Rabu, 14 Desember 2022

KPK Kembali Periksa Wabup Pamekasan Soal Dokumen Bankeu Jatim Untuk Tulungagung


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 14 Desember 2022, kembali memeriksa Wakil Bupati Pamekasan Fattah Jasin di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Fattah kembali diperiksa sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

Tim Penyidik KPK pun kembali memeriksa Wabup Pamekasan Fattah Jasin dalam kapasitas selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur.

Tim Penyidik KPK kali ini juga memeriksa Fattah Jasin sebagai Saksi untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim 2014–2016 yang juga Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017–2018.

Fattah Jasin didalami pengetahuannya tentang dokumen proses pemberian Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Kabupaten Tulungagung.

"Saksi hadir dan didalami serta dikonfirmasi pengetahuan yang bersangkutan antara lain terkait dengan berbagai dokumen saat pengusulan permintaan Banprov untuk Pemkab Tulungagung", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (14/12/2022).

Selain Fattah Jasin, Tim Penyidik KPK juga memanggil beberapa Saksi lainnya. Mereka, antara lain Iwan selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Toni Indrayanto selaku Sekretaris Bappeda Provinsi Jawa Timur.

Berikutnya, Mochamad Ismanto selaku Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur, Amalia Rizqina selaku karyawan PT. BPW Shafira Lintas Semesta.

Kemudian, Erwin Novianto selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Bappeda kabupaten Tulungagung/ Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan di Dinas PUPR Pemerintah kabupaten Tulungagung periode 2015–2016.

Ali menjelaskan, dalam pemeriksaan kali ini, Tim Penyidik KPK juga melakukan penyitaan sejumlah dokumen yang disinyalir berkaitan dengan perkara ini.

"Dari para Saksi tersebut, Tim Penyidik melakukan penyitaan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini", jelas Ali Fikri.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK pada Selasa (06/12/2022) lalu juga telah memeriksa Fattah Jasin sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

Pemeriksaan terhadap  Fattah Jasin dilakukan Tim Penyidik Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. Fattah diperiksa dalam kapasitas selaku mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur.

Fattah Jasin diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim 2014–2016 yang juga Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017–2018. Fattah didalami pengetahuannya tentang dokumen proses pemberian Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Kabupaten Tulungagung dan daerah lainnya.

"Saksi didalami soal penjelasan dokumen proses (pemberian) bantuan keuangan provinsi ke kabupaten saat ia menjabat sebagai Kepala Bappeda Provinsi Jatim", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (07/12/2022).

KPK menetapkan Budi Setiawan sebagai tersangka setelah melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum yang muncul pada persidangan perkara yang menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan kawan-kawan (Dkk.) serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara yang disampaikan, KPK mengungkapkan, tersangka Budi Setiawan yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim diduga membuat kesepakatan memberikan anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemprov Jatim kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung dengan pemberian fee antara 7–8 % (persen) dari total anggaran itu yang diberikan.

Selanjutnya, pada tahun 2015, Pemkab Tulungagung mendapatkan alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 79,1 miliar.

Atas alokasi Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim yang diberikan kepada Pemkab Tulungagung itu, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 3,5 miliar.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2017, tersangka Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian alokasi anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jatim secara mutlak menjadi kewenangan tersangka Budi Setiawan.

Di tahun 2017 pula, Sutrisno atas ijin Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung mencarikan anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim. Sutrisno kemudian menemui tersangka Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung.

Dari hasil pertemuan itu, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp. 29,2 miliar.

KPK menduga, sebagai komitmen pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan yang dialokasikan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung melalui Sutrisno diduga memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 6,75 miliar.

Dalam perkara ini, tersangka Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


Rabu, 07 Desember 2022

KPK Periksa Wabup Pamekasan Untuk Mendalami Dokumen Proses Pemberian Bantuan Keuangan Provinsi Jatim Ke Daerah


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa 06 Desember 2022  telah memeriksa Wakil Bupati Pamekasan Fattah Jasin sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap  Fattah Jasin di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta. Kali ini, Fattah diperiksa dalam kapasitas selaku mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur.

Tim Penyidik KPK kali ini memeriksa Fattah Jasin sebagai Saksi untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim 2014–2016 yang juga Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017–2018. Fattah didalami pengetahuannya tentang dokumen proses pemberian Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Kabupaten Tulungagung dan daerah lainnya.

"Saksi didalami soal penjelasan dokumen proses (pemberian) bantuan keuangan provinsi ke kabupaten saat ia menjabat sebagai Kepala Bappeda Provinsi Jatim", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (07/12/2022).

KPK menetapkan Budi Setiawan sebagai tersangka setelah melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum yang muncul pada persidangan perkara yang menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan kawan-kawan (Dkk.) serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara yang disampaikan, KPK mengungkapkan, tersangka Budi Setiawan yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim diduga membuat kesepakatan memberikan anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemprov Jatim kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung dengan pemberian fee antara 7–8 % (persen) dari total anggaran itu yang diberikan.

Selanjutnya, pada tahun 2015, Pemkab Tulungagung mendapatkan alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 79,1 miliar.

Atas alokasi Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim yang diberikan kepada Pemkab Tulungagung itu, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 3,5 miliar.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2017, tersangka Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian alokasi anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jatim secara mutlak menjadi kewenangan tersangka Budi Setiawan.

Di tahun 2017 pula, Sutrisno atas ijin Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung mencarikan anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim. Sutrisno kemudian menemui tersangka Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung.

Dari hasil pertemuan itu, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp. 29,2 miliar.

KPK menduga, sebagai komitmen pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan yang dialokasikan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung melalui Sutrisno diduga memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 6,75 miliar.

Dalam perkara ini, tersangka Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*




Selasa, 06 Desember 2022

KPK Panggil Wabup Pamekasan Terkait Perkara Bantuan Keuangan Pemprov Jatim

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Bupati (Wabup) Pamekasan Fattah Jasin sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

Fattah Jasin selaku Wabup Pamekasan diagendakan Tim Penyidik KPK diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim 2014–2016 yang juga Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017–2018 

”Hari ini (Selasa 06 Desember 2022), pemeriksaan Saksi untuk tersangka BS dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Setiabudi, Jakarta Selatan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (06/12/2022).

KPK menetapkan Budi Setiawan sebagai tersangka setelah melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum yang muncul pada persidangan perkara yang menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan kawan-kawan (Dkk.) serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara yang disampaikan, KPK mengungkapkan, tersangka Budi Setiawan yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim diduga membuat kesepakatan memberikan anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemprov Jatim kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung dengan pemberian fee antara 7–8 % (persen) dari total anggaran itu yang diberikan.

Selanjutnya, pada tahun 2015, Pemkab Tulungagung mendapatkan alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 79,1 miliar.

Atas alokasi Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim yang diberikan kepada Pemkab Tulungagung itu, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 3,5 miliar.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2017, tersangka Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian alokasi anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jatim secara mutlak menjadi kewenangan tersangka Budi Setiawan.

Di tahun 2017 pula, Sutrisno atas ijin Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung mencarikan anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim. Sutrisno kemudian menemui tersangka Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung.

Dari hasil pertemuan itu, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp. 29,2 miliar.

KPK menduga, sebagai komitmen pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan yang dialokasikan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung melalui Sutrisno diduga memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 6,75 miliar.

Dalam perkara ini, tersangka Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


Rabu, 23 November 2022

KPK Panggil Wabup Lumajang Dan 3 Saksi Lain Terkait Perkara Suap Bankeu Pemprov Jatim


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 23 November 2022, memanggil Wakil Bupati (Wabup) Lumajang Indah Amperawati dan 3 (tiga) Saksi lainnya sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengalokasian anggaran Bantuan Kêuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

Adapun 3 Saksi lainnya tersebut, yakni Kepala Bappeda Kabupaten Jember Hadi Mulyono, Mukhtar Matruhan selaku wiraswasta serta seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Didid Mardiyanto.

Empat Saksi itu diperiksa untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim periode tahun 2014–2016 sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim periode 2017–2018.

"Pemeriksaan dilakukan di Markas Polres Tulungagung, Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Rabu (23/11/2022).

KPK menetapkan Budi Setiawan sebagai tersangka setelah melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum yang muncul pada persidangan perkara yang menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan kawan-kawan (Dkk.) serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara yang disampaikan, KPK mengungkapkan, tersangka Budi Setiawan yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim diduga membuat kesepakatan memberikan anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemprov Jatim kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung dengan pemberian fee antara 7–8 % (persen) dari total anggaran itu yang diberikan.

Selanjutnya, pada tahun 2015, Pemkab Tulungagung mendapatkan alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 79,1 miliar.

Atas alokasi Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim yang diberikan kepada Pemkab Tulungagung itu, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 3,5 miliar.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2017, tersangka Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian alokasi anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jatim secara mutlak menjadi kewenangan tersangka Budi Setiawan.

Di tahun 2017 pula, Sutrisno atas ijin Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung mencarikan anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim. Sustrisno kemudian menemui tersangka Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung.

Dari hasil pertemuan itu, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi anggaran Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp. 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp. 29,2 miliar.

KPK menduga, sebagai komitmen pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan yang dialokasikan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung melalui Sutrisno diduga memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp. 6,75 miliar.

Dalam perkara ini, tersangka Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


Selasa, 08 November 2022

Diperiksa KPK 3 Jam, Pakde Karwo Hanya Ditanya Soal Pergub No. 13 Tahun 2011


Pakde Karwo (Gubernur Jawa Timur periode tahun 2014–2019 Soekarwo) saat memberi keterangan kepada sejumlah wartawan, di depan ruang lobi Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (08/11/2022) petang.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Gubernur Jawa Timur periode tahun 2014–2019 Soekarwo pada hari ini, Selasa 08 November 2022, kembali menghadiri panggilan Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, untuk menjadi Saksi perkara tindak pidana korupsi.

Kali ini, mantan Gubernur Jatim yang akrab dengan sapa'an 'Pakde Karwo' ini diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jatim periode tahun 2014–2018 untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim dan kawan-kawan (Dkk.). Budi Setiawan sebelumnya juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.

Selasa (08/11/2022) sekitar pukul 14. 50 WIB, Pakde Karwo tampak hadir memenuhi panggilannya pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi dan sudah berada di ruang lobi dengan mengenakan tanda pengenal bertali warna merah ciri khas identitas Saksi perkara korupsi di KPK.

Pakde Karwo kemudian tampak naik ke lantai 2 untuk menuju ruang pemeriksaan Tim Penyidik KPK sekitar pukul 15.05 WIB. Sekitar 3 (tiga) jam kemudian atau sekira pukul 18.15 WIB, mantan Gubernur Jatim yang dulu juga dikenal dekat dengan para wartawan ini tampak rampung menjalani proses pemeriksaan dan menuruni tangga menuju lantai 1.

Kepada sejumlah wartawan, Pakde Karwo menjelaskan, dirinya dikonfirmasi oleh Tim Penyidik KPK di antaranya tentang seputar Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur (Jatim) Nomor 13 Tahun 2011 terkait Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur untuk daerah-daerah di Jatim

Dalam Pergub tersebut, juga terdapat aturan yang mengatur soal Struktur Pengambilan Keputusan dalam pengalokasian Bantuan Keuangan Daerah Jawa Timur (Jatim) yang belakangan menjerat Budi Setiawan (BS) selaku Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim yang sebelumnya juga menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim menjadi Tersangka.

"Menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang Struktur Dalam Mengambil Keputusan Bantuan Keuangan di daerah. Itu aja", jelas Pakde Karwo kepada wartawan di lobi Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (08/11/2022) petang, usai menjalani pemeriksaan.

Pakde Karwo menegaskan, bahwa tidak ada yang bermasalah dalam Pergub Jatim. Yang dipertanyakan Tim KPK, menurut Pakde Karwo, adalah soal status Budi Setiawan dalam perkara itu. "Bukan pelaksanaannya dipermasalahkan ya...! Statusnya Pak Budi (tersangka Budi Setiawan)", tegas Pakde Karwo.

Meski demikian, Pakde Karwo kali ini tampak irit bicara saat disodori pertanyaan oleh sejumlah wartawan. Alasannya, ia tidak ditanya perihal yang ditanyakan wartawan oleh Penyidik KPK. "Saya hanya menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011. Nggak ada (soal Tersangka Lain), cuman Pergub itu aja", tandas Pakde Karwo.

Sebelumnya, pada Rabu 28 Agustus 2019 silam, mantan Gubernur Jatim Soekarwo juga pernah memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. 

Saat itu, Pakde Karwo mengaku diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan TPK suap pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan/atau Perubahan APBD (P–APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015–2018 yang menjerat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono.

"Saksi Tulungagung, terima kasih. Tidak ada persiapan", ujar Pakde Karwo, sembari terus melangkah menuju pintu masuk kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu 28 Agustus 2019.

Adapun Budi Setiawan selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur sudah ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jatim periode tahun 2014–2018.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangam (BK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) untuk Kabupaten Tulungagung ini, pada Jum'at 19 Agustus 2022 lalu, KPK secara resmi mengumumkan penetapkan Budi Setiawan selaku Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai Tersangka.

KPK menetapkan Budi Setiawan selaku Kepala Bappeda Pemprov Jatim sebagai Tersangka setelah ditemukan alat bukti yang cukup dari pengembangan perkara yang menjerat terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan terpidana Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini masih menjalani masa hukuman. Budi Setiawan juga merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.

"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan Tersangka", terang Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan, Jum'at (19/08/2022) sore.

Penetapan BS sebagai Tersangka perkara tersebut, dilakukan KPK setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan serta munculnya fakta hukum dalam persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan juga perkara yang telah menjerat Direktur PT. Kediri Putra, Tigor Prakasa.
Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan pada Rabu (03/08/2022) sore, Deputi Penindakan KPK Karyoto menerangkan, perkara tersebut merupakan pengembangan perkara yang sebelumnya telah menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini tengah menjalani masa hukumannya.

Lebih lanjut, Karyoto membeberkan konstruksi perkara yang menjerat tiga Tersangka tersebut. Yakni, bermula dari Adib, Agus yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014–2019 serta Imam yang menjabat Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Bersatu DPRD Tulungagung.

Yang mana, pada September 2014, ketika Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lain melakukan rapat pembahasan R-APBD Kabupaten Tahun Anggaran 2015 yang dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung.

"Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan R-APBD Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah uang ketok palu", beber Karyoto

Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lainnya kemudian meminta 'uang ketok palu' sebanyak Rp. 1 miliar.

"Selanjutnya perwakilan TAPD (Pemkab Tulungagung) menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui", lanjut Karyoto

Ternyata, selain 'uang ketok palu' ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kabupaten Tulungagung yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para Anggota DPRD.

"Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018", ungkap Karyoto.

Karyoto pun mengungkapkan, bahwa diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo. Di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD Kabupaten Tulungagung.

"Para Tersangka diduga masing-masing menerima 'uang ketok palu' sejumlah sekitar Rp. 230 juta", ungkap Karyoto pula.

Karyoto menegaskan, untuk proses penyidikan lebih lanjut, tersangka Adib Makarim akan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan.

"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AM (ADIB Makarim) untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 sampai dengan 22 Agustus 2022", tegas Karyoto.

Untuk tersangka Agus dan Imam, KPK menghimbau agar kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK antirasuah. Kedua belum dilakukan penahanan oleh KPK karena mangkir atau tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK.

"KPK menghimbau untuk dua Tersangka lainya, yaitu AG dan IK untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik", tandas Karyoto.

Dalam perkara ini, Adib disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara itu pula, mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sendiri saat ini tengah menjalani masa hukumannya di penjara. Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung divonis Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 600. *(HB)*


KPK Kembali Panggil Mantan Gubernur Jatim, Kali Ini Jadi Saksi Perkara Bankeu


Pakde Karwo saat memberi keterangan kepada sejumlah wartawan di kantor KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4  Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (28/08/2019) malam, usai diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi untuk tersangka Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap APBD dan/atau P–APBD Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015–2018.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 08 November 2022, mengagendakan pemeriksaan Gubernur Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2019 Soekarwo alias Pakde Karwo. Pemeriksaan akan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi, Jakarta Selatan.

Pakde Karwo diagendakan diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jatim periode tahun 2014–2018 untuk tersangka Budi Setiawan (BS) selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim dan kawan-kawan (Dkk.). Budi Setiawan sebelumnya juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.

"Hari ini (Selasa 08 November 2022), pemeriksaan saksi TPK suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jawa Timur pada periode 2014–2018 untuk tersangka BS (Budi Setiawan) Dkk.", terang Kepala Bagikan Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (08/11/2022).

Sementara itu, Pakde Karwo tampak hadir memenuhi panggilannya pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. Sekitar pukul 14.50 WIB, Pakde Karwo tampak di ruang lobi sudah mengenakan tanda pengenal bertali warna merah ciri khas identitas Saksi perkara korupsi di KPK.

Sebelumnya, pada Rabu 28 Agustus 2019 silam, mantan Gubernur Jatim Soekarwo juga pernah memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. 

Saat itu, Pakde Karwo mengaku diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan TPK suap pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan/atau Perubahan APBD (P–APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015–2018 yang menjerat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono.

"Saksi Tulungagung, terima kasih. Tidak ada persiapan", ujar Pakde Karwo, sembari terus melangkah menuju pintu masuk kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu 28 Agustus 2019.

Adapun Budi Setiawan selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur sudah ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Jatim periode tahun 2014–2018.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangam (BK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) untuk Kabupaten Tulungagung ini, pada Jum'at 19 Agustus 2022 lalu, KPK secara resmi mengumumkan penetapkan mantan Kepala Bappeda Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) Budi Setiawan sebagai Tersangka.

KPK menetapkan Budi Setiawan selaku Kepala Bappeda Pemprov Jatim sebagai Tersangka setelah ditemukan alat bukti yang cukup dari pengembangan perkara yang menjerat terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan terpidana Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini masih menjalani masa hukuman. Budi Setiawan juga merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.

"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan Tersangka", terang Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan, Jum'at (19/08/2022) sore.

Penetapan BS sebagai Tersangka perkara tersebut, dilakukan KPK setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan serta munculnya fakta hukum dalam persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan juga perkara yang telah menjerat Direktur PT. Kediri Putra, Tigor Prakasa.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan pada Rabu (03/08/2022) sore, Deputi Penindakan KPK Karyoto menerangkan, perkara tersebut merupakan pengembangan perkara yang sebelumnya telah menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini tengah menjalani masa hukumannya.

Lebih lanjut, Karyoto membeberkan konstruksi perkara yang menjerat tiga Tersangka tersebut. Yakni, bermula dari Adib, Agus yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014–2019 serta Imam yang menjabat Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Bersatu DPRD Tulungagung.

Yang mana, pada September 2014, ketika Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lain melakukan rapat pembahasan R-APBD Kabupaten Tahun Anggaran 2015 yang dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung.

"Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan R-APBD Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah uang ketok palu", beber Karyoto

Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lainnya kemudian meminta 'uang ketok palu' sebanyak Rp. 1 miliar.

"Selanjutnya perwakilan TAPD (Pemkab Tulungagung) menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui", lanjut Karyoto

Ternyata, selain 'uang ketok palu' ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kabupaten Tulungagung yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para Anggota DPRD.

"Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018", ungkap Karyoto.

Karyoto pun mengungkapkan, bahwa diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo. Di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD Kabupaten Tulungagung.

"Para Tersangka diduga masing-masing menerima 'uang ketok palu' sejumlah sekitar Rp. 230 juta", ungkap Karyoto pula.

Karyoto menegaskan, untuk proses penyidikan lebih lanjut, tersangka Adib Makarim akan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan.

"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AM (ADIB Makarim) untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 sampai dengan 22 Agustus 2022", tegas Karyoto.

Untuk tersangka Agus dan Imam, KPK menghimbau agar kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK antirasuah. Kedua belum dilakukan penahanan oleh KPK karena mangkir atau tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK.

"KPK menghimbau untuk dua Tersangka lainya, yaitu AG dan IK untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik", tandas Karyoto.

Dalam perkara ini, Adib disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara itu pula, mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sendiri saat ini tengah menjalani masa hukumannya di penjara. Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung divonis Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya 'bersalah' dengan sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 600. *(HB)*



Selasa, 20 September 2022

KPK Panggil Kepala Bappeda Blitar Dan 4 Saksi Perkara Bankeu Pemprov Jatim


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupatèn Blitar Jumali sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) periode tahun 2014–2018.

"Hari ini (Selasa 20 September 2022), Jumali diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur periode 2014–2018 untuk tersangka Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017–2018 Budi Setiawan (BS) dan kawan-kawan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya Selasa (20/09/2022).

Selain Jumali, Tim Penyidik KPK juga memanggil 4 (empat) Saksi lain. Keempatnya, yakni 3 (tiga) Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu Niken Setyawati Trianasari, Evi Purvitasari, Erwin Novianto dan 1 (satu) Saksi dari pihak swasta, Dwi Basuki. "Pemeriksaan dilakukan di Markas Polres Kediri Kota", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangam (BK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) untuk Kabupaten Tulungagung ini, pada Jum'at 19 Agustus 2022 lalu, KPK secara resmi mengumumkan penetapkan mantan Kepala Bappeda Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) Budi Setiawan sebagai Tersangka.

KPK menetapkan Budi Setiawan selaku Kepala Bappeda Pemprov Jatim sebagai Tersangka setelah ditemukan alat bukti yang cukup dari pengembangan perkara yang menjerat terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan terpidana Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini masih menjalani masa hukuman. Budi Setiawan juga merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.

"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan Tersangka", terang Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan, Jum'at (19/08/2022) sore.

Penetapan BS sebagai Tersangka perkara tersebut, dilakukan setelah KPK melalui serangkaian penyelidikan dan munculnya fakta hukum dalam persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara yang telah menjerat Direktur PT. Kediri Putra, Tigor Prakasa.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan pada Rabu (03/08/2022) sore, Deputi Penindakan KPK Karyoto menerangkan, perkara tersebut merupakan pengembangan perkara yang sebelumnya telah menjerat Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang kini tengah menjalani masa hukumannya.

Lebih lanjut, Karyoto membeberkan konstruksi perkara yang menjerat tiga Tersangka tersebut. Yakni, bermula dari Adib, Agus yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014–2019 serta Imam yang menjabat Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Bersatu DPRD Tulungagung.

Yang mana, pada September 2014, ketika Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lain melakukan rapat pembahasan R-APBD Kabupaten Tahun Anggaran 2015 yang dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung.

"Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan R-APBD Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah uang ketok palu", beber Karyoto

Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama 3 (tiga) Tersangka lainnya kemudian meminta 'uang ketok palu' sebanyak Rp. 1 miliar.

"Selanjutnya perwakilan TAPD (Pemkab Tulungagung) menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui", lanjut Karyoto

Ternyata, selain 'uang ketok palu' ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kabupaten Tulungagung yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para Anggota DPRD.

"Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018", ungkap Karyoto.

Karyoto pun mengungkapkan, bahwa diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo. Di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD Kabupaten Tulungagung.

"Para Tersangka diduga masing-masing menerima 'uang ketok palu' sejumlah sekitar Rp. 230 juta", ungkap Karyoto pula.

Karyoto menegaskan, untuk proses penyidikan lebih lanjut, tersangka Adib Makarim akan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan.

"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AM (ADIB Makarim) untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 sampai dengan 22 Agustus 2022", tegas Karyoto.

Untuk tersangka Agus dan Imam, KPK menghimbau agar kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK antirasuah. Kedua belum dilakukan penahanan oleh KPK karena mangkir atau tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK.

"KPK menghimbau untuk dua Tersangka lainya, yaitu AG dan IK untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik", tandas Karyoto.

Dalam perkara ini, Adib disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. *(HB)*