Senin, 25 September 2023

KPK Panggil Ade Puspita Terkait Perkara TPPU Sang Ayah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi


Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal pemeriksaan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Ade Puspita sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kembali menjerat sang ayah Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi.

Pemeriksaan akan berlangsung di Gedung Merah Putih kPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada hari ini, Senin 25 September 2023. Selain Ade Puspita, Tim Penyidik KPK juga menjadwal pemeriksaan Rhamdan Aditya (wiraswasta) dan Henny Rossa Maramis (karyawan swasta).

"Penyidikan perkara dugaan penerimaan TPPU dengan Tersangka RE (Rahmad Effendi). Hari ini (Senin 25 September 2023) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan Saksi-saksi tersebut", ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/9/2023).

Sebelumnya, KPK telah menerima pengembalian 2 (dua) unit dua mobil jenis Cherokee dari mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen. Penyerahan dilakukan perwakilan keluarga Pepen yang mengantarkan langsung 2 unit mobil itu ke KPK. Dua mobil itu, yakni Mobil Cherokee limited automatic warna hitam No Pol B 1971 KCY Tahun 1995 dan Cherokee tahun 2011 warna hitam No Pol D 1106 RC.

"Jaksa eksekutor KPK, Eva Yustisiana (Senin 04 September 2023) bertempat di Rupbasan KPK Cawang telah selesai menerima penyerahan 2 (dua) unit mobil yang sebelumnya milik terpidana Rahmat Efendi", ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (05/09/2023).

Ali menerangkan, nantinya 2 unit mobil tersebut nantinya akan dilelang untuk memulihkan keuangan negara dari tindak pidana korupsi yang dilakukan Rahmad Effendi. Lelang dilakukan berdasarkan amar putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

"KPK berharap, para Terpidana lainnya juga bersikap kooperatif melaksanakan amar putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap dengan membayar dan melunasi denda dan uang pengganti sebesar yang dinikmatinya", ujar Ali Fikri.

Sementara itu, Tim Jaksa KPK mengeksekusi mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen ke Lapas Kelas II A Cibinong, Jawa Barat. Rahmat Effendi dijebloskan ke Lapas tersebut karena perkara pidana korupsi yang sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

"Hari ini (Senin 07 Agustus 2023), Jaksa Eksekutor KPK Eva Yustisiana, telah selesai melaksanakan eksekusi putusan terpidana Rahmat Effendi dengan memasukkannya ke Lapas Kelas IIA Cibinong", ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (07/08/2023).

Ali menegaskan, eksekusi tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis Rahmad Effendi 'bersalah' dengan masa pidana badan selama 12 tahun penjara dikurangi masa penahan dan kewajiban membayar denda Rp. 1 miliar.

Ali pun menegaskan, bahwa terpidana Rahmat Effendi saat ini baru membayar cicilan pertama pembayaran denda Rp. 50 juta.

"Adanya penjatuhan pidana tambahan yaitu pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik maupun politik selama 3 tahun terhitung sejak Terpidana selesai menjalani pidana pokoknya", tegas Ali Fikri.

Ali mendaskan, dalam perkara ini Tim Penyidik KPK merampas 1 (satu) bangunan dan fasilitas meubelair Villa Glamping Jasmine yang terletak di jalan Darusalam, Kampung Barusiruem, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat dan 2 (dua) unit mobil Cherokee. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 28 Desember 2022

Tuntut Uang Pengganti Rp. 17 Miliar, KPK Kasasi Atas Sanksi Terhadap Wali Kota Bekasi


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menempuh langkah hukum kasasi terhadap putusan Majelis Hakim tingkat banding yang dijatuhkan terhadap terdakwa Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi atas perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi,

Langkah hukum kasasi dilakukan, karena Tim Jaksa KPK menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang memutus perkara tersebut belum sepenuhnya mempertimbangkan pembebanan uang pengganti sebesar Rp 17 miliar yang diduga dinikmati terdakwa Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi.

"Langkah hukum ini dilakukan, karena dalam putusan Pengadilan Tinggi belum sepenuhnya mempertimbangkan terkait pembebanan uang pengganti sebesar Rp. 17 miliar yang dinikmati Terdakwa dimaksud", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/12/2022).

Ali menegaskan, Tim Jaksa KPK segera menyerahkan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA). KPK berharap, Majelis Hakim di Mahkamah Agung (MA) akan mengabulkan permohonan kasasi KPK menyangkut pembebanan uang pengganti tersebut.

"KPK berharap, Majelis Hakim di tingkat MA mengabulkan permohonan kasasi tersebut", ujar Ali Fikri, penuh harap.

Sebelumnya, KPK sempat mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang menjatuhkan vonis 'bersalah' dan memperberat sanksi pidana penjara Wali Kota Bekasi non-aktif Rahmat Effendi menjadi 12 tahun.

Dalam perkara tersebut, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebelumnya telah divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan (PN) Bandung.

"Tentu KPK apresiasi Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut yang tetap menyatakan Terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tuntutan dan putusan tingkat pertama", ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Meski demikian, saat itu Ali menyatakan, sejauh ini KPK belum menerima salinan putusan maupun pemberitahuan putusan PT Bandung tersebut. Pihaknya pun berharap, putusan itu juga mengakomodir Tuntutan Tim Jaksa KPK tentang seluruh uang pengganti yang dibebankan kepada Rahmat Effendi.

Namun kemudian, Majelis Hakim ditingkat banding diketahui tidak mengabulkan tuntutan Tim JPU KPK terkait sanksi pembebanan uang pengganti senilai Rp. 17 miliar, hingga Tim JPU KPK akhirnya menempuh langkah hukum kasasi atas putusan Majelis Hakim di tingkat banding tersebut. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 14 Desember 2022

KPK Apresiasi Putusan Banding Pengadilan Tinggi Bandung Terhadap Rahmat Effendi


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang menjatuhkan vonis 'bersalah' dan memperberat sanksi pidana Wali Kota Bekasi non-aktif Rahmat Effendi menjadi 12 tahun penjara.

Sebelumnya, atas perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan (PN) Bandung.

"Tentu KPK apresiasi majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut yang tetap menyatakan Terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tuntutan dan putusan tingkat pertama", ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Ali menjelaskan, sejauh ini KPK belum menerima salinan maupun pemberitahuan putusan PT Bandung tersebut. Pihaknya pun berharap, putusan itu juga mengakomodir Tuntutan Tim Jaksa KPK tentang seluruh uang pengganti yang dibebankan kepada Rahmat Effendi.

"Karena efek jera pelaku juga dapat dilakukan melalui hukuman uang pengganti maupun perampasan aset", jelas Ali Fikri.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung telah menjatuhkan vonis 'bersalah' terhadap Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi dengan sanksi pidana selama 10 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Rahmat Effendi juga dijatuhi sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama 5 tahun terhitung setelah menjalani hukuman penjara.

Atas putusan tersebut, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengajukan upaya banding. Adapun perihal pokok materi banding yang disampaikan, yakni terkait dengan pembuktian dakwaan penerimaan gratifikasi.

Tim JPU KPK meyakini sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan soal peran Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi dalam meminta uang kepada instansi dan perusahaan.

Permintaan itu dilakukan secara langsung dan menggunakan jabatan atau kedudukan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi, sehingga instansi dan perusahaan yang diminta bersedia memberikan sejumlah uang.

"Bukan panitia pembangunan Masjid Arryasakha dan peran panitia hanya sebagai kepanjangan tangan untuk menerima uang", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (08/11/2022).

Selain itu, Tim JPU KPK malakukan upaya banding juga karena kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp. 17 miliar yang dibebankan kepada terdakwa Rahmat Effendi tidak dikabulkan Majelis Hakim Tipikor PN Bandung.

"KPK berharap Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan seluruh permohonan banding tersebut dan memutus sesuai dengan tuntutan Tim Jaksa", ujar Ali Fikri Selasa (08/11/2022) lalu. *(HB)*


Rabu, 09 November 2022

Tak Kabulkan Tuntutan Bayar Uang Pengganti Rp. 17 Miliar, KPK Banding Putusan Hakim Atas Perkara Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi


Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memakai rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan tangan diborgol saat berjalan menuju ke dalam Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan untuk mejalani pemeriksaan sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap penerimaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi, Jum'at (04/02/2022).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan upaya banding atas  sanksi pidana yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung untuk terdakwa Rahmat Effend selaku Wali Kota Bekasi dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan penerimaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Yang mana, dalam amar putusannya atas perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung menjatuhkan vonis Rahmat Effend selaku Wali Kota Bekasi 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun terhitung setelah Rahmat Effendi selesai menjalani hukuman pidana pokok.

"Senin (07/11/2022), Jaksa KPK Siswhandono telah selesai menyerahkan memori banding terdakwa Rahmat Effendi melalui Kepaniteraan Khusus Pengadilan Tipikor Bandung", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (08/11/2022).

Ali menjelaskan, pokok materi banding yang diajukan Tim Jaksa KPK itu berkaitan dengan pembuktian dalam Surat Dakwaan terhadap terdakwa Rahmat Effendi dalam menerima gratifikasi. Ali pun menjelaskan, Tim Jaksa KPK meyakini, bahwa dalam fakta persidangan terdakwa Rahmat Effendi terbukti meminta uang secara langsung kepada instansi di lingkungan Pemkot Bekasi atau perusahaan.

"Meminta uang kepada instansi dan perusahaan yang dilakukan secara langsung dan menggunakan jabatan atau kedudukannya selaku Wali Kota Bekasi, sehingga instansi dan perusahaan yang diminta bersedia memberikan sejumlah uang", jelas Ali Fikri.

Ditegaskan Ali Fikri, bahwa Tim Jaksa KPK menilai, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga terbukti berupaya memanipulasi permintaan uang dengan mengatas-namakan dirinya sebagai panitia pembangunan Masjid Arryasakha. Padahal, perannya sebagai panitia merupakan kedok supaya dapat menerima uang.

"Pemberian uang oleh pihak lain yang karena melihat yang meminta uang adalah Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi, bukan panitia pembangunan Masjid Arryasakha dan peran panitia hanya sebagai kepanjangan tangan untuk menerima uang", tegas Ali Fikri.

Ali pun mengungkapkan, upaya hukum banding tersebut diajukan Tim Jaksa KPK juga karena Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung tidak mengabulkan Tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK supaya Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga dijatuhi sanksi membayar uang pengganti sebesar Rp. 17 miliar.

"Disamping itu terkait tidak dikabulkannya Tuntutan membayar uang pengganti sebesar Rp. 17 miliar", ungkap Ali Fikri.

Ali menandaskan, KPK optimis, Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi akan mengabulkan seluruh Tuntutan Tim Jaksa KPK. "KPK berharap, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan seluruh permohonan banding tersebut dan memutus sesuai dengan Tuntutan Tim Jaksa", tandas Ali Fikri, penuh harap.

Sebagaimana diketahui, atas perkara TPK suap dan penerimaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Negeri Bandung menjatuhkan vonis untuk Rahmat Effend selaku Wali Kota Bekasi 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun terhitung setelah Rahmat Effendi selesai menjalani hukuman pidana pokok.

Selain itu, dalam amar putusannya, Majelis Hakim pun memutuskan, memerintahkan Tim Jaksa KPK merampas barang bukti yang diduga berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Salah-satunya fasilitas yang ada di Glamping Jasmine. Di antaranya, barang bukti berupa mobil dan bangunan serta fasilitas mebeler Glamping Jasmine.

Putusan penjatuhan sanksi pidana 10 tahun penjara itu lebih berat dibanding Tuntutan yang diajukan Tim JPU KPK agar Majelis Hakim menghukum Rahmat Effendi 9 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Tim JPU KPK menuntut supaya Majelis Hakim memutuskan terdakwa Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi di vonis 'bersalah' melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf f, Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung juga telah menjatuhkan Putusan untuk sejumlah Terdakwa Lain yang terlibat dalam perkara tersebut. Di antaranya, yakni Terdakwa Wahyudin dijatuhi sanksi pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan serta perampasan uang yang diperoleh dari hasil tindak pidana sebesar Rp. 500 juta dengan diperhitungkan uang yang telah disetor.

Lalu, terdakwa Jumhana Lutfi Amin dijatuhi sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 kurungan serta perampasan uang yang diperoleh dari tindak pidana sebesar Rp. 600 juta dengan diperhitungkan uang yang telah disetor.

Berikutnya, terdakwa Muhammad Bunyamin dijatuhi sanksi pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan Rp. 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Adapun untuk terdakwa  Mulyadi alias Bayong, dijatuhi sanksi pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan Rp. 250 juta subsider 4 bulan kurungan. *(HB)*


Jumat, 04 November 2022

KPK Jebloskan 4 Anak Buah Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Ke Lapas Sukamiskin


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan 4 (empat) anak buah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Keempatnya, yakni mantan Lurah Jatisari Mulyadi alias Bayong.

Berikutnya, mantan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi M. Bunyamin, mantan Camat Jatisampurna Wahyudin dan mantan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan (Perkimtan) Pemkot Bekasi Jumhana Lutfi.

