Baca Juga
Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-5 (lima) kasus dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar dengan terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Selasa (26/09/2017) pagi, selain menghadirkan beberapa saksi dari kalangan Apatatur Sipil Negara (ASN) dilingkup Pemkot Mokokerto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 2 (dua) saksi kalangan Legislatif setempat.
Ke-2 saksi dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto yang dihadirkan JPU KPK dalam persidangan kasus Tipikor dugaan 'suap' dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Kota Mojokerto tersebut yakni Mochamad Harun dan Ita Primaria Lestari asal Partai Gerindra. Hanya saja, kesaksian dalam sidang yang diberikan oleh ke-2 politisi partai Gerindra tersebut justru dianggap berbelit-belit oleh JPU KPK. Bahkan, JPU KPK menilai kesaksian yang diberikan oleh ke-2 Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut cenderung berlokak-belakang dengan keterangan yang mereka sampaikan ketika di BAP penyidik KPK.
Termasuk ketika ke-2 saksi tersebut dimintai kesaksiannya terkait aliran dana 'komitmen fee proyek Jasmas', terlebih saat menjawab pertanyaan JPU KPK terkait jatah 'uang triwulan dewan'. Saking berbelit-belitnya kesaksian yang diberikan oleh ke-2 politisi tersebut, hingga membuat JPU KPK Iskandar Marwanto dan Arin K mengeluarkan teguran (peringatan) keras tethadap keduanya. “Keterangan saudara tidak sama dengan keterangan yang ada dalam BAP (Red: Berita Acara Pemeriksaan). Yang benar mana...!?", tegur JPU KPK, Arin K seraya meminta saksi Mochamad Harun memperjelas keterangannya.
Meski demikian, Mochamad Harun tetap saja beberapa kali menyatakan jika dirinya tidak tahu-menahu soal 'uang komitmen fee proyek Jasmas' yang diminta Dewan maupun 'uang setoran triwulanan' untuk jatah Dewan. "Saya tidak mengetahui itu, hanya mendengar. Tapi dari siapa, saya lupa", kelitnya.
Mendapati kesaksian dari Anggota Komisi I DPRD Kota Mojokerto tersebut, JPU KPK Arin K menegur Mochamad Harun dengan menyebutkan keterangan yang sudah diberikannya ketika di BAP oleh penyidik KPK. “Dalam BAP saudara menyatakan mengetahui tentang komitmen fee, angkanya 7 persen sampai 8 persen”, telisik Arin K.
Ironisnya, meski Anggota Komisi I DPRD Kota Mojokerto itu tak mengelak saat JPU KPK membeber data sasaran proyek Jasmas yang diusulkan Mochamad Harun dengan total nilai. Rp 1 miliar, namun terkait istilah jatah 'uang triwulan' Dewan tersebut, Mochamad Harun
berkelit dengan menyatakan jika istilah triwulan yang ia ketahui merupakan program triwulan. “Titik sasarannya sudah saya serahkan sekitar bulan Oktober 2016 lalu. Triwulan itu saya kira bentuk program”, kelitnya pula.
Mendapati kesaksian yang dirasa masih berbelit tersebut, membuat JPU KPK kembali membeber BAP Mochamad Harun saat diperiksa penyidik KPK beberapa waktu sebelumnya, seraya mengingatkan agar Mochamad Harun tak berbelit lagi. "Ingat, saudara (Red: sebagai saksi) dibawah sumpah. Keterangan saudara yang berbeda dengan BAP akan menyulitkan saudara sendiri", tegur JPU KPK, Arin K.
Sementara ketika JPU KPK mempertanyakan soal bagi-bagi uang Rp. 5 juta yang telah diterima oleh setiap anggota DPRD Kota Mojokerto, baik Mochamad Harun maupun Ita Primaria Lestari tak dapat menepisnya. Namun demikian, keduanya tak mengiyakannya begitu saja. Melainkan, keduanya mengaku jika diri mereka tak tahu-menahu tentang asal-muasal uang tersebut. “Diberitahu ketua fraksi (Red: Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Mojokerto, Dwi Edwin Endar Praja) kalau ada rejeki Rp 5 juta. Dan uang itu kemudian digunakan untuk buka bersama sekitar 200 orang, warga dan konstituen", aku Mochamad Harun yang diamini Ita Primaria Lestari.
Anehnya..., baik Mochamad Harun maupun Ita Primaria Lestari mengakui jika uang Rp. 5 juta yang mereka terima bukanlah uang penghasilan resmi Anggota DPRD Kota Mojokerto, namun keduanya bersikukuh tidak tahu-menahu sumber dari uang tersebut. Demikian juga saat keduanya dicecar terkait proyek Jasmas tahun 2016, meski Mochamad Harun maupun Ita Primaria Lestari tak menampik jika keduanya mendapat jatah proyek senilai Rp. 650 juta yang dibagi-bagi dalam beberapa titik sasaran proyek, namun keduanya mengaku jika tidak menerima fee dari proyek tersebut. “Tapi saya tidak menerima fee untuk Jasmas 2016 itu", ujar Harun.
Selain ke-2 Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, sidang kasus dugaan 'suap' dengan terdawa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto ini, JPU KPK juga menghadirkan 4 (empat) orang saksi dari kalangan Aparatur Sipil Negeri (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Mojokerto. Ke-empat PNS dimaksud, yakni: (1). Bhekti, Kabid Anggaran pada BPPKA Kota Mojokerto; (2). Riyanto, Kabid Perbendaharaan pada BPPKA Kota Mojokerto; (3). Ferry, PPK Proyek PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto; dan (4). Yustian Hadi, PPK Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto.
Selain mencecar dengan puluhan pertanyaan terkait mekanisme pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS 2017, JPU KPK juga mencecar ke-4 saksi dari kalangan PNS Pemkot Mojokerto tersebut dengan puluhan pertanyaan tekait realisasi proyek Jasmas 2017. Selain itu, dalam sidang kasus dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah anggaran proyek pembungan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar ini, oleh Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Mukti, terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febrianto yang didampingi Penasehat Hukum Suryono Pane, juga diberi kesempatan untuk menanyakan beberapa hal terkait kasus yang menjadikannya terdakwa kepada beberapa saksi yang dihadirkan.
Sementara itu, sedianya sidang ke-5 (lima) kasus dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar dengan terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto ini, selain menghadirkan 2 saksi dari kalangan legislatif dan 4 (empat) saksi dari kalangan PNS Pemkot Mojokerto tersebut, JPU KPK juga menghadirkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai saksi dalam kasus tersebut. Hanya saja, orang nomor satu dijajaran Pemkot Mojokerto ini berhalangan hadir, karena tengah mengikuti kegiatan Kementerian PAN dan RB ke negara Eropa Timur sejak Senin (25/09/2017) kemarin.
Seperti diketahui, terkuaknya kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) 'suap' pengalihan dana-hibah (DAK/ Dana Alokasi Khusus) anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar dialihkan (ditambahkan) ke proyek Penataan Lingkungan atau diseplit dengan nama proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar sehingga menjadi bernilai Rp. 26 miliar ini terungkap kepermukaan, setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tersangka/ terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan 3 (tiga) tersangka/ terdakwa lain selaku Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada Jumat (16/06/2017) tengah malam - Sabtu (17/06/2017) dini hari. Ketiganya, yakni Purnomo (PDI-P) selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, tersangka/ terdakwa Abdullah Fanani (PKB) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Umar Faruq (PAN) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.
Bersama dengan ditangkapnya ke-4 (empat) tersangka/ terdakwa tersebut, tim Satgas OTT KPK juga berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 470 juta yang berasal dari pengusaha bernama Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dodi Setiawaan yang diduga digunakan oleh Wiwiet Febrianto untuk menyuap Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui ke-3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut. Diduga pula, dari uang Rp. 470 juta itu, Rp. 300 juta sedianya digunanakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto untuk membayar 'komitmen fee proyek Jasmas 2017' seperti yang telah disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan 'komitmen fee Jasmas' sebesar Rp. 150 juta telah dibayarkan sepekan sebelumnya, yakni Sabtu (10/06/2017). Sementara selebihnya, yakni Rp. 170 juta, diduga digunakan untuk memenuhi jatah rutin triwulanan dewan.
Atas dugaan tindak pidana korupsi 'suap' yang diduga telah diperbuat terdakwa, JPU KPK mendakwa, bahwa perbuatan terdakwa merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Sementara itu pula, kabar dilapangan menyebutkan, hingga saat ini proyek Jasmas 2017 Kota Mojokerto yang diplot senilai Rp. 26 miliar itu belum bisa terealisasikan. Pasalnya, semua Anggota DPRD Kota Mojokerto belum ada yang menyerahkan proporsal sasaran Jasmas 2017. Kabar yang berhembus, konon katanya... trauma pasca adanya OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam. *(DM/DI/Red)*
BERITA TERKAIT :
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng