara tersebut.

"Selanjutnya KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud) sebagai Tersangka", jelas Karyoto.

Karyoto menandaskan, selama proses penyidikan, KPK telah memeriksa 100 orang Saksi dan menyita berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara. Memang, jika dilihat dari waktu, dilakukannya perbuatan dugaan tidak pidana korupsi perkara kedua ini lebih dulu terjadi. 

Ditandaskannya pula, bahwa perkara yang menjerat SWM selaku Bupati Talaud tersebut, menjadi pengingat dan peringatan bagi seluruh kepala daerah yang merupakan penanggung-jawab anggaran di daerahnya untuk terus melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas.

"Sebab, KPK akan tetap dan terus berkomitmen memberantas korupsi hingga ke akarnya, tenaga kami tidak akan habis sampai Indonesia bebas dari korupsi", tandas Karyoto.

Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka SWM selama 20 hari kedepan, terhitung sejak tanggal 29 April 2021 sampai dengan 18 Mei 2021 di Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK pada Gedung Merah Putih..

Dalam perkara ini, KPK menduga, SWM diduga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang. SWM selaku Bupati Kepulauan Talalud kemudian diduga memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Pemerintah Kabupaten (P3mkab) Kepulauan Talaud supays memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.

KPK pun menduga, SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Pemkab Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 % (persen) dari nilai Pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.

KPK juga menduga, uang yang diduga telah diterima oleh SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud sejumlah sekitar Rp. 9,5 miliar.

Atas dugaan perbuatan yang diduga dipebuatnya, tersangka SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud  disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, dalam konferensi pers tentang penetapan status hukum sebagai Tersangka atas perkara kedua yang menjerat Sri Wahyumi ini, KPK tidak menghadirkan Tersangka.

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, bahwa tidak dihadirkannya Tersangka lantaran emosi mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip saat ini sedang tidak stabil untuk dihadirkan. 

"Sore hari ini kami tidak bisa menampilkan Tersangka, kami sudah berupaya menyampaikan kepada yang bersangkutan tetapi kemudian setelah akan dilakukan penahanan ini, keadaan emosi yang bersangkutan tidak stabil", terang Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.

Namun demikian, Ali Fikri memastikan, KPK telah memenuhi syarat-syarat penahanan sebagaimana peraturan hukum yang berlaku.

"Kami lakukan penangkapan, dibawa ke KPK dan kami bawa ke Rutan KPK dengan keadaan emosi yang tidak stabil. Sehingga, mohon maaf kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan pada sore hari ini", tukasnya.

Sebagaimana diketahui, perkara kedua yang menjerat Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) Suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang menetapkan SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud sebagai Tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

Perkara ini merupakan kali kedua SWM selaku Bupati Kepulauan Talaud ditetapkan sebagai Tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM.

Pengembangan perkara ini adalah salah-satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan. Sehingga,;perlu disampaikan bahwa kegiatan tangkap tangan yang mungkin barang buktinya sering disebut kecil, berpotensi membuka perkara yang lebih besar.

Sementara itu pula, mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip bebas dari penjara atas perkara pertamanya pada Rabu (28/4/2021) malam. Namun, ia kembali ditahan KPK dalam hitungan jam setelah dibebaskan dari Lapas Wanita Klas II-A Tangerang terkait perkara pertamanya. 

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip periode 2014–2019 sudah menjalani hukuman 2 tahun penjara di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang terkait kasus kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.

Eksekusi dilakukan Jaksa KPK dengan menjebloskan Sri Wahyumi ke Lapas pada 26 Oktober 2020, atau setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Sri Wahyumi atas vonis perkara pertamanya. 

Yang mana, dalam putusannya, Mahkamah Agung memotong hukuman penjara mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara. *(Ys/HN)*


Jumat, 17 Mei 2019

Bupati Talaud Menyebut, Pengusaha Memberi Barang Karena Senang, Bukan Suka

Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip saat memberi keterangan kepada sejumlah warrawan, usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai Tersangka di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 10 Mei 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menolak disebut telah 'menerima' barang-barang mewah dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo. Melainkan, pengusaha Bernard Hanafi Kalalo 'membelikan' barang-barang itu untuk dirinya.

Menurut Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Mahyumi Maria Manalip, antara 'membelikan' dengan 'memberikan' berbeda. Yang mana, memberikan itu berarti dirinya sudah menerima, sedangkan dalam perkara ini dirinya tidak pernah menerima barang itu.

Sri Mayumi pun mengatakan, kalau saja pengusaha Bernard Hanafi Kalalo 'benar' memberikan barang-barang itu kepadanya, hal itu karena 'senang', bukan 'suka'.

Dikatakannya pula, bahwa ketika dirinya dibawa tim penyidik KPK dari Kabupaten Kepulauan Talaud ke Jakarta, tanpa adanya barang bukti di tangannya.

Hal tersebut, disampaikan Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip kepada wartawan, usai dirinya menjalani pemeriksaan di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selataan, Jum'at 17 Mei 2019.

"Pak Bernard membelikan barang itu. Membelikan ya, bukan memberikan. Karena kalau memberikan, saya sudah menerima. (Tapi) saya tidak pernah menerima barang itu. Kalau pun dia memberikan itu (barang-barang merah), dia senang dengan saya. Senang, bukan suka. Jadi, beda kan senang dengan suka", kata Sri Wahyumi usai diperiksa di kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 17 Mei 2010l9.

Menurut Sri Wahyumi, jabatannya sebagai Bupati Kepulauan Talaud tinggal 2 bulan lagi, sehingga menurutnya pemberian dari Bernard itu tidak terkait jabatannya. Untuk itulah, Sri menyebut operasi tangkap tangan (OTT) padanya sebagai upaya 'pembunuhan karakter'.

"Saya merasa sebagai pembunuhan karakter untuk saya. Karena saya tidak pernah memegang barang bukti. Barang bukti pun tidak ada saya dibawa ke sini", ungkap Sri Wahyumi.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapakan Sri Wahyuni Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud dan Benhur Lalenoh sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan pengusaha Bernard Hanafi Kalalo ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

KPK menduga, Sri Mahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga menerima suap dari pengusaha Bernhard Hanafi Manalo melalui orang kepercayaannya bernama Benhur Lalenoh. Suap berupa barang mewah itu disebut KPK terkait proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Selain ketiga Tersangka, KPK juga berhasil mengamankan barang mewah dan sejumlah uang. Antara lain adalah tas mewah merk Channel senilai Rp. 97,36 juta, jam tangan mewah merk Rolex senilai Rp. 224,5 juta dan tas mewah merek Balenciaga senilai Rp. 32,99 juta, anting berlian merk Adelle senilai Rp 32,07 juta, cincin berlian merk Adelle senilai Rp. 76,92 juta dan uang tunai sekitar Rp. 50 juta.

Terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip dan Benhur Lalenoh, KPK menyangka, keduanya diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Bernard Hanafi Kalalo, KPK menyangka, Bernard Hanafi Kalalo diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Untuk kepentingan proses penyidikan,  dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari kedepan terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip dan 2 (dua) Tersangka lain, yakni Benhur Lalenoh dan Bernard Hanafi Kalalo, terhitung mulai tanggal 20 Mei 2019 hingga 28 Juni 2019.

Guna kepentingan proses penyidikan, Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK, untuk tersangka Benhur Lalenoh ditahan di Rutan Guntur, sedangkan tersangka Bernard Hanafi Kalalo ditahan di Rutan Gedung KPK lama. *(Ys/HB)*

KPK Perpanjang Masa Penahanan Bupati Kepulauan Talaud

Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai Tersangka di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 10 Mei 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perpanjangan masa penahanan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dan 2 (dua) Tersangka lain, yaitu salah-satu  tim sukses dari Sri Wahyumi yang juga seorang pengusaha, Benhur Lalenoh dan pengusaha Bernard Hanafi Kalalo, Jum'at 17 Mei 2019.

Sebelumnya, ketiganya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang/ jasa di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.

"Hari ini, dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari kedepan, dimulai tanggal 20 Mei 2019 hingga 28 Juni 2019", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 17 Mei 2019.
Kasus yang menjerat Bupati Talaud ini bermula dari ketika tim penyidik KPK mendapatkan informasi adanya permintaan fee 10 persen dari Bupati Kepulauan Talaud  melalui Benhur Lalenoh sebagai orang kepercayaan Bupati Kepulauan Talaut Sri Mahyumi kepada kontraktor.  Benhur Lalenoh pun bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen.

Selanjutnya, Benhur Lalenoh menawar kanproyek di Kabupaten Talaud kepada Bernard  Hanafi Kalalo dan meminta fee 10 persen. Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, Benhur Lalenoh meminta Bernard Hanafi Kalalo untuk memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.

Pada pertengahan April 2019, untuk pertama kalinya, Benhur Lalenoh mengajak Bernard Hanafi Kalalo untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian, berdasarkan perintah bupati melalui Benhur, Bernard Hanafi Kalalo diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan Bupati Kepulauan Talaud di Jakarta.

Terkait fee 10 % yang diharuskan oleh Bupati Kepulauan Talaud itu, Benhur Lalenoh meminta Bernard Hanafi Kalalo memberi barang-barang mewah sebagai bagian dari imbalan atau fee sebesar 10 persen itu.

Beberapa hari kemudian, berdasarkan perintah Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manali melalui Benhur Laleno, Bernard Hanafi Kalalo diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan di Jakarta.

Fee 10%  yang diharuskan oleh bupati, Benhur Laleno meminta Bernard Hanafi Kalalo memberinya dalam bentuk barang-barang mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen itu. Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan 2 proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Dalam perkara ini, KPK menetapakan Sri Wahyuni Maria Manali dan Benhur Lalenoh sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Bernard Hanafi Kalalo ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Selain ketiga Tersangka, KPK juga berhasil mengamankan barang mewah dan sejumlah uang. Antara lain adalah tas mewah merk Channel senilai Rp. 97,36 juta, jam tangan mewah merk Rolex senilai Rp. 224,5 juta dan tas mewah merek Balenciaga senilai Rp. 32,99 juta, anting berlian merk Adelle senilai Rp 32,07 juta, cincin berlian merk Adelle senilai Rp. 76,92 juta dan uang tunai sekitar Rp. 50 juta.

Terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali dan Benhur Lalenoh, KPK menyangka, keduanya diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Bernard Hanafi Kalalo, KPK menyangka, Bernard Hanafi Kalalo diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Untuk kepentingan proses penyidikan,  dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari kedepan terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip dan 2 (dua) Tersangka lain, yakni Benhur Lalenoh dan Bernard Hanafi Kalalo, terhitung mulai tanggal 20 Mei 2019 hingga 28 Juni 2019.

Sebagaimana diketahui, Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK. Sementara Benhur Lalenoh ditahan di Rutan Guntur, sedangkan Bernard Hanafi Kalalo ditahan di Rutan Gedung KPK lama. *(Ys/HB)*

Jumat, 10 Mei 2019

Usai Diperiksa KPK, Bupati Talaud Enggan Komentar

Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, ketika disodori pertanyaan oleh sejumlah wartawan menjawabnya dengan senyuman saja, Jum'at (10/05/2019) petang.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski ketika keluar dari gedung KPK berhiaskan senyuman, namun Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip enggan memberi komentar atas pemeriksaan yang dijalaninya. Hanya senyuman saja yang ia tebar ketika  keluar dari gedung KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat (10/05/2019) petang.

Kali ini, Sri Wahyumi tampil mengenakan kemeja putih lengan panjang berlapis rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan tangan diborgol. Ketika para wartawan terus berupaya menyodori pertanyaan terkait perkaranya, Sri Wahyumi kembali membalasnya dengan tersenyum saja sembari terus melangkahkan kakinya menuju mobil tahanan yang menunggunya.

Nama Sri Wahyumi Maria Manalip sendiri, tidak ada pada jadwal pemeriksaan KPK. Juga, belum diketahui apa yang didalami penyidik KPK dari pemeriksaan terhadap Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip kali ini.