Mereka merupakan Terpidana Penerima Suap bersama-sama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi dalam dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

"Jaksa eksekutor Eva Yustisiana, telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung yang telah berkekuatan hukum tetap dengan terpidana Mulyadi alias Bayong Dkk", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jum,at (04/11/2022).

"Para Terpidana dieksekusi dengan cara dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung. Mereka akan menjalani sanksi pidananya dikurangi masa penahanannya di Lapas tersebut", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan, bahwa Mulyadi alias Bayong, M. Bunyamin, Wahyudin serta Jumhana Lutfi Amin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah'.

Keempatnya dinyatakan terbukti menerima suap bersama-sama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Empat mantan pejabat Pemkot Bekasi tersebut menerima suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemkot Bekasi bersama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi.

Dalam perkara ini, Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa Mulyadi alias Bayong dan Bunyamin masing-masing 4 tahun 6 bulan (4,5 tahun) penjara dan denda Rp. 250 juta.

Adapun terdakwa Wahyudin dijatuhi sanksi pidana 4 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta serta uang pengganti Rp. 500 juta. Sedangkan terdakwa Jumhana Lutfi Amin dijatuhi sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp. 600 juta.

Sebelumnya, perkara TPK suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi yang juga menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi tersebut, bermula mencuat dari serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Rabu 05 Januari 2022.

Dalam serangkaian kegiatan OTT tetsebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, pada Kamis 06 Januari 2022, KPK mengunumkan penetapan 9 (sembilan) diantara 12 orang yang terjaring OTT itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Sembilan Tersangka tersebut, 4 (empat) di antaranya, yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Terhadap 4 Tersangka Pemberi Suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Keempatnya telah divonis 'bersalah' oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengadili perkara tersebut pada Senin (06/06/2022) yang lalu.

Tim Jaksa KPK kemudian telah mengeksekusi 4 (empat) Terpidana Penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung – Jawa Barat pada Senin 04 Juli 2022.

Atas kesalahan masing-masing Terdakwa, Mejelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa Ali Amril 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Adapun terdakwa Lai Bui Min dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk terdakwa Suryadi Mulya, dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Makhfud Saifudin dijatuhi saknsi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Sementara itu, 5 (lima) Tersangka lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Terhadap 5 Tersangka Penerima Suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, perkara tersebut bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK juga tengah menangani perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kembali menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi bahkan telah ditetapkan sebagai Tersangka TPPU oleh KPK.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi saat ini juga tengah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi. Ia didakwa oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 10.450.000.000,–

Suap dan gratifikasi itu diduga berasal dari pengusaha Lai Bui Min senilai Rp. 4,1 miliar; Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin Rp. 3 miliar dan berasal dari Direktur PT. Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp. 3,35 miliar.

Rahmat Effendi didakwa menerima suap dan gratifikasi bersama-sama Jumhana Luthfi Amin selaku Kepala Dians (Kadis) Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Wahyudin selaku Camat Jatisampurna dan M. Bunyamin selaku Camat Bekasi Barat sekaligus Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkot Bekasi.

Dalam Surat Dakwannya, Tim JPU KPK mendakwa, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga bersama-sama dengan Jumhana Luthfi selaku Kadis Perkimtan Pemkot Bekasi kongkalikong agar Pemerintah Kota Bekasi membeli lahan milik Lai Bui Min yang berlokasi di jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 14.339 meter peregi.

Lahan milik Lai Bui Min tersebut kemudian dibeli Pemkot Bekasi diduga akan digunakan untuk pengadaan lahan dalam rangka kepentingan pembangunan Polder 202 oleh Pemkot Bekasi.

Tim JPU KPK pun mendakwa, Rahmat Effendi dan Jumhana dibantu Wahyudin Camat Jatisampurna diduga juga melakukan aksi ganti rugi lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun untuk SDN Rawalumbu I dan VIII. Tim JPU KPK mendakwa mereka diduga menerima suap dari proses ganti rugi tersebut.

Rahmat Effendi disebut bersama M. Bunyamin juga menerima suap terkait kegiatan pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji agar dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2021. Keduanya juga diduga turut serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT. Hanaveri Sentosa.

Adapun penetapan status hukum sebagai Tersangka TPPU terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi terhadap Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi itu diumumkan KPK pada Senin 04 April 2022.

"Tim Penyidik KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. *(HB)*



Selasa, 06 September 2022

KPK Periksa Kabag Keuangan PDAM Tirta Bhagasasi Terkait TPPU Wali Kota Bekasi


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 06 September 2022, mengagendakan pemeriksaan Djoni Purwanto selaku Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi Kota Bekasi. Djoni diagendakan diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kembali menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi.

"Hari ini (Selasa 06 September 2022), pemeriksaan Saksi, dilakukan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, atas nama Djoni Purwanto Pegawai PDAM Tirta Bhagasasi (Kepala Bagian Keuangan)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (06/09/2022).

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK saat ini tengah menangani perkara dugaan TPPU yang kembali menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi bahkan telah ditetapkan sebagai Tersangka TPPU oleh KPK.

Sementara Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi saat ini juga tengah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi. Ia didakwa oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 10.450.000.000,–

Suap dan gratifikasi itu diduga berasal dari pengusaha Lai Bui Min senilai Rp. 4,1 miliar; Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin Rp. 3 miliar dan berasal dari Direktur PT. Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp. 3,35 miliar.

Rahmat Effendi didakwa menerima suap dan gratifikasi bersama-sama Jumhana Luthfi Amin selaku Kepala Dians (Kadis) Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Wahyudin selaku Camat Jatisampurna dan M. Bunyamin selaku Camat Bekasi Barat sekaligus Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkot Bekasi.

Dalam Surat Dakwannya, Tim JPU KPK mendakwa, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga bersama-sama dengan Jumhana Luthfi selaku Kadis Perkimtan Pemkot Bekasi kongkalikong agar Pemerintah Kota Bekasi membeli lahan milik Lai Bui Min yang berlokasi di jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 14.339 meter peregi.

Lahan milik Lai Bui Min tersebut kemudian dibeli Pemkot Bekasi diduga akan digunakan untuk pengadaan lahan dalam rangka kepentingan pembangunan Polder 202 oleh Pemkot Bekasi.

Tim JPU KPK pun mendakwa, Rahmat Effendi dan Jumhana dibantu Wahyudin Camat Jatisampurna diduga juga melakukan aksi ganti rugi lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun untuk SDN Rawalumbu I dan VIII. Tim JPU KPK mendakwa mereka diduga menerima suap dari proses ganti rugi tersebut.

Rahmat Effendi disebut bersama M Bunyamin juga menerima suap terkait kegiatan pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji agar dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2021. Keduanya juga diduga turut serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT. Hanaveri Sentosa.

Sementara itu, dalam perkara TPPU, KPK pada Senin 04 April 2022 kembali menetapkan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka. Kali ini, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

Tim Penyidik KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, perkara-perkara yang menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi tersebut bermula dari serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Rabu 05 Januari 2022.

Dalam serangkaian kegiatan OTT tetsebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu.

Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tim Jaksa KPK kemudian telah mengeksekusi 4 (empat) Terpidana penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Ke-empat Terpidana itu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung – Jawa Barat pada Senin 04 Juli 2022.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengadili perkara tersebut pada Senin (06/06/2022) lalu dan telah menjatuhkan vonis 'bersalah' kepada 4 Terdakwa/Terpidana tersebut.

Atas kesalahan masing-masing Terdakwa, dalam hal ini Terpidana, Ali Amril dijatuhi sanksi pidana 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Lai Bui Min dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk Suryadi Mulya, dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Adapun Makhfud Saifudin dijatuhi saknsi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*


Rabu, 06 Juli 2022

KPK Jebloskan 4 Penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Ke Lapas Sukamiskin


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeksekusi 4 (empat) Terpidana penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Ke-empat Terpidana itu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung – Jawa Barat pada Senin 04 Juli 2022.

"Jaksa eksekutor KPK Eva Yustiana pada hari Senin (04/07/2022) telah selesai mengeksekusi terpidana Lai Bui Min dan kawan-kawan selaku penyuap Wali Kota Bekasi dengan cara memasukkan ke Lapas Sukamiskin Bandung", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Salatan, Rabu (06/07/2022).

Ali Fikri menyebutkan, empat Terpidana perkara tersebut, yaitu Direktur PT. ME Ali Amril, pihak swasta Lai Bui Min, Direktur PT. KBR Suryadi Mulya dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengadili perkara tersebut, pada Senin (06/06/2022) lalu telah menjatuhkan vonis 'bersalah' kepada 4 Terdakwa/Terpidana tersebut.

Atas kesalahan masing-masing Terdakwa, dalam hal ini Terpidana, Ali Amril dijatuhi sanksi pidana 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Lai Bui Min dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk Suryadi Mulya, dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Adapun Makhfud Saifudin dijatuhi saknsi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai, mereka terbukti terbukti secara dan menyakinkan menurut hukum 'bersalah' telah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan 5 (lima) orang lainnya sebagai Tersangka penerima suap. Kelimanya, yakni Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi, Wahyudin selaku Camat Jatisampurna.

