Minggu, 21 Juni 2020

Dewan Kembali Soroti Keseriusan Pemkot Bersihkan Prostitusi Dari Kota Mojokerto

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik.


Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Meski "Deklarasi Bersih Prostitusi" telah digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto bersama Pemprov Jatim pada 29 Mei 2016 silam yang hingga menutup 'Lokalisasi Balong Cangkring'. Namun seiring berjalannya waktu, bermunculan ratusan tempat-tempat hiburan malam dan rumah-rumah kos yang diduga menjadi sarang tempat mesum.

Bak cendawan di musim hujan, ratusan rumah kos dan tempat hiburan malam yang terindikasi digunakan sebagai kedok tempat mesum, bermunculan di Kota Mojokerto. Terbayang, Kota Mojokerto yang hanya memiliki luas wilayah sekitar 20 Km² telah bercokol 669 rumah kos dan tempat hiburan malam.

Tidak hanya di sudut-sudut ataupun di pinggiran kota saja, mereka kini bercokol di kawasan jalan raya, bahkan di dekat rumah ibadah sekalipun. Hal itu, tentunya membuat warga sekitanya merasa was-was dan khawatir atas perkembangan kejiwaan anak mereka, terutama generasi muda yang mulai menginjak usia remaja dan beranjak dewasa.

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik menyatakan, atas menjamurnya rumah-rumah kos dan tempat-tempat hiburan malam itu, pihaknya kembali meragukan keseriusan Pemkot Mojokerto dalam memberantas bisnis esek-esek terselubung di Kota Onde-onde ini. Padahal, "Deklarasi Bersih Prostitusi" telah digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto bersama Pemprov Jatim pada 2016 silam 

"Seharusnya, dengan 'Deklarasi Kota Mojokerto Bersih Prostitusi' pada 29 Mei 2016 yang silam dan masih dikuati dengan banyaknya personil Pol PP, saat ini Kota Mojokerto sudah benar-benar clear dari prostitusi", ujar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik kepada Harian BUANA, Minggu (21/06/2020) pagi.

Junaedi Malik mengungkapkan, pihaknya merasa prihatin setelah menerima beberapa informasi tentang adanya sejumlah rumah-kos dan tempat hiburan malam yang terindikasi disalah-gunakan sebagai sarang tempat mesum.

"Kami sangat prihatin mendengar indikasi adanya kos-kosan, tempat hiburan malam dan karaoke yang diduga disalah-gunakan di 'Kota Kecil' yang telah berkomitmen membangun masyarakat yang bermoral ini. Bagaimanapun, tidak bisa dibiarkan di kota ini muncul celah praktek esek-esek terselubung", ungkap Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik.

Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik, maraknya rumah-rumah kos yang diduga dijadikan sarang mesum itu merupakan salah-satu dampak dari kian maraknya tempat hiburan malam dan tempat karaoke.

"Ini mungkin salah-satu dampak dari semakin menjamurnya tempat hiburan malam dan tempat karoake. Sementara Pemda kurang tanggap dan tidak tegas menghadapi persoalan itu", duga Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik.

Terkait itu, tokoh muda NU Kota Mojokerto yang 3 (tiga) periode menjabat sebagai Anggota DPRD Kota Mojokerto ini menekankan, supaya Pemda setempat segera melakukan langkah-langkah pemberantasan dan pencegahannya.

"Dikhawatirkan menimbulkan pengaruh negatif bagi generasi muda, khususnya generasi muda Kota Mojokerto. Kami tekankan, Pemkot dan dinas terkait harus cepat ambil langkah yang taktis dan tegas untuk menghadang perilaku negatif yang sangat meresahkan masyarakat dan tidak baik bagi perkembangan moral generasi muda", tekan Junaedi Malik.

Junaedi Malik menegaskan, untuk menghindarkan kota ini menjadi sarang esek-esek terselubung, Wali Kota dan jajarannya harus bisa menunjukkan tindakan tegas. Ditegaskannya pula, bahwa membangun dan mengayomi moral masyarakat adalah merupakan komitmen visi-misi Wali Kota Mojokerto.

"Wali Kota melalui dinas terkait yaitu Pol PP bisa bekerja-sama dengan Kepolisian dan unsur elemen lain untuk mengadakan penertiban, pemantauan dan pengawasan secara rutin serta berkala pada tempat-tempat yang berpotensi disalah-gunakan", tegas Junaedi Malik.

Bukan hanya rumah-kos berskala kecil dan ala kadarnya saja, lanjut Junaidi Malik, bahkan ada rumah kos berkelas dengan fasilitas mendekati losmen dan hotel dengan sistem bayar harian yang terindikasi menjadi sarang mesum.

"Selain 'Deklarasi Kota Mojokerto Bersih Prostitusi' pada 29 Mei 2016 dan dikuati dengan banyaknya personil Pol PP, Kota Mojokerto sudah memiliki Perda (Red: Peraturan Daerah) tentang Pendirian Tempat Kos maupun Perda yang mengatur tentang Ketertiban Umum. Serharusnya, ini sudah bisa dijadikan dasar pijakan bagi Pemkot melalui dinas terkait untuk melakukan pencegahan, pembinaan maupun penindakan", lanjutnya.

Ditandaskannya, bahwa dalam kedua Perda tersebut telah banyak syarat dan aturan yang harus dipenuhi. Bahkan, sampai dengan mengatur ketatnya latar-belakang calon penghuni, darimana asal dan untuk tujuan apa menetap di Kota Mojokerto yang didukung dokumen data kependudukan dan data keluarga yang 'mutlak' harus bisa dilengkapi.

"Aturan sebagaimana dalam Perda telah ada, anggaran operasional ada, sarana-prasarana ada dan perangkat penegak Perda yang beberapa waktu lalu bahkan dikuati sekitar puluhan personil juga ada. Namun demikian, sarang mesum berkedok kos-kosan masih marak saja. Akan kita kejar itu nanti dalam Paripurna", tandas Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik.

Selain itu, tambah Junaedi Malik, dalam aturan pun juga telah mengatur keterlibatkan fungsi dan peran tokoh masyarakat atau RT/RW yang mempunyai andil dalam berpartisipasi untuk ikut mengawasinya.

"Artinya, pengusaha kos harus terbuka untuk berkordinasi dan menyampaikan pemberitahuan adanya penghuni kos kepada ketua RT dan RW dengan didukung dokumen data kependudukan yang memadai serta maksud tujuan secara berkala sesuai perkembangan keluar masuknya penghuni kos", tambahnya.

Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Junaedi Malik, dengan landasan kedua Perda tersebut, terlebih dengan telah digelarnya  "Deklarasi Kota Mojokerto Bersih Prostitusi" pada 29 Mei 2016 yang silam dan masih dikuati dengan banyaknya personil Pol PP itu, seharusnya saat ini Kota yang hanya memiliki luas wilayah sekitar 20 Km persegi yang terdiri dari 3 Kecamatan dan terbagi dalam 18 Kelurahan ini sudah benar-benar clear dari prostitusi.

"Insya ALLAH..., dengan penegakan Perda, prostitusi bisa dibersihkan. Artinya, ini diperlukan komitmen dan keseriusan Wali Kota untuk menjadi garda terdepannya", tegas Junaedi Malik.

Menurutnya pula, agar fungsi pengawasan terhadap rumas-rumah kos dan tempat hiburan malam bisa dikendalikan dengan baik oleh Pemerintah melalui dinas terkait, maka harus berkoordinasi lebih efektif dan terintegrasi dengan pihak Kepolisian maupun unsur masyarakat.

"Dengan demikian, celah penyalah-gunaan tempat-kos untuk tempat tempat esek-esek terselubung bisa dihindari sejak dini. Artinya, terletak pada komitmen dan keseriusan Pemkot", cetusnya.

Kembali ditandaskannya, dengan lebih mengektifkan kerja-sama terintegrasi, rumah-rumah kos dan tempat hiburan malam akan tetap menjadi tempat potensi ekonomi bagi masarakat dengan tetap aman, nyaman, tertib serta tetap menjunjung tinggi aturan dan nilai moral.

"Pemkot harus tegas. Ini demi mendukung terwujudnya masyarakat yang bermoral dan jauh dari perilaku kemaksiatan serta mewujudkan Kota Mojokerto yang aman, tertib dan bermoral. Amiin...", tandas Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik. *(DI/HB)*

Rabu, 16 Oktober 2019

KPK Tahan Bupati Indramayu Supendi

Bupati Indramayu Supendi saat keluar dari kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan sudah mamakai rompi khas Tahanan KPK warna oranye, Rabu (16/10/2019) dini-hari.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberamtasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Indramayu Supendi dan 3 (tiga) Tersangka lain atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pemerintah pada Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu, Rabu (16/10/2019) dini-hari.

Usai menjalani serangkaian  pemeriksaan secara intensif, Rabu (16/10/2019) dini-hari sekitar pukul 03.05 WIB, Supendi tampak keluar dari kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan dengan mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye dan dengan kedua tanganya diborgol.

Bupati Indramayu Supendi sempat menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indramayu, karena belum bisa membuat perubahan. Ia berharap, atas kejadian yang menimpanya, kedepan akan banyak perubahan di Indramayu.

"Saya mohon kepada masyarakat Indramayu saya belum bisa bawa perubahan. Insya ALLAH dengan saya di KPK ini akan banyak perubahan yang terjadi di Indramayu", kata Supendi, didepan gedung KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019) dini hari.

Sementara itu, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, guna kepentingan penyidikan, KPK menahan Bupati Indramayu Supendi dan 3 Tersangka lainnya di Rumah Tahanan (Rutan) berbeda selama 20 (dua puluh) hari pertama.

Tiga orang Tersangka lainnya tersebut, yakni Omarsyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Indramayu, Wempy Triyono selaku Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu dan Carsa selaku pihak swasta (kontraktor).

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari pertama terhadap 4 orang Tersangka", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

KPK menyangka, Supendi, Omarsyah dan Wempy diduga menerima uang dari Carsa dalam jumlah yang berbeda-beda. Uang itu diberikan diduga berkaitan dengan 7 (tujuh) proyek pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu dengan nilai total kurang-lebih Rp. 15 miliar.

CAS diketahui mendapatkan 7 proyek pekerjaan pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu dengan nilai proyek Rp. 15 miliar. Ketujuh proyek pembangunan jalan itu dikerjakan CV Agung Resik Pratama dan juga pinjam bendera ke perusahaan lain.

KPK menyangka, Supendi selaku Bupati Indramayu diduga menerima uang Rp. 200 juta, Omarsyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Indramayu diduga menerima total Rp. 350 juta, sedangkan Wempy Triyono selaku Kepala Bidang Jalan pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu diduga menerima Rp. 560 juta dalam 5 (lima) kali pemberian selama bukan Agustus hingga Oktober 2019.

Uang-uang tersebut mereka terima dari Carsa AS (CAS), pihak swasta (kontraktor) yang mengerjakan proyek pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu diduga merupakan bagian dari komitmen fee 5 – 7 % (persen) dari nilai proyek.

Dalam perkara ini, Supendi selaku Bupati Indramayu, Omarsyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Indramayu dan Wempy Triyono selaku Kepala Bidang Jalan pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Carsa selaku pihak swasta (kontraktor), ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap Supendi, Omarsyah dan Wempy, KPK menyangka, ketiga Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Carsa, KPK menyangka, tersangka Carsa diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*


Selasa, 15 Oktober 2019

Banyak Kepala Daerah Terjaring OTT KPK, Mendagri: Yang Salah Oknumnya

Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Menteri Dalam Negeri (Menteri Dalam Negeri) Tjahjo Kumolo tak habis pikir atas masih banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini, disampaikan Mendagri Tjahyo Kumolo saat menanggapi terjaringnya Bupati Indramayu Supendi dalam OTT tim Satuan Tugas (Satgas) KPK pada Senin (14/10/2019) malam.

"Itu yang saya sedih dan cukup prihatin ya. Selalu saya mengatakan, ini yang terakhir, yang terakhir, tapi kok ya terus?", ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Istana Wakil Presiden – Jakarta, Selasa 15 Oktober 2019.

Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, Kemendagri bersama KPK telah berkali-kali menyosialisasikan area rawan korupsi kepada seluruh Gubernur, Wali Kota dan Bupati. Terkait itu, Mendagri heran atas masih saja ada kepala daerah yang tertangkap karena kasus korupsi.

Mendagri Cahyo Kumolo pun bertambah heran lantaran kepala daerah yang terjaring OTT KPK modusnya sama, yakni permainan anggaran pembiayaan proyek atau menerima suap agar rekanan mereka di pihak swasta bisa mendapat proyek.

Tjahjo Kumolo menegaskan, dalam hal ini partai dan Pemerintah Pusat tak bisa disalahkan. Sebab, korupsi yang dilakukan Kepala Daerah adalah murni perilaku oknum. Ditegaskannya pula, partai juga sudah berupaya mencegah kadernya yang menjabat kepala daerah untuk korupsi.

"Yang salah juga bukan pemerintahannya, oknumnya, pelakunya. Mudah-mudahan semua mengikuti media, membaca berita jadi saling hati-hati. Saling mengingatkan di antara kita. Saya sama Pak Dirjen juga saling mengingatkan. Terus hati-hati, angan ada monopoli", tegas Mendagri.

"Saya hanya bisa mengingatkan ya, mari sama-sama mengingatkan, termasuk diri saya untuk hati-hati terhadap area rawan korupsi. Sama kasusnya, hampir sama. Urusan-urusan proyek, monopoli proyek, fee proyek, perencanaan anggaran, kami sedih, kami prihatin", tandasnya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Bupati Indramayu Supendi dan 3 (tiga) orang lain sebagai Tersangka, kemudian menahannya. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Indramayu Omarsyah, Kepala Bidang Jalan pada Dinas PUPR Indramayu Wempy Triyono dan pihak swasta bernama Carsa AS.

Supendi, Omarsyah dan Wempy ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Carsa ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

"KPK meningkatkan status perkara ke tingkat penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka", tegas Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019) malam.

Mereka terjerat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengaturan sejumlah proyek pemerintah di Dinas PUPR Pemkab Indramayu.

Terhadap Supendi, Omarsyah dan Wempy, KPK menyangka, ketiga Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Carsa, KPK menyangka, tersangka Carsa diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*


KPK Tetapkan Bupati Indramayu Supendi Dan 3 Orang Lainnya Sebagai Tersangka Suap Proyek Pada Dinas PUPR

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan bersama petugas KPK saat menunjukkan barang bukti perkara dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) menetapkan Supendi selaku Bupati Indramayu dan 3 (tiga) orang lainnya sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait proyek pemerintah pada di Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu, Selasa (15/10/2019) malam.

Wakil Ketua KPK Basariah Panjaitan menerangkan, KPK menyangka, Supendi selaku Bupati Indramayu diduga telah menerima suap untuk memuluskan pihak swasta mendapatkan proyek pemerintah pada Dinas PUPR  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu.

"Sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan, KPK menetapkan 4 orang tersangka", terang Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019) malam.

Tiga orang Tersangka lainnya tersebut, yakni Omarsyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Indramayu, Wempy Triyono selaku Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu dan Carsa selaku pihak swasta (kontraktor).

Dalam perkara ini, Supendi selaku Bupati Indramayu, Omarsyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Indramayu dan Wempy Triyono selaku Kepala Bidang Jalan pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Carsa selaku pihak swasta (kontraktor), ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

KPK menduga, Supendi, Omarsyah dan Wempy diduga menerima uang dari Carsa dalam jumlah yang berbeda-beda. Uang itu diberikan diduga berkaitan dengan 7 (tujuh) proyek pada Dinas PUPR Pemkab Indramayu dengan nilai total kurang-lebih Rp. 15 miliar.

Terhadap Supendi, Omarsyah dan Wempy, KPK menyangka, ketiga Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Carsa, KPK menyangka, tersangka Carsa diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*


KPK OTT Bupati Indramayu Supendi

Ketua KPK Agus Rahardjo


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diinformasikan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Indramayu – Provinsi Jawa Barat, Senin (14/10/2019) malam.

Dikonfirmasi informasi adanya kegiatan super-senyap yang digelar tim Satgas Penindakan KPK tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo tak menampiknya. Diterangkannya, saat ini sudah ada 5 (lima) orang yang dibawa ke kantor KPK untuk menjalani serangkaian proses pemeriksaan secara intensif.

"Betul, KPK ada giat di Indramayu. Mulai (Senin, 14/10/2019) sekitar pukul 22.40 WIB, tim KPK melakukan OTT di wilayah Kabupaten Indramayu. Sekitar 5 (lima) orang sudah dibawa ke gedung KPK", terang Ketua KPK Agus Rahardjo kepada wartawan di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019) pagi.

Menurut Agus Rahardjo, mereka terjaring OTT terkait praktek dugaan tindak pidana korupsi suap sejumlah uang dari rekanan kepada Bupati Indramayu untuk mendapatkan pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu.

Sementara itu, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, penangkapan Bupati Indramayu Supendi dilakukan di Kabupaten Indramayu pada Selasa (15/10/2019) dini-hari sekitar pukul 03.00 WIB. Total, ada 8 (delapan) orang yang diamankan tim Satgas Penindakan KPK dalam OTT tersebut.

"Unsurnya Bupati, Ajudan, pegawai, rekanan dan Kepala Dinas dan beberapa pejabat Dinas PU lain", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantor KPK, Selasa (15/10/2019) pagi.

Ditegaskannya, 5 (lima) dari 8 (delapan) orang yang diamankan dalam OTT tersebut, saat ini sudah dibawa ke kantor KPK untuk menjalani serangkaian pemeriksaan secara intensif. Sementara 3 orang lainnya masih dalam perjalanan menuju markas KPK.

Selain itu, dalam OTT tersebut, tim Satgs penindakan KPK juga berhasil menyita uang ratusan juta rupiah diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara. "Dalam kegiatan OTT tersebut, tim KPK menyita uang sekitar seratusan juta diduga barang bukti perkara", jelas Febri.

Kedelapan orang yang terjaring OTT tim Satgas Penindakan KPK tersebut masih berstatus terperiksa. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status perkara dan status hukum kedelapan orang itu. *(Ys/HB)*