Senin, 20 Januari 2025

Propam Polri Undang Ketum PPWI Terkait Kapolres Pringsewu Ancam Dan Lecehkan Wartawan



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Propam Polri mengundang Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) Wilson Lalengke dalam rangka klarifikasi terkait laporannya, tentang Kapolres Pringsewu yang sudah melecehkan profesi jurnalis serta mengancam mengusir wartawan dari wilayah kerjanya. Sebagaimana diberitakan se
belumnya, perilaku buruk oknum Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra, dilaporkan oleh Ketum PPWI ke Divisi Propam Polri pada 18 November 2024 lalu.

Undangan klarifikasi diterima Wilson Lalengke melalui saluran WhatsApp-nya pada Minggu 19 Januari 2025. Wartawan senior yang dikenal amat gigih membela para jurnalis grassroot dan pewata warga serta warganet itu diundang hadir untuk memberikan keterangan kepada penyidik Paminal Propam Polri pada Selasa (21/01/2025) besok.

Surat undangan bernomor: B/271/I/WAS.2.4/2025/PROPAM tersebut ditanda-tangani oleh Sekretaris Biro Pengamanan Internal (Sesro Paminal), Propam Polri Kombes Pol Yudo Hermanto, SIK., MM. atas nama Karo Paminal pada Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Informasi ini diperoleh dari pernyataan resmi Ketum PPWI Wilson Lalengke melalui pesan WhatsApp-nya ke jaringan media se tanah air pada Minggu 19 Januari 2025.

Dalam pesannya, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menyampaikan, bahwa dirinya siap untuk memenuhi undangan tersebut karena amat penting dalam rangka pembenahan mentalitas anggota Polri agar mereka menyadari tugasnya sebagai pelayan rakyat, bukan pengancam dan petugas pelecehan rakyat.

"Saya siap menghadiri undangan dari Biro Paminal Divpropam tersebut. Bahkan, saya merasa mereka bekerja lamban, seharusnya sejak kemarin-kemarin laporan saya itu diproses, karena perilaku oknum Kapolres seperti yang ditunjukkan oleh Wercok Yunnus Saputra itu sangat tidak layak bagi negeri ini, dia itu petugas rakyat, babunya rakyat. Koq malah bersikap dan bertingkah laku seakan dia sebagai boss-nya rakyat...!?”, ungkap tokoh pers nasional itu dengan nada heran.

Pokok masalah yang dipersoalkan Wilson Lalengke adalah adanya voice-note dari oknum Kapolres Pringsewu yang dinilainya tidak semestinya dilakukan oleh seorang anggota Polri, yakni membuat pernyataan yang melecehkan dan mengancam wartawan-wartawan non konstituen Dewan Pers dan atau bukan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pesan suara itu diduga kuat diviralkan oleh yang bersangkutan dan anggotanya dengan maksud menakut-nakuti wartawan grassroot agar tidak lagi berani mengontrol perilaku menyimpang para pejabat pemerintahan di wilayah Pringsewu.

Berita terkait di sini: Kapolres Pringsewu Larang Sekolah Bermitra dengan Wartawan Non-UKW, Ini Tanggapan Wilson Lalengke (https://pewarta-indonesia.com/2024/11/kapolres-pringsewu-larang-sekolah-bermitra-dengan-wartawan-non-ukw-ini-tanggapan-wilson-lalengke/)

“Si oknum wereng coklat ini tidak sadar, bahwa pembayar pajak harian yang disebut PPN (Pajak Pertambahan Nilai – red), mayoritasnya adalah para wartawan akar rumput (grassroot), pewarta warga dan warganet yang tidak terafiliasi dengan lembaga bernama Dewan (pecundang) Pers dan organisasi pers PWI peternak koruptor. Uang PPN dari warga rakyat Indonesia itu digunakan untuk bayar kebutuhan hidup dia, termasuk digunakan untuk membeli celana dalamnya si oknum Kapolres Wercok beserta anak bininya. Koq bisa-bisanya dia berucap sembarangan yang menyakiti hati para wartawan pembayar pajak itu?”, ujar Wilson Lalengke.

Mendapatkan kiriman voice note oknum Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra, yang bernada diskriminatif, melecehkan dan mengancam rekan-rekan jurnalis, Ketum PPWI pun langsung melaporkan Kapolres Pringsewu ke Propam Polri yang berkantor di Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan. Dalam laporannya, Wilson Lalengke meminta agar oknum kapolres ini dipecat dari Kepolisian Republik Indonesia, karena sudah berani menyatakan akan mengusir wartawan dari wilayah kerjanya.

“Pertanyaan saya sederhana, apakah daerah Pringsewu itu miliknya si wereng coklat bernama Yunnus Saputra sehingga dia bisa sewenang-wenang dan searogan itu mengusir warga dari daerah mereka? Kacau otaknya neh manusia berbaju polisi. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo wajib mengganti orang ini sesegera mungkin!”, tegas Wilson Lalengke pada pernyataan persnya beberapa waktu lalu.

Berita terkait di sini: Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri (https://pewarta-indonesia.com/2024/11/lecehkan-media-grassroot-wilson-lalengke-laporkan-kapolres-pringsewu-ke-divisi-propam-polri/)

Sehubungan dengan undangan memberikan keterangan tentang kasus ini, lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu berharap, oknum Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra benar-benar diproses sesuai aturan yang berlaku.

“Saya berharap dia segera diproses hingga di-PTDH. Indonesia tidak butuh petugas rakyat bermental buruk semacam dia, masih banyak putra-putri terbaik negeri ini yang bisa bekerja jauh lebih baik dari si Yunnus Saputra itu", tegas Wilson Lalengke menutup pernyataannya. *(TIM/HB)*

Jumat, 17 Januari 2025

Pencatut Nama Organisasi PPWI Sampaikan Permohonan Maaf, Wilson Lalengke: Kita Maafkan



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dalam penyesalan yang mendalam dan penuh rasa tanggung-jawab, warga masyarakat yang mencatut nama PPWI untuk melakukan permintaan dana ke Kadis Pendidikan Kabupaten Pangandaran, H. Asep M. Kurnia dan Ade Fadil, menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada seluruh jajaran Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di seluruh tanah air. Permohonan maaf yang disampaikan melalui rekaman video itu ditujukan secara khusus kepada Ketua Umum PPWI, Bapak Wilson Lalengke dan Ketua DPD PPWI Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi dan seluruh anggota PPWI se Indonesia, Jum'at 17 Januari 2025.

Berita terkait: Heboh! Nama Organisasi PPWI Dicatut, PPWI Minta Pelaku Bertobat:
http://www.harianbuana.com/2025/01/heboh-nama-organisasi-pers-dicatut-ppwi.html 

Dalam pernyataannya, H. Asep M. Kurnia dan Ade Fadil mengakui adanya kecerobohan serta kekhilafan yang telah dilakukan dalam peristiwa pencatutan nama organisasi PPWI. Mereka menyampaikan penyesalan yang mendalam atas perbuatan yang telah menimbulkan kegaduhan dan ketidak-nyamanan serta mencoreng nama baik PPWI.

“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala bentuk kecerobohan dan kekhilafan yang telah terjadi. Kami berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran berharga bagi kami pribadi, juga bagi seluruh pihak, agar tidak terulang kembali di masa mendatang", ungkap keduanya dalam pernyataan video tersebut.

Langkah ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dalam organisasi PPWI. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke dari Jakarta menyampaikan harapannya agar peristiwa ini menjadi momentum untuk memperkuat kebersamaan dan semangat kolaborasi di tubuh organisasi.

“PPWI menerima permintaan maaf dan memaafkan kedua warga yang telah mencatut nama organisasi PPWI untuk kepentingan pribadi mereka. PPWI berharap kejadian serupa tidak terulang kembali, baik oleh kedua pelaku maupun oleh pihak lain yang mencoba melakukan hal buruk dengan membawa-bawa nama PPWI. Kepada seluruh anggota PPWI se-Indonesia, saya himbau agar semua kita berkenan memaafkan yang bersangkutan. Kita tidak perlu memperpanjang masalah, juga jangan mengucilkan mereka", jelas wartawan senior itu melalui jaringan WhatsApp-nya kepada rekan-rekan media.

Wilson Lalengke juga berharap semoga peristiwa ini menjadi awal untuk membina rekan-rekan warga sekitar, memberdayakan komunitas agar lebih berkarya, kreatif dan meningkat penghidupannya secara ekonomi ke masa depan.

“Dengan keadaan ekonomi yang lebih baik, keinginan untuk melakukan sesuatu yang melanggar norma sosial dan hukum bisa dihilangkan", tambah dia dengan mengatakan bahwa PPWI mengajak semua pihak untuk saling membantu di berbagai bidang usaha, terutama melalui akses UMKM.

Ketua DPD PPWI Jawa Barat Agus Chepy Kurniadi juga mengungkapkan pandangannya, Ia berharap permohonan maaf ini dapat diterima dengan hati lapang oleh seluruh anggota PPWI seluruh Indonesia dan menegaskan pentingnya menjaga komunikasi serta saling memahami dalam setiap dinamika organisasi.

“Kita semua belajar dari setiap kejadian. Semoga pernyataan dan permintaan maaf dari H. Asep M. Kurnia dan Ade Fadil ini menjadi titik balik untuk semakin meningkatkan profesionalitas dan solidaritas di antara kita", ujanya.

Melalui kejadian ini, PPWI diharapkan semakin matang dan solid dalam menjalankan visi serta misinya untuk memajukan jurnalisme warga di Indonesia. Semoga langkah yang diambil oleh H. Asep M. Kurnia dan Ade Fadil menjadi contoh yang baik dalam menghadapi berbagai tantangan internal organisasi dengan penuh kedewasaan dan tanggung jawab. *(TIM/HB)*

Sumber: DPC PPWI Ciamis

BERITA TERKAIT:

Minggu, 12 Januari 2025

Terindikasi Jugun Ianfu Dan Telantarkan Keluarga, Ketum PPWI Surati Kedubes Jepang



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Seorang lelaki berkewarganegaraan Jepang, Makoto Wakimoto terindikasi melakukan praktek jugun ianfu, yakni mengambil wanita untuk memenuhi kebutuhan seksualnya semata selama berada di Indonesia dengan modus menikahi gadis Indonesia. Indikasi tersebut muncul ketika lelaki berusia 69 tahun itu meninggalkan dan menelantarkan istri, Siti Maesaroh (PR/49)iìi di tahun 2008 setelah menikahinya di tahun 2002.

Selama belasan tahun ditinggalkan suaminya begitu saja, Siti Maesaroh berusaha membesarkan anak hasil perkawinanya dengan Wakimoto bernama Azusa Wakimoto dengan berbagai upaya yang bisa dilakukannya. Siti Maesaroh yang tinggal di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat ini, juga beberapa kali mengadukan nasibnya ke Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta, namun tidak mendapatkan pelayanan semestinya.

Hal tersebut diceritakan wanita yang dinikahi secara resmi oleh Makoto Wakimoto itu kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, awal November 2024 lalu. Dalam keterangannya, Siti Maesaroh menjelaskan, bahwa saat dinikahi Makoto Wakimoto, warga Jepang itu sedang berada di Indonesia untuk sebuah pekerjaan proyek.

Pernikahan Maesaroh dengan Wakimoto dilangsungkan secara Islam bertempat di Kantor Urusan Agama Kemayoran Jakarta Utara, dengan bukti Akta Nikah nomor: 888/109/VII/2002 tertanggal 16 Juli 2002. Pada tahun itu juga, anak pertama mereka lahir berjenis kelamin perempuan dan diberi nama Azusa Wakimoto.

Pasangan Suami–Istri beda kewarganegaraan itu hidup bersama selama 6 tahun sebelum akhirnya pria Jepang (jika masih hidup saat ini berumur 69 tahun) itu meninggalkannya. “Pada sekitar pertengahan tahun 2008, saat usia Azusa Wakimoto baru berusia 6 tahun, suami saya Makoto Wakimoto pamit pulang ke Jepang, dan hingga kini tidak ada kabar beritanya lagi", ungkap Siti Maesaroh beberapa waktu lalu.

Bersama anak semata wayangnya, Siti Maesaroh terus berharap mendapatkan kabar tentang suaminya. Beberapa kali ia mendatangi Kedutaan Besar Jepang dan Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta untuk meminta bantuan menghubungi keluarga Makoto Wakimoto di Jepang, namun sia-sia.

“Jawaban terakhir dari Konjen Jepang ke saya mengatakan bahwa keluarga Makoto Wakimoto di Jepang juga tidak punya informasi tentang warganya itu. Hingga saat ini saya merasa masih sebagai istri Makoto Wakimoto, jadi saya tidak pernah berpikiran untuk menikah lagi dan berusaha sendiri sekuat tenaga menghidupi anak saya Azusa Wakimoto", tambah Maesaroh dengan nada sedih.

Terkait pengaduan Siti Maesaroh tersebut, Ketum PPWI Wilson Lalengke melayangkan surat ke Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, yang ditujukan langsung kepada Duta Besar Jepang, Mr. Masaki Yasushi. Surat yang dikirimkan pada 6 Desember 2024 lalu ditembuskan juga ke Presiden Republik Indonesia, Wakil Presiden RI, Menlu RI jdan Menteri HAM RI.

“Amat disayangkan, sudah sebulan sejak surat itu kami kirimkan ke Kedubes Jepang, namun hingga hari ini belum ada respon sama sekali dari pihak Kedubes. Istana juga tidak merespon apa-apa tentang pengaduan warga negaranya yang ditelantarkan oleh warga Jepang itu", jelas Wilson Lalengke mempertanyakan komitmen nilai moralitas Kedubes Jepang, Sabtu (11/01/2025)

Dalam suratnya kepada Duta Besar Jepang, PPWI meminta agar Kedubes Jepang memberikan penjelasan resmi terkait kasus dugaan penelantaran keluarga (Siti Maesaroh sebagai istri dan Azusa Wakimoto sebagai anak – red) oleh pria Warga Negara Jepang bernama Makoto Wakimoto. PPWI juga berharap mendapatkan keterangan tentang kebijakan Pemerintah Jepang dalam menangani kasus dugaan penelantaran keluarga yang berpotensi kuat sebagai perbuatan melanggar hukum (PMH) tersebut.

Selain itu, PPWI meminta agar Pemerintah Jepang memberikan informasi tentang keberadaan Makoto Wakimoto untuk kemudian, jika masih hidup, dipertemukan dengan istri dan anaknya, Siti Maesaroh dan Azusa Wakimoto sesegera mungkin serta meminta pertanggung-jawaban atas kasus dugaan penelantaran keluarga dimaksud.

Pada bagian berikutnya, PPWI juga menegaskan kepada Kedutaan Besar Jepang, bahwa sebagai bangsa yang dikenal menjunjung tinggi kemanusiaan dan hak hidup layak di muka bumi ini, Pemerintah Jepang semestinya tidak dibenarkan lepas tangan dan bersikap tidak peduli terhadap keberadaan seorang anak yang merupakan hasil perkawinan seorang lelaki Warga Negara Jepang dengan seorang wanita dari manapun asalnya.

“Praktek menikahi warga negara Indonesia dapat dianggap sebagai modus untuk mendapatkan layanan seksual dan atau sebagai pelampiasan hasrat seksual belaka untuk kepentingan diri sendiri Makoto Wakimoto selama di Indonesia, yang dapat dipersamakan dengan praktek jugun ianfu di zaman penjajahan Jepang atas Indonesia di masa lalu", tulis Ketum PPWI Wilson Lalengke, dalam suratnya.

Oleh karena itu, tambah lulusan program pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University dan Linkoping University itu, Pemerintah Jepang hendaknya menunjukkan tanggung-jawab atas perilaku warganya, Makoto Wakimoto yang telah menelantarkan warga negara Indonesia atas nama Siti Maesaroh dan anaknya Azusa Wakimoto. 

“Pemerintah Jepang yang dikenal sangat memanusiakan manusia semestinya memberikan perlindungan kepada anak-anak hasil perkawinan warganya dengan perempuan dari manapun asalnya, dengan memberikan kompensasi biaya hidup berupa layanan kesehatan dan kesejahteraan ditambah biaya pendidikan bagi Azusa Wakimoto sebagaimana layaknya anak-anak warga negara Jepang lainnya", tegas Wilson Lalengke.

Sebagai referensi dan pertimbangan bagi Kedutaan Besar Jepang dalam menganalisis dan mengambil kebijakan atas kasus dugaan penelantaran keluarga oleh pria Warga Negara Jepang dimaksud itu, PPWI menyertakan sebanyak 16 berkas dokumen. Dokumen-ini tersebut adalah:

1. Surat Kuasa dari Siti Maesaroh kepada DPN PPWI;
2. Surat Kuasa dari Azusa Wakimoto kepada DPN PPWI;
3. Salinan Surat Nikah Makoto Wakimoto dengan Siti Maesaroh;
4. Salinan Surat Keterangan Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
5. Salinan Akte Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
6. Salinan Surat Keterangan Pelaporan Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
7. Salinan Family Register Certificate Nomor 1021 dari Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta atas nama Makoto Wakimoto (suami), Siti Maesaroh (istri), dan Azusa Wakimoto (anak perempuan pertama);
8. Salinan Passport Jepang Nomor: TH4007027 atas nama Mokoto Wakimoto;
9. Salinan KTP atas nama Siti Maesaroh;
10. Salinan Passport Jepang Nomor: MZ0221103 dan MZ0530284 atas nama Azusa Wakimoto;
11. Salinan KTP atas nama Azusa Wakimoto;
12. Salinan Ijazah SMP dan SMA atas nama Azusa Wakimoto;
13. Salinan International Driving Permit atas nama Makoto Wakimoto;
14. Salinan Izin Tinggal Sementara hingga 06 Juni 2008 atas nama Makoto Wakimoto;
15. Salinan dokumen lainnya yang terkait dengan Makoto Wakimoto (versi bahasa Jepang).
16. Salinan Surat Balasan Kosulat Jenderal Jepang di Jakarta yang menolak permohonan bantuan dari Siti Maesaroh kepada Pemerintah Jepang tertanggal 17 Oktober 2011.

Sementara itu, hingga berita ini dipublikasikan, belum didapatkan tanggapan dari pihak Kedutaan Besar Jepang. Kepada semua pihak terkait, terutama Kedubes Jepang di Jakarta, jika ingin memberikan klarifikasi atas berita ini, silahkan kontak redaksi media ini, atau langsung ke Sekretariat PPWI Nasional di 081371549165 (Shony), email: ppwi.nasional2@gmail.com. *(APL/HB)*

Senin, 06 Januari 2025

Dinilai Ilegal, Presiden Prabowo Diharapkan Tidak Hadiri HPN 2025




Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Provinsi Riau telah ditunjuk sebagai tuan rumah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang direncanakan berlangsung pada tanggal 6 – 9 Februari 2025 oleh kepengurusan Persatuan Wartawan Indonésia (PWI) versi Zulmansyah Sekedang hasil Kongres Luar Biasa (KLB). Di satu sisi, kepengurusan PWI Pusat versi Hendry Ch. Bangun yang sudah dipecat dari ke anggotaan oleh Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat menunjuk Kalimantan Selatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan HPN tahun ini.

Acara itu dirancang dengan berbagai agenda seperti seminar, diskusi dan konvensi nasional untuk membahas isu-isu strategis seputar dunia pers. Kedua kubu kepengurusan PWI menyebarkan berita, bahwa Presiden Prabowo Subianto akan hadir di HPN 2025 di tempat penyelenggaraan HPN versi masing-masing.

Acara ini akhirnya menuai polemik, karena legalitas kedua kepengurusan PWI yang menjadi motor utama kegiatan tersebut masih dipertanyakan. Polemik legalitas ini didasarkan pada fakta, bahwa kedua kepengurusan PWI yang mengklaim sebagai representasi organisasi wartawan tidak memiliki pengesahan resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum HAM).

Situasi itu memunculkan desakan dari sejumlah pihak agar Presiden Prabowo Subianto tidak menghadiri puncak acara HPN 2025 tersebut untuk menghindari kontroversi yang dapat menurunkan kredibilitas dan harga diri Presiden Prabowo Subianto di mata publik.

*Alasan Presiden Sebaiknya Tidak Hadir*

Ketidak-hadiran Presiden di acara tersebut dinilai lebih bijak, mengingat ketiadaan pengesahan dari Kemenkum HAM (saat ini Kementerian Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan – red) terhadap kedua kepengurusan PWI Pusat. Hal itu, tentunya menimbulkan keraguan terhadap legalitas dan legitimasi acara ini. Jika Presiden hadir, hal tersebut berpotensi dianggap sebagai pengakuan terhadap salah-satu kepengurusan organisasi yang status hukumnya belum jelas.

Selain itu, kehadiran Prabowo Subianto di acara dengan landasan hukum yang dipertanyakan dapat menimbulkan kritik terhadap Presiden. Publik akan melihat ini sebagai bentuk ketidak-pekaan Presiden terhadap isu transparansi dan integritas.

Sebagai kepala negara, Presiden memiliki tanggung-jawab besar dalam menjalankan agenda strategis yang lebih mendesak. Kehadiran dalam acara seperti ini, dapat dianggap kurang relevan dan tidak penting dibandingkan dengan tugas-tugas kenegaraan lainnya.

*Kontroversi HPN 2025*

Meskipun dikemas sebagai forum strategis untuk membahas isu-isu krusial, seperti peran media dalam pembangunan bangsa dan tantangan di era digital, sejumlah pihak menilai HPN 2025 lebih condong pada seremonial yang menghabiskan anggaran dan tidak membawa manfaat signifikan. Zulmansyah Sekedang sebagai penanggung-jawab acara menyebut, HPN 2025 sebagai momentum penting bagi insan pers. Namun, status hukum organisasi yang diwakili Zulmansyah justru menjadi tanda tanya besar.

Sementara itu, kepengurusan Hendry yang diduga terlibat dalam dugaan kasus korupsi dana hibah BUMN, telah diblokir oleh Administrasi Hukum Umum (AHU) dan didepak dari gedung Dewan Pers. Hal ini menunjukkan, bahwa kepengurusan Hendry tidak memiliki keabsahan sebagai pengurus PWI Pusat. Dengan status kepengurusan yang illegal tersebut, tentunya pelaksanaan HPN 2025 oleh kubu Hendry cs dapat dipadang sebagai sebuah kegiatan illegal yang tidak boleh dihadiri oleh seseorang dalam kapasitas sebagai pejabat negara.

*Harapan Publik*
 
Banyak kalangan menilai, alih-alih menjadi ajang perayaan, HPN 2025 hanya akan menjadi polemik yang memperburuk citra pers di Indonesia. Selama ini, HPN hanya menjadi ajang reuni para pengurus PWI, menghabiskan bantuan donasi dari negara dan BUMN serta sponsor kegiatan lainnya, serta disinyalir sebagai ajang korupsi uang rakyat.

Ketidak-hadiran Presiden Prabowo Subianto di acara itu diharapkan menjadi simbol komitmen pemerintah terhadap tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersih dan akuntabel. Pemerintah juga didorong untuk lebih fokus pada pemberdayaan pers melalui kerangka hukum yang jelas dan mendukung perkembangan media yang profesional serta bertanggung-jawab.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, langkah untuk tidak menghadiri HPN 2025 akan menunjukkan sikap tegas Presiden dalam menjaga kredibilitas dirinya sekaligus memberikan pesan kuat kepada masyarakat mengenai pentingnya integritas di segala lini. *(TIM/HB)*

Rabu, 18 Desember 2024

Tentang PPN 12% Dan BOSS BESAR



Oleh: Wilson Lalengke

Kota JAKARTA – (harianbuana com).
Secara sederhana, PPN 12% adalah besaran upeti yang ditarik secara paksa oleh Pemerintah Indonesia yang diambil saat orang berbelanja kebutuhan hidupnya sehari-hari.m, seperti ketika beli nasi bungkus, air mineral kemasan, naik gojek dan kebutuhan lainnya. Upeti ini tidak bisa ditawar-tawar, tidak bisa dihindari alias wajib ain harus dibayar dan berlaku bagi setiap orang tanpa kecuali.

Jika rata-rata dalam sehari Anda belanja Rp. 200.000,–, maka Anda harus bayar PPN sebesar Rp. 24.000,– per hari atau Rp. 720.000,– per bulan atau Rp. 8.640.000,– per tahun. Semakin besar uang yang dibelanjakan, semakin besar pula jumlah upeti alias PPN yang Anda harus bayar.

Jika setiap rakyat Indonesia yang berjumlah 284.304.625 jiwa belanja di angka moderat Rp. 200.000,– per hari, maka dana yang didapatkan Pemerintah dari PPN 12% itu adalah Rp. 6.823.311.000.000,– per hari atau Rp. 204.699.330.000.000,– per bulan atau Rp. 2.456.391.960.000.000,– (dua ribu empat ratus lima puluh enam triliun tiga ratus sembilan puluh satu miliar sembilan ratus enam puluh juta rupiah) per tahun.

Semoga rakyat menyadari, bahwa mereka merogoh koceknya untuk upeti, mengisi lebih dari 70 persen ke dalam APBN 2025. Tanpa pajak dari pengusaha-pengusaha konglomerat itu pun, APBN sudah diamankan oleh rakyat Indonesia.

Sekali lagi, perlu dicamkan bahwa PPN tidak bisa ditawar, tidak bisa dikurangi, tidak bisa korting, diskon, apalagi gratis dan terpaksa harus dibayar karena melekat pada harga barang dan jasa yang akan dibeli. Orang miskin dan orang kaya sama kedudukannya di depan PPN. Sama-sama bayar PPN 12 persen saat beli barang dan jasa.

Oleh karena itu, semua rakyat tanpa kecuali berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari aparat, pejabat dan para pelayan rakyat di lembaga pemerintahan manapun, dari pusat hingga ke daerah, bahkan sampai RT/RW yang menerima anggaran negara melalui APBN/APBD. Rakyat berhak menuntut untuk dilayani secara baik dan maksimal oleh negara ini.

Rakyat berhak menuntut diperlakukan sebagai investor atau pemegang saham terbesar dalam anggaran negara yang digunakan untuk membayar para pegawai pemerintah yang alokasinya mencapai lebih dari 60 persen APBN. Rakyat berhak untuk meminta diperlakukan sebagai BOSS BESAR, karena merekalah yang membiayai hidup dan keberlangsungan negara.

Sebagai BOSS BESAR, rakyat harus berani menuntut hak-haknya kepada pengelola negeri ini. Sebagai BOSS BESAR, rakyat tidak boleh malu, segan, apalagi takut kepada siapapun dari jajaran pemerintahan negara, karena Anda Rakyat Indonesia sudah bayar lunas PPN 12 persen setiap kali Anda berbelanja apapun di negara ini.

Sebagai BOSS BESAR, rakyat adalah komisaris negara, rakyat pada hakekatnya adalah pemilik negara dan menugaskan Presiden beserta seluruh jajaran pemerintahannya menjalankan kewajiban melayani rakyat. Sebagai BOSS BESAR, rakyat berhak memerintah para pelayannya, mulai dari presiden, gubernur, bupati/walikota, kementerian, dinas serta lembaga negara lainnya seperti Polri, TNI, komisi-komisi, badan-badan dan lain sebagainya.

Sebagai pelayan, setiap orang yang ditugaskan dan dibiayai hidupnya dari APBN, Anda harus tunduk dan taat kepada rakyat sebagai BOSS BESAR. Setiap orang yang berstatus pelayan rakyat wajib memberikan perhatian dan pelayanan terbaik bagi BOSS BESAR Anda.

Jangan malah terbalik, rakyat sebagai BOSS BESAR diperlakukan semena-mena, dibunuhi aparat di mana-mana, diusir dari tanahnya di mana-mana, ditangkapi, dikriminalisasi, diperas-dirampok bertameng hukum di mana-mana dan berbagai kedzoliman lainnya yang dilakukan terhadap BOSS BESAR.

Sebagai pelayan, Anda wajib mengingat dalam benak dan hati sanubari, bahwa rakyat yang  dibunuhi, diusir dari rumahnya, yang ditangkapi, dikriminalisasi, yang diperas-dirampoki itu adalah penyumbang 70 persen APBN yang daripadanya Anda bisa makan-minum, bermobil-ria, melancong-ria gunakan SPPD, berumah dinas, berpakaian dinas, berkantor mentereng dan lain-lain.

BOSS BESAR, termasuk rakyat miskin-papa itulah yang membiayai hidup Anda melalui upeti PPN 12%, mulai dari biaya peralatan kerja/ bertugas, pemeliharaan kesehatan, makan-minum keluarga hingga ke pembelian pakaian dalam istri/ suami/ anak Anda. Catat dan camkan ini selalu. PPN 12% dari si miskin mengalir ke dalam perut Anda para pelayan rakyat. *(WL/HB)*

Penulis adalah calon pembayar PPN 12%.

Selasa, 17 Desember 2024

Laporan Ke UNESCO Tentang Kondisi Pekerja Media Ditolak, Kedubes Rusia Apresiasi Dukungan PPWI


Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke (kanan).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mr. Sergei Tolchenov menyampaikan apresiasi dan terima-kasih kepada organisasi pers Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) atas dukungan yang diberikan kepada organisasi pers Persatuan Wartawan Rusia (Russia Union of Journalists) dalam penyampaian protes atas draft laporan Direktur Jenderal UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation), Mrs. Audrey Azoulay. Ucapan terima kasih tersebut disampaikan Dubes Rusia melalui atase bidang media dan publikasi Kedubes Rusia Mr. Alexander Tumaykin melalui pesan WhatsApp ke Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, Selasa 17 Desember 2024.

“Mrs. Azoulay’s report was not accepted, thanks to the efforts of all global community and your help, Wilson", tulis Alexander Tumaykin dalam pesan singkatnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, draft laporan UNESCO terkait Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas yang disampaikan Audrey Azoulay pada Sidang ke-34 Dewan Kerja-sama Antar Pemerintah yang membahas Program Internasional untuk Pengembangan Komunikasi UNESCO di Paris, 21–22 November 2024, tidak menyertakan data dan informasi tentang kondisi wartawan dan perkerja media Rusia yang mengalami pembatasan akses informasi, penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan secara sengaja, saat melakukan peliputan di medan perang Rusia melawan Ukraina.

Draft laporan UNESCO itu mendapat protes keras dari organisasi pers Persatuan Wartawan Rusia dan meminta kepada Kedutaan Rusia di berbagai negara untuk menggalang dukungan dari para wartawan di negara tempat bertugas masing-masing.

Kedubes Rusia untuk Indonesia meminta bantuan PPWI memberikan dukungan dalam bentuk surat dukungan dan seruan serta bentuk dukungan lainnya kepada organisasi pers Persatuan Wartawan Rusia tersebut. Ketum PPWI Wilson Lalengke selanjutnya membuat surat resmi dan video yang berisi Seruan Jurnalis Internasional yang dikirimkan ke koleganya di Persatuan Wartawan Rusia untuk diteruskan ke Dirjen UNESCO dan pihak terkait lainnya di badan dunia, Persatuan Bangsa-Bangsa.

Video Seruan Jurnalis Internasional dapat diakses di sini: The Call of International Journalists on Unacceptable UNESCO's Report (https://youtu.be/xVESZ6WcXEk)

Hasilnya, laporan Dirjen Audrey Azoulay terkait Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas yang diajukan ke lembaga dunia itu pada tanggal 13 Desember 2024 lalu di Markas PBB di New York Amerika Serikat ditolak oleh peserta sidang. Penolakan tersebut disambut gembira oleh Persatuan Wartawan Rusia dengan menyampaikan ucapan terima-kasih kepada rekan-rekan jurnalis di seluruh dunia yang sudah memberikan dukungan terhadap perjuangan mereka.

Berikut ini disadurkan kembali secara lengkap isi Seruan Jurnalis Internasional dari PPWI yang juga mengatasnamakan para anggota dan perwakilan PPWI di 25 negara, yang dikirimkan ke UNESCO melalui Persatuan Wartawan Rusia.


SERUAN JURNALIS INTERNASIONAL

Saya, Wilson Lalengke, atas nama segenap anggota organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang berpusat di Jakarta, Indonesia, bersama seluruh perwakilan PPWI di 25 negara di dunia menyerukan kepada Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – UNESCO), untuk merevisi laporannya terkait data dan informasi tentang keadaan dan kondisi para jurnalis yang bertugas dan menjadi korban perang Ukraina versus Russia. Sebagai bagian dari badan dunia, UNESCO wajib menjadi representase seluruh masyarakat dunia, termasuk bagi kalangan jurnalis dari negara manapun tanpa kecuali.

Dalam draft laporan UNESCO tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas Jurnalis yang disampaikan pada pertemuan Sesi Ke-34 Dewan Kerjasama Antar Pemerintahan dan Program Internasional tentang Pembangunan Komunikasi UNESCO di Paris pada tanggal 21–22 November 2024 lalu, lembaga tersebut terkesan diskriminatif dan kurang akurat dalam menyajikan data real terkait hambatan, pembatasan akses, penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan, yang dialami kalangan jurnalis, khususnya para jurnalis Rusia. Oleh sebab itu, sekali lagi saya mendesak agar Direktur Jenderal UNESCO, Ibu Audrey Azoulay, segera merevisi dan melengkapi draft laporannya, sebelum dipublikasikan pada tanggal 13 Desember 2024 mendatang, dengan mencantumkan data faktual tentang kondisi dan situasi yang dialami para wartawan Rusia saat melakukan peliputan di medan perang Rusia-Ukraina.

UNESCO semestinya menjunjung tinggi independensi dan netralitasnya dalam menyampaikan fakta lapangan serta sebagai wasit yang adil bagi semua orang tanpa memandang kewarganegaraan, kebangsaan, ras, agama, dan status sosial, terutama terhadap para pihak yang sedang berkonflik seperti Ukraina dengan Rusia. UNESCO juga harus memegang teguh komitmennya untuk melindungi setiap pekerja jurnalisme dan membela kebebasan berbicara bagi semua pihak.

Saya berharap Seruan Jurnalis Internasional ini menjadi perhatian bagi semua pihak, para jurnalis di manapun, dan teristimewa bagi Direktur Jenderal UNESCO, Ibu Audrey Asoulay. Terima kasih._

Jakarta, 11 Desember 2024.

DEWAN PENGURUS NASIONA PERSATUAN PEWARTA WARGA INDONESIA

Ketua Umum,

Mr. Wilson Lalengke.

Selain menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih melalui pesan WhatsApp, Kedutaan Besar Rusia juga mengundang Ketum PPWI bersama beberapa pekerja media lainnya, untuk menghadiri pertemuan (briefing) dengan Dubes Sergei Tolchenov pada tanggal 20 Desember 2024 mendatang di kediaman Dubes Rusia, Jl. Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan. Dalam undangan tersebut, disebutkan bahwa topik yang akan dibicarakan antara lain tentang: agenda geopolitik, jadwal kegiatan bilateral Rusia - Indonesia serta persiapan Perayaan 75 Tahun Hubungan Diplomatik Rusia dengan Indonesia.

“Me and Ambassador hope to meet you in person at the briefing". Demikian disampaikan Alexander Tumaykin seakan menegaskan agar Ketum PPWI, Wilson Lalengke dapat meluangkan waktu untuk hadir langsung alias tidak diwakilkan ke pertemuan dengan Dubes Rusia yang belum lama bertugas di Indonesia itu.

Merespon undangan tersebut, Wilson Lalengke menyampaikan, bahwa dirinya akan hadir ke acara dimaksud ditemani oleh beberapa Pengurus Nasional PPWI. *(APL/HB)*


Minggu, 15 Desember 2024

Waspadalah, Uka-Uka Gentayangan Di Sekitar Anda



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dalam dunia jurnalisme, istilah ‘uka-uka’ sering muncul dalam pembicaraan sebagai simbol ketidak-profesionalan dalam praktik pers, terutama terkait keharusan wartawan mempunyai sertifikasi uka-uka. Uka-uka telah menjadi momok bagi banyak wartawan. Ribuan keluhan muncul ke permukaan yang berisi kekecewaan para wartawan yang dihambat mendapatkan akses informasi dan peluang kerja-sama pemberitaan dengan pihak-pihak tertentu hanya karena sang wartawan tidak memegang sertifikat uka-uka.

Banyak pejabat di pusat, daerah dan lembaga pengampu hukum seperti DPR, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan lain-lain, acap kali melakukan pembatasan wartawan dan pewarta warga terhadap akses informasi publik dengan alasan yang bersangkutan harus memiliki sertifikat uka-uka alias uji kompetensi wartawan (UKW). Walaupun telah terbukti uka-uka dijadikan kedok menggarong uang rakyat, dana hibah BUMN, oleh para dedengkot koruptor yang adalah pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendry Ch. Bangun Dkk, tapi aparat hukum, DPR dan pihak terkait lainnya terlihat diam seribu bahasa. Uka-uka tetap gentayangan seperti biasa, dijadikan alibi oleh para koruptor di kantor-kantor pemerintah, kantor polisi dan lain-lain untuk menutupi perilaku buruk mereka dari sorotan media.

Kita masih berbaik sangka, mungkin mereka belum paham tentang duduk perkara uka-uka tersebut. Sepanjang para pihak ini tidak paham, maka selama itu pula kondisi Pers Indonesia akan semrawut yang salah-satunya disebabkan oleh keharusan beruka-uka bagi wartawan.

Artikel ini akan mengupas tuntas apa dan mengapa ketidak-pahaman terhadap uka-uka menjadi akar dari berbagai persoalan. Harapannya agar semua pihak, terutama para pihak terkait, seperti para pejabat di pemerintahan, aparat penegak hukum memahami dengan benar soal uka-uka alias uji kompetensi wartawan akal-akalan dewan pers dan konstituen dedengkot korupsi binaannya selama ini.

*Ketidakpahaman yang Berlipat*

Sering kali, seseorang yang tidak memahami permasalahan mencoba mengendalikan situasi, hanya untuk menjerumuskan orang lain ke dalam ketidak-pahaman yang sama. Ketika para pejabat dan aparat hukum atau pihak lainnya yang dianggap memahami hukum ternyata tidak paham masalah kewajiban beruka-uka, mereka justru berkontribusi pada penyebaran kebodohan kolektif.

Mengapa ini dikatakan bodoh? Karena mereka yang tidak paham ikut mengarahkan orang lain, sehingga semua pihak terjebak dalam situasi tanpa pemahaman yang benar alias kubangan kebodohan. Sebagai contoh, jika Anda seorang wartawan yang berurusan dengan pejabat sebuah instansi yang tidak paham uka-uka dan pejabat itu mengharuskan Anda memiliki sertifikat uka-uka, yang kemudian Anda ikuti keharusan itu karena iming-iming peluang kerja-sama dan akses informasi/ wawancara, maka Anda hanya menjadi alat dalam rantai kebodohan ganda. Anda tidak paham, mengikuti arahan orang yang juga tidak paham.

*Mengacu pada UU Pers*

Untuk memahami lebih dalam soal uka-uka, Anda disarankan merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan hanya 21 pasal, UU ini cukup singkat dan mudah dianalisis. Tidak satu pun pasal atau ayat dalam UU Pers itu yang bisa menjadi dasar hukum terkait uka-uka, apalagi keharusan bagi seseorang memiliki sertifikat uka-uka untuk menjadi wartawan dan atau pewarta warga.

Sayangnya, banyak pihak malas membaca undang-undang yang usianya sudah 25 tahun itu. Akibatnya, semua pihak, terutama pejabat dan aparat, bingung dan hanya bisa mem-beo ke surat edaran lembaga partikelir bernama Dewan Pers dan kroco-kroco organisasi pers yang menjadi konstituennya yang jelas-jelas sesat, illegal dan tidak memiliki landasan hukum yang jelas.

Lebih disayangkan lagi, beberapa pihak sudah berupaya memberikan penjelasan dan pencerahan terkait uka-uka illegal tersebut, namun tetap saja diabaikan. Padahal, sudah sangat jelas, bahwa peraturan perundangan yang mengurusi soal sertifikasi profesi dan keahlian di negara ini adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengamanatkan kerja-kerja sertifikasi semacam itu dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018. Peraturan perundangan dan turunannya sangat jelas dan tidak ada keraguan di dalamnya.

Mengapa pejabat dan aparat, ibarat kura-kura dalam perahu, pura-pura bego dalam masalah uka-uka ini? Mengapa mereka yang digaji dari uang rakyat itu secara gegabah menghambakan diri kepada lembaga swasta berlogo bunga kuburan (bunga kemboja) dengan mengikuti perintah dewan pecundang pers bersama konstituennya tersebut? Hampir dipastikan, bahwa di sana ada kolaborasi-mutualistik kolusi–koruptif untuk menggarong uang rakyat tanpa diketahui publik akibat kran informasi ditutup rapat terhadap media-media independent yang tidak terafilisasi dengan dewan pers.

Perbandingan Profesional dan Pemilik Uka-uka

Sesungguhnya kita perlu merasa kasihan kepada para wartwan yang telah menjadi korban uji kompetensi akal-akalan dewan pers dan kawan-kawannya. Fakta lapangan menunjukkan, bahwa rata-rata pemegang sertifikat uka-uka hanya mendapatkan penghasilan sangat kecil, mulai dari Rp. 50 ribu hingga maksimal Rp. 500 ribu, dari kerja-sama dengan berbagai pihak seperti pengusaha, pejabat atau aparat hukum. Oleh karena itu, tak terhitung banyaknya dari mereka yang harus mengorbankan idealisme pers, menggadaikan profesinya sebagai wartawan dengan melakukan KKN berjamaah dengan para aparat dan pejabat itu.

Bandingkan dengan jurnalis profesional seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab atau Rosiana Silalahi, yang memiliki portofolio dan rekam jejak jelas di dunia jurnalisme. Bahkan, belakangan ini banyak pewarta warga dan warganet, youtuber, content creator yang tanpa embel-embel sarjana komunikasi dan atau memiliki sertifikat uka-uka yang justru mendapatkan penghasilan jauh lebih besar dari para wartawan uka-uka. Para profesional ini tidak hanya memperoleh penghasilan besar, tetapi juga dihormati atas kualitas kerja dan integritas mereka.

Mengapa perbedaannya begitu besar? Wartawan uka-uka hanya bergantung pada ‘kertas uka-uka’ tanpa kompetensi atau rekam jejak yang jelas. Sementara itu, para profesional memiliki karya nyata, portofolio yang kuat serta kredibilitas dan integritas yang diakui oleh masyarakat luas.

*Kesimpulan*

Ketidak-pahaman terhadap uka-uka tidak hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan kredibilitas para pekerja jurnalisme itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk terus belajar dan memahami UU Pers serta mengedepankan profesionalisme berbasis kehandalan kerja dan berkarya, bukan oleh selembar sertifikat uka-uka illegal dewan pers. Jika Anda masih bertanya-tanya soal uka-uka dan atau ingin mengikuti uka-uka, saatnya berhenti sejenak dan mulai memahami inti permasalahan uka-uka dengan benar, agar tidak terhipnotis oleh para pelaku uka-uka yang gentayangan di sekitar Anda. *(TIM/HB)*


BERITA TERKAIT:

Terkait Uka-Uka, Ketum PPWI: Kegiatan Ilegal, Tanpa Dasar Hukum



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) Wilson Lalengke kembali menyoroti praktik sertifikasi jurnalis yang dikenal dengan istilah "uka-uka". Menurutnya, kegiatan tersebut adalah ilegal, karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ia menegaskan, bahwa hal ini hanyalah akal-akalan Dewan Pers bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk memeras para wartawan dan sebagai modus ajang korupsi.

“Uka-uka itu sesungguhnya kegiatan ilegal. Tidak ada dasar hukumnya. Sertifikasi profesi dan keahlian yang benar itu melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dasar hukumnya jelas tertulis dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan dan PP Nomor 23 Tahun 2004 yang sudah diperbarui dengan PP Nomor 10 Tahun 2018", tegas Wilson Lalengke dalam keterangannya, Sabtu 14 Desember 2024.

*Uka-Uka dan Kebodohan Hukum*

Wartawan senior itu juga menyebut, bahwa aparat hukum yang seharusnya memahami peraturan malah tidak paham soal praktik uka-uka ini. Ia menghimbau masyarakat, khususnya wartawan, untuk tidak terjerumus dalam kebodohan yang disebabkan oleh ketidak-tahuan mereka sendiri dan orang yang mengendalikan atau mengharuskan wartawan dan masyarakat pewarta untuk mengikuti kegiatan tersebut.

“Jika Anda bekerja-sama dengan orang yang tidak paham masalah uka-uka, maka Anda menjerumuskan diri ke dalam kubangan kebodohan. Anda sendiri tidak paham, ikut pula arahan orang yang tidak paham", kata Wilson Lalengke.

Oleh sebab itu, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini meminta wartawan untuk membaca UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang hanya terdiri atas 21 pasal. Hal ini, untuk memahami, bahwa praktik uka-uka tidak memiliki dasar di dalam undang-undang tersebut.

*Perbandingan dengan Profesional Non Uka-Uka*

Lebih lanjut, Wilson Lalengke membandingkan hasil yang diperoleh pemegang sertifikasi uka-uka dengan para profesional di bidang jurnalistik seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab dan fotografer Darwis Triadi.

“Pemegang sertifikat uka-uka hanya mendapatkan Rp. 50 ribu hingga maksimal Rp. 500 ribu dari kerjasama dengan pengusaha, pejabat atau pemegang proyek. Sementara mereka yang tidak punya sertifikat uka-uka, seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab dan lainnya, bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan juta rupiah karena mereka punya portofolio, rekam jejak dan kemampuan profesional yang diakui masyarakat", jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu.

Menurut Wilson Lalengke, perbedaan ini mencerminkan pentingnya keahlian dan rekam jejak daripada sekadar mengandalkan sertifikasi yang tidak diakui, baik secara hukum maupun oleh masyarakat pengguna barang dan jasa-jasa.

*Himbauan kepada Wartawan*

Pada kesempatan yang sama, Wilson Lalengke menghimbau para wartawan untuk lebih kritis dan tidak mudah terbawa arus oleh praktik-praktik ilegal seperti keharusan beruka-uka.

“Cari tahu dan pahami aturan yang berlaku. Jangan malas membaca UU Pers dan menganalisa isinya. Itu langkah awal untuk menjadi wartawan yang profesional dan independen", himbaunya sambil menambahkan bahwa uka-uka selama ini telah dijadikan modus untuk menggarong uang rakyat di BUMN/ BUMD oleh para dedengkot korupsi binaan dewan pecundang pers.

Tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela kepentingan wartawan dan warga masyarakat di berbagai pelosok ini berharap agar wartawan dan aparat hukum lebih memahami duduk perkara terkait uka-uka. Dengan pemahaman yang baik, praktik-praktik ilegal yang merugikan para pekerja di dunia jurnalisme dapat dihentikan.

“Semoga rekan-rekan media paham dan tidak bertanya lagi soal uka-uka yaa. Terima kasih", tutup Ketum PPWI, Wilson Lalengke. *(iTO/HB)*

Sabtu, 14 Desember 2024

Terkesan Berat Sebelah, PPWI Dukung Persatuan Wartawan Rusia Surati UNESCO



Kota JAKARTA – (harianbuana com).
Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) mengirimkan surat dukungan kepada Presiden Persatuan Wartawan Rusia (Russian Union of Journalists) untuk menyurati Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation – UNESCO) terkait laporan tahunan lembaga internasional itu tentang kondisi wartawan dan pemberitaan di wilayah perang Ukraina – Rusia yang dinilai tendensius dan berpihak kepada Ukraina dan sekutu baratnya. Surat DPN PPWI yang ditanda-tangani Ketua Umumnya, Wilson Lalengke tersebut dikirimkan pada Rabu (11/12/2024) malam (waktu Indonesia).

Pada bagian awal suratnya, Wilson Lalengke atas nama PPWI menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas kontribusi Persatuan Wartawan Rusia dalam mendukung kebebasan jurnalisme, kemerdekaan berpendapat dan keamanan para pekerja media. Hal ini menurut PPWI sangat penting bagi setiap jurnalis dan pewarta di seluruh dunia.

DPN PPWI, lanjut tokoh pers Indonesia ini dalam suratnya, telah menganalisis dengan seksama Draft Laporan tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas yang disampaikan oleh Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, pada Sidang ke-34 Dewan Kerja-sama antar pemerintah yang membahas tentang Program Internasional untuk Pengembangan Komunikasi UNESCO di Paris pada 21–22 November 2024 silam. PPWI berpendapat, bahwa draft laporan tersebut didasarkan pada fakta yang tidak dapat diterima dan jelas mengabaikan berbagai kasus pembunuhan yang disengaja terhadap koresponden Rusia oleh pihak Ukraina dan sekutunya.

Pengabaian yang disengaja terhadap informasi resmi yang disampaikan oleh negara-negara Anggota UNESCO terkait pembatasan akses, penghadangan wartawan, penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan terhadap para Wartawan Rusia yang akan meliput di medan perang merupakan pelanggaran atas prinsip kesetaraan dan netralitas sebuah lembaga internasional yang independen. Sikap semacam itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai dan cita-cita Konstitusi UNESCO serta merusak citra dan kegunaan lembaga itu bagi masyarakat dunia.

Terkait keberatan terhadap hasil kerja UNESCO tersebut, PPWI menyampaikan rasa solidaritasnya kepada segenap pekerja media massa Rusia dan mendukung penuh surat Presiden Persatuan Wartawan Rusia Vladimir Soloviev yang ditujukan kepada Pimpinan UNESCO Audrey Azoulay. Surat dari para wartawan Rusia tersebut pada intinya berisi tuntutan agar isi laporan direvisi dengan memasukkan data objektif terkait rekan-rekan Jurnalis Rusia yang gugur serta informasi mengenai Jurnalis Rusia yang menghadapi kekerasan, ancaman dan penindasan di Ukraina dan negara-negara Barat.

Surat dukungan dari DPN PPWI itu disertai lampiran Seruan Jurnalis Internasional yang isinya meminta agar UNESCO menjunjung tinggi independensi dan netralitasnya dalam menyampaikan fakta lapangan. Lembaga yang menjadi bagian dari PBB tersebut juga diminta menjadi wasit yang adil bagi semua orang tanpa memandang kewarganegaraan, kebangsaan, ras, agama dan status sosial, terutama terhadap para pihak yang sedang berkonflik seperti Ukraina dengan Rusia.

Berikut ini disadurkan secara lengkap isi Seruan Jurnalis Internasional dari PPWI yang juga mengatasnamakan para anggota dan perwakilan PPWI di 25 negara yang dikirimkan ke UNESCO melalui Persatuan Wartawan Rusia.


"SERUAN JURNALIS INTERNASIONAL"

Saya, Wilson Lalengke, atas nama segenap anggota organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang berpusat di Jakarta, Indonesia, bersama seluruh perwakilan PPWI di 25 negara di dunia menyerukan kepada Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization - UNESCO) untuk merevisi laporannya terkait data dan informasi tentang keadaan dan kondisi para jurnalis yang bertugas dan menjadi korban perang Ukraina versus Russia. Sebagai bagian dari badan dunia, UNESCO wajib menjadi representase seluruh masyarakat dunia, termasuk bagi kalangan jurnalis dari negara manapun tanpa kecuali.

Dalam draft laporan UNESCO tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas Jurnalis yang disampaikan pada pertemuan Sesi Ke-34 Dewan Kerjasama Antar Pemerintahan dan Program Internasional tentang Pembangunan Komunikasi UNESCO di Paris pada tanggal 21–22 November 2024 lalu, lembaga tersebut terkesan diskriminatif dan kurang akurat dalam menyajikan data real terkait hambatan, pembatasan akses, penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan yang dialami kalangan jurnalis, khususnya para jurnalis Rusia. Oleh sebab itu, sekali lagi saya mendesak agar Direktur Jenderal UNESCO Ibu Audrey Azoulay segera merevisi dan melengkapi draft laporannya, sebelum dipublikasikan pada tanggal 13 Desember 2024 mendatang, dengan mencantumkan data faktual tentang kondisi dan situasi yang dialami para Wartawan Rusia saat melakukan peliputan di medan perang Rusia-Ukraina.

UNESCO semestinya menjunjung tinggi independensi dan netralitasnya dalam menyampaikan fakta lapangan serta sebagai wasit yang adil bagi semua orang tanpa memandang kewarganegaraan, kebangsaan, ras, agama dan status sosial, terutama terhadap para pihak yang sedang berkonflik seperti Ukraina dengan Rusia. UNESCO juga harus memegang teguh komitmennya untuk melindungi setiap pekerja jurnalisme dan membela kebebasan berbicara bagi semua pihak.

Saya berharape, Seruan Jurnalis Internasional ini menjadi perhatian bagi semua pihak, para jurnalis di manapun dan teristimewa bagi Direktur Jenderal UNESCO Ibu Audrey Asoulay. Terima kasih.

Jakarta, 11 Desember 2024_
DEWAN PENGURUS NASIONAL PERSATUAN PEWARTA WARGA INDONESIA
Ketua Umum,
Mr. Wilson Lalengke.


Sebagaimana kiprahnya di dalam negeri, PPWI juga sangat konsern untuk memperjuangkan dan membela hak-hak para wartawan dan pewarta warga di belahan dunia manapun. Dalam mukadimah Deklarasi HAM Internasional yang diadopsi PBB dinyatakan bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada diri setiap orang serta hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua manusia merupakan dasar kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia.

“Oleh karena itu, kita semua harus memperjuangkan dan membela hak-hak hidup, bebas, adil, dan dunia yang damai bagi semua orang dimanapun berada tanpa pengecualian sama sekali. Inilah komitmen PPWI sejak didirikan 17 tahun lalu", ungkap Wilson Lalengke dalam pernyataannya kepada media-media di tanah air, Jumat13 Desember 2024. *(APL/HB)*

Senin, 09 Desember 2024

Jurnalisme, Korupsi Dan PWI Cashback



Oleh: Wilson Lalengke.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Pejabat korupsi? Sudah biasa. Aparat korupsi? Juga sudah biasa. Wartawan korupsi? Ini baru luar biasa...! Dan, ketika pejabat dan aparat menyatu dengan wartawan berkolusi melakukan korupsi, cepat atau lambat negara ini dipastikan akan hancur binasa...!

Kasus PWI Cashback yang tertangkap basah oleh kalangan wartawan beberapa bulan lalu adalah kotak pandora yang membuka mata rakyat yang menjadi jawaban atas pertanyaan: "Makin gencar kampanye anti korupsi, tapi mengapa korupsi makin meraja-lela?". Jawabannya, karena wartawan diduga ikut korupsi uang rakyat melalui berbagai modus dan bermacam varian.

Kasus dugaan korupsi di kalangan wartawan yang tertangkap basah yang melibatkan para dedengkot koruptor PWI, hanyalah ibarat puncak gunung es. Persoalan dan volume korupsi di dunia pers yang tidak terlihat di permukaan jauh lebih besar. Bahkan, maha besar dari yang bisa dibayangkan publik.

Praktek ini sudah berlangsung lama, bahkan di kalangan organisasi PWI dan konstituen dewan pers lainnya, hal itu nyaris menjadi budaya internal dan dianggap sudah biasa, dari pusat hingga ke daerah-daerah. Namun, mengapa juga seolah-olah tidak terendus publik dan atau aparat...!

Bagaimana mungkin para wartawan yang terlibat praktek kolusi-koruptif dengan para oknum pejabat dan aparat akan memberitakan kasus korupsi yang melibatkan dirinya sendiri? Bunuh diri namanya...! Dus, bagaimana mungkin aparat akan mampu mengendus praktek nista semacam itu, sementara mereka sendiri ada dalam kubangan perilaku korup yang sama dengan para wartawan itu? Bunuh diri juga namanya...!

Lihat saja buktinya, saya terangkan pelan-pelan yaa...!? Kasus dugaan korupsi uang rakyat, yakni dana hibah BUMN yang dikucurkan ke organisasi pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat yang disinyalir terjadi di kurun waktu Desember 2023 hingga Maret 2024, dikenal sebagai PWI Gate dan PWI Cashback. Disebut PWI Gate karena kasus itu melibatkan para pengurus pusat PWI, Hendry Ch. Bangun, cs. Disebut PWI Cashback karena dana yang diduga dikorupsi sebesar lebih dari Rp. 1,7 miliar dikatakan untuk cashback yang harus disetorkan ke pejabat di Kementerian BUMN.

Pada tanggal 13 Mei 2024, dengan penuh semangat anti korupsi, kasus tersebut dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) oleh Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI). Karena begitu semangatnya, salinan berkas laporan disertai lampiran dokumen dan bukti awal dugaan tindak pidana korupsi oleh Hendry Ch. Bangun, dan kawan-kawannya ke KPK itu juga dikirimkan ke Presiden, Kementerian/ Lembaga, MPR-RI/ DPR-RI/ DPD-RI, Kejagung, Kapolri, Mahkamah Agung dan ribuan instansi pemerintah yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di hampir semua provinsi dan kabupaten/ kota di Indonesia.

Hasilnya? KPK mengatakan, belum cukup bukti terjadinya tindak pidana korupsi di kasus PWI Cashback itu. KPK mungkin beranggapan, penggarongan uang rakyat yang hanya sekitar Rp.1,7 miliar bukan nominal yang cukup untuk dirampok oleh para pegawai yang akan menjaga para terduga koruptor Hendry Ch. Bangun Dkk. dan pejabat BUMN jika mereka ditahan di Rutan KPK, sebagaimana perilaku koruptif oknum petugas Rutan KPK memeras para Tahanan korupsi yang sudah menjadi keseharian para oknum pegawai di Gedung Merah Putih KPK tersebut. Penanganan laporan itu kini tidak jelas ujung akhirnya.

Merespon laporan yang sama, Mabes Polri juga tidak kalah buruknya. Dalam surat Pemberitahuan Hasil Telaah Dumas tertanggal 18 November 2024 yang dikirimkan ke Sekretariat PPWI Nasional, Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Polri mengatakan, bahwa dana hibah yang disalurkan oleh BUMN ke PWI itu sudah sesuai dengan peraturan Menteri BUMN nomor sekian. Persoalan utamanya bukan pada masalah penyaluran dananya bossqu...! Tapi cashback alias uang garongan dari dana hibah itu yang diambil secara ilegal untuk kepentingan pihak tertentu di BUMN dan atau oknum para pengurus PWI, itulah yang harus diusut tuntas bossqu...!

Lebih konyol lagi, alasan Dirtipidkor untuk tidak memproses kasusnya adalah karena pengurus pusat PWI, yakni Hendry Ch. Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhammad Ihsan dan Syarif Hidayatullah telah diberikan sanksi oleh Dewan Kehormatan PWI. Bagaimana mungkin persoalan tindak pidana penggarongan uang rakyat diselesaikan dengan pemberian sanksi di internal organisasi PWI? Mana otak...!? Mana otak woy…!? Sehatkah Anda wahai para Jenderal di Mabes Polri sana...?

Kolaborasi koruptif yang tercipta di antara para wartawan dengan jajaran pejabat dan aparat di seantero negeri selama ini merupakan penyakit kanker kronis yang membuat korupsi tumbuh subur tak terbendung. Jangankan mengendus dan menangkap para koruptor, rakyat berbodong melaporkan koruptor ke kantor aparat hukum pun tidak bakal diproses sebagaimana mestinya. Benarlah kata pepatah: "Sesama busway dilarang saling mendahului, sesama pelaku korupsi harus saling melindungi". 

Melihat fakta-fakta di atas itu, akhirnya kita berkesimpulan, bahwa pemberantasan korupsi hampir mustahil berhasil jika kita membiarkan dunia jurnalisme Indonesia tidak berbenah. Pemerintah semestinya segera turun tangan memperbaiki kondisi pers di negeri ini, terutama dalam menangani keterlibatan para wartawan dalam lingkaran mafia garong uang rakyat di berbagai BUMN/ BUMD, Kementerian/ Lembaga dan instansi pemerintahan di pusat dan daerah.

Walau demikian, yang justru harus berperan utama dalam pembenahan jurnalisme yang semakin buruk akibat keterlibatan pekerja pers dalam kasus korupsi ini adalah para wartawan itu sendiri. Upaya menciptakan budaya anti korupsi harus dimulai dari diri para pelakon jurnalisme. Hal itu hanya dapat diwujudkan dari kesadaran para jurnalis untuk kembali ke jati diri dan hakikat jurnalisme yang mendasari aktivitas jurnalistik.

Mengutip Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) yang merumuskan sejumlah prinsip dalam jurnalisme, terdapat beberapa prinsip dasar yang semestinya menjadi pegangan setiap jurnalis. Pertama, kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. Poin ‘kebenaran’ adalah esensi terpenting dari sebuah informasi yang wajib menjadi roh kerja-kerja jurnalisme. Setiap informasi yang akan diberitakan, seorang (wartawan, pewarta warga, warganet, masyarakat umum siapa pun) harus memastikan bahwa informasi tersebut betul-betul benar, alias bukan kebohongan, bukan dusta, bukan rekayasa. Prinsip jurnalisme kebenaran hanya dapat dilakukan seseorang pada kondisi tanpa dibebani kepentingan tertentu.

Kedua, loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada kepentingan warga (publik). Kerja-kerja jurnalistik hampir pasti terikat dengan kepentingan internal para pekerja di bidang pers, seperti perusahaannya, organisasinya, konstituennya dan majikannya. Namun, kata Covach dan Rosentiel, kesetiaan pertama para jurnalis harus diberikan kepada masyarakat, karena hal ini merupakan konsekwensi dari perjanjian wartawan dengan publik penerima informasi yang disajikannya. Loyalitas kepada kepentingan warga masyarakat merupakan harga mati yang adalah wujud independensi jurnalistik. Independensi seorang pekerja jurnalisme diwujudkan dalam kiprahnya yang bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik. Dalam konteks loyalitas kepada warga ini, wartawan berkewajiban menggaungkan suara warga masyarakat yang lemah, keluh-kesah mereka yang tak mampu bersuara sendiri.

Prinsip ketiga, yang amat sangat penting dalam melakoni kerja kewartawanan, yakni jurnalis adalah pemantau independen terhadap kekuasaan. Wartawan harus menjadi pemantau (watchdog) terhadap segenap gerak-gerik pemerintah dalam menjalankan tugasnya, di semua level, lini, tempat dan waktu. Wartawan juga harus menjadi pemantau terhadap semua lembaga non pemerintah yang kuat atau dominan di masyarakat. Kalangan pers harus berfungsi sebagai pengawas dan pendorong para pemimpin negara, bangsa dan masyarakat agar mereka tidak melakukan hal-hal buruk, tindakan yang tidak boleh dilakukan sebagai pejabat publik atau pelayan masyarakat.

Prinsip keempat, jurnalis berkewajiban mengikuti suara nuraninya sendiri. Kepekaan terhadap kondisi sosial masyarakat yang menjadi ‘majikan’ yang kepada mereka kesetiaan pertama wartawan ditujukan menjadi kunci keberhasilan seorang jurnalis melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai wartawan. Namun, kepekaan saja tidak cukup. Kepekaan itu harus diikuti keberanian untuk mengikuti suara hati nurani sang wartawan dan atau pewarta. Ia wajib berpikir, bersikap, berkata dan bertindak sesuai suara hati nuraninya.

Prinsip kelima, semua warga memiliki hak dan tanggung-jawab dalam dunia jurnalisme. Perkembangan teknologi informasi, khususnya internet telah melahirkan :genre baru' dalam dunia publikasi media massa. Genre jurnalisme yang melibatkan warga masyarakat biasa yang tidak lagi sekadar konsumen pasif dari media, tetapi mereka juga menciptakan media publikasi sendiri. Setiap orang dapat membuat dan memiliki media massa dalam bentuk blog, media online, media warga (citizen journalism), media sosial, media komunitas dan media alternatif lainnya seperti jejaring WhatsApp Group, Komunitas WhatsApp dan Channel WhatsApp. Ruang publikasi yang melibatkan warga secara luas itu harus difungsikan secara bertanggung-jawab sebagai penyumbang pemikiran, saran dan usulan, informasi atau laporan awal, opini dan bentuk informasi lainnya bagi kemajuan pembenahan jurnalisme di Indonesia. Warga juga bertangung-jawab dalam pemantauan dan pengawasan terhadap kekuasaan, lembaga non pemerintah dan bahkan terhadap pekerja pers itu sendiri.

Penerapan prinsip-prinsip jurnalisme di atas perlu dilakukan secara konsisten oleh setiap insan pers, baik wartawan maupun manajemen media massa lainnya, termasuk aktivis jurnalisme warga dan warganet (netizen). Usaha ini merupakan bentuk pembinaan mentalitas dan moralitas wartawan agar berperilaku sebagai sebenar-benarnya wartawan atau pewarta. Hanya dengan demikian, hasrat korupsi-kolaboratif ‘saling menguntungkan, saling melindungi’ dengan pejabat dan aparat dapat dihilangkan dalam diri wartawan, yang pada gilirannya akan menjadikan kalangan pejabat dan aparat tidak lagi melanjutkan kebiasaan korupsi karena dipantau ketat oleh para wartawan yang sudah ‘insyaf, kembali ke jalan yang benar’.

Pembenahan dapat dimulai dari penuntasan kasus PWI Cashback oleh jajaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang selalu koar-koar akan mengejar para koruptor hingga ke lobang tikus. Kasus PWI Cashback menjadi batu ujian pemberantasan korupsi bagi Prabowo Subianto untuk diselesaikan hingga tuntas-tas-tas-tas! Selamat Hari Anti Korupsi Dunia. *(*)*

* Penulis adalah Ketua Umum PPWI, Pimpinan Redaksi media Koran Online Pewarta Indonesia.

Sabtu, 07 Desember 2024

Kedubes Tunisia Siap Jalin Kolaborasi Dengan PPWI



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kedutaan Besar (Kedubes) Tunisia di Jakarta menyatakan siap menjalin kolaborasi strategis dengan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dalam berbagai bidang, termasuk publikasi informasi tentang negara Republik Tunisia. Hal ini diungkapkan Duta Besar (Dubes) Tunisia untuk Indonesia, Dr. Mohamed Trabelsi, saat menerima kunjungan silahturahmi (courtesy visit) Pengurus Nasional PPWI di kantor Kedubes Tunisia, Kamis (05/12/2024).

"Nama negara kita sama-sama berakhiran ‘sia, Indone-sia, Tuni-sia’, warna bendera sama-sama merah dan putih, sama-sama pernah melawan penjajahan – Belanda di Indonesia dan Prancis di Tunisia, dan sekarang kita juga sama-sama mendukung kemerdekaan Palestina", ujar Dubes Tunisia untuk Indonesia Dr. Mohamed Trabelsi, saat menerima kunjungan silahturahmi (courtesy visit) Pengurus Nasional PPWI di kantor Kedubes Tunisia, Kamis (05/12/2024).

Dr. Mohamed Trabelsi bahkan juga mengutip pepatah Tunisia yang terkait dengan dunia media massa, yakni: “Jadikan dirimu terkenal maka engkau akan kaya/sejahtera; media merupakan perangkat yang akan membuatmu terkenal".

Oleh karena itu, lanjut Dubes Tunisia Dr. Mohamed Trabelsi, pihaknya akan memanfaatkan jaringan media yang ada semaksimal mungkin untuk memperkenalkan dan membuat Tunisia populer di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, kerja-sama dengan organisasi PPWI menjadi sangat relevan dan penting bagi Tunisia.

Kunjungan courtesy visit tersebut dihadiri oleh Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke; Wakil Ketua III Abdul Rahman Dabboussi; Wasekjen PPWI Julian Caisar; Wakil Bendahara I Mbak Wina dan Anggota PPWI DKI Jakarta Achmad Saifullah. Sementara itu, Dubes Tunisia, Dr. Mohamed Trabelsi didampingi Sekretaris Kedubes Mr. Wissem.

Dalam diskusi yang berlangsung lebih dari satu jam ini, kedua pihak membahas berbagai topik, termasuk kiprah PPWI selama 17 tahun, kolaborasi dengan Kedutaan Besar negara-negara lain seperti Kerajaan Maroko dan Kesultanan Oman serta jejaring PPWI yang telah menjangkau Tunisia dan belasan negara di kawasan Arab dan Timur Tengah.

Dubes Tunisia sangat terkesan atas penjelasan Abdul Rahman Dabboussi tentang PPWI dan kiprahnya memberdayakan masyarakat umum di bidang jurnalisme warga selama ini yang disampaikan dalam bahasa Arab.

Sebagai bentuk apresiasi, PPWI bersama mitra konsorsiumnya, Firsts Union Association yang berpusat di Lebanon memberikan penghargaan berbentuk International Certificate of Appreciation dan menyematkan Pin PPWI kepada Dubes Trabelsi. Acara diakhiri dengan short interview atau wawancara singkat diikuti berfoto bersama.

Ketum PPWI, Wilson Lalengke, usai pertemuan menyampaikan kepada media ini, bahwa pihaknya sangat berterima kasih atas sambutan hangat dari Dubes Tunisia terhadap kunjungan silahturahmi tersebut.

“Atas nama PPWI saya menyampaikan ucapat terima kasih kepada Dubes Tunisia, Yang Mulia Dr. Mohamed Trabelsi. Ini merupakan sebuah kehormatan bagi PPWI dapat bertemu berdisuksi dengan Bapak Dubes yang memberikan sambutan hangat atas kunjungan ini", ungkap tokoh pers nasional itu penuh semangat.

Untuk menindak-lanjuti hasil pertemuan tersebut, PPWI Nasional akan segera menyusun draft program kerja-sama yang akan disampaikan kepada Kedutaan Besar Tunisia.

“Semoga awal tahun 2025 mendatang, kita sudah bisa memulai implementasi kerjasama antara DPN PPWI dan Kedubes Tunisia untuk Indonesia", ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini sambil menambahkan bahwa PPWI telah memiliki Kepala Perwakilan PPWI di Tunis, ibukota Republik Tunisia, atas nama Ms. Hedia Bent Mokthar LOUATI.

Kunjungan PPWI ke Kedubes Tunisia ini diharapkan menjadi langkah awal yang produktif sebagai bagian dari partisipasi masyarakat sipil dalam mempererat hubungan bilateral antara Tunisia dan Indonesia, khususnya dalam bidang publikasi dan penyebaran informasi yang bermanfaat bagi kedua negara. *(TIM/HB)*

Kamis, 05 Desember 2024

Pemberian Penghargaan International Certificate Hiasi Perayaan Hari Nasional Uni Emirat Arab Di Jakarta


Salah-satu suasana saat konsorsium Firsts Union dan PPWI menganugerahkan piagam International Certificate kepada Duta Besar Kuwait, HE. Dr. Faisal Fayez H. Albeghaili. Kepada Dubes Kuwait ini, Ketum PPWI Wilson Lalengke juga menyematkan Pin PPWI sebagai penanda persahabatan yang kuat antara para jurnalis warga Kuwait dengan jajaran pewarta di dalam negeri Indonesia.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kedutaan Besar Uni Emirat Arab (UEA) di Jakarta menyelenggarakan resepsi perayaan Hari Nasional ke-53 negara tersebut pada Selasa (03/12/2024) malam, di Dian Ballroom Hotel Raffles, di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta. Sebagai salah-satu negara terkaya di dunia, penyelenggaraan perayaan tersebut tergolong sangat mewah serta dalam suasana penuh kebanggaan dengan kehadiran sejumlah tokoh elit nasional dan internasional.

Acara luar biasa yang diinisiasi Duta Besar UEA untuk Indonesia HE. Dr. Abdulla Salem AlDhaheri ini dihadiri Wakil Presiden Republik Indonesia ( Wapres RI) Gibran Rakabuming Raka dan sejumlah besar Menteri Kabinet Merah Putih. Luhut Binsar Panjaitan dan Agus Harimurti Yudhoyono adalah dua di antara tokoh penting yang hadir menemani Wapres Gibran.

Selain itu, para pejabat tinggi negara yang terlihat hadir antara lain Ketua DPD RI Sultan Najamuddin bersama beberapa Anggota DPR-RI dan DPD-RI. Hampir semua duta besar (Dubes) negara sahabat yang ada di Jakarta menghadiri acara spektakuler tersebut.

Presiden Asosiasi Firsts Union Dr. Abdul Rahman Saleem Dabboussi bersama rekannya Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) Wilson Lalengke yang hadir atas undangan khusus Dubes UEA, turut mengucapkan selamat Hari Nasional Ke-53 UEA kepada Dubes Abdulla Salem AlDhaheri dalam suasana penuh kehangatan.

Penyampaian ucapan selamat tersebut tidak hanya mencerminkan hubungan baik antara pihak Firsts Union, PPWI dan UEA, tetapi juga menunjukkan adanya semangat saling mendukung dan membangun kerja sama masyarakat internasional yang lebih erat.

Salah-satu mata acara dari rangkaian perayaan ini adalah pemberian penghargaan berupa International Certificate kepada Duta Besar UEA Yang Mulia Dr. Abdulla Salem AlDhaheri dari konsorsium Firsts Union dan PPWI.

Penghargaan tersebut diberikan sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi luar biasa beliau dalam mempererat hubungan di antara negara-negara di dunia, khususnya antara UEA dengan Indonesia serta peran Dubes Abdulla memajukan sektor jurnalisme dan kepenulisan.

Penyerahan penghargaan International Certificate oleh kedua pimpinan organisasi ini kepada Dubes UAE dilakukan di panggung utama, disaksikan Wapres Gibran dan ribuan undangan yang hadir di acara dimaksud serta diliput oleh berbagai media nasional dan internasional.

Sebagai tambahan informasi, di siang harinya, sebelum menghadiri acara Hari Nasional UAE, Abdul Rahman Dabboussi dan Wilson Lalengke bersama beberapa pengurus PPWI Nasional melakukan kunjungan courtesy visit kepada Duta Besar Kuwait dan Duta Besar Mesir.

Dalam dua kunjungan tersebut, Presiden Firsts Union dan Ketum PPWI mendiskusikan berbagai program kerja sama yang dapat dilakukan bersama, terutama terkait isu-isu internasional seperti perdamaian, peningkatan konektivitas komunikasi antar warga sipil, pendidikan dan penyelenggaraan event internasional bersama.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, konsorsium Firsts Union dan PPWI menganugerahkan piagam International Certificate kepada Duta Besar Kuwait, HE. Dr. Faisal Fayez H. Albeghaili. Kepada Dubes Kuwait ini, Ketum PPWI Wilson Lalengke juga menyematkan Pin PPWI sebagai penanda persahabatan yang kuat antara para jurnalis warga Kuwait dengan jajaran pewarta di dalam negeri Indonesia.

Duta Besar Mesir, HE. Dr. Yasser Elshemy, bersama Kepala Bidang Politik Kedubes Mesir, Dr. Islam Goher menyambut baik inisiatif courtesy visit ke Kantor Kedubes Mesir. Pertemuan-pertemuan ini semakin memperkuat hubungan antara organisasi PPWI dan Firsts Union dengan negara-negara Arab serta membuka peluang lebih besar untuk kolaborasi di masa depan. *(TIM/HB)*

Selasa, 03 Desember 2024

PPWI Nasional Courtesy Visit Ke Kedubes Kuwait



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) dipimpin Ketua Umum Wilson Lalengke melakukan kunjungan silahturahmi  (courtesy visit) ke Kedutaan Besar (Kedubes) Kuwait di Jakarta, Selasa 03 Desember 2024. Pada kunjungan tersebut, rombongan PPWI diterima langsung oleh Dubes Kuwait Dr. Faisal Fayez H Beghili, di kantornya di bilangan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Dubes Faisal ditemani Sekretaris Kedubes Abdulrahman Alsaeed.

Selain Wilson Lalengke, hadir juga dari DPN PPWI di acara audiensi tersebut, Mr. Abdul Rahman Dabbousi, Julian Caisar dan Mbak Wina. Para pengurus PPWI Nasional itu tiba di Kantor Kedubes Kuwait sekitar pukul 11.00 WIB sesuai jadwal pertemuan yang sudah diatur sebelumnya.

Pada kesempatan itu, PPWI melalui Abdul Rahman Dabboussi yang sangat fasih berbahasa Arab ini menjelaskan tentang tujuan utama kunjungan PPWI, yakni untuk menjalin hubungan komunikasi dan silahturahmi dengan Kedutaan Besar Kuwait. Selain itu, PPWI juga ingin menawarkan program kerja-sama membantu Kedutaan dalam berbagai bidang, seperti publikasi, penyelenggaraan event nasional dan internasional, konfrerensi bersama dan lomba menulis tentang Kuwait dan hubungannya dengan Indonesia serta bentuk kerjasama lainnya.

Dubes Faisal terlihat sangat antusias menerima kunjungan PPWI tersebut dan menilai program yang dapat dikerja-samakan di masa mendatang dengan Kedubes Kuwait sangat baik dan diperlukan. Dubes menyatakan sangat mengapresiasi kunjungan PPWI dan akan melihat kemungkinan-kemungkinan untuk menindaklanjuti beberapa usulan kerjasama dari PPWI.

Di akhir pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, dilakukan tukar-menukar cendramata antar kedua pihak, PPWI dan Kedubes Kuwait. *(APL/HB)*

Selasa, 26 November 2024

Restorative Justice Hasilkan Perdamaian, PPWI Cabut Gugatan Prapid Terhadap Kapolri



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) akhirnya mencabut gugatan Pra-peradilan (Prapid) terhadap Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam kasus dugaan kesalahan prosedur penetapan tersangka dan penahanan atas diri wartawati Indragiri Hilir, Rosmely, oleh Kapolres Inhil beberapa waktu lalu. Pencabutan gugatan Prapid tersebut dilakukan dalam sidang hari pertama yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 25 November 2024.

Hal itu, disampaikan Penasehat Hukum PPWI Advokat Ujang Kosasih, SH., kepada media ini usai menghadiri sidang Prapid yang dilaksanakan di Ruang Dr. Mr. Kusumah Atmaja PN Jaksel.

“Berdasarkan pertimbangan bahwa telah terjadi proses perdamaian antara pelapor Saruji dengan klien kami, Rosmely, melalui restorative justice beberapa waktu lalu, maka Tim PH dan klien kami, Rosmely, yang didukung oleh jajaran pengurus pusat PPWI, pada sidang hari pertama tadi, kami nyatakan mencabut gugatan Prapid terhadap Kapolri, Kapolda Riau, dan Kapolres Inhil, yang kami daftarkan pada tanggal 01 November 2024 lalu", jelas advokat senior kelahiran Banten itu sambil menambahkan, bahwa sudah tidak ada alasan signifikan untuk melanjutkan gugatan Prapid tersebut.

Di samping Advokat Ujang Kosasih, SH., hadir juga rekan sesama PH PPWI Advokat H. Alfan Sari, S.mH., MH., MM., Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, SPd., MSc, MA serta beberapa pengurus dan anggota PPWI. Selain itu, terlihat hadir di ruang sidang wartawan Rosmely yang tidak lain adalah Ketua DPC PPWI Inhil yang menjadi korban kriminalisasi dedengkot pungli Saruji bersama 8 (delapan) organisasi pers pelacur jurnalisme di Inhil dan diaminkan oleh oknum Kasatreskrim Polres di daerah tersebut.

Sementara itu pihak Tergugat I Kapolri; Tergugat II Kapolda Riau dan Tergugat III Kapolres Inhil mengirimkan masing-masing 3 (tiga) orang personil anggota Polri dari unitnya masing-masing, hadir mewakili pimpinannya untuk menghadapi gugatan dari PH PPWI. Total perwakilan tergugat adalah 9 (sembilan) personil polisi.

Usai hakim tunggal yang mengadili perkara tersebut membuka persidangan, selanjutnya dilakukan proses verifikasi dan validasi identitas dari masing-masing perwakilan, baik dari pihak PH PPWI sebagai Penggungat Prapid maupun dari jajaran perwakilan tergugat. Dalam persidangan ini, ternyata personil polisi dari unit Divisi Hukum Polri yang ditugaskan mewakili Kapolri belum mengantongi Surat Kuasa dari Kapolri sebagai Tergugat I.


Walaupun sedianya persidangan perlu ditunda hingga para perwakilan Tergugat dapat hadir dengan mengantongi Surat Kuasa dari prinsipalnya (kliennya), namun persidangan tetap dilanjutkan untuk mendengarkan pernyataan dari pihak Penggunggat Prapid. Perwakilan penggunggat. Advokat Ujang Kosasih selanjutnya menyampaikan, bahwa melalui persidangan ini, pihak Penggunggat Prapid mencabut gugatannya dengan pertimbangan kliennya Rosmely telah dibebaskan oleh Polres Indragiri Hilir melalui mekanisme restorative justice.

Pernyataan pencabutan gugatan Prapid ini disambut baik dan disetujui oleh para Tergugat dengan penuh gembira dan sukacita. Hal itu terlihat dari senyum semringah dan raut wajah yang tiba-tiba berubah cerah dari sebelumnya yang tampak kusam dan penuh beban sejak masuk ke dalam ruang sidang.

Setelah membacakan hasil persidangan yang pada intinya penggunggat Prapid telah mencabut gugatannya dan pengadilan memutuskan menerima pencabutan gugatan, hakim tunggal atas perkara nomor: 112/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel mengetuk palu sebagai penanda persidangan selesai. Para pihak, Penggunggat dan Tergugat hselanjutnya bersalam-salaman satu sama lainnya dengan penuh keakraban dan persahabatan.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di halaman PN Jakarta Selatan, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke mengatakan, bahwa persidangan Prapid ini dimaksudkan untuk menjadi pembelajaran bersama, baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat banyak.

“Kita perlu terus membenahi penerapan peraturan dengan benar sesuai koridor hukum yang dibuat oleh negara ini, tidak sewenang-wenang atau sesuai kehendak pihak tertentu. Oleh karena itu maka setiap warga negara harus selalu kritis dan berani mengkritisi penerapan hukum yang tidak benar, jika perlu melalui jalur Praperadilan", terang alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu sambil menambahkan, bahwa Prapid hari ini adalah salah-satu contoh bagi masyarakat Indonesia dalam melakukan koreksi dan perbaikan terhadap penegakan hukum di negara yang kita cintai ini.

Pada kesempatan yang sama, Rosmely menyampaikan harapan agar peristiwa yang dialaminya, terutama terkait proses Praperadilan hari ini hendaknya menjadi pelajaran bagi masyarakat Riau, khususnya Indragiri Hilir agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

“Saya berharap ke depan tidak ada lagi Mely-Mely berikutnya yang harus mengalami nasib dikriminalisasi oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu, marilah kita bekerja, melaksanakan tugas masing-masing dengan baik dan benar sesuai peraturan hukum yang berlaku", ujarnya, penuh harap. *(TIM/HB)*

Senin, 25 November 2024

Kesal Di-PHP, Wilson Lalengke Propamkan Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Masih ingatkah Anda tentang kasus dugaan korupsi dan atau penggelapan uang rakyat dana hibah BUMN yang diduga dilakukan pengurus pusat PWI? Kasus yang diduga melibatkan Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhamad Ihsan dan Syarief Hidayatullah itu telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 Mei 2024 oleh jajaran Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan ditembuskan ke ribuan alamat kantor pemerintah, baik di Pusat maupun ke Forum Komunikasi Pemerintahan Daerah (Forkopimda) di seluruh Indonesia.

Surat tembusan laporan PPWI yang dialamatkan ke Kapolri selanjutnya didisposisikan ke unit Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri dan ditangani langsung oleh AKBP H. Yusami, SIK., MIK. Pihak pelapor, Ketua Umum PPWI kemudian diundang oleh penyidik Haji Yusami ke Mabes Polri untuk koordinasi dan melengkapi berkas yang diperlukan.

Berdasarkan undangan dari Dittipidkor, Ketum PPWI Wilson Lalengke bersama Penasehat Hukum PPWI Advokat Dolfie Rompas mendatangi Dittipidkor Bareskrim Polri dan bertemu penyidik AKBP Haji Yusami pada Selasa 27 Agustus 2024. Pertemuan berlangsung cukup alot, namun kemudian penyidik bersedia menerima tambahan dokumen berupa kwitansi dugaan penerimaan uang oleh pejabat BUMN dari pengurus PWI. Penyidik juga berjanji akan menindak-lanjuti kasus itu secara professional.

Selang sebulan kemudian, Wilson Lalengke menghubungi penyidik Haji Yusami untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus yang memalukan bagi dunia pers Indonesia itu. Seperti biasa, penyidik menjanjikan akan mengirimkan surat pemberitahuan penanganan kasus yang oleh masyarakat umum dikenal dengan nama Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).

“Sejak saat itu, saya beberapa kali lagi menanyakan SP2HP terkait perkembangan penanganan kasus tersebut, namun tidak pernah diberikan. Penyidik AKBP Haji Yusami hanya menjanjikan akan memberikan segera. Hingga pada hari Minggu 17 November lalu, saya menanyakan melalui pesan WhatsApp terkait janji AKBP Haji Yusami yang katanya akan mengirimkan SP2HP-nya segera", ungkap tokoh pers nasional itu kepada media ini, Minggu 24 November 2024.

Yang bersangkutan (Haji Yusami – red) membalas pesan Wilson Lalengke dengan mengatakan bahwa: ‘Sudah dikirimkan oleh anggota surat pemberitahuan Dumasnya’.

“Sayapun langsung bertanya, 'Kapan dikirimkan? Belum tiba di alamat hingga saat ini'. Semoga dalam 1-2 hari ini sudah sampai di sini yaa, terima kasih sebelumnya'. Saya berusaha berkomuniasi dengan selembut mungkin walau hati saya sedang jengkel karena janji-janji yang tidak dipenuhi", tambah Wilson Lalengke.

Atas pertanyaan tersebut, AKBP Haji Yusami langsung merespon dengan menjawab, "Hari Jumat (15 November 2024 – red) jika tidak salah. Ditunggu saja".

Namun, ditunggu hingga hari Jum'at berikutnya, tanggal 22 November 2024, yang berarti sudah seminggu berlalu dari hari pengiriman surat tersebut, belum ada surat pemberitahuan Dumas sebagaimana dijanjikan oleh polisi level perwira menengah itu ke alamat Wilson Lalengke.

"Padahal jarak antara Mabes Polri di Jl. Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan rumah saya di Jl. Anggrek Cenderawasih X, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, hanya 15 menit berkendara roda dua", terangnya dengan nada kesal.

Fakta ini, kata Wilson Lalengke lagi, menunjukkan sikap dan perilaku buruk dari anggota Polri bernama Haji Yusami itu yang menyepelehkan dirinya sebagai rakyat.

“Dia juga jelas-jelas melecehkan saya sebagai pelapor dan penyelamat uang rakyat, dia sebagai pelayan rakyat memandang remeh masyarakat seperti saya, yang tentu saja terjadi juga terhadap warga lainnya. Dia tidak sadar diri bahwa hidupnya dibiayai oleh rakyat, namun tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada rakyat dan menghargai masyarakat,” tegasnya sambil menambahkan, bahwa lebih buruk lagi yang bersangkutan terbiasa berbohong, tidak amanah, mudah berjanji tapi ingkar yang tidak semestinya menjadi sifat dan karakter seorang polisi yang bergelar Haji dan penceramah agama di berbagai kesempatan, termasuk di masjid-masjid.

Pada intinya, masih menurut wartawan senior tersebut, pihaknya merasa dirugikan atas janji-janji yang bersangkutan yang tidak pernah ditepati untuk memberikan informasi perkembangan penanganan pengaduannya terkait dugaan korupsi dan/atau penggelapan dana rakyat, dana hibah BUMN yang diduga dikorupsi pihak-pihak tertentu.

“Saya merasa dilecehkan, dihinakan, disepelehkan, dipandang tidak penting dan boleh diacuhkan begitu saja oleh polisi yang adalah pelayan rakyat, aparat negara yang celana dalamnya saja dibelikan oleh rakyat", ujar Wilson Lalengke.

Kesal di-PHP (pemberi harapan palsu – red) terus-terusan, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini melayangkan laporan pengaduan masyarakat (Lapdumas) ke Kepala Divisi Propam Polri. Lapdumas tersebut telah diterima petugas Divpropam Polri Hendra Safrianto Hutabarat NRP 833091030 dengan bukti Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor: SPSP2/005681/XI/2024/BAGYANDUAN, tertanggal 22 November 2024.

“Saya berharap Kapolri konsisten dengan ucapannya akan memproses setiap anggotanya yang tidak becus bekerja. Bahkan Presiden Prabowo sudah menginstruksikan agar para pejabat dan aparat yang tidak mampu bekerja melayani rakyat segera dirumahkan saja, masih banyak anak-anak bangsa ini yang mau bekerja dengan benar dan profesional", jelas Wilson Lalengke sambil berharap Lapdumas Propam yang dilanyangkannya menjadi perhatian dan diproses sebagaimana mestinya agar jajaran anggota Polri tidak terbiasa berbohong dan ingkar janji serta menghargai setiap anggota masyarakat yang adalah warga negara pembayar pajak untuk menggaji para polisi di negeri ini. *(APL/HB)*