Berikutnya, M. Bunyamin selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) Pemkot Bekasi, Jumhana Lutfi selaku Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Pemkot Bekasi dan Mulyadi alias Bayong selaku Lurah Jati Sari 

Sementara itu, dalam Surat Dakwaan yang dibacakan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan, bahwa Lai Bui Min diduga memberikan uang kepada Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebesar Rp. 4,1 miliar terkait pengadaan lahan untuk pembangunan polder 2022 di Kelurahan Sepanjang Jaya Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi.

Tim JPU KPK pun menyebut, bahwa Makhfud Saifudin diduga memberikan uang sejumlah Rp. 3 miliar terkait dengan pengurusan ganti rugi lahan SDN Rawalumbu I dan VIII.

Tim JPU juga menyebut, bahwa Suryadi Mulya diduga memberikan uang sebesar Rp. 3,35 miliar terkait pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji.

Tim JPU KPK menyebut pula, bahwa Ali Amril diduga memberi uang senilai Rp. 30 juta karena Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi telah memberi persetujuan sehingga Ali Amril mendapatkan perpanjangan kontrak proyek pembangunan Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi tahun 2021 sekaligus mendapatkan proyek lanjutan tahun 2022. *(HB)*


Rabu, 13 April 2022

KPK Panggil 7 Saksi Terkait Perkara TPPU Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 13 April 2022, memanggil 7 (tujuh) Saksi atas penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi.

"Hari ini (Rabu 13 April 2022), pemeriksaan Saksi TPPU di Pemerintah Kota Bekasi untuk tersangka RE", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Selatan, Rabu (13/04/2022).

Adapun 7 Saksi tersebut, yakni ASN (Fungsional Analis Kepegawaian Pemerintah Kota Bekasi) Haeroni, Widodo Indrijantoro (pensiunan PNS) selaku Ketua Panitia Pembangunan Masjid Ar-Ryasaka, Muthmainah Guru SMK Gema Karya Bahana selaku Bendahara Panitia Pembangunan Masjid Ar-Ryasaka

Lalu, Lurah Jatirangga Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi Ahmad Apandi, Nugroho selaku staf di rumah Rahmat Effendi, Akbar dari pihak swasta dan Bagus Kuncoro Jati alias Dimas selaku ajudan Wali Kota Bekasi.

Sebagaimana diketahui, KPK pada Senin 04 April 2022 menetapkan lagi Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

Tim Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, dari serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 05 Januari 2022, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu.

Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sembilan Tersangka tersebut kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.

Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.


Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*


Senin, 11 April 2022

KPK Panggil Kacab Bank BJB Bekasi Terkait Perkara TPPU Wali Kota Bekasi


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin 11 April 2022, memanggil Kepala Cabang (Kacab) Bank BJB Bekasi Ahmad Faisal sebagai Saksi atas penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (11/04/2022).

Selain Kacab Bank BJB Bekasi Ahmad Faisal, pada Senin (11/04/2022) ini, Tim Penyidik KPK juga memanggil Direktur Sumarecon Agung Oon Nusihono, Marketing BIT Money Changer Mall Metropolitan Bekasi Peter Soeganda dan pihak BPJS Ketenaga-kerjaan Bekasi Heri Subroto.

Ketiganya pun akan diperiksa sebagai Saksi atas penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi. Pemeriksaan dilakukan Tim Penyidik di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Sebagaimana diketahui, KPK pada Senin 04 April 2022 menetapkan lagi Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

"Tim Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, dari serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 05 Januari 2022, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu.

Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sembilan Tersangka tersebut kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.

Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.

Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Kamis, 07 April 2022

KPK Periksa 3 Saksi Terkait Perkara TPPU Wali Kota Bekasi


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 07 April 2022, menjadwalkan pemeriksaan 3 (tiga) Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi.

Tiga Saksi itu, yakni Camat Medan Satria Bekasi Erliyani, Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Bekasi Lintong serta Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Pemkot Bekasi Neneng Sumiati. Ketiganya diminta hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

"Mereka dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Saksi untuk penyidikan TPPU tersangka RE (Rahmat Effendi)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (07/04/2022).

Sebagaimana diketahui, KPK pada Senin 04 April 2022 menetapkan lagi Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

"Tim Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, dari serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 05 Januari 2022, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu.

Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sembilan Tersangka tersebut kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.

Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.

Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*


BERITA TERKAIT: