Baca Juga
KTP-Elektronik atau KTP-el WNA asal China di Cianjur – Jawa Barat yang seolah-olah sama dengan e-KTP yang sempat viral dan jadi bahan hoax.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Persoalan Kartu Tanda Penduduk – Elektronik atau KTP-el yang dimiliki warga negara asing (WNA) di Indonesia, menjadi pembicaraan publik. Hal ini, buntut dari viralnya KTP-el WNA asal Tiongkok di Cianjur – Jawa Barat yang seolah-olah sama dengan e-KTP.
Fatalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan kesalahan in-put data sehingga NIK KTP-el WNA tersebut masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Pemilu 2019.
Sekretaris Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), I Gede Suratha mengatakan, di Indonesia setidaknya saat ini ada 1.600 WNA yang memiliki KTP-el. Saat ini, data tersebut tengah diinventarisir untuk segera dilaporkan kepada KPU, agar tidak ada WNA yang masuk dalam DPT.
“Jumlah yang tercatat sekarang 1.600 lebih, saat ini sedang dirapikan distribusinya dari mana saja. Senin nanti, KPU Bawaslu kita duduk bersama untuk membicarakan itu semua", ujar Suratha dalam diskusi bertajuk "e-KTP, WNA dan Kita" di Menteng – Jakarta Pusat, Sabtu (02/03/2019).
Menurut Suratha, sejauh ini diketahui para WNA pemilik KTP-el ini tersebar paling banyak di daerah berpenduduk banyak. Seperti Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
“Variasi sekali (jenis pekerjaan mereka), yang di Bali tentu di sektor pariwisata, juga ada di pertambangan, yang paling banyak di pertambangan, kemudian yang lainnya menjadi utusan-utusan negara", paparnya.
Suratha menjelaskan, pengeluaran KTP-el bagi WNA sudah terjadi sejak 2006 silam. Hal itu, sesuai dengan aturan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006. Dimana, dalam undang-undang tersebut salah-satunya mengatur tentang KTP bagi WNA yabg disebut KTP Elektronik atau disingkat KTP-el.
Di sisi lain, Suratha menilai, kegaduhan itu muncul atas ketidak-tahuan publik termasuk para elite politik atas aturan itu. “Sampai saat ini, petinggi-petinggi saja banyak yang tidak mengerti, kok bisa WNA diberikan KTP-el, sementara warga kita sendiri susah mengurus KTP", pungkasnya. *(Ys/HB)*