Jumat, 04 November 2022

KPK Jebloskan 4 Anak Buah Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Ke Lapas Sukamiskin

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan 4 (empat) anak buah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Keempatnya, yakni mantan Lurah Jatisari Mulyadi alias Bayong.

Berikutnya, mantan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi M. Bunyamin, mantan Camat Jatisampurna Wahyudin dan mantan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan (Perkimtan) Pemkot Bekasi Jumhana Lutfi.

Mereka merupakan Terpidana Penerima Suap bersama-sama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi dalam dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

"Jaksa eksekutor Eva Yustisiana, telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung yang telah berkekuatan hukum tetap dengan terpidana Mulyadi alias Bayong Dkk", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jum,at (04/11/2022).

"Para Terpidana dieksekusi dengan cara dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung. Mereka akan menjalani sanksi pidananya dikurangi masa penahanannya di Lapas tersebut", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan, bahwa Mulyadi alias Bayong, M. Bunyamin, Wahyudin serta Jumhana Lutfi Amin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah'.

Keempatnya dinyatakan terbukti menerima suap bersama-sama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Empat mantan pejabat Pemkot Bekasi tersebut menerima suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemkot Bekasi bersama dengan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi.

Dalam perkara ini, Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bandung menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa Mulyadi alias Bayong dan Bunyamin masing-masing 4 tahun 6 bulan (4,5 tahun) penjara dan denda Rp. 250 juta.

Adapun terdakwa Wahyudin dijatuhi sanksi pidana 4 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta serta uang pengganti Rp. 500 juta. Sedangkan terdakwa Jumhana Lutfi Amin dijatuhi sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp. 600 juta.

Sebelumnya, perkara TPK suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi yang juga menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi tersebut, bermula mencuat dari serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Rabu 05 Januari 2022.

Dalam serangkaian kegiatan OTT tetsebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, pada Kamis 06 Januari 2022, KPK mengunumkan penetapan 9 (sembilan) diantara 12 orang yang terjaring OTT itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Sembilan Tersangka tersebut, 4 (empat) di antaranya, yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Terhadap 4 Tersangka Pemberi Suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Keempatnya telah divonis 'bersalah' oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengadili perkara tersebut pada Senin (06/06/2022) yang lalu.

Tim Jaksa KPK kemudian telah mengeksekusi 4 (empat) Terpidana Penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung – Jawa Barat pada Senin 04 Juli 2022.

Atas kesalahan masing-masing Terdakwa, Mejelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa Ali Amril 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Adapun terdakwa Lai Bui Min dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk terdakwa Suryadi Mulya, dijatuhi sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Makhfud Saifudin dijatuhi saknsi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Sementara itu, 5 (lima) Tersangka lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Terhadap 5 Tersangka Penerima Suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, perkara tersebut bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK juga tengah menangani perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kembali menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi bahkan telah ditetapkan sebagai Tersangka TPPU oleh KPK.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi saat ini juga tengah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi. Ia didakwa oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 10.450.000.000,–

Suap dan gratifikasi itu diduga berasal dari pengusaha Lai Bui Min senilai Rp. 4,1 miliar; Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin Rp. 3 miliar dan berasal dari Direktur PT. Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp. 3,35 miliar.

Rahmat Effendi didakwa menerima suap dan gratifikasi bersama-sama Jumhana Luthfi Amin selaku Kepala Dians (Kadis) Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Wahyudin selaku Camat Jatisampurna dan M. Bunyamin selaku Camat Bekasi Barat sekaligus Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkot Bekasi.

Dalam Surat Dakwannya, Tim JPU KPK mendakwa, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga bersama-sama dengan Jumhana Luthfi selaku Kadis Perkimtan Pemkot Bekasi kongkalikong agar Pemerintah Kota Bekasi membeli lahan milik Lai Bui Min yang berlokasi di jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 14.339 meter peregi.

Lahan milik Lai Bui Min tersebut kemudian dibeli Pemkot Bekasi diduga akan digunakan untuk pengadaan lahan dalam rangka kepentingan pembangunan Polder 202 oleh Pemkot Bekasi.

Tim JPU KPK pun mendakwa, Rahmat Effendi dan Jumhana dibantu Wahyudin Camat Jatisampurna diduga juga melakukan aksi ganti rugi lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun untuk SDN Rawalumbu I dan VIII. Tim JPU KPK mendakwa mereka diduga menerima suap dari proses ganti rugi tersebut.

Rahmat Effendi disebut bersama M. Bunyamin juga menerima suap terkait kegiatan pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji agar dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2021. Keduanya juga diduga turut serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT. Hanaveri Sentosa.

Adapun penetapan status hukum sebagai Tersangka TPPU terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi terhadap Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi itu diumumkan KPK pada Senin 04 April 2022.

"Tim Penyidik KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. *(HB)*