Sementara itu, ketika dibawa dari Kabupaten Kepulauan Talaud ke markas KPK setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 30 April 2019 hingga ditahan KPK pada 1 Mei 2019, saat itu Sri Wahyumi mengaku bingung atas penangkapannya oleh KPK.

Bahkan, usai menjalani pemeriksaan, kepada sejumlah wartawan, Sri Wahyumi sempat membantah jika dirinya terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi suap yang disangkakan KPK kepadanya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapakan Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud bersama orang kepercayaannya Benhur Lalenoh dan seorang pengusaha Bernard Hanafi Kalalo sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud dan Benhur Lalenoh selaku pihak swasta ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap, sementara sementara Bernard Hanafi Kalalo ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

KPK menduga, Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga menerima suap dalam bentuk barang dan uang senilai total Rp. 513 juta, yang merupakan bagian dari fee 10 persen yang disepakati sebelumnya.

Barang mewah dan uang itu sendiri terdiri atas:
1. Sebuah tas tangan merk Chanel senilai Rp. 97.360.000,–
2. Sebuah tas merk Balenciaga senilai Rp. 32.995.000,–
3. Sebuah jam tangan merk Rolex senilai Rp. 224.500.000,–
4. Sepasang anting berlian merk Adelle senilai Rp. 32.075.000,–
5. Sebuah cincin berlian merk Adelle senilai Rp. 76.925.000,– dan
6. Uang tunai sebesar Rp. 50 juta.

*(Ys/HB)*


Rabu, 01 Mei 2019

KPK Tahan Bupati Kepulauan Talaud

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip saat berada dalam mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK, Rabu (01/05/2019) dini hari


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Setelah menetapkannya sebagai Tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip dan 2 (dua) Tersangka lainnya, yakni Benhur Lalenoh dan Berdnar Hanafi Kalalo.

Meski demikian, Bupati non-aktif Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip membantah menerima suap dan hadiah dari Bernard Hanafi Kalalo sebagaimana yang disangkakan oleh KPK terhadapnya.

Bantahan itu diungkapkan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip usai dirinya ditetapkan sebagai Tersangka dan langsung ditahan oleh KPK. Diungkapkannya pula, bahwa dirinya tidak pernah menerima suap dan hadiah apapun sebagaimana yang disangkakan KPK terhadapnya.

"Biar masyarakat Indonesia tahu, bahwa yang dituduhkan kepada saya, bahwa saya menerima hadiah, saya tidak pernah menerima hadiah apapun yang dituduhkan kepada saya. Bisa saya buktikan nanti di persidangan", ungkap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip saat akan memasuki mobil tahanan yang akan membawanya ke rumah tahanan KPK, Rabu (01/05/2019) dini hari.

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip pun menyatakan, bahwa dirinya merasa heran mengapa tiba-tiba dibawa oleh KPK. Sri Wahyuni juga sempat membantah ketika disebut ada dugaan penerimaan hadiah terkait 2 (dua) proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yakni Pasar Lirung dan Pasar Beo.

"Tidak ada itu, saya tidak tahu, karena ini kan saya dituduhkan menerima hadiah. Saya di Talaud, hadiah itu di mana, saya tidak menerima hadiahnya. Saya juga bingung", tukas Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menerangkan, Sri Wahyuni Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga meminta fee sekitar 10 persen kepada kontraktor terkait 2 (dua) proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud.

"Tim KPK mendapatkan informasi adanya pemintaan fee 10 persen dari bupati melalui BNL (Benhur Lalenoh) sebagai orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten (Kepulauan) Talaud", terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) malam.

Meski KPK belum mengungkap secara rinci berapa total nilai dari 2 (dua) proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud itu, Basaria Panjaitan menjelaskan, bahwa Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen.

Terkait itu, Benhur Lalenoh kemudian menawari seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo untuk mengerjakan 2 proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud dan meminta fee 10 persen.

"Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, BNL (Benhur Lalenoh) meminta BHK (Bernard Hanafi Kalalo) memberikan barang-barang mewah kepada SWM (Sri Wahyuni Maria  Bupati Talaud", jelas Basaria.

Lebih lanjut, Basaria membeberkan, bahwa pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur Lalenoh mengajak Bernard Hanafi Kalalo untuk diperkenalkan ke Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manali.

Beberapa hari kemudian, berdasarkan perintah Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manali melalui Benhur Laleno, Bernard Hanafi Kalalo diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan di Jakarta.

"Terkait fee yang diharuskan oleh bupati, BNL (Benhur Laleno) meminta BHK (Bernard Hanafi Kalalo) memberi barang-barang mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen. Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan 2 proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud", beber Basaria.

Dalam konferensi pers, Basaria Panjaitan pun mengungkapkan rincian barang dan uang yang diamankan KPK. Antara lain adalah tas mewah merk Channel senilai Rp. 97,36 juta, jam tangan mewah merk Rolex senilai Rp. 224,5 juta dan tas mewah merek Balenciaga senilai Rp. 32,99 juta, anting berlian merk Adelle senilai Rp 32,07 juta, cincin berlian merk Adelle senilai Rp. 76,92 juta dan uang tunai sekitar Rp. 50 juta.

Dalam perkara ini, KPK menetapakan Sri Wahyuni Maria Manali dan Benhur Lalenoh sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Bernard Hanafi Kalalo ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali dan Benhur Lalenoh, KPK menyangka, keduanya diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Bernard Hanafi Kalalo, KPK menyangka, Bernard Hanafi Kalalo diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Untuk kepentingan proses penyidikan, Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK. Sementara Benhur Lalenoh ditahan di Rutan Guntur, sedangkan Bernard Hanafi Kalalo ditahan di Rutan Gedung KPK lama. *(Ys/HB)*


Selasa, 30 April 2019

KPK Tetapkan Bupati Kepulauan Talaud Sebagai Tersangka

Salah-satu suasana konferensi pers penetapan status hukum Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali, Benhur Lalenoh dan Bernard Hanafi Kalalo sebagai Tersangka, saat Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dibantu petugas KPK menunjukkan barang bukti perkara, Selasa (30/04/2019) malam, di markas KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Selasa 30 April 2019 malam, menetapkan Sri Wahyuni Maria Manali selaku Bupati Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang/ jasa pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun anggaran 2019.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menerangkan, bahwa Sri Wahyuni Maria Manali selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga meminta fee sebesar 10% (persen) kepada kontraktor yang ingin memperoleh pekerjaan proyek pemerintah di Kabupaten Talaud. Sri Wahyuni Maria Manali selaku Bupati Kepulauan Talaud ditangkap tim Satgas Penindakan KPK di kantor Bupati Kepulauan Talaud pada Selasa 30 April 2019 sekitar pukul 11.20 WITa.

"Setelah melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan, yaitu maksimal 24 jam pertama yang dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah/ janji oleh penyelenggara negara terkait pengadaan barang/ jasa pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun anggaran 2019", terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kanto KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) malam.

Basaria Panjaitan menjelaskan, usai mengantongi barang bukti yang cukup, KPK bergerak untuk mengamankan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali. Dijelaskannya pula, Sri Wahyuni Maria Manali diamankan bersama 5 (lima) orang lainnya. Namun, dari 6 (enam) orang yang diamankan, KPK hanya menetapkan status Tersangka kepada 3 (tiga) orang, termasuk Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali.

"KPK menetapkan 3 orang sebagai Tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan, yaitu SWM (Sri Wahyuni Maria Manali), BNL (Benhur Lalenoh) dan BHK (Bernard Hanafi Kalalo)", jelas Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Ditegaskannya, KPK menduga, Sri Wahyuni Maria Manali selaku Bupati Kepulauan Talaud diduga telah menerima sejumlah barang mewah, seperti tas hingga perhiasan, serta uang tunai. Penerimaan itu, diduga terkait pengadaan barang/ jasa pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun anggaran 2019.

"Barang dan uang yang diberikan, diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo", tegas Basaria

Lebih jauh, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memaparkan, penangkapan terhadap Bupati Kepulauan Talalud Sri Wahyuni Maria Manali bermula dari adanya informasi bahwa Timses Bupati Kepaluan Talaud dan seorang pengusaha pada Minggu 28 April 2019 tengah berbelanja barang mewah di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.

Yang mana, berang-barang mewah itu merupakan permintaan khusus dari Bupati Kepulauan Talaud yang akan diberikan di hari ulang tahun Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali ke-42. Berdasarkan informasi, Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali akan berulang tahun ke-42 pada 8 Mei 2019 mendatang.

Basaria Panjaitan pun memaparkan, bahwa ketika itu barang yang dibeli adalah 2 (dua) buah tas, 1 (satu) jam tangan dan seperangkat perhiasan. Total pembelian, mencapai Rp. 463,8 juta.

Hanya saja, jam tangan mewah merk Rolex itu tidak bisa diambil di hari itu juga (Minggu 28 April 2019) lantaran perlu dilakukan pengukuran tangan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manali agar pas ketika nantinya dipakai, sehingga jam tangan mewah merk Rolex itu baru bisa diambil pada Senin 29 April 2019.

"Saat itu, terjadi komunikasi antara pihak-pihak terkait, bahwa barang akan diantar ke Bupati (Kepulauan) Talaud yang direncanakan diberikan ketika ia berulang tahun", papar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Dalam perkara ini, Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud dan Benhur Lalenoh selaku pihak lain (anggota tim sukses Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip) ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap tersangka Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud dan Benhur Lalenoh selaku pihak lain, KPK menyangka, keduanya diduga telah melanggar  Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangakan Bernard Hanafi Kalalo selaku pihak swasta (pengusaha), ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Terhadap tersangka Benhur Hanafi Kalalo, KPK menyangka, tersangka Bernard Hanafi Kalalo diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsisebagaimana yang telah diubah dengan UUD nomor 20 tahu 2001. *(Ys/HB)*

BERITA TERKAIT :

Terjaring OTT, Setiba Di Markas KPK Jakarta Bupati Talaud Mengaku Bingung

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip saat di tangga dan diarahkan petugas untuk menuju ke ruang pemeriksaan di lantai 2 gedung KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tiba di Markas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa (30/04/2019) malam sekitar pukul 20.15 WIB dengan dikawal 5 (lima) petugas KPK. Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud merupakan salah seorang yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT)  tim Satgas Penindakan KPK.

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tiba di markas KPK Jakarta mengenakan baju batik lengan panjang berwarna biru, bercelana panjang warna gelap dan mengenakan topi berwarna merah muda. Dengan langkan kaki perlahan, ia berjalan dari halaman menuju ke pintu masuk kantor KPK.

Disodori pertanyaan sejumlah wartawan yang menunggunya sejak sore, Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tak menampiknya. Tentang pertanyaan kasus apa yang tengah menjeratnya sehingga ia dibawa petugas ke Markas KPK? Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip mengaku bingung tiba-tiba ditangkap oleh penyidik dan langsung dibawa ke gedung KPK yang berada di Kuningan Persada – Jakarta Selatan ini.

"Saya bingung, karena tidak ada yang saya terima, tiba-tiba dibawa ke sini. Tidak benar saya terima hadiah", tepis Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip, di Markas KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) malam.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menerangkan, penangkapan terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip atas dugaan Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek Pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud.

"Diduga, hadiah yang diberikan berupa tas, jam dan perhiasan berlian dengan nilai ratusan juta rupiah", terang Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat dikonfirmasi di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) sore.

Lebih lanjut, Laode M. Syarif menjelaskan, dalam serangkaian kegiatan OTT pada Selasa 30 April 2019 di Kabupaten Kepulauan Talaud, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 2 (dua) orang yang keduanya kini tengah dalam perjalanan menuju ke markas KPK Jakarta.

Dijelaskannya pula, bahwa penangkapan terhadap kedua orang di Kabupaten Kepulauan Talaud itu merupakan rangkaian kegiatan OTT di Jakarta pada Senin (29/04/2019) kemarin.

"Jadi, kegiatan (penangkapan terhadap kedua orang di Kabupaten Kepulauan Talaud) ini bagian dari rangkaian OTT sejak Senin 29 April 2019, di Jakarta. KPK mengamankan empat orang pihak swasta di Jakarta", jelas M. Syarif.

Laode M. Syarif menandaskan, bahwa keempat orang itu, sejak Senin (29/04/2019) kemarin sudah berada di KPK untuk menjalani serangkaian proses pemeriksaan. "Keempatnya tengah menjalani pemeriksaan awal di KPK", tandas Laode M. Syarif.

KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk melakukan pemeriksaan terhadap para 'terperiksa' dan untuk menentukan status hukum selanjutnya bagi mereka*(Ys/HB)*

OTT Bupati Talaud, KPK Sita Barang Bukti Total Rp. 500 Juta

Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (memakai topi warna merah) saat proses di petugas ke markas KPK Jakarta, Selasa 30 April 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip melalui serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dalam penangkapan, sejumlah barang bukti turut diamankan tim Satgas Penindakan KPK, seperti tas, jam mewah juga cincin berlian dengan total nilai sekitar Rp. 500 juta.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menerangkan, penangkapan terhadap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip atas dugaan Sri Wahyumi Maria Manalip selaku Bupati Kepulauan Talaud menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek Pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud.

"Diduga, hadiah yang diberikan berupa tas, jam dan perhiasan berlian dengan nilai ratusan juta rupiah", terang Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat dikonfirmasi di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019) sore.

Lebih lanjut, Laode M. Syarif menjelaskan, dalam serangkaian kegiatan OTT pada Selasa 30 April 2019 di Kabupaten Kepulauan Talaud, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 2 (dua) orang yang keduanya kini tengah dalam perjalanan menuju ke markas KPK Jakarta.

Dijelaskannya pula, bahwa penangkapan terhadap kedua orang di Kabupaten Kepulauan Talaud itu merupakan rangkaian kegiatan OTT di Jakarta pada Senin (29/04/2019) kemarin.

"Jadi, kegiatan (penangkapan terhadap kedua orang di Kabupaten Kepulauan Talaud) ini bagian dari rangkaian OTT sejak Senin 29 April 2019, di Jakarta. KPK mengamankan empat orang pihak swasta di Jakarta", jelas M. Syarif.

Laode M. Syarif menandaskan, bahwa keempat orang itu, sejak Senin (29/04/2019) kemarin sudah berada di KPK untuk menjalani serangkaian proses pemeriksaan. "Keempatnya tengah menjalani pemeriksaan awal di KPK", tandas Laode M. Syarif.

Sementara itu, Kepala Biro Humas KPK Febri Dianyah pun menyampaikan hal senada, bahwa melalui serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT), t Satgas Penindakan KPK telah mengamankan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip bersama sejumlah barang bukti berupa barang dan uang bernilai lebih dari Rp. 500 juta.

"Sejauh ini, kami juga mengamankan sejumlah barang dan uang dengan total nilai lebih dari Rp 500 juta", kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa  (30/04/2019) sore.

Febri Diansyah menerangkan, bahwa tas yang diamankan itu bernilai sekitar Rp. 100 juta. Selain itu, ada juga jam tangan merek Rolex seharga Rp. 200 jutaan dan perhiasan bermata berlian.

"Ada 2 tas bernilai lebih dari Rp. 100 jutaan, 1 jam tangan dengan harga Rp. 200 jutaan dan sisanya anting dan cincin berlian", terang Febri Diansyah.

Ditegaskannya, bahwa barang bukti yang turut diamankan itu diduga terkait dengan proyek-proyek pemerintah di Kabupaten Kepulauan Talaud. Hanya saja, Febri belum menyebutkan barang bukti itu merupakan pemberian siapa.

"Kami menduga pemberian tersebut terkait dengan proyek pembangunan pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud. KPK menduga ada pemberian sebelumnya yang sudah terealisasi", tegasnya.

KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk melakukan pemeriksaan terhadap para 'terperiksa' dan untuk menentukan status hukum selanjutnya bagi mereka. *(Ys/HB)*