Senin, 08 April 2024

Dewan Kehormatan Yang Nir Kehormatan


Wilson Lalengke.


Oleh: Wilson Lalengke.

Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Dugaan korupsi dana hibah BUMN oleh pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merebak cepat dan sontak menghebohkan jagad nusantara. Pemicu terkuaknya isu korupsi yang menerpa Hendri Ch. Bangun dan kawan-kawannya itu adalah pemanggilan mereka oleh Dewan Kehormatan PWI untuk dimintai keterangan dan klarifikasi terkait kasus tersebut.

Sejumlah wartawan serta-merta menghubungi saya meminta pernyataan sikap dan atau sekadar komentar atas kejadian tidak sedap bagi kalangan pers tanah air ini. Mungkin kawan-kawan media menilai saya cukup layak memberikan pandangan atas fenomena memalukan di dunia jurnalisme itu.

Sebenarnya saya tidak ingin memberi statemen dan atau komentar apapun atas kasus tersebut. Saya tidak ingin dinilai aji mumpung oleh publik, bahwa saya ambil kesempatan menari di atas aroma busuk yang menimpa PWI, yang notabene acap kali menyepelekan organisasi yang saya pimpin, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

Namun, ada hal menarik yang saya kira perlu dicermati. Tidak hanya dalam kaitannya dengan kasus teranyar PWI korupsi dana hibah BUMN, tapi juga rentetan kasus-kasus lainnya yang melibatkan pengurus PWI selama ini. Eksistensi dan kiprah Dewan Kehormatan PWI semestinya wajib dipertanyakan oleh publik, oleh kita semua. Dalam konteks sebagai seorang warga masyarakat inilah saya hendak menuliskan pandangan pribadi terhadap Dewan Kehormatan PWI.

Sebagaimana tercermin pada judul tulisan ini, saya menilai Dewan Kehormatan PWI nir kehormatan alias tidak mempunyai kehormatan, sehingga tidak layak disebut sebagai Dewan Kehormatan. Mengapa? Secara singkat, jawabannya adalah karena begitu banyak perilaku orang-orang PWI, baik secara organisasi maupun individu yang seharusnya diproses oleh Dewan Kehormatan PWI, tapi terabaikan begitu saja.

Pertanyaan sederhana dapat kita ajukan kepada Dewan Kehormatan PWI Sasongko Tedjo dan kawan-kawannya: Apakah Anda tidak tahu bahwa begitu banyak pengurus dan anggota PWI yang sering nongkrong di depan pintu kantor-kantor dinas menunggu proyek di dinas tersebut? Apakah Dewan Kehormatan PWI menganggap perilaku anggota PWI semacam itu sebagai sesuatu yang terhormat bagi seorang wartawan? Jika pun tidak dapat proyek, mereka pada akhirnya berfungsi sebagai backing bagi pelaksana proyek dan orang dinas.

Jika sudah demikian lelakunya, masih layakkah anggota dan pengurus PWI menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai wartawan, sebagai watch dog terhadap pemerintahan dan kehidupan sosial kemasyarakatan? Bagaimana mungkin seorang wartawan bisa berpikir, bersikap dan berjurnalis secara independen jika ia berada di linkaran proyek pemerintah?

Ketika sebuah Dewan Kehormatan tidak paham dan atau tidak peduli, apalagi memproses perilaku yang bertentangan dengan prinsip yang semestinya dipegang teguh namun dilanggar oleh anggota yang diawasinya, maka sesungguhnya dewan itu tidak memiliki kehormatan sama sekali. Kehormatan hakekatnya harus dibangun melalui upaya menegakkan perilaku terhormat orang-orang yang ada di dalam komunitas yang dibawahinya.

Kasus korupsi yang menerpa pengurus PWI sesungguhnya bukan barang baru di PWI. Perilaku koruptif sudah berjalan berpuluh tahun dengan berbagai modus dan bentuk serta variannya. Korupsi bahkan hampir pasti menjadi budaya yang sudah mengakar di tubuh organisasi yang sering memberi cap 'abal-abal' kepada wartawan non anggota PWI. Korupsi dilakukan pengurus dan anggota PWI hampir merata dari tingkat pusat hingga di daerah-daerah.

Beberapa pentolan PWI yang cukup idealis pernah mendirikan PWI Reformasi sebagai reaksi atas budaya korup yang mewabah di tubuh PWI. Tapi organisasi PWI Reformasi yang digawangi Narliswandi Piliang dan Kaka Suminta ini tidak bertahan lama karena sebagian besar pengurusnya hanya berganti casing, mental tetap wajah lama.

Jika kita cermati dengan baik, dalam kasus dugaan korupsi 2,9 miliar dana hibah BUMN oleh pengurus PWI, sebenarnya Dewan Kehormatan PWI sudah harus mencegahnya sejak pertemuan Hendri Ch. Bangun dan konco-konconya dengan Presiden Joko Widodo pada November 2023 lalu. Dalam pertemuan tersebut PWI tanpa malu mengemis bantuan dana kepada Presiden berkedok UKW illegal besutan Dewan Pers yang tuna UU Pers. Dengan lugunya, Joko Widodo memenuhi permintaan itu melalui bantuan hibah BUMN kepada organisasi pers pecundang ini.

Joko Widodo tentu saja tak bisa disalahkan sepenuhnya, karena pasti dia tidak paham UU Pers. Jika pun akan dimintai pertanggung-jawaban, maka yang harus bertanggung jawab adalah para stafnya, seperti Menkominfo, Mensesneg dan Menteri BUMN.

Wartawan sesungguhnya merupakan kalangan yang rentan terhadap perilaku korupsi. Artinya, wartawan sangat mudah untuk diajak bekerja-sama mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Sebagai sosok yang setiap saat menyajikan berita, wartawan hampir pasti berangan-angan menikmati hidup hedon ala artis, politisi, pengusaha, pejabat dan penjahat kakap yang diberitakannya. Jika seorang wartawan tidak memiliki kehormatan yang dibangun di atas moralitas yang baik, maka dia pasti mudah terjerembab menjadi koruptor.

Untuk menjaga agar perilaku wartawan tetap pada jalur moralitas yang baik, maka dirumuskan dan ditetapkanlah aturan berperilaku dalam bentuk kode etik wartawan, kode etik jurnalis, kode etik pewarta dan semacamnya. Dewan Kehormatan dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik tadi.

Kembali ke kasus dugaan korupsi dana hibah BUMN oleh pengurus PWI yang diendus dan dibocorkan oleh Dewan Kehormatan PWI, saran saya adalah agar Dewan itu segera melaporkan dugaan korupsi dimaksud kepada Presiden. Dalam laporan tersebut sertakan permohonan maaf kepada Presiden Joko Widodo, bahwa kebijakannya memberikan uang kepada wartawan adalah sebuah kesalahan besar di akhir masa jabatannya. Presiden telah melakukan sesuatu yang terkategorikan sebagai suap dan atau gratifikasi kepada wartawan PWI.

Hanya dengan melakukan pelaporan kepada Presiden atas penyalahgunaan uang rakyat oleh sekelompok pengurus PWI hedon, disertai nasehat kepada Presiden Joko Widodo atas kesalahannya, Dewan Kehormatan PWI dapat kembali membangun kehormatannya. Jika tidak, sebaiknya Anda membubarkan diri segera. Sebab, si kata 'Kehormatan' tidak sudi digunakan oleh mereka yang tidak memiliki kehormatan. Sekian, semoga tidak ada wartawan yang berlebaran tahun ini dengan uang hasil korupsi. (*)

Pekanbaru, 8 April 2024.
Penulis adalah lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics Universitas Utrecht Belanda dan Universitas Linkoping Swedia.

Minggu, 09 Mei 2021

Ketua DPD SPRI Riau: Ada Upaya Pelemahan Dan Pengekangan Kemerdekaan Pers



Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Ketua Dewan Pengurus Daerah - Serikat Pers Republik Indonesia (DPD-SPRI) Provinsi Riau Feri Sibarani menyatakan, Dewan Pers harus berjuang untuk kemerdekaan Pers, bukan malah membatasi.. Pernyataan itu, disampaikan Feri pada kesempatan buka puasa bersama pengurus DPD SPRI  Provinsi Riau, di hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru, Sabtu (08/05/2021).

"Kita merasakan adanya semacam diskriminasi dan pembatasan kemerdekaan Pers di negara ini. Tugas pokok Dewan Pers seharusnya memperjuangkan kemerdekaan Pers, bukan malah membatasi dengan segala cara. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,", tegas Feri dalam kata sambutannya.

Feri juga juga menegaskan, DPD SPRI Riau yang di pimpinnya akan terus mengawal proses demokrasi dan kebebasan Pers di Provinsi Riau. 

"Kami sebagai Organisasi Pers di Riau,  yang berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Pers, bersumpah akan melaporkan dan menggugat siapapun pihak yang mencoba menciderai prinsip kebebasan Pers di Riau. Ini tidak boleh terjadi, kita harus bersatu melawan segala dugaan penyimpangan dari undang-undang ini", tegas Feri juga.

Dijelaskannya, sebagaimana tertuang didalam Pasal 28 UUD '45, bahwa Pers merupakan penjabaran dari pasal tersebut, yakni terkait amanat negara kepada Pers, untuk menjadikan kemerdekaan Pers sebagai wujud kedaulatan rakyat Indonesia yang dijamin kebebasannya dalam memperoleh informasi terkait penyelenggaraan Negara.

"Semangat Undang-undang Pers adalah apa yang tertuang didalam pasal 28 UUD 1945 itu, sehingga UU Pers, dalam konsiderannya, Menimbang, pada poin: a,b,c, itu jelas dasarnya adalah soal sebuah kemerdekaan penuh yang diberikan kepada Pers, guna mewujudkan dan melaksanakan tugas Pers dalam rangka mencari, memperoleh, menyebarluaskan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa", jelas Feri.

Terkait itu, Feri dengan tegas mengingatkan seluruh komponen Insan Pers di Provinsi Riau dan masyarakat Riau, bahwa tidak ada pihak manapun yang boleh campur tangan dan intervensi kemerdekaan Pers, sebagaimana pada poin C konsideran dalam UU Pers.

Bahwa, lanjut Feri, ada stigmatisasi yang dibangun oleh Dewan Pers ke publik, di antaranya ada anak kandung dan anak tiri atau diskriminasi, yaitu soal jumlah konstituen yang kerap di gaungkan Dewan Pers melalui surat Edarannya dan berita-berita di media. Padahal, didalam Undang-Undang Pers perihal itu tidak ada sedikitpun tertuang. Justru yang ada, terjaminnya kebebasan mendirikan organsiasi pers dan perusahaan pers.

"Menurut kami, dalam konteks ini, Dewan Pers kami duga telah menyimpang jauh dari fungsinya. Semua organisasi pers yang berbadan hukum dan yang melakukan fungsinya sebagaimana mestinya, seharusnya dirangkul dan di hormati sebagai organisasi pers, bukan malah diskriminasi dengan pola justifikasi, sehingga ada yang ilegal dan legal, demikian pun dengan perusahaan Pers", ujar Feri.

Terkait dengan Verifikasi Perusahaan Pers dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir ini oleh Dewan Pers, menurut Feri, harus dilihat berdasarkan undang-undang. Menurutnya pula, dalam Undang-Undang Pers, tidak ada menyebutkan Dewan Pers harus melakukan Verifikasi Perusahaan Pers dan UKW, melainkan mendata.

"Tugas Pers yang paling pokok itu ada pada Pasal 15 ayat (1), yakni berperan dan berfungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan Kemerdekaan Pers, baik secara kualitas maupun kuantitas. Jadi, tidak ada sama sekali frasa atau kalimat yang bermakna membatasi atau apalagi mempersulit kehidupan pers dengan segala cara, termasuk verifikasi dan UKW. Yang ada, mendata. Itu, keliru sama sekali", jelas Feri.

Tak lupa, Feri Sibarani menