Selasa, 29 Agustus 2017

Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara

Baca Juga


Wiwiet Febryanto terdakwa kasus OTT dugaan suap pengalihan dana hibah proyek pembangunan kampus PENS di Kota Mojokerto tahun anggaran 2017 saat menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (29/08/2017) siang.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Terdakwa Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto, menjalani sidang perdananya pada Selasa (29/08/2017) siang, di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda Surabaya. Dia dihadirkan dipersidangan Tipikor setelah berkas penyidikannya dianggap lengkap pasca dirinya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa saat setelah memberikan 'uang suap' kepada Pimpinan DPRD Kota Mojokerto untuk memuluskan pengalihan anggaran hibah proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 sebesar Rp. 13 miliar menjadi anggaran hibah proyek Penataan Lingkungan (proyek Jasmas) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 yang asalnya bernilai Rp. 13 miliar sehingga bernilai Rp. 26 miliar.

Terdakwa Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto dihadirkan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, didakwa melakukan 'suap' Rp. 450 juta kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memuluskan pengalihan anggaran (dana hibah) proyek pembangunan kampus PENS pada DPUPR pada Pemkot Mojokerto tahun 2017 sebesar Rp. 13 miliar menjadi anggaran (dana hibah) proyek Penataan Lingkungan (Jasmas) pada DPUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 sehingga bernilai Rp. 26 miliar. Mengejutkannya, dari proyek Penataan Lingkungan atau Jasmas yang benilai Rp. 26 miliar tersebut, setiap anggota dewan mendapatkan saweran atau 'fee proyek' dengan persentase bervariasi. Yakni 8%, 10% hingga 12%, bergantung pada kedudukannya.

Hal itu, terungkap dalam berkas materi dakwaan yang dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang perdana kasus ini. Dalam materi dakwaan itupun terungkap, bahwa sejak akhir Desember 2016 lalu telah terjadi kesepakatan antara DPUPR Pemkot Mojokerto dengan kalangan anggota dewan tentang 'komitmen fee' sekaligus persentase besaran 'fee' itu sendri. "Diakhir tahun 2016, sudah ada commitment fee Jasmas maupun triwulan", lontar JPU KPK dalam salah-satu dakwaannya.

Sebagaimana materi dakwaan tim JPU KPK yang dibacakan secara bergantian dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti yang sempat tercatat wartawan dalam sidang perdana kasus OTT 'suap' dugaan pengalihan anggran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar ini, diantaranya yakni JPU KPK Iskandar Marwanto, Subari Kurniawan dan Tri Anggoro Mukti secara bergantian membacakan materi dakwaannya terhadap Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febrianto yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Suryono Pane dan tim.  Yang mana, secara gamblang JPU KPK membeberkan kronoligi tindak pidana 'suap' yang dilakukan terdakwa Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto bersama Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dan 2 (dua) Wakil Ketua DPRD Mojokerto, yang tak lain adalah Umar Faruq dan Abdullah Fanani.

Dalam materi dakwaannya, tim JPU KPK membeberkan pertemuan antara terdakwa Wiwiet Febrynto selaku Kepala Dinas PUPR bersama-sama Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto, pada sekitar akhir 2016, Sabtu 10 juni 2017 dan Jumat 16 Juni 2017, bertempat di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk No. 51 Mojokerto, di rumah Partai Amanat Nasional (PAN) jalan Kyai Haji Mansyur No. 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto. Hal itu dipandang telah melakukan beberapa perbuatan yang dapat menimbulkan mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu. Diantaranya, yakni pemberian uang sebesar Rp. 475 juta sebagai bagian dari realisasi pemberian janji penghasilan tambahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto dengan maksud agar Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani serta anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya memperlancar pembahasan APBD Tahun Anggaran 2017.

Tim JPU KPK pun mendakwa, bahwa pada sekitar akhir tahun 2016, terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto mengetahui adanya kesepakatan dan atau pemberian janji Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus kepada Pimpinan dan Anggota DPRD untuk memberikan sejumlah uang sebagai penghasilan tambahan diluar penghasilan tetap berupa uang 'komitmen fee' yang diambil dari persentase jumlah pelaksanaan anggaran Dinas PUPR. Yakni pada program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (Penling), yang berasal dari usulan Anggota DPRD Kota Mojokerto yang juga dikenal dengan istilah program Jasmas (jaringan Aspirasi Masyarakat) sebesar Rp 26 miliar, serta uang tambahan pertahun sebesar Rp. 65 juta untuk masing-masing Anggota DPRD Kota Mojokerto yang dikenal dengan istilah 7 umur. Yakni, uang lelah 7 kali persidangan dalam rangka pembahasan anggaran yang rencananya diberikan per-triwulan dalam tahun 2017.

Selain itu, tim JPU KPK pun membeber pertemuan antara terdakwa Kadis PUPR Wiwiet Febriyanto dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq serta beberapa Ketua Fraksi pada sekitar bulan Februari 2017, untuk membahas pekerjaan Jasmas serta permintaan uang 'komitmen fee' sebesar 8% untuk Anggota DPRD, 10% untuk Wakil Ketua DPRD dan 12% untuk Ketua DPRD. Dimana, dalam pertemuan ini permintaan para Anggota DPRD Kota Mojokerto itupun disanggupi oleh terdakwa Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto. Namun, hingga Mei 2017, ternyata terdakwa Wiwiet Febriyanto dan Mas’ud Yunus belum merealisasikan janji pemberian uang penghasilan tambahan dimaksud yang bersumber dari komitmen program Jasmas maupun uang triwulan-an kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto. Sementara disisi lain, terdakwa Wiwiet Febryanto mengetahui kemungkinan adanya permasalahan dalam pelaksanaan anggaran dinas PUPR pada APBD tahun 2017 yang kemungkinan besar akan dipersoalkan oleh anggota DPRD, sehingga bisa berpengaruh terhadap pengajuan perubahan APBD tahun 2017 dan RAPBD tahun 2018.

Selain itu pula, dalam berkas materi dakwaan yang dibacakan secara bergantian itu, tim JPU KPK menyebutkan, bahwa Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2016 dengan persetujuan Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto telah menggunakan dana talangan yang bersumber dari Kas Daerah (Kasda) untuk membiayai kekurangan pembayaran pekerjaan proyek DAK fisik bidang transportasi daerah sebesar Rp.13.284.905.600,- dan proyek DAK fisik bidang infrastruktur perumahan normalisasi air minum dan sanitasi senilai Rp. 67.359.000,-. Sehingga, total kekurangan pembayaran pekerjaan proyek seluruhnya sebagai akibat tidak direalisasikannya transfer DAK TA 2015 dari Kementerian Keuangan kepada Pemkot Mojokerto karena keterlambatan pelaporan pekerjaan DAK fisik oleh Dinas PUPR berjumlah Rp. 13.352.264.600,- (tiga belas miliar. tiga ratus lima puluh dua juta. dua ratus enam puluh empat ribu. enam ratus rupiah).

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto mengamini penundaan beberapa kegiatan pada Dinas yang dinahkodainya. "Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdakwa menyetujui penundaan sebagian kegiatan Dinas PUPR 2017, pada kegiatan penting yang nilainya sekitar Rp13 M. Sehingga mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan penting dari Rp. 38.568.000.000,-menjadi Rp. 25.568.000.000,- yang berakibat berkurangnya jatah program Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto", beber tim JPU KPK dalam pembacaan berkas materi dakwaannya.

Ibarat sudah jatuh masih tertimpa tangga. Dimana, salah-satu program unggulan Wali Kota Mojokerto Mas'ud, yakni pembangunan kampus PENS di Kota Mojokerto yang dianggarkan dalam Anggaran Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13.096.913.000,- itu ternyata malah keliru dalam menyantumkan pos mata anggrannya, yakni dimasukkan dalam pos mata anggaran Belanda Modal. Sedangkan agar kampus PENS itu bisa dihibahkan, seharusnya masuk dalam pos anggaran Belanja Barang / Jasa.

Meski demikian, terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto tetap berkeinginan menyelesaikan persoalan tersebut dengan tetap mengerjakannya melalui Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 dengan mengusulkan penambahan anggaran Penataan Lingkungan (Penling). Ini dilakukan apabila upaya menagih kekurangan anggaran DAK Tahun Anggaran 2016 tidak dibayar oleh Kementerian Keuangan, dan merencanakan perubahan penganggaran PENS dari mata anggaran Belanja Modal menjadi Belanja Barang dan Jasa dalam P-APBD Kota Mojokerto TA 2017, APBD Kota Mojokerto TA 2018 atau kemungkinan mengalihkan anggaran proyek Pembangunan Kampus PENS itu ke dalam P--APBD TA 2017 untuk mengganti kekurangan anggaran proyek Penataan Lingungan (Penling) atau proyek Jasmas.

Bukan itu saja, dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang memimpin jalannya sidang, tim JPU KPK menjlentrehkan, bahwa pada Selasa 5 Juni 2017 bertempat dirumah dinas Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus terjadi pertemuan antara Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo bersama 2 (dua) Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto (Abdullah Fanani dan Umar Faruq), dengan maksud menanyakan tentang realisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas sebesar 12% dari nilai proyek Jasmas dan uang triwulanan dewan. Yang mana, usai pertemuan tersebut, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus memanggil terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk merealisasi janji pemberian uang komitmen program Jasmas dan uang triwulan dewan, serta meminta terdakwa Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal tersebut dengan Pimpinan DPRD, agar Pimpinan dan anggota DPRD memperlancar pembahasan P-APBD TA 2017 atau APBD Perubahan TA 2017 maupun APBD tahun 2018.

Didakwakan tim JPU KPK juga, bahwa pada Selasa (06/06/2017), terdakwa Wiwiet Febryanto menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan rencana realisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas juga uang triwulan dewan. Dimana, dalam pertemuan ini, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar terdakwa Wiwiet Febriyanto segera merealisasi uang 'komitmen fee' dan triwulan dewan sebesar Rp. 395 juta per-triwulan, serta merealisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas tahap pertama sebesar 8% atau sebesar Rp. 500 juta. Yang mana, hal inipun disanggupi oleh terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto.

Untuk memenuhi tekanan permintaan Dewan itu, maka pada Selasa 6 Juni 2017, terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 (dua) orang kontraktor yang merupakanan rekanan dari Dinas PUPR, yakni Direktur CV. Benteng Persaada, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Direktur Operasional PT. Agrindo Jaya Sejahtera Dodi Setiawan, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Dalam pertemuan ini, terdakwa Wiwiet Febriyanto meminta uang sejumlah Rp. 930 juta dengan imbalan akan mendapat pekerjaan yang akan dianggarkan pada P-APBD atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2017. Permintaan itu langsung disanggupi oleh kedua kontraktor tersebut. Yang mana, Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank sejumlah Rp. 200 juta dan Dodi Setiawan Rp. 730 juta, yang akan diberikan dalam dua tahap yakni, tahap pertama Rp. 430 juta dan tahap kedua sejumlah Rp. 500 juta.

Baru pada Sabtu (10/06/2017) dini hari, terdakwa Wiwiet Febriyanto menerima uang sebesar Rp. 380 juta dari dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square. Dan baru Kemudian, Sabtu (10/06/2017) sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Wiwiet Febryanto menyerahkan uang sebesar Rp. 150 juta kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, di parkiran Restoran Mc Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo. Disebutkannya, jika uang tersebut sebagai realisasi 'komitmen fee' sembari mengatakan jika sisanya sejumlah Rp. 350 juta akan diserahkan pada pertengahan bulan Juni 2017. 

Setelah mendapatkan dana dari terdakwa Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo pun membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya. Dimana, masing-masing Anggota Dewan menerima  Rp. 5 juta. Sementara Umar Faruq dan Abdulah Fanani masing-masing mendapatkan Rp. 12,5 juta sedangkan Purnomo sendiri mendapatkan Rp. 15 juta.

Dalam berkas materi dakwaannya, secara rinci, tim JPU KPK pun memaparkan kronologi pembagi-bagian uang. Diantaranya, pada Sabtu (10/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp. 57,5 juta kepada Umar faruq. Yang selanjutnya, Umar Faruq membagikan uang tersebut kepada Gunawan sebesar Rp. 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan, yakni Denny Novianto (Partai Demokrat), Uji Pramono (Partai Demokrat), M Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Riha Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP) dengan masing-masing menerima Rp. 5 juta sebagai bagiannya.

Selain membagikan kepada Gunawan uang sebesar Rp. 30 juta untuk dibagikan lagi kepada 6 anggota Fraksi gabungan, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp 5 juta, yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

Dihari yang sama, yakni Sabtu (10/06/2017) sore sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani dirumahnya yang berada dijalan Raya Surodinawan Kota Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp. 37,5 juta. Yang kemudian Abdullah Fanani menyerahkan uang Rp. 10 juta kepada Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyah, sebagai bagiannya serta Rp. 15 juta untuk Sony Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Hardyah Shanty dan Anang Wahyudi, sebagai bagiannya. Sedangkan sisanya, dibagikan kepada anggota Fraksi PDI Perjuangan, yakni Darwanto, Yunus Suprayitno, Febriana Meldiyawati, Suliat dan Gusti Fatmawati, masing-masing Rp. 5 juta sebagai bagainnya. Selain itu, Purnomo juga menyerahkan uang sebanyak Rp. 15 juta kepada Dwi Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra), Moh. Harun dan Ita Primaria Lestari, masing-masing Rp 5 juta sebagai bagiannya pula.

Sementara itu, sisa uang sebesar Rp. 280 juta yang diterima terdakwa Wiwiet Febriyanto dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank, pada hari Selasa tanggal 12 Juni 2017 di Komplek Ruko Citra Harmoni Sidoarjo itu, dipergunakan untuk keperluan pribadi terdakwa sendiri sebesar Rp. 180 juta, sedang sisanya Rp. 100 juta digunakan sebagai cicilan pertama atas temuan audit BPK RI dalam pebgerjaan proyek Graha Mojokerto Service City (GMSC) Kota Mojokerto.

Lebih lanjut, dalam dakwaannya, tim JPU KPK menegaskan, bahwa pada Jum'at (16/06/2017) sekitar 14.00 ~ 15.00 WIB, terdakwa Wiiwet Febriyanto menghubungi Umar Faruq. Keduanya membicarakan rencana penyerahan uang komitmen tahap kedua sejumlah Rp. 300 juta, yang kemudian disepakati uang tersebut akan diserahkan melalui Hanif Mashudi selaku orang kepercayaan Umar Faruq.

Dihari yang sama, sekira pukul 15.40 WIB, terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto  bertemu dengan Hanif Mashudi di kantor DPUPR. Dalam pertemuan ini, terdakwa Wiwiet Febryanto berkata kepada Hanif Mashudi, agar nanti malam, Hanif Mashudi menemui Taufik Fajar, guna menerima uang 'komitmen fee' tahap kedua sebesar Rp. 300 juta dari terdakwa, untuk diserahkan kepada anggota DPRD kota Mojokerto melalui Umar Faruq.

Sementara itu, sebelumnya, sekitar pukul 13.00 WIB, terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan, di kantor Dinas PUPR Mojokerto, dengan maksud akan menyerahkan uang sebesar Rp. 500 juta sebagai pembayaran kekurangan dari kesepakatan sebesar Rp. 930 juta. Yang mana, uang sebesar Rp. 500 juta iti merupakan uang patungan dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang Rp. 100 juta dan dari Dodi Setiawan Rp. 400 juta. Namun terdakwa meminta, agar uang tersebut diserahkan melalui Taufik Fajar alias Kaji. Kemudian Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank memerintahkan Agung Hariyanto untuk mengantarkan uang tersebut kepada terdakwa melalui Taufik Fajar alias Kaji.

Terdakwa Wiwiet Febryanto lantas menghubungi Taufik Fajar untuk menerima penyerahan uang dari Agung Hariyanto dan melaporkan kepada terdakwa. Lantas, terdakwa meminta Taufik Fajar alias Kaji agar menyisihkan uang sejumlah Rp. 300 juta untuk diserahkan kepada Hanif Mashudi dan Rp. 30 juta diminta untuk disimpan. Sedagkan sisanya sebesar Rp. 170 juta, diminta oleh terdakwa Wiwiet Febryanto untuk diserahkan kepada terdakwa sendiri. Jeda selanjutnya, sekitar pukul 21.00 WIB, Taufik Fajar menyerahkan uang sebesar Rp. 300 juta kepada Hanif Mashudi didepan ruahnya.

Sementara itu, sekira pukul 20.00 WIB, terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP). Yang mana, permulaan RDP dilakukannya pembahasan rencana perubahan APBD tahun 2017, terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsolidasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Dalam RDP ini, juga dihadiri oleh Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani beserta anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto serta dihadiri juga oleh Kepala Dinas Pendidikan Novi Raharjo, Subektiarso (Kepala Bidang Anggaran BPPKA), Ani Wijaya (Kepala Bidang Aset DPPKA) juga Helmi (Kepala Bidang Perencanaan Infrastruktur, SDA dan Ekonomi - BAPPEKO).

Ditengah berlangsungnya RDP ini, Umar Faruq menerima telepon dari Hanif Mashudi yang menyampaikan, bahwa dirinya telah menerima uang Rp. 300 juta dari terdakwa Wiwiet Febriyanto melalui Taufik Fajar alais Kaji. "Kabar ini lalu disampaikan ke Abdullah Fanani", tuturnya dalam dakwaan.

Begitu RDP selesai, sekitar pukul 23.00 WIB, terdakwa Wiwiet Febryanto menemui Purnomo diruang kerjanya dan menyampaikan bahwa uang komitmen tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikan oleh terdakwa adalah sejumlah Rp. 300 juta dan telah diserahkan melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan kemudian hari.

Setelah menemui Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo diruang kerjanya, terdakwa Wiwiet Febriyanto mengambil uang Rp. 170 juta dari Taufik Fajar untuk dipergunakan membayar cicilan rumah sejumlah Rp. 30 juta dan sisanya Rp. 140 juta digunakan sebahai tambahan uang triwulan anggota DPRD Kota Mojokerto.

Umar Faruq sendiri, begitu RDP selesai, ia segera menemui Hanif Mashudi di kantornya atau Rumah PAN yang berada dijalan KH. Mas Mansyur, Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto. Baru kemudian disusul Purnomo mendatanginya untuk membagi-bagikan uang Rp. 300 juta tersebut.

Tak jauh beda denga Umar Faruq, setelah selesai mengikuti RDP dan menemui terdakwa Wiwiet Febryanto diruang kerjanya, Jum'at (16/06/2017) tengan malam itu juga, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo menemui Umar Faruq di Rumah PAN. Disusul Umar Faruq menghubungi Hanif Mashudi agar datang ke Rumah PAN dengan membawa uang Rp. 300 juta dari terdakwa Wiwiet Febryanto yang disimpan di tas ransel berwarna hitam merk ECCE. Tak lama kenudian, Umar Faruq dan Purnomo ditangkap dalam suatu OTT oleh tim KPK. Disusul kemudian ditangkapnya Abdullah Fanani oleh tim KPK dirumahnya.

Dalam berkas dakwaan yang dibacakannya, JPU KPK juga mendakwa, bahwa terdakwa telah malakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHAP.

Sementara itu, dikonfirmasi terkait sejauh mana keterlibatan Wali Kota Mojokerto Mas’ud dan 22 Anggota Dewan lainnya serta 2 (dua) orang kontraktor tersebut dan apakah bisa terseret menjadi tersangka...? JPU KPK Iskandar Marwanto menjelaskan, bahwa berdasarkan dalam Pasal 65 KUHP, bisa jadi. “Kalau asal usul uangnya, nanti akan kita pisahkan dengan perbuatan terdakwa, barangkali dari pengembangan. Kalau motif terdakwa memberikan uang ke Dewan, kan terkait APBD agar lancar. Kalau ke rekanan, terkait dengan proyek. Kalau Wali Kota akan jadi saksi. Kalau dari dakwaan pasal 55, berarti kan ada yang namanya menshare ada kerja sama", jelas JPU KPK, Iskandar, Selasa (29/08/2017).

Sementara itu pula, meski Suryono Pane, selaku PH terdakwa Wiwiet Febryanto tak mengelak adanya pertemuan terdakwa dengan 2 rekanan tersebut di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya, namun pertemuan dirumah terdakwa yang didakwakan JPU KPK itu dikatakan tidak pernah ada dan harus bisa dibuktikan. "Pertemuan dirumah terdakwa tidak pernah ada, dan itu tidak ada dan harus dibuktikan. Kalau mengenai rekanan itu, ya bisa jadi", ujar Pane. *(DM/DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng