Selasa, 06 Juni 2023

Pidana Penipuan Terbukti, PT. GMT Yakini Gugatan Perdata Dikabulkan PN Surabaya


Salah-satu suasana sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) No. 667/Pdt.G/2022/PN Sby yang dilayangkan Soegiharto Santoso alias Hoky selaku Direktur dari PT. Global Mitra Teknologi (PT. GMT) terhadap Suradi Gunadi selaku tergugat dan Ali Said Mahanes selaku turut tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada hari ini, Selasa 06 Juni 2023, sudah memasuki agenda Kesimpulan.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) No. 667/Pdt.G/2022/PN Sby yang dilayangkan Soegiharto Santoso alias Hoky selaku Direktur dari PT. Global Mitra Teknologi (PT. GMT) terhadap Suradi Gunadi selaku tergugat dan Ali Said Mahanes selaku turut tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada hari ini, Selasa 06 Juni 2023, sudah memasuki agenda Kesimpulan. 

Dalam kesimpulannya, Penggugat melalui Tim Kuasa Hukum dari Mustika Raja Law Office yang terdiri dari Hotmaraja B. Nainggolan, SH. dan Vincent Suriadinata SH., MH., CTA., C.Med. serta Yohanis Selle, SH. mempertanyakan klaim dari pihak Tergugat yang menyatakan pihaknya telah melakukan kelebihan bayar kepada PT. GMT. 

Dalil jawaban Tergugat yang menyatakan Tergugat kelebihan bayar sebesar Rp. 1.128.787.912,– kepada PT GMT, menurut Yohanes Selle justru membuktikan pihak tergugat tidak konsisten. 

Pihak tergugat, ungkap Yohanes, justru pernah menggugat kliennya dan kalah di PN Jakarta Pusat. "Mereka sendiri yang pernah memasukan angka kelebihan membayar saat sidang di PN Jakpus, namun pada sidang ini,  angkanya kelebihan bayarnya berbeda dengan yang pernah disampaikan pada gugatan mereka di PN Jakpus", ujar Yohanes kepada wartawan usai sidang di PN Surabaya, Selasa (06/06/2023). 

Berdasarkan Salinan Putusan Perkara Nomor: 472/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst atau Bukti T-248 hal. 104, lanjut Yohanes, angka kelebihan membayar versi Suradi Gunadi ketika itu selaku penggugat, hanya Rp. 1.062.888.760,– dan saat sekarang di PN Surabaya naik menjadi Rp. 1.128.787.912,–.

Dari 2 (dua) dokumen yang dibuat sendiri oleh Tergugat (Suradi Gunadi) tersebut, tampak nyata terdapat perbedaan besaran angka kelebihan bayar yang dimaksud. 

"Untuk hal yang dinyatakan sendiri saja, Tergugat tidak konsisten. Hal ini semakin menunjukan, bahwa memang Tergugat hanya mengada-ada saja, bahkan saya mengetahui dari Pak Hoky, bahwa belum pernah ada dalam sejarah di bidang penjualan computer pihak Master Dealer bisa lebih bayar terhadap pihak Distributor. Apalagi lebih bayarnya hingga lebih dari Rp 1 Miliar? Karena Distributor itu memberi hutang kepada Master Dealer", tandas Yohanis Selle. 

Terkait permasalahan antara PT. GMT melawan Suradi Gunadi dan Ali Said Mahanes sebenarnya sangat jelas dan terang benderang, karena sudah ada putusan pengadilan. 

Menurut penuturan salah-satu Kuasa Hukum Penggugat, Vincent Suriadinata, dalil kelebihan bayar yang disampaikan oleh pihak Tergugat sangat bertolak belakang dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar tanggal 05 Desember 2018 sebagaimana Bukti P-5 yang diajukan di persidangan. 

Surat yang dibuat sendiri oleh Tergugat tersebut berisi pernyataan Tergugat memiliki kewajiban pada Penggugat dan menyatakan sanggup membayar sebesar Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) dan disertai tulisan akan menjual rumahnya untuk membayar kewajibannya kepada Penggugat. 

“Bukti P-5 menunjukkan memang Tergugat memiliki kewajiban kepada Penggugat. Jika memang Tergugat lebih bayar kepada Penggugat, mengapa Tergugat membuat surat pernyataaan tersebut?”, kata Vincent, Master Hukum lulusan Universitas Indonesia, mempertanyakan. 

Lebih lanjut Vincent menerangkan, kelebihan bayar yang didalilkan Tergugat (sesuai keterangan saksi Tergugat) hanya untuk periode jual-beli tahun 2016-2017 dan tidak memiliki bukti. "Sedangkan Tergugat telah dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun atas tindak pidana penipuan dalam jual beli yang dilakukan dengan Penggugat dalam periode tahun 2012-2017", ungkap pengacara muda yang juga merupakan asessor LSP Pers Indonesia. 

Sengketa bisnis antara PT. GMT dengan Suradi Gunadi berawal tahun 2012 sampai tahun 2017, melalui jual-beli barang antar pihak. 

Menurut penuturan pihak penggugat Soegiharto Santoso alias Hoky yang juga berprofesi sebagai wartawan dan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), pihak Suradi melakukan transaksi pembayaran dengan cara mencicil atau mengangsur. 

Namun, lanjut Hoky, meski terus menunggak pembayaran, pihak Suradi justru terus melakukan pembelian barang-barang berikutnya. Hal ini berlangsung secara terus menerus hingga kewajiban tunggakan pembayaran Suradi kepada PT GMT semakin besar.  

Sejak itulah, kata Hoky, PT. GMT terpaksa melakukan penagihan kepada pihak Suradi Gunadi. Namun, faktanya pihak Suradi tidak menunjukkan itikad baik untuk melakukan kewajiban pembayarannya. 

PT. GMT lantas menempuh jalur hukum dengan membawa kasus tersebut ke ranah pidana. Setelah sebelumnya digugat perdata oleh Suradi Gunadi sebanyak 3 kali di PN JakPus, tapi semua gugatan pihak Suradi Gunadi gagal, termasuk upaya melakukan kriminalisasi terhadap Direktur PT. GMT sebelumnya yakni Lianny Pandoko di Polda Jawa Timur juga gagal.

Sebaliknya, dalam kasus pidana, Suradi Gunadi justru telah terbukti melakukan tindak pidana penipuan dan menimbulkan kerugian bagi PT. GMT sebesar Rp. 12.217.431.310,– berdasarkan Putusan Nomor: 527 K/Pid/2020 jo. Putusan Nomor: 1270/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst. 

Oleh karena itu, Hoky berharap, demi keadilan, gugatannya dapat dikabulkan Majelis Hakim PN Surabaya dan dapat memutus dengan seadil-adilnya serta menghukum pihak Suradi Gunadi untuk membayar kepada Penggugat kerugian materiil sebesar Rp. 12.217.431.310,– karena secara proses hukum pidana telah terbukti. 

Sementara kuasa hukum pihak Tergugat atas nama Nicky alias Sung Cen Chion, SH., MH. saat dimintai komentarnya usai persidangan tidak banyak berkomentar. “Kita hormati saja proses persidangan yang sedang berjalan", ujarnya singkat. 

Sidang yang dipimpin oleh Sudar, SH., MHum. sebagai Ketua Majelis Hakim dengan Hakim Anggota masing-masing I Ketut Suarta, SH., MH. dan Suswanti, SH., MHum. serta Panitera Pengganti Didik Dwi Riyanto, SH,. MH. akan memberikan putusan pada hari Selasa 20 Juni 2023 pekan depan. *(DI/HB)*

Selasa, 11 Oktober 2022

‘Mafia Tanah’ Di Sareal Bogor Beraksi, Sejumlah Warga Tergusur



Kota BOGOR – (harianbuana.com).
Sejumlah warga di Kecamatan Sareal Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat mengaku menjadi korban ‘mafia tanah’. Lahan dan bangunan milik korban diserobot tiga terduga pelaku berinisial SA, EM dan MA dengan modus menempati rumah dan lahan kosong untuk dikuasai dan kemudian dipersoalkan secara perdata. 

Anehnya, ketiga pelaku tersebut sudah dilaporkan pidana ke Polres Bogor dan telah ditetapkan sebagai Tersangka, namun hingga kini kasusnya malah digiring ke ranah perdata bukan pidana. Akibatnya, para korban pun melakukan perlawanan dan upaya hukum untuk  menuntut hak kepemilikannya yang kini dikuasai pihak tertentu dengan cara-cara yang dianggap penyerobotan. 

Ketiga warga yang menjadi korban ‘mafia tanah’ adalah Lany Mulyati, Tjoe Hok Bwee dan Effendy Djaja. Sementara korban ‘mafia tanah’ lainnya di lokasi yang berdekatan dengan milik ketiga korban sebelumnya adalah Johanes Bachtiar Tedjanegara. 

Kasus tanah dan rumah milik Johanes Bachtiar agak berbeda dengan yang dialami ketiga korban, namun modusnya mirip, yakni menempati lahan dan bangunan kosong secara ilegal dan kemudian bertahan dengan tameng hukum perdata. 

Melalui kuasa hukumnya Fahmi Assegaf, korban mengatakan, pihaknya telah membeli tanah dan rumah milik almarhum mantan Kapolres Bogor Agus Saleh. Namun, belakangan seorang warga bernama Mutiara tiba-tiba melakukan dugaan penyerobotan dengan dalih ada putusan pengadilan yang menyatakan dirinya sebagai salah satu ahli waris lahan seluas 44 hektar yang di dalamnya ada rumah mantan kapolres yang sudah dibeli Yohanes Bachtiar.  

Kuasa Hukum Yohanes Bachtiar, Fahmi Assegaf menuturkan, tanah dan bangunan yang berlokasi di jalan Dadali nomor 08 a RT 05/ RW 05 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Jawa Barat itu telah dibeli kliennya pada tahun 2001 berdasarkan Sertifikat hak milik nomor 78, seluas 948 Meter Persegi. 

Hal itu disampaikan Assegaf saat menggelar jumpa pers dan sesi diskusi bertajuk 'Misteri Sindikat Mafia Tanah di Bogor' yang digelar di 18 Office Park Building Lantai 12, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022). 

Pengacara Assegaf mengungkapkan, kliennya Johannes Bachtiar Tedjanegara merupakan korban penyerobotan lahan bangunan yang telah menang perkara perdatanya di PN Bogor tingkat I. “Namun  pihak lawan menggunakan kasasi yang diduga tidak menandatangani untuk permohonan banding", ungkap Assegaf.

Assegaf juga membeberkan, usai dibeli dari pihak Agus Sholeh, kliennya tinggal di Tangerang Selatan dan rumah yang sudah dibeli tersebut dibiarkan dalam keadaan kosong dan terkunci. Kemudian, ada warga yang bernama Bambang Sujarwadi meminta ijin untuk menempati rumah tersebut untuk membuka usaha. 

Namun setelah rumah tersebut hendak dikosongkan, orang yang menempati rumah tersebut bersihkeras tidak mau keluar dari rumah tersebut. “Pihak kami sudah berusaha maksimal, sudah negosiasi untuk mengeluarkan beliau secara baik-baik. Namun yang bersangkutan tetap bertahan", bebrt Assegaf.

Selama kurang lebih 7 tahu, lanjut Assegaf, BS menempati lahan dan bangunan tersebut dan tidak ada itikad baik untuk keluar. “Dengan sangat terpaksa klien kami melaporkannya ke Polresta Bogor dan BS sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dikenakan pasal 385 KUH Pidana. Berkas sudah ditetapkan P19 sampai sejauh ini", lanjutnya.

Kemudian, lahan dan bangunan yang dibeli Yohanes Bachtiar Tedjanegara dari Agus Shaleh berdasarkan Akta Jual Beli No.10 yang dibuat oleh PPAT Nixon Rudy Dewa Hasibuan S.H, hendak dilakukan pengosongan sejak (30/9/2022) lalu. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda BS hendak keluar dari rumah tersebut.

Tanah dan bangunan dengan Sertipikat Hak Milik No.78/ Tanah Sereal yang terletak di jalan Dadali No. 8A, RT 05 RW 05 Kelurahan Tanah Sareal Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan luas 948 meter persegi itu, kini masih ditempati BS dan keluarganya meski dirinya sudah ditetapkan sebagai Tersangka.

Assgaf juga membeberkan, salah-satu orang yang menempati rumah tersebut, Mutiara, malah mengaku sebagai ahli waris. “Dia mengaku memiliki kuasa di situ karena sedang berproses perkara di PN nomor 134/2021 Bogor, dan perkara perdatanya sudah putus dan perdata diterima dan dengan alasan objek tanah ada 44 hektar, berada di kawasan Tanah Sareal Kota Bogor tersebut", beber Assegaf pula.

Assegaf merasa ada kejanggalan atas pengakuan Mutiara yang mengklaim tanah yang diwarisinya ada  44 Hektar yang di dalamnya ada tanah dan bangunan milik Yohanes Bachtiar Tedjanegara yang sebelumnya dibeli dari mantan kapolres. 

"Yang jadi pertanyaan kami adalah kenapa tanah dan bangunan kita yang dirampok dan dipersoalkan. Padahal, ada 44 hektar tanah mereka termasuk tanah Pemda Kota Bogor dan lain-lain", ujar Fahmi Assegaf dengan nada mempertanyakan.

"Apalagi, mereka mengakui berdasarkan putusan yang objek tanah bukan di daerah kelurahan Tanah Sareal", lanjutnya.  

Assegaf justeru menjadi lebih curiga, praktek yang dilakukan BS Cs adalah praktek ‘mafia tanah’ yang menyasar rumah kosong untuk ditempati secara ilegal, agar setelah dikuasasi bisa dinegosiasikan. “Nanti timbul negosiasi untuk bicara rupiah?", celetuk Assegaf.

Pegangan mereka pun, lanjut Assegaf, hanya berdasarkan putusan pada tahun kisaran 1980. “Baik itu putusan pengadilan, MA tidak ada yang menerangkan tanah itu berlokasi di jalan Dadali nomor 08a, namun mereka klaim. Itu menyangkut ahli waris, bukan kepemilikan tanah dengan seluas 44 Hektar", lanjut Assegaf.

Luas tanah milik kliennya, menurut Assegaf, seluas 948 meter persegi. “Lalu, mengapa tanah dan bangunan di sebelahnya, tidak mereka klaim. Maka itulah, saya menuntut perhatian Pemerintah Republik Indonesia karena hal ini masuk kategori mafia tanah", ujar Assegaf.

“Mafia tanah tidak boleh menang. Khususnya, mafia tanah di tanah Sareal yang mencari - cari penghuninya di rumah yang tidak ditempati", tambah Assegaf.

Dia juga menyarakan pemerintah membentuk bentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk melakukan pengawasan ketat terhadap mafia tanah.

Sementara itu, pengacara Nurma Sadikin selaku kuasa hukum Lany Mulyati, Tjoe Hok Bwee dan Effendy Djaja mengatakan, kasus penyerobotan tanah bangunan seluas kurang lebih 4.267 M2 saat ini sudah dilaporkan pidana ke polisi dan para pelaku sudah dijadikan Tersangka, sehingga lokasi tanah sudah di 'Police Line'.

Nurma menyampaikan, bahwa kliennya memiliki bukti SHM. “Seain itu ada juga bukti rekaman cctv di mana terjadi pengrusakan bangunan milik kliennya", ujar Nurma. 

Sebagai bukti kepemilikan, Nurma juga mengatakan, kliennya memiliki bukti penerimaan ganti rugi lahan atas proyek pelebaran jalan yang diterimanya dari pihak BPN pada tahun 2008. "Tanah yang klien saya miliki teruji kebenarannya. Dan kami sudah dua kali rapat koordinasi dengan pihak Kemenkumham", papar Nurma Sadikin.

Nurma menambahkan, pada 21 Juli 2022 lalu, kliennya telah mengikuti rapat koordinasi ke-2, yang ikut dihadiri Asdep I, Deputi V / Kamtibmas Kemenkopolhukam dan juga dihadiri BPN Kota Bogor, Polres Kota Bogor, Polda Jabar, Satgas Mafia Tanah Mabes Polri dan Wasidik Mabes Polri.

Hadir pula dalam diskusi tersebut, Niko Mustamu dari perwakilan Serikat Pers RI selaku salah-satu pendukung kegiatan diskusi dan konferensi pers tentang mafia tanah ini juga anak dari Bachtiar Tedjanegara bernama Rivan dan para korban mafia tanah. *(Niko/HB)*

Kamis, 13 Januari 2022

Mahkamah Agung RI Kabulkan Gugatan Mantan Jurnalis TVRI



Kota MEDAN - (harianbuana.com).
Mahkamah Agung RI melalui Majelis Hakim Ad Hoc pada Peradilan Hubungan Industrial telah memutuskan gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) perkara Kasasi Nomor: 1298/KPdt.Sus-PHI/2021 gugatan PHI yang diajukan Devis Abuimau Karmoy terhadap pihak TVRI Stasiun Sumatera Utara (Sumut) sebagai Tergugat.

Mantan jurnalis pada TVRI Sumut itu, menggugat TV plat merah tersebut lantaran pengabdiannya selama menjadi kontributor berita di TVRI selama empat tahun dengan status kontrak secara berturut-turut, yang diputus kontrak sepihak oleh pihak TVRI Sumut tanpa memberikan haknya sebagaimana diatur oleh UU No.13 tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan.

“Devis Abuimau Karmoy adalah seorang jurnalis senior yang dahulunya bekerja sebagai kontributor berita di TVRI Stasiun Sumut sejak Oktober 2013 hingga Desember 2017. Namun diduga pada tanggal 20 Desember 2017 ia di-PHK secara sepihak oleh TVRI Stasiun Sumut melalui Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Berita saat itu atas nama Ranggini", beber Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra SH., MH. dalam konferensi pers di Kantor LBH Medan jalan Hindu No.12, Kota Medan, Rabu (12/01/2022) siang.

Padahal, sebut Irvan Saputra, berdasarkan Surat Perjanjian Kerja dengan Nomor: 48/II.4/SPK/TVRI/2016, kontrak antara Devis dan TVRI baru akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017.

“Terkait perselisihan tersebut Devis menduga Hak Asasinya telah dilanggar pihak TVRI Stasiun Sumut karena diberhentikan secara sepihak dan sewenang-wenang serta tanpa memberikan apa yang seharusnya menjadi haknya", ujarnya.

Jurnalis yang menggeluti profesi kewartawanan sejak 2003 itu, lalu mencari keadilan melalui gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan Negeri Medan dengan menghadirkan saksi dan bukti-bukti.

“Untuk membuktikan apa yang telah dilakukan TVRI Stasiun Sumut, (yang ia duga) telah melanggar aturan hukum yang berlaku dan Hak Asasi Manusia (HAM). Selama persidangan Devis telah memberikan bukti-bukti surat dan menghadirkan Saksi atas perkara a quo", ungkap Wakil Direktur LBH Medan.

Namun, perjuangan panjang Devis saat itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan, sebab Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menolak gugatan Devis dan menyatakan hubungan kerja antara Devis dengan TVRI Sumut tidak pernah berakhir dan tetap berjalan sebagaimana biasanya. 

“LBH Medan menilai putusan Hakim tersebut sangat tidak berdasar dan tidak mempunyai rasa keadilan dimana hubungan antara Devis Abuimau Karmoy dengan TVRI Stasiun Sumut sudah tidak harmonis sehingga dalam bekerja tidak didapati kecocokan lagi", sebut Irvan.

“Hal ini dikuatkan dengan adanya yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 939 K/Pdt.Sus-PHI/2020. Oleh karena itu LBH Medan menilai putusan tersebut diluar dari apa yang dituntut (Asas Ultra Petita) oleh Devis", tambahnya.

Menurut LBH Medan, berdasarkan Pasal 178 ayat (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 189 ayat (3) Rbg, Hakim dilarang memutus melebihi apa yang dituntut (Petitum).

Atas putusan Majelis Hakim PHI pada Pengadilan Negeri Medan tersebut Devis mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung.

Perjuangan Devis ini,ternyata tidak sia-sia. Sebab, Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI tingkat Kasasi, yang di Ketuai oleh Dr Panji Widagdo bersama dua Hakim Anggota yaitu Dr Sugeng Santoso dan Dr Andari Yuriko Sari berpendapat lain.

“Dengan memutus membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan nomor : 332/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Mdn yang menolak gugatan Devis Abuimau Karmoy pada tingkat pertama dan mengabulkan permohonan Kasasi PHI dari Devis Abuimau Karmoy", ungkap Irvan Saputra.

Irvan menegaskan, atas putusan kasasi tersebut, LBH Medan menilai, Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI telah tepat dan memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum terhadap Devis Abuimau Karmoy. 

“LBH Medan berharap dengan adanya putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut dapat menjadi pegangan bagi insan Pers di seluruh Indonesia khususnya bagi mereka yang bekerja pada media publik milik negara, karena diketahui putusan kasasi ini merupakan yang pertama kali di Indonesia terkait gugatan PHI terhadap media publik milik Negara dan kedepannya tidak ada lagi insan Pers yang diberhentikan secara sewenag-wenang atau melanggar aturan hukum", tegasnya.

LBH  menduga apa yang dilakukan TVRI Stasiun Sumut telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,  Pasal 3 ayat (2), (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi ICCPR.

Pasal 59 ayat (1), (2), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 90 ayat (1), Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4), dan Pasal 161 ayat (1) dan (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 

“Karena itu, LBH Medan meminta kepada TVRI Stasiun Sumut untuk segera melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagai bentuk ketaatan terhadap aturan hukum yang berlaku", tandasnya.

Sementara itu, Devis Abuimau Karmoy menyebut Putusan Kasasi Mahkamah Agung tersebut merupakan bentuk keberpihakan keadilan terhadap para jurnalis di tanah air. Ia berharap tidak ada lagi industri pers di Indonesia yang memberlakukan ketidakadilan terhadap jurnalis yang bekerja untuk media tersebut.

“Saya juga mendorong teman-teman jurnalis khususnya yang bekerja di industri pers untuk tidak perlu takut bila mengalami ketidakadilan dan pelanggaran Hak yang dilakukan oleh pengusaha media. Saya juga mendorong Dewan Pers agar proaktif mendorong perusahaan pers untuk memenuhi Hak wartawan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers", cetusnya. *(HB)*

Selasa, 28 September 2021

Diduga Palsukan Data, Tiga Kelompok Versi Munaslub APKOMINDO 2015 Disomasi



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dugaan pemalsuan data terkait kepengurusan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) versi Musyawarah Nasional Luar Biasa APKOMINDO tanggal 2 Februari 2015 di Jakarta, yang digunakan sebagai bahan gugatan perdata oleh 3 kelompok orang yang mengatasnamakan pengurus APKOMINDO mulai berbuntut panjang. 

Soegiharto Santoso alias Hoky selaku Ketua Umum APKOMINDO versi Musyawarah Nasional 2015 dan 2019 yang disahkan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: AHU-0000478.AH.01.08.TAHUN 2017 untuk masa bakti tahun 2015-2019 dan Nomor: AHU-0000970.AH.01.08.TAHUN 2019 untuk masa bakti tahun 2019-2023, akhirnya melayangkan somasi kepada sejumlah pihak yang pernah melayangkan gugatan terkait kepengurusan APKOMINDO versi Munaslub APKOMINDO tahun 2015. 

Somasi tersebut sengaja dilayangkannya atas pertimbangan bahwa terdapat tiga versi kepengurusan berbeda untuk satu kegiatan Munaslub APKOMINDO 2015. Anehnya, menurut Hoky, tiga versi kepengurusan itu justeru bisa digunakan secara bebas untuk melayangkan gugatan di tiga tempat pengadilan yang berbeda, yaitu PN Jaktim, PN JakSel dan PN JakPus. 

“Tiga kelompok yang mengatasnamakan pengurus APKOMINDO versi Munaslub 2015 ini diduga kuat menggunakan data palsu untuk mendaftarkan gugatan dan membuat keterangan palsu dalam gugatannya", ungkap Hoky sapaan akrabnya melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Selasa (28/09/2021) siang.

Hoky yang juga menjabat Pimpinan Media Biskom dan Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia membeberkan, berdasarkan data yang ada, dugaan pemalsuan data tersebut dapat dilihat secara jelas pada dokumen Surat Gugatan Perkara Nomor: 633/Pdt.G/2018/ PN.JKT.Sel bertanggal 21 Agustus 2018 dari kantor Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES selaku kuasa hukum dari Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail. Dan, Surat Eksepsi dan Jawaban Perkara Nomor: 218/Pdt.G/2020/PN.JKT/PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari kantor Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES bertanggal 27 Oktober 2020 selaku kuasa hukum dari Sonny Franslay, Hengkyanto T.A, Kunarto Mintarno, Rudy Dermawan Muliadi, Suwandi Sutikno, Faaz Ismail, Adnan dan Anne Djoenardi.

Yang mana, kedua dokumen tersebut ditanda-tangani Otto Hasibuan, Sordame Purba, SH dan Kartika Yustisia Utami. Akan tetapi, isinya berbeda-beda. 

Pada surat gugatan di PN Jakarta Selatan disebutkan, kepengurusan APKOMINDO versi Munaslub 2015 adalah Rudy Dermawan Muliadi selaku Ketua Umum, Faaz Ismail selaku Sekretaris Jenderal dan Adnan selaku Bendahara. Sedangkan pada perkara di PN Jakarta Pusat disebutkan, kepengurusannya adalah Rudi Rusdiah selaku Ketua Umum, Rudy Dermawan Muliadi selaku Sekertaris Jenderal, dan Kunarto Mintarno selaku Bendahara. 

Sementara dalam surat Memori Kasasi atas Putusan PT DKI Jakarta No: 340/PDT/2017/PT.DKI Jo. PN JakTim No: 479/Pdt.G/2013/ PN.JKT.Tim yang ditanda-tangani oleh pengacara Filipus Arya Sembadastyo dan Josephine Levina Pietra bertanggal 01 Oktober 2020 dari kantor Hukum Kula Mithra Law Firm selaku kuasa hukum dari pihak Dewan Pertimbangan APKOMINDO disebutkan, kepengurusan versi Munaslub APKOMINDO 2015 Rudi Rusdiah selaku Ketua Umum, Rudi D. Muliadi selaku Sekretaris Jenderal dan Suharto Jowono selaku Bendahara, dimana keseluruhannya sama-sama terjadi pada tanggal 02 Februari 2015. 

Dalam somasinya, Hoky mewajibkan seluruh pihak yang nama-namanya disebutkan sebagai pengurus di tiga versi berbeda segera memberikan surat jawaban klarifikasi serta penjelasannya tentang mana yang sesungguhnya benar terjadi pada peristiwa pemilihan terkait kepengurusan hasil Munaslub APKOMINDO tanggal 2 Februari 2015 secara tertulis dalam waktu paling lama 2 hari terhitung sejak surat diterima.

“Jika somasi dijawab dengan jujur, maka saya dengan senang hati siap berdamai. Namun, jika tidak digubris maka saya akan membuat laporan pidana di kepolisian dengan tuduhan dugaan pemalsuan data dan keterangan palsu yang digunakan untuk gugatan di tiga Pengadilan. Sebab, mana mungkin bisa terjadi ada tiga versi kepengurusan yang berbeda pada satu kali peristiwa yang sama di tanggal 02 Februari 2015", tandas Hoky. 

Dikatakan juga, perlu dicatat dan diketahui, bahwa penyelenggaraan MUNASLUB APKOMINDO tertanggal 02 Februari 2015 telah melanggar Anggaran Dasar (AD), karena faktanya tidak ada permintaan tertulis dari minimal 2/3 pengurus DPD APKOMINDO kota/ kabupaten dan bahkan tidak ada satu orangpun pengurus DPD Apkomindo yang hadir. 

Menariknya, hingga berita ini ditayangkan hanya Rudi Rusdiah yang melayangkan surat jawaban kepada pihak Hoky. Dalam suratnya, Rudi Rusdiah menyebutkan, dirinya sudah pernah melayangkan surat kepada pihak notaris Anne Djoenardi untuk membatalkan Akta Notaris Nomor: 55 tentang Akta Perubahan Anggaran Dasar Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), bertanggal 24 Juni 2015. 
 
Rudi mengatakan, pihaknya belum pernah datang ke kantor Notaris Anne Djoenardi dengan alamat Komplek Wijaya Grand Center, Blok A / 5., Jl. Wijaya II, Kebayoran Baru Jakarta dan tidak pernah bertemu dengan Notaris Anne Djoenardi. 

Dalam surat jawaban tertuliskan antara lain, bahwa dirinya tidak pernah menerangkan apa-apa kepada Notaris Anne Djoenardi.

"Kalaupun ada tandatangan saya di dalam minuta aktanya, maka saya menduga pada saat itu surat-surat ditumpuk dan saya tandatangani tanpa mengetahui akan adanya hal tersebut", ungkapnya. 

Sebagai informasi, Rudi mengatakan, pihaknya sudah mengundurkan diri pada tahun yang sama setelah Munaslub karena tidak ingin terlibat lebih jauh dengan masalah di Kepengurusan APKOMINDO. 

Sementara Hoky mengapresiasi sikap Rudi Rusdiah. “Saya sangat mengapresiasi atas jawaban beliau yang sangat cepat dan isinya sangat jelas mengungkap kebenaran. Sebelumnya Pak Rudi juga telah sebanyak tiga kali hadir menjadi Saksi di persidangan untuk mengungkap kebenaran", pungkasnya. 

Hoky menambahkan, bahwa surat somasi telah ditembuskan ke Ketua MA, Ketua KY, Ketua Bawas MA, Kapolda Metro Jaya, Ketua PT DKI Jakarta, Ketua PN JakPus, Ketua PN JakSel, Ketua PN JakTim, Kantor Hukum Otto Hasibuan & Associates dan Kantor Hukum Kula Mithra Law Firm.  *(HB)*

Rabu, 15 September 2021

Ketum APKOMINDO Soegiharto Serius Tantang Otto Hasibuan Ungkap Pemalsuan Dokumen



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Baru-baru ini marak diberitakan di berbagai media online mengenai seorang wartawan media Biskom, Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky menantang pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. untuk debat terbuka terkait persoalan gugatan kepengurusan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia atau APKOMINDO. Namun, hingga kini pengacara papan atas yang menjabat Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (PERADI) itu tidak mau menanggapi tantangan tersebut meski sudah beberapa kali dikonfirmasi wartawan melalui pesan singkat di nomor 081114xxxx. 
 
Hoky yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Yayasan LSP Pers Indonesia menduga Otto Hasibuan takut melayani tantangannya, karena kasus dugaan pemalsuan data terkait gugatan kepengurusan APKOMINDO versi Musyawarah Nasional Luar Biasa tanggal 2 Februari 2015 yang ditanganinya bakal terungkap. 
 
“Dia (Otto Hasibuan –red) tidak berani terima tantangan, karena mungkin takut dugaan pemalsuan data kliennya terbongkar dan dikejar wartawan", ujar Hoky melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Rabu (15/09/2021), di Jakarta.

Hoky bahkan kembali menegaskan, tantangannya itu tetap terbuka sampai kapanpun juga untuk mengungkap kebenaran. Menurutnya, di dalam surat kontra memori kasasi tertanggal 15 Maret 2021 atas Putusan PT DKI Jakarta No: 235/PDT/2020/PT.DKI Jo. PN JakSel No: 633/Pdt.G/2018/ PN.JKT.Sel yang dibuat dan ditanda-tangani oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. dan Sordame Purba, SH. serta Kartika Yustisia Utami, SH. disebutkan, bahwa yang terpilih dalam Munaslub APKOMINDO tanggal 2 Februari 2015 adalah Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.

Bahkan, dalam surat gugatan No: 633/Pdt.G/2018/ PN.JKT.Sel tertuliskan Adnan selaku Bendahara. Sementara dalam perkara No: 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst, Otto Hasibuan cs dengan sangat jelas menyebutkan dalam eksepsinya, bahwa hasil Munaslub tanggal 2 Februari 2015 terpilih Rudi Rusdiah selaku Ketua Umum dan Rudy Dermawan Muliadi selaku Sekretaris Jenderal serta Ir. Kunarto Mintarno selaku Bendahara.




Hal ini, menurut Hoky membuktikan secara  terang benderang dalam dokumen akta otentik di pengadilan terjadi dugaan pemalsuan keterangan yang bebeda. “Dan ini yang saya tantang debat terbuka kepada Otto Hasibuan terkait dua versi dengan nama berbeda dalam dokumen perkara di PN JakSel dan di PN JakPus. Pertanyaannya sangat mudah, yaitu apakah beliau terlibat dalam pemalsuan data tersebut? Atau beliau juga sebagai korban atas pemalsuan tersebut, berani gak beliau?”, tegasnya, penuh tanya.
 
Hoky menambahkan, dalam surat memori Kasasi dari pihak DPA APKOMINDO atas Putusan PT DKI Jakarta No: 340/PDT/2017/PT.DKI Jo. PN JakTim No: 479/Pdt.G/2013/ PN.JKT.Tim, yang dibuat dan ditanda-tangani Filipus Arya Sembadastyo, SH., MM. dan Josephine Levina Pietra, SH., MKn. dari kantor hukum Kula Mithra Law Firm juga berbeda nama-nama hasil Munaslub tanggal 2 Februari 2015, yaitu terpilih Rudi Rusdiah selaku Ketua Umum dan Rudi Dermawan selaku Sekretaris Jenderal serta Suharto Juwono selaku Bendahara.

Dari 3 (tiga) perkara tersebut, terungkaplah 3 (tiga) versi hasil Munaslub APKOMINDO 2015 yang sama-sama tertanggal 2 Februari 2015 namun nama-nama pengurus terpilihnya berbeda-beda, yang kemudian digunakan di 3 (tiga) Peradilan berbeda, yaitu di PN Jakarta Timur dan PN Jakarta Selatan keduanya masih dalam proses kasasi serta di PN Jakarta Pusat yang akan diajukan untuk proses banding. “Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan kasus tersebut akan saya bawah ke ranah pidana", cetusnya.
 
Perkara yang dihadapi APKOMINDO selama 10 tahun terakhir menurut Hoky, tak lepas dari peran mafia hukum. Dia menduga, para mafia hukum inilah yang ikut bermain mengobok-obok APKOMINDO sejak tahun 2011 lalu. Padahal, pada tanggal 1 Desember 2016 silam, pihaknya sudah mengantongi putusan inkrah di tingkat Kasasi.

Mahkamah Agung RI telah menolak upaya Kasasi Sonny Franslay terhadap hasil putusan PTUN dan PTTUN atas gugatan pembatalan Surat Keputusan Dirjen AHU KemenkumHAM RI tentang Kepengurusan APKOMINDO hasil Munas di Solo tahun 2012. Sehingga, sejak saat itu kepengurusan APKOMINDO yang dipimpin Hoky sah diakui negara. Bahkan, makin diperkuat dengan adanya putusan inkrah di tingkat kasasi tersebut.  
 
Menjadi pertanyaan besar menurut Hoky, adalah ketika Otto Hasibuan Cs melayangkan gugatan atas kuasa dari Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal APKOMINDO versi Munaslub tanggal 02 Februari 2015 di Jakarta. Padahal, berdasarkan dokumen dan bukti foto serta pemberitaan di media online, Faaz Ismail tidak hadir pada saat Munaslub 2015 dan yang terpilih pada waktu itu adalah Rudi Rusdiah selaku Ketum Rudy Dermawan Muliadi sebagai Sekjen, terbukti pada akta notaris hasil Munaslub tidak ada nama Faaz Ismail.

Selain itu Rudi Rusdiah, Ketum terpilih versi Munaslub 2015 justru sudah berbalik mendukung kepengurusan APKOMINDO yang sah dan telah 3 (tiga) kali hadir sebagai saksi di pengadilan dengan keterangannya bahwa Munaslub 2015 tidak sah karena tidak ada permintaan tertulis dari minimal 2/3 DPD-DPD dan tidak ada seorangpun DPD yang hadir, sehingga itu jelas melanggar AD dan ART organisasi.




Faktanya kepengurusan APKOMINDO versi Munaslub, kata Hoky, sampai hari ini tidak bisa disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI karena pasti terganjal kewajiban memasukan dokumen asli peserta Munaslub dari DPD-DPD Apkomindo se Indonesia yang tidak ada.

“Anehnya Munaslub bodong itu dan penggugatnya yang tidak memiliki legal standing mewakili APKOMINDO justru bebas melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan, bahkan bisa menang sampai di tingkat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menggunakan data yang diduga palsu", ungkap Hoky. 

Sebelumnya telah ada fakta hukum dimana pihak kelompok Sonny Franslay dan Hidayat Tjokrodjojo serta para pengikutnya telah melakukan rekayasa hukum dengan membuat laporan palsu di Bareskrim Polri dengan laporan polisi Nomor LP/392/IV/2016/Bareskrim tertanggal 14 April 2016 yang menjadikan Hoky sebagai tersangka dan ditahan selama 43 hari.  Namun, setelah proses hukum berjalan, akhirnya Hoky dinyatakan tidak bersalah oleh PN Bantul dan upaya kasasi JPU atas nama Ansyori SH dari Kejagung RI telah ditolak oleh MA.

“Oleh karena itu Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI serta KPK harus mengawasi proses hukum perkara-perkara Apkomindo, karena kuat dugaan ada mafia hukum ikut bermain dalam kasus ini. Saya juga telah melaporkan ke Bareskrim Polri atas laporan palsu yang menyebabkan saya sempat ditahan selama 43 hari", bebernya. 

Dia juga mengungkapkan, kronologi perkara kepengurusan APKOMINDO ini mulai bergulir sejak 10 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 19 September 2011. Ketika itu Dewan Pertimbangan Asosiasi (DPA) DPP APKOMINDO yaitu Hidayat Tjokrodjojo dan kawan-kawannya secara sepihak membekukan kepengurusan DPP APKOMINDO yang saat itu Suhanda Wijaya selaku Ketua Umum dan Setyo Handoyo Singgih selaku Sekretaris Jenderal.

Akibat pembekuan kepengurusan tersebut, timbul gejolak di berbagai daerah yang menyebabkan seluruh DPD-DPD APKOMINDO se Indonesia melayangkan mosi tidak percaya kepada DPA DPP APKOMINDO. Buntut dari mosi tidak percaya tersebut berlanjut ke pertemuan Mosi Tidak Percaya di Semarang tanggal 8 Oktober 2011, lalu berlanjut dengan penyelenggaraan Munaslub di Surabaya tanggal 28 - 30 Oktober 2011.
 
Dari Munaslub tersebut diputuskan untuk menggelar Munas di Solo pada 13-14 Januari 2012. Dan, kepengurusan kemudian disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan kepengurusannya berlangsung sampai pada Munas Tahun 2015 dan Munas Tahun 2019. Kedua Munas APKOMINDO terakhir itu dua kali memilih Soegiharto Santoso selaku Ketua Umum. 
 
Dari perjalanan organisasi ini, kelompok yang tidak terima keputusan para pimpinan DPD-DPD se Indonesia tersebut kemudian melayangkan gugatan demi gugatan sampai hari ini tak kunjung berakhir dan kini terungkaplah dugaan penggunakan dokumen palsu di persidangan.
 
Sementara itu, sampai berita ini dirilis, Otto Hasibuan yang kembali dikonfirmasi melalui telepon dan pesan singkat di nomor 081114xxxx belum memberi tanggapan dan jawaban. *(HM/HB)*

Jumat, 03 September 2021

10 Tahun Diobok-obok, Pengurus APKOMINDO Versi MenkumHAM Menanti Putusan



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Jajaran pengurus Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) versi SK Kementrian Hukum dan HAM RI kembali menanti putusan pengadilan terkait gugatan keabsahan kepengurusan organisasi ini sejak diobok-obok dengan gugatan perdata dan laporan pidana dari 10 tahun yang lalu. 

Deretan gugatan demi gugatan sejak 10 tahun lalu terkait perkara APKOMINDO cukup menguras pikiran, tenaga dan waktu. Bahkan, finasial dari seluruh pihak yang terlibat. Hal itu diakui Ketum APKOMINDO Soegiharto Santoso versi SK MenkumHAM RI.

Dalam berbagai kesempatan, Soegiharto sering membeberkan kepengurusan APKOMINDO yang dipimpinnya terus saja diobok-obok para mantan pengurus yang tidak mau legowo melepaskan tongkat estafet kepengurusan APKOMINDO kepada para kader penerus yang telah diakui resmi oleh negara melalui SK Dirjen AHU MenkumHAM RI. 

Kali ini, lawan yang dihadapinya tak tanggung-tanggung, yakni pengacara kondang Otto Hasibuan. Meskipun sudah mengantongi sejumlah kemenangan dalam beberapa gugatan terkait perkara APKOMINDO, Soegiharto yang juga berprofesi sebagai wartawan media BISKOM dan Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia mengaku cukup heran ketika pihaknya kalah dua kali di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam gugatan yang dilayangkan pihak lawan yang mengaku Pengurus Versi Munaslub 2015.


Menurut Hoky, sapaan akrabnya, pihak pengacara lawan Otto Hasibuan memenangkan perkara tersebut ternyata menggunakan data palsu dan susunan kepengurusan yang berbeda dalam perkara yang sama. 

Atas fakta inilah dirinya melayangkan gugatan di PN Jakarta Pusat. Hoky bahkan sempat menantang Otto Hasibuan debat terbuka untuk membedah kasus APKOMINDO yang dibelanya dengan dua kepengurusan berbeda dalam perkara yang sama dan menurutnya ajaib perkara itu bisa dimenangkan di tingkat PN JakSel dan PT DKI Jakarta, sehingga saat ini Hoky sedang mengajukan upaya hukum Kasasi. 

Bagaimana mungkin perkara ini bisa dimenangkan di PN JakSel dan di tingkat PT DKI Jakarta? Padahal, dalam surat eksepsi dan jawaban perkara tersebut, Otto Hasibuan dan rekannya mencantumkan nama pengurus versi Munaslub APKOMINDO 2015 terpilih adalah Ketum Rudi Rusdiah, Sekjend Rudy D. Muliadi dan Bendahara Umum Ir. Kunarto Mintarno. Kemudian, pada surat Kontra Memori Kasasinya, Otto dan rekannya menuliskan kepengurusan berbeda yaitu Ketum terpilih adalah Rudy D. Muliadi dan Sekjend menjadi Faaz Ismail. 

"Penggunaan data palsu inilah yang saya tantang Otto Hasibuan debat terbuka sejak tanggal 25 Agustus 2021 lalu. Namun sangat disayangkan, yang bersangkutan tidak berani menerima tantangan saya", kata Hoky melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Jum'at (03/09/2021) siang.


Hoky yang telah terpilih secara sah sebagai Ketua Umum APKOMINDO untuk masa bakti tahun 2015 – 2019 dan terpilih lagi untuk masa bakti tahun 2019 – 2023, merasa kepengurusan APKOMINDO tidak berhenti diganggu oleh pihak lawan dengan cara menggunakan peradilan sebagai alat. 

"Saya prihatin jika benar terbukti apa yang dikatakan Menkopolhukam Mahfud MD di media, bahwa hukum di negeri ini bisa diperjual-belikan. Perkara APKOMINDO ini bisa jadi salah satu buktinya, karena terbukti saya tidak bersalah tapi bisa ditahan selama 43 hari", tandas Hoky yang kini mengenyam pendidikan hukum semester dua di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta. 

Hoky mengungkapkan, perkara APKOMINDO ini berawal dari penyelenggaran Munaslub pada tahun 2015 yang dianggap melanggar AD & ART APKOMINDO. Diungkapkannya pula, bahwa satu-persatu pihak DPP APKOMINDO yang terlibat dalam Munaslub tersebut telah mengundurkan diri. Antara lain Rudi Rusdiah selaku Ketum, Suharto Juwono sebagai Bendahara, lalu Kunarto Mintarno sebagai Bendahara yang sebelumnya sempat menggantikan Suharto serta Faaz Ismail ikut mundur dari jabatan sebagai Sekretaris Jenderal. 

Bahkan menurut Hoky, Rudi Rusdiah telah 3 (tiga) kali hadir menjadi Saksi bagi APKOMINDO versi SK Men kumHAM yang dipimpinnya. 

Saat ini, lanjut Hoky, pihaknya sedang menantikan putusan perkara APKOMINDO dalam sidang putusan yang akan digelar pada Rabu 08/09/2021 pekan depan. (*)

Selasa, 24 Agustus 2021

Wartawan BISKOM Tantang Otto Hasibuan Bedah Kasus APKOMINDO


 
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kelanjutan perkara Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia atau APKOMINDO makin menarik untuk disimak. Perkara kepengurusan APKOMINDO ini, ternyata sudah bergulir di beberapa Pengadilan Negeri di Indonesia dalam kasus pidana maupun perdata yang berbeda-beda sejak tahun 2013. Bahkan, proses pembekuan DPP APKOMINDO secara sewenang-wenang telah dilakukan oleh Hidayat Tjokrodjojo dan jajarannya sejak tahun 2011. 

Hidayat sempat berbicara dalam sidang, bahwa sejak dibekukan tahun 2011 tidak ada lagi pengurus Dewan Pimpinan Daerah APKOMINDO di Indonesia, sehingga tidak memerlukan permintaan tertulis dari minimal 2/3 pengurus DPD Kota/ Kabupaten untuk memenuhi syarat penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa APKOMINDO.
 
Sementara Soegiharto Santoso selaku Ketua Umum APKOMINDO mengaku sah sejak terpilih pada tahun 2015 dan kembali terpilih pada Munas tahun 2019 lalu. Pemerintah sendiri melalui Kementrian Hukum dan HAM telah menerbitkan Surat Keputusan terkait kepengurusan APKOMINDO atas nama Ketum Soegiharto Santoso berdasarkan SK Dirjen AHU.

Kendati mengantongi keabsahan kepengurusan dari pemerintah, namun faktanya Soegiharto alias Hoky yang juga berprofesi sebagai wartawan serta menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia masih terus diganggu dengan berbagai upaya rekayasa hukum baik pidana sebanyak 5 (lima) Laporan Polisi sejak tahun 2015 maupun gugatan perdata berkali-kali sejak tahun 2013. 

Tak cuma itu, dirinya pun pernah dikriminalisasi dengan 'laporan palsu' nomor: LP/392/IV/2016/Bareskrim Polri oleh kelompok Hidayat dan sempat ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul dalam perkara terkait penggunaan logo organisasi APKOMINDO. Namun, pada akhirnya Hoky dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim PN Bantul karena upaya Kasasi JPU ditolak oleh MA. 
 
Menariknya, Hoky yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester 2 (dua) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM ini, sejak 2016 sudah tiga kali memenangkan perkara hukum terkait APKOMINDO hingga tingkat kasasi di MA.
 
Tak tanggung-tanggung Hoky sendirian telah beberapa kali menghadapi Otto Hasibuan seorang pakar hukum dengan gelar Profesor Doktor ilmu hukum dan menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dalam persidangan. Di antaranya di Pengadilan Niaga Jakarta, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan saat ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
 
“Saya telah melakukan inzage di PN JakPus, sehingga semakin jelas akan adanya dugaan upaya rekayasa hukum saat sidang di PN JakSel waktu lalu", ungkap Hoky.
 
Yang cukup menarik dalam persidangan perkara nomor: 218/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst. yang dipimpin Hakim Ketua Tuty Haryati, SH., MH. pada Rabu 18 Agustus 2021 lalu adalah saat bukti-bukti diperlihatkan kepada dua Saksi yang dihadirkan pihak tergugat. 

Barang bukti berupa dokumen surat eksepsi yang dibuat dan ditanda-tangani oleh kuasa hukum Tergugat yaitu Otto Hasibuan, Sordame Purba dan Kartika Yustisia Utami, disebutkan bahwa Ketua Umum terpilih pada Munaslub APKOMINDO tanggal 02 Februari 2015 adalah Rudi Rusdiah, Sekretaris Jenderal Rudy Dermawan Muliadi dan Bendahara Kunarto Mintarno. Akan tetapi, dalam dokumen surat Kontra Memori Kasasi atas putusan PT DKI Jakarta Nomor: 235/PDT/2020/PT.DKI Jo. PN JakSel Nomor: 633/Pdt.G/2018/ PN.JKT.Sel disebutkan kepengurusan hasil Munaslub APKOMINDO tahun 2015 itu, nama yang tertera berbeda jauh dengan dokumen eksepsi yaitu Ketumnya menjadi Rudy Dermawan Muliadi dan Sekjendnya adalah Faaz Ismail. 
 
Perbedaan nama kepengurusan APKOMINDO versi Munaslub tahun 2015 yang dibuat tim pengacara Otto Hasibuan tersebut sempat dikejar majelis hakim dalam persidangan Rabu (18/08/2021) lalu kepada Saksi Hidayat. Namun, Hidayat menjawab tidak tahu dan tidak mau menjawab serta tidak ingat, bahkan menganggap tidak relevan. Menurutnya kesalahan itu mungkin karena salah ketik. 

Saksi pihak tergugat lainnya Chris Irwan Japari pun memberi jawaban serupa. Meskipun faktanya kedua saksi turut hadir saat Munaslub tersebut karena ada bukti foto-foto dokumentasi dan bukti jejak digital pemberitaan di media massa. 
 
Atas kejadian yang terus menimpanya ini,  Hoky selaku pihak yang merasa terus diganggu dan dikerjai oleh pihak-pihak yang tidak mau APKOMINDO berkembang, akhirnya menantang Ketum PERADI Otto Hasibuan untuk debat terbuka.

"Saya tantang Bapak Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. yang terhormat untuk debat terbuka terkait perkara APKOMINDO lewat sarana podcast", ujar Hoky.
 
Hoky mengaku yakin bakal menang debat terbuka di media sosial podcast dan bahkan di pengadilan karena sudah terungkap terang-benderang dari bukti-bukti fakta dan pelanggaran pihak tergugat atas AD & ART APKOMINDO serta dari fakta persidangan keterangan dua Saksi Tergugat yang berusaha menutupi kebenaran. 
 
Hoky mengaku menantang pengacara kondang Otto Hasibuan atas permintaan rekan-reman wartawan agar bisa netral dan tidak berpihak dalam pemberitaan. 

“Teman-teman meminta saya menantang Pak Otto Hasibuan atas nama wartawan bukan selaku mahasiswa hukum", kata Hoky melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Selasa 21 Agustus 2021. 
 
Sementara itu, sidang lanjutan perkara APKOMINDO akan kembali bergulir pada Rabu 25 Agustus 2021. *(HB)*

Senin, 19 Juli 2021

Pengacara Kondang Otto Hasibuan Bakal Hadapi Mahasiswa STIH IBLAM Dalam Perkara APKOMINDO


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang perkara Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia atau APKOMINDO di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat makin menarik untuk disimak. Pengacara kondang Otto Hasibuan dan tim yang sarat pengalaman harus berhadapan dengan Soegiharto Santoso seorang diri selaku penggugat yang masih berstatus mahasiswa semester II (dua) di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM (STIH IBLAM) Jakarta. 

Sidang lanjutan perkara APKOMINDO tersebut dengan Hakim Ketua Tuty Haryati, SH., MH. akan kembali digelar pada Rabu (28/07/2021) pekan depan. Dalam menghadapi sidang kali ini, Hoky sapaan akrab penggugat, selalu dibantu rekan sekampusnya Randi Eki Putra. 

Hoky nantinya bakal berhadapan dengan sejumlah pengacara senior dan berpengalaman dari kantor Otto Hasibuan & Associates, Advocates & Legal Consultants. Di antaranya  Sordame Purba, SH. dan Kartika Yustisia Utami, SH. 

Sengketa APKOMINDO ini berawal dari penyelenggaraan MUNASLUB APKOMINDO pada tanggal 02 Februari 2015 di hotel Le Grandeur Jakarta dinilai tidak sah oleh Hoky selaku pihak penggugat, karena dianggap melanggar peraturan organisasi.


Dalam AD & ART APKOMINDO diatur tentang syarat penyelenggaraan MUNASLUB di antaranya harus ada permintaan tertulis dari minimal 2/3 pengurus DPD kota/ Kabupaten dengan persetujuan tertulis minimal 2/3 anggotanya yang mempunyai hak suara.

“Faktanya ketentuan ini tidak pernah ada sama sekali terkait permintaan tertulis untuk diadakan Munaslub", ungkap Hoky yang juga menjabat Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia dan pemilik sejumlah perusahaan pers. 

Dalam gugatannya, Hoky mengatakan, untuk syarat utama penyelenggaraan MUNASLUB yang menindak-lanjuti pembekuan kepengurusan DPP harus dilaksanakan oleh Dewan Pembina paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah dikeluarkannya surat pembekuan.

Namun, masih kata Hoky, faktanya bukti, surat pembekuan ternyata dilakukan sejak 19 September 2011, sedangkan MUNASLUB APKOMINDO dilaksanakan pada 02 Februari 2015.


"Kalau pun dipaksakan, itu tetap cacat hukum, karena melanggar ketentuan dari AD & ART APKOMINDO", kata Hoky. 

“Saya juga sedang mengajukan permohonan melakukan inzage kepada Bapak Andi Zumar, SH., MH. selaku pihak PP sebelum sidang tanggal 28 Juli 2021 yang akan datang. Sebab, saya yakin ada minimal 2 (dua) kesalahan data dalam daftar bukti yang dituliskan oleh pihak pengacara Tergugat", tambahnya.

Ada fakta hukum yang menarik yang disertakan dalam bukti gugatan perkara dengan nomor: 218/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst ini. Menurut Randi Eki Putra saat mendampingi penggugat, dirinya melihat ada kejanggalan pada bukti P-127 terkait Kontra Memori Kasasi yang dibuat pengacara Otto Hasibuan dan rekannya selaku Pengacara pihak Tergugat.

Randi mengungkapkan, dalam kontra memori kasasi itu, Otto menuliskan, bahwa nama-nama pengurus terpilih Munaslub APKOMINDO 2015 adalah berbeda jauh dengan nama-nama pengurus terpilih yang dia juga tulis sendiri pada waktu menyampaikan Eksepsi dan Jawaban Tergugat pada perkara di PN JakPus ini.

“Ini akan menjadi catatan penting bagi saya, bila suatu saat menjadi pengacara agar lebih teliti dan berhati-hati dalam menangani perkara", ungkap Randi. *(HGM/HB)*

Minggu, 02 Mei 2021

Soegiharto Santoso: Bukti Kebenaran Tentang Pemalsuan Dokumen Di Pengadilan Pasti Terungkap



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan kasus gugatan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia atau APKOMINDO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/04/2021) kembali bergulir. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Tuty Haryati, SH., MH. makin memperjelas dugaan penggunaan dokumen palsu pada perkara nomor: 633/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel maupun perkara nomor: 218/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst.

Agenda  persidangan kali ini menghadirkan saksi dari pihak pengguat  Andy Ho. Saat memberikan keterangan di persidangan, saksi mengatakan, pemilihan Ketua Umum Apkomindo (versi Munaslub 2015) adalah politik kotor. Karena menurut saksi, pihak tergugat ingin menjadikan asosiasi ini sebagai PT atau Kerajaan.

“Saya dan Pak Hoki tidak mau dijadikan boneka, makanya untuk menjadi Ketua Umum selalu dihalangi terus, Pak Hoki dan saya, sifatnya (pemikiran) sama. Untuk pemilihan Ketua Umum harus secara demokratis, bukan asal dibentuk, ditunjuk atau asal dikawinkan sesuai keinginan mereka. Jadi ada perbedaan mindset di sini, dan tidak ada titik temu, serta Munaslub Apkomindo 2015 (yang dilaksanakan) mereka itu tidak sah", urai Andy.

Diketahui, Soegiharto Santoso alias Hoki telah terpilih secara sah pada saat Munas Apkomindo 2015 yang diselenggarakan pada tanggal 13 - 15 Februari 2015 di Jakarta. Namun beberapa tokoh pendiri Apkomindo mendadak mengadakan Munaslub pada tanggal 02 Februari 2015. Namun kepengurusan yang diakui dan disahkan oleh KemenkumHAM adalah kepengurusan yang dipimpin Hoki dan jajarannya. Gugatan terhadap pengurus Apkomindo yang dipimpin Hoki terus dilakukan oleh kubu Munaslub dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu. 

Hoki menyatakan keprihatinannya atas penggunaan dokumen yang diduga dipalsukan tapi bisa menang dalam proses persidangan di PN Jaksel beberapa waktu lalu. Dan pada sidang di PN JakPus saat ini menjadi semakin terungkap dengan terang benderang.

Menurut Hoki pihak PN JakSel sepertinya kurang teliti atau khilaf dalam memutuskan gugatan kepengurusan Apkomindo hasil Munas Apkomindo tahun 2015 pada perkara nomor : 633/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel dengan Hakim Ketua H. Ratmono, SH., MH.

Dalam putusannya penggugat Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail dinyatakan sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jendral DPP APKOMINDO Masa Bakti 2015 - 2020 berdasarkan Keputusan Munaslub APKOMINDO di Jakarta pada tanggal 02 Februari 2015. Sementara menurut Hoki, Munaslub versi APKOMINDO 2015 tidak sesuai dengan AD/ART APKOMINDO dan tidak dihadiri satupun anggota atau pengurus DPD APKOMINDO. Bahkan menurutnya, tidak dihadiri oleh DPD APKOMINDO DKI Jakarta yang saat itu dijabat Nana Osay selaku Ketua dan Faaz Ismail selaku Sekretaris. 

“Jadi faktanya sesungguhnya adalah Faaz Ismail tidak hadir dan tidak mencalonkan diri pada saat itu, sehingga bagaimana mungkin bisa terpilih? Ini menjadi bukti dugaan pemalsuan di persidangan PN JakSel", jelas Hoki.

Ditambahkannya lagi, dari bukti pemberitaan dan dari email pemberitahuan, serta fakta foto-foto yang beredar di tahun 2015, Rudi Rusdiah adalah Ketua Umum dan Rudy Dermawan Muliadi sebagai Sekretaris Jenderal serta Suharto Juwono sebagai Bendahara.

Ironisnya saat Hoki selaku Ketum APKOMINDO yang sah melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, ternyata vonisnya justru menguatkan putusan PN Jaksel yang dimohonkan banding tersebut, sehingga saat ini Hoki sedang melakukan upaya hukum kasasi.


Fakta yang ada, lanjut Hoki, kepengurusan APKOMINDO memiliki SK Dirjen Ahu Kementrian KUMHAM RI sejak tahun 2012 saat Agustinus Sutandar terpilih sebagai Ketum. dan hasil Munas Apkomindo tahun 2015 serta tahun 2019 di bawah kepemimpinan Hoki juga telah memiliki SK KemenkumHAM RI. “Sedangkan mereka (versi Munaslub) belum memiliki SK KUMHAM RI sama sekali", tandas Hoki.

Seharusnya, lanjut Hoki, sah atau tidaknya suatu organisasi itu harus berpijak pada aturan hukum. “Artinya di dalam ketentuan UU yang masuk menjadi asosiasi yang sah adalah organisasi yang sudah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI", cetusnya.

Perlu diketahui pula tentang SK KUMHAM RI tahun 2012 telah di gugat di PTUN pada tahun 2015, dengan hasil gugatan tidak dapat diterima dan telah dikuatkan oleh PT DKI Jakarta serta upaya kasasi mereka telah ditolak oleh MA.

Selain dari itu, pada tahun 2013, mereka telah melakukan gugatan terhadap hasil Munas Apkomindo tahun 2012 di PN Jaktim, dengan hasil gugatan tidak dapat diterima dan telah dikuatkan oleh PT DKI Jakarta, namun saat ini mereka masih juga melakukan upaya Kasasi lagi.

Yang menarik dan menjadi sorotan awak media adalah surat kontra memori kasasi tertanggal 15 Maret 2021 yang ditanda tangani pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM, Sordame Purba, SH serta Kartika Yustisia Utami, SH., disebutkan bahwa yang terpilih dalam Munaslub Apkomindo 2015 tanggal 02 Februari 2015 adalah Ketua Umum Rudy D Muliadi dan Sekjen Faaz Ismail, sementara dalam perkara no. 218/Pdt.G/2020/PN JKT.Pst, jawaban Otto Hasibuan cs pada surat Eksepsinya menyebutkan kepengurusan Ketua Umum dan Sekjen orang yang berbeda yakni Ketua Umum Rudi Rusdiah dan Sekjen Rudy Dermawan serta Bendahara Kunarto Mintarno. Dengan demikian tidak ada yang sesuai dengan fakta yang sesungguhnya.

"Hal ini membuktikan secara terang benderang dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan keterangan yang berbeda dilakukan pihak mereka", ungkap Hoki .

Hoki yang diketahui tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum, secara profesional menghadapi seorang diri melawan pengacara kondang Otto Hasibuan dari kantor Advokat dan Konsultan Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES. Hoki yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia, mengaku perkara yang dihadapinya ini cukup mudah diungkap dan dihadapi.

"Karena dengan bantuan teman-teman media, dan fakta hukum yang terungkap di persidangan, saya yakin bukti kebenaran tentang pemalsuan dokumen di Pengadilan pasti terungkap", ujarnya.

Usai persidangan para awak media telah secara khusus menantikan dengan cukup lama kuasa hukum Tergugat untuk dimintai konfirmasi atas terungkapnya dugaan pemalsuan dokumen di persidangan, namun sangat disayangkan para kuasa hukum Tergugat tersebut tidak bersedia memberikan tanggapan bahkan terkesan menghindar dengan cara berjalan cepat menuju tangga turun dari Gedung PN JakPus.

Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA yang turut hadir di persidangan ikut memberikan tanggapan atas kasus yang sedang dihadapi Hoki. Kepada wartawan Lalengke mengatakan, Kisruh yang terjadi di masyarakat sering dimunculkan oleh Hakim dan dianggap sebagai satu rekayasa dimana mereka bisa dipengaruhi oleh pihak-pihak yang bersengketa di persidangan. Dan biasanya dalam hal persidangan Perdata, amplop-amplop itu bisa bertebaran di dalamnya dan itu sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh para majelis hakim", ungkap Wilson.

Wilson berharap, dalam kasus ini tidak ada lagi pihak yang melakukan hal-hal yang salah. “Kalau hakim itu menilai kasus ini dengan hati nurani dan dengan fakta-fakta yang ada, ya putuskanlah sesuai dengan fakta itu. Jadi jangan dipengaruhi oleh berbagai kepentingan pribadi", ujarnya lagi.

Wilson juga menyarankan kepada penasihat Hukum atau Pengacara yang dianggap sebagai salah satu pilar yang menegakan kebenaran dan keadilan, harus memposisikan dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia ini. “Berupaya lah mewujudkan keadilan dan kebenaran sesuai fakta yang ada di persidangan, jangan melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti yang saya lihat di persidangan ini sepertinya ada rekayasa, pemalsuan dan hal-hal yang tidak singkron antara keterangan yang satu dengan keterangan yang lain, dokumen yang satu dengan dokumen yang lain. Sehingga terlihat bahwa pengacara itu punya potensi yang tidak kita harapkan, dimana dalam persidangan tadi membuktikan secara terang benderang dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan keterangan yang berbeda." ungkapnya .

Pada kesempatanyang sama, Hoki selaku penggugat juga mengutarakan, bahwa pihak lawan memang pandai merekayasa hukum, dimana dirinya sempat pula dikriminalisasi dan ditahan selama 43 hari serta disidangkan di PN Bantul sebanyak 35 kali atas laporan polisi yang dilayangkan kelompok tergugat di Bareskrim Polri. “Namun hasilnya saya dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah, termasuk JPU Ansyori ,SH melakukan upaya kasasi telah di tolak oleh MA. Sehingga saya tetap yakin dan percaya akan memperoleh keadilan karena sangat jelas sekali mereka diduga menggunakan dokumen palsu atau dokumen hasil rekasaya, baik di PN JakSel maupun di PN JakPus, yang saat ini telah semakin terungkap dengan terang benderang", urai Hoki.***

Senin, 19 April 2021

Penggugat Ketum APKOMINDO Diduga Gunakan Dokumen Palsu


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) Soegiharto Santoso mengungkapkan rasa keprihatinannya atas penggunaan dokumen yang diduga dipalsukan dalam proses persidangan di pengadilan. 

Ketua Umum APKOMINDO yang akrab dengan sapaan "Hoky" ini menjelaskan, PN Jakarta Selatan dan PT DKI Jakarta sepertinya kurang teliti dan khilaf dalam memutuskan gugatan DPP hasil Munaslub Apkomindo 2015 terhadap DPP Apkomindo hasil Munas Solo 2012 dan hasil Munas Jakarta 2015 yang berlangsung sesuai AD dan ART APKOMINDO. Gugatan perkara nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JakSel ini sendiri, berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Hakim Ketua H. Ratmoho, SH., MH. 

Dalam putusannya, pengugat Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail dinyatakan sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP APKOMINDO Masa Bakti 2015-2020 berdasarkan Keputusan Munaslub APKOMINDO di Jakarta pada tanggal 02 Februari 2015. 

Padahal, menurut Hoky, Munaslub versi APKOMINDO 2015 tidak sesuai dengan AD/ART APKOMINDO dan tidak dihadiri 2/3 DPD APKOMINDO, karena tidak ada satu pun DPD APKOMINDO yang hadir, termasuk DPD APKOMINDO DKI Jakarta yang saat itu dijabat Nana Osay selaku Ketua dan Faaz Ismail selaku Sekretaris.

"Bahkan, pada saat Munaslub 2015 tersebut, Faaz Ismasil sendiri tidak hadir. sehingga aneh jika dia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal DPP APKOMINDO", ungkap Hoky. 

Belum lagi dari bukti pemberitaan dan dari email pemberitahuan serta fakta foto-foto yang beredar di tahun 2015, Rudi Rusdiah adalah Ketua Umum dan Rudy Dermawan Muliadi sebagai Sekretaris Jenderal. 
 
Bahkan, menurut Hoky, Rudi Rusdiah justeru menjadi Saksi di persidangan perkara nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JakSel. Yang mana, ia menerangkan kepada Majelis Hakim, bahwa fakta yang sebenarnya adalah dirinya justeru menyadari kesalahannya dan memilih berpihak ke Munas APKOMINDO yang sah yakni Ketua Umumnya Soegiharto Santoso.


Ironisnya, saat Soegiharto Santoso selaku Ketum APKOMINDO yang sah ingin melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, ternyata putusannya adalah 'Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dimohonkan banding tersebut'.

Padahal, faktanya Soegiharto Santoso terpilih secara sah pada saat Munas Apkomindo 2015 yang diselenggarakan pada tanggal 13 sampai dengan 15 Februari 2015 dan dihadiri oleh lebih dari 2/3 DPD APKOMINDO. 

Sebelumnya SK KUMHAM RI tahun 2012 yang telah mereka gugat di PTUN, pihak mereka kalah terus hingga di tingkat kasasi di MA. 

Sementara itu, untuk menghadapi gugatan tersebut, Hoky melaksanakan press conference di ruang serbaguna LSP Pers Indonesia usai pelatihan asesor kompetensi di ruang Serba Guna LSP Pers Indonesia Jakarta. 

Dalam kesempatan tersebut, Hoky memaparkan kronologis perkara hukum Apkomindo yang telah berproses sejak awal tahun 2011. Yakni, sejak kepengurusan Suhanda Wijaya dan Setyo Handoyo dibekukan secara sewenang-wenang oleh Dewan Pertimbangan Asoisasi (DPA) Apkomindo, selanjutnya, sejak tahun 2013 mulai ada gugatan dari DPA Apkomindo di PN JakTim dengan perkara nomor: 479/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim, dengan putusan: "Menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima" dan selanjutnya melakukan upaya banding dengan putusan PT DKI Jakarta nomor: 340/PDT/2017/PN.DKI, dengan putusan: “Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur".

Selanjutnya, melakukan upaya kasasi ke MA tertanggal 21 September 2020. Yang mana, dalam surat Memori Kasasinya tertuliskan, antara lain yang terpilih pada Munaslub 2015 adalah Ketua Umum Rudi Rusdiah, Sekjen Rudy Dermawan Muliadi, Bendahara Suharto Juwono, periode 2015-2020. 

Hoky mengungkapkan, ketika proses gugatan tersebut masih dalam proses, ternyata ada lagi gugatan di PN Jaksel dengan menggunakan data diduga palsu tersebut di atas. Untuk itu, pihaknya saat ini melakukan upaya kasasi ke MA. 

Hoky mengungkapkan, di dalam surat kontra memori kasasi tertanggal 15 Maret 2021 yang ditanda-tangani pengacara kondang Otto Hasibuan, Sordame serta Kartika Yustisia Utami disebutkan, yang terpilih dalam Munaslub Apkomindo 2015 adalah Ketua Umum Rudy D Muliadi dan Sekjen Faaz Ismail.  Sementara dalam perkara No. 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst, dalam surat Eksepsi dan Jawaban Otto Hasibuan cs menyebutkan, Ketua Umum Rudi Rusdiah dan Sekjen Rudy Dermawan.

“Hal ini membuktikan secara  terang benderang dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan keterangan yang bebeda", ungkap Hoky.

Hoky menegaskan, dari 3 (tiga) perkara tersebut menjadi terungkap, bahwa terdapat 3 (tiga) versi berbeda hasil Munaslub Apkomindo 2015 dan digunakan untuk 3 (tiga) Peradilan. Yaitu, di PN JakTim sedang proses kasasi, di PN Jaksel sedang proses kasasi dan di PN JakPus sedang proses persidangan,

Sementata ada versi lainnya lagi yang terdapat pada Tabloid Bulanan Apkomindo No. 1/ Februari 2017 yang tertuliskan susunan pengurus asosiasi DPP Apkomindo 2016-2019. 

“Pihak lawan memang pandai merekayasa hukum, dimana saya sempat pula dikriminalisasi dan ditahan selama 43 hari dan disidangkan di PN Bantul sebanyak 35 kali atas laporan polisi kelompok mereka di Bareskrim Polri, namun hasilnya saya dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah, termasuk upaya JPU Ansyori, SH melakukan upaya kasasi telah ditolak oleh MA,” urainya. 

Hoky menandaskan, meskipun pihak lawan menggunakan jasa Advokat dan Konsultan Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES, Hoky menghadapinya sendiri tanpa didampingi oleh pengacara. *(HB)*

Jumat, 02 April 2021

Dijadikan Tersangka Perpajakan, Dirut PT. Pazia Retailindo Polisikan Mantan Managernya



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Akibat terjerat kasus pidana perpajakan, Direktur Utama PT. Pazia Retailindo Hartanto Sutardja melaporkan mantan managernya berinisial HT ke Polda Metro Jaya (PMJ) dengan tuduhan pemalsuan dokumen perusahaan. Laporan Hartanto ke PMJ ini, sudah teregistrasi dengan nomor: TBL/1664/III/YAN 2.5/2021/SPKT PMJ tertanggal 26 Maret 2021. 

Hartanto Sutardja membuat laporan polisi karena dokumen perusahaan berupa faktur pajak dan invoice PT. Pazia Retailindo diduga dipalsukan oleh terlapor HT saat masih menjabat sebagai manager di perusahaan tersebut pada tahun 2016 lalu. 

"Dia membuat faktur pajak dan invoice tanpa sepengetahuan atau perintah saya, dan saya tidak menyadari ketika menandatangani dokumen yang diduga sudah dipalsukan tersebut  oleh HT selaku manager perusahaan", terang Hartanto melalui keterangan pers yang dikirim ke kantor redaksi.

Lebih lanjut, Hartanto menjelaskan, pada tahun 2016, HT diduga secara sengaja membuat laporan backdate untuk faktur pajak tahun 2015. Hal itu, dapat dilihat dengan jelas atas adanya komunikasi via email yang terungkap atas hasil digital forensik yang saya peroleh secara resmi dari pihak Kominfo. 

Akibat perbuatan HT tersebut menyebabkan Hartanto Sutardja ditetapkan sebagai Tersangka dan mendapat Surat Panggilan selaku Tersangka Nomor: S.PANG-403.DIK/WP/WPJ.21/2020, tertanggal 29 September 2020 atas perkara dugaan tindak pidana perpajakan oleh Penyidik Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Utara.

Meski demikian, Hartarto mengaku, bahwa dirinya hingga saat ini belum menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menjadi landasan berapa nominal pajak yang harus dibayarkan.

"Sampai saat ini saya belum terima dari kantor pajak dalam hal ini Kanwil DJP Jakarta Utara, padahal sejak November 2020 saya sudah meminta melalui surat resmi  tapi sampai saat ini belum mendapatkan jawaban", jelas Hartanto.

Terkait kasus ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), Soegiharto Santoso selaku Saksi dari Hartanto mengatakan, sebagai Saksi meringankan, pihaknya memiliki barang bukti berupa Notebook merek Samsung dengan model: NP530U4C berwarna Silver dengan S/N : HR1A91EC600142V Tahun Juni 2012.

Menurut pria yang akrab disapa Hoky ini, notebook tersebut diduga digunakan oleh HT untuk berkomunikasi dan menerima perintah-perintah dari pihak lainnya.

"Untuk itu kami sudah melakukan digital forensik ke Kominfo sebagai bahan pembuktian bahwa diduga ada pihak-pihak lain yang lebih bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut", ujar Hoky yang ikut mendampingi Hartanto saat membuat Laporan Polisi di PMJ.

Hoky menjelaskan, secara formal, selaku Direktur Utama PT. Pazia Retailindo, Hartanto memang melakukan kesalahan, yaitu ada unsur kelalaian.

"Akan tetapi harus diungkap secara transparan tentang siapa yang bersalah secara materiil, yaitu para pihak yang secara sengaja melakukan kesalahan tersebut, serta perlu diungkap secara menyeluruh tentang siapa yang memerintah, siapa yang melakukan serta siapa yang memperoleh keuntungan secara ekonomi atas perbuatan tersebut", terangnya. 

Artinya, menurut Hoky, itu (penetapan status tersangka) tidak berkeadilan jika hanya karena jabatan, karena secara jabatan pasti Hartanto harus menanda-tatangani surat faktur pajak yang diduga sudah dipalsukan.

"Padahal beliau tidak menerima keuntungan apapun, bahkan menurut pengakuan Pak Hartanto, sepanjang 2015 tidak menerima gaji dari PT. Pazia Retailindo", jelasmya.

"Saya selaku Ketua Umum APKOMINDO sangat prihatin atas nasib anggota kami dan sebagai sesama pengusaha keberatan jika untuk urusan perpajakan para pengusaha dijadikan tersangka, oleh karena itu saya terpanggil untuk membantu di BAP di Kanwil Jakut", tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Winner, SH. selaku Kuasa Hukum Hartanto  mengungkapkan, bahwa pelaporan ini dibuat sekaligus untuk membuka kasus ini supaya terang-benderang. Siapa orang di belakang HT yang terlibat dalam dugaan pemalsuan faktur pajak dan invoice perusahaan?

"Sekaligus untuk bisa memastikan, ada sinergi penyelidikan pihak kantor pajak dan kepolisian atas kasus ini. Target utama kita mengungkap siapa pelaku dan motif pemalsuan dokumen perusahaan, serta pihak mana yang diuntungkan dari pemalsuan dokumen pajak tersebut", ungkap Winner.

Winner menandaskan, Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini sebenarnya menjadi dasar untuk melihat berapa kerugian negara akibat tunggakan pajak PT. Pazia Retailindo. "Tanpa ada SKP, kantor pajak keliru menetapkan seseorang menjadi tersangka jika kerugian negara belum ditetapkan", tandas Winner.

Untuk diketahui, selain Hartanto, 2 (dua) orang mantan petinggi PT. Pazia Retailindo, yakni Yuliasiane Sulistiyawati selaku Komisaris dan Sutji Listyorini selaku Direktur juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kanwil DJP Jakarta Utara atas tuduhan dugaan tindak pidana perpajakan. *(***)*

Jumat, 26 Februari 2021

Sejumlah Nasabah Korban Kasus Kresna Life Resmi Ajukan Kasasi



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Beberapa nasabah korban gagal bayar Asuransi Jiwa Kresna (AJK) akhirnya memilih mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI menyusul putusan sidang Homologasi perkara PKPU No: 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst dianggap merugikan nasabah. Salah satunya adalah Soegiharto Santoso, pihak yang mewakili isterinya sebagai pemegang dua polis asuransi Kresna Life, Kamis (25/2/2021) resmi mendaftarkan gugatan kasasinya ke Mahkamah Agung RI didampingi pengacara Otto, SH. 

“Kami tentu saja menghormati keputusan PN Jakarta Pusat, namun karena isi perjanjian perdamaiannya tidak berkeadilan maka kami menempuh upaya hukum Kasasi ini sebagai pembelajaran. Terlebih sebelumnya saya sudah berkirim surat sampai dua kali untuk mempertanyakan isi perjanjian dan berharap ada perubahan salah satu pasal saja, tapi semua itu tidak dilakukan makanya saat ini kami ajukan kasasi", ungkap Soegiharto dalam keterangan pers yang dikirim ke redaksi, Kamis (25/02/2021).

Soegiharto yang juga berprofesi sebagai wartawan ini mengatakan, pihaknya berharap agar pihak nasabah korban Kresna Life yang sudah menyetujui putusan sidang Homologasi agar tetap memberi dukungan atas upaya hukum kasasi yang ditempuhnya.

“Jika kasasi ini diterima dan berhasil maka yang akan menikmatinya juga kan semua nasabah. Selian dari itu,  jangan ada asumsi bahwa jika ada proses kasasi maka nantinya tidak akan ada pembayaran cicilan dana kepada nasabah. Karena cicilan pembayaran tetap harus berjalan", kata Hoky sapaan akrabnya.

Mengenai peluang dikabulkannya gugatan kasasi, Hoky mengaku yakin pihaknya bakal menang, karena peluangnya besar. “Keadilan dan kebenaran itu akan terungkap. Jadi kita jangan pesimis. Jangan beranggapan bahwa kalau sudah diputus homologasi nanti juga kasasi akan sia-sia", ujar Hoky yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan di DPP Serikat Pers Republik Indonesia. 

"Segala sesuatu yang kita upayakan menuju kebenaran dan menuju keadilan akan berhasil. Kalau ditanya keyakinan, saya sangat-sangat yakin sekali", tandasnya.

Sementara itu, Otto, SH. selaku Kuasa Hukum para nasabah menegaskan, proses hukum yang diambil oleh para kliennya sudah sesuai alur hukum yang berlaku di Indonesia.

“Kami melihat bahwa isi perjanjian perdamaian ada yang kurang adil terhadap pemegang polis. Kami juga melihat ada beberapa kejanggalan di dalam proses hukumnya sendiri. Ini adalah proses pembelajaran dan proses hukum yang ada di kita. Jadi kalau misalnya keputusannya berujung pailit, maka itu juga berguna untuk semua nasabah", tegas Otto. *(Ys/HB)*

Sabtu, 20 Februari 2021

Putusan PKPU Dianggap Tak Adil, Korban Nasabah Kresna Life Akan Ajukan Kasasi



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang Homologasi kasus gagal bayar dana nasabah PT. Asuransi Jiwa Kresna (PT AJK) atau Kresna Life dalam Perkara PKPU Nomor: 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.PSt di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis 18 Februari 2021 telah berakhir. Namun, putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim dianggap belum berkeadilan, karena isi dari perjanjian dianggap akan merugikan nasabah korban Kresna Life.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua majelis hakim Tuty Haryati, SH., MH. didampingi Hakim Anggota Bambang Nurcahyono, SH., Mhum dan Agung Suhendro, SH., MH. serta Panitera Pengganti Aldino Heryanto, SH., MH. tersebut, sempat disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Tuty Haryati kepada para pihak, yakni jika ada yang tidak puas dengan putusan ini bisa mengajukan upaya hukum. 

Ir. Soegiharto Santoso selaku salah-satu perwakilan nasabah korban Kresna Life menyampaikan kekecewaannya saat mengikuti sidang putusan PKPU tersebut. Yang mana, Menurut Hoky, sapaan Ir. Soegiharto Santoso, tidak melihat dalam sidang tersebut hadirnya para tim pengurus dan tidak terlihat kehadiran pengacara Dr. Benny Wullur SH., MH. selaku kuasa hukum Pemohon.


“Tentunya kita menghormati keputusan yang diambil majelis hakim, namun ada beberapa nasabah yang akan melakukan upaya hukum lain yakni Kasasi atau Peninjauan Kembali terhadap putusan tersebut. Saya sendiri turut juga mengritisi jalannya sidang yang tidak dihadiri para tim pengurus", terang Hoky usai sidang putusan, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2021).

“Saya dan beberapa teman-teman pasti akan melakukan upaya hukum kasasi karena ada banyak kejanggalan, diantaranya sehari sebelum dilakukan voting yaitu hari Minggu, tanggal 31 Januari 2021 diatas Pk 22.00, pengiriman perjanjian perdamaian baru dikirim ke para nasabah, sementara keesokan pagi Pk 09.00 harus voting penentuan. Ini kan tindakan yang tidak berprikemanusiaan terhadap para nasabah yang berusia lanjut, yang sedang sakit, serta yang berdomisili di luar kota, yang sangat tidak mungkin hadir dengan waktu yang sangat berdekatan. Untuk menunjuk kuasa hukum untuk hadir kan tidak memungkinkan karena waktu sudah malam sementara isi perjanjiannya harus dipelajari dan ternyata sangat tidak berkeadilan", lanjut Hoky yang juga berprofesi sebagai wartawan dan menjabat Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI).

Ia juga menerangkan, bahwa pihaknya telah dua kali bersurat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ketua Majelis Hakim, Hakim Pengawas, Kahumas PN JakPus, Pejabat Pembuat Komitmen PN JakPus dan Direktur Operasional PT AJK serta Tim Pengurus terkait peristiwa dimana dirinya menjadi saksi dalam proses voting. Menurutnya, saat itu ada provokasi dari salah satu tim pengurus, sehingga hampir terjadinya perkelahian.

“Saya juga sudah bersurat kepada  Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar berkenan menyimpan dengan baik rekaman CCTV sebagai bukti rekaman peristiwa kericuhan didalam proses perhitungan hasil voting pada hari Senin, tanggal 01 Februari 2021, berkisar pada Pk 19:16 hingga Pk 19:22, agar supaya jika suatu saat dibutuhkan oleh pihak berwenang dapat diserahkan sebagai bukti rekaman CCTV", terangnya juga.

Dijelaskannya, bahwa didalam surat tersebut, pihaknya juga sudah mempertanyakan tentang alasan dimana kejadian tersebut tidak ada dalam rekaman video Youtubenya (hanya ada direkaman CCTV), padahal sejak awal telah disebutkan oleh tim pengurus, bahwa semuanya bisa dilihat melalui channel youtube.


Hoky juga menjelaskan, pada awalnya, inti dari isi surat yang dilayangkannya, adalah untuk meminta dilakukan sedikit revisi isi surat perjanjian perdamaian pada Pasal 8.4. dengan menghapuskan kalimat pada bagian tulisan yang berbunyi: 'karenanya, jika terjadi percepatan pemulihan kondisi perekonomian Indonesia, maka Perseroan dapat melakukan percepatan penyelesaian tagihan kepada kreditor secara lebih awal/cepat, begitu juga sebaliknya jika ternyata terdapat kendala/hambatan dalam melakukan proses penjualan aset-aset investasi milik Perseroan yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya pembayaran sesuai Skema Penyelesaian yang diatur dalam Pasal 4, maka sisa persentase dari tagihan yang tidak dapat dipenuhi akan diselesaikan pada jadwal berjalan berikutnya sampai dengan Tanggal Pelunasan Akhir. Sebab jika hal itu tidak dihapuskan, maka akan ada peluang sisa persentase dari Tagihan yang tidak dapat dipenuhi tersebut dijadwal ulang lagi dan akan berlangsung secara berulang-ulang dan tidak ada kepastian hukum dalam penyelesaian tagihan kepada Kreditornya'.

“Untuk itu saya minta dihilangkan bagian ini saja, meskipun masih sangat banyak isi perjanjian yang tidak berkeadilan, tapi hanya untuk menghapuskan bagian tersebut saja tidak dilakukan, sehingga hal ini patut diduga telah mencerminkan adanya itikad tidak baik dari pihak Debitur", jelas Hoky juga.

Hoky menegaskan, bahwa untuk kejanggalan-kejanggalan lainnya akan diuraikan secara lengkap kedalam surat memori Kasasi yang sedang disusun oleh pengacara Otto, SH dan teman-temannya.

“Pak Otto, SH. saat ini sedang menyusun surat memori kasasinya dan kami yakin serta percaya permohonan kami akan dikabulkan pada tingkat Kasasi nanti. Sebab, sangat banyak kejanggalan dalam proses PKPU ini sejak dari awalnya dan fakta sangat nyata tentang isi surat perjanjian perdamaian yang tidak berkeadilan", tegasnya.

"Saya juga memohon maaf kepada teman-teman yang merasa khawatir karena kami melakukan upaya hukum lanjutan ini, tujuan kami juga menginginkan kepastian hukum yang berkeadilan. Di sini kami sampaikan juga, bahwa apa yang kami lakukan yakni upaya hukum lanjutan tidak akan berdampak pada proses pembayaran dari pihak Kresna, sampai nanti ada putusan, sehingga sangat berbeda dengan proses PKPU. Untuk itu, kami juga memohon doa restunya", pungkas Hoky. *(HGM/HB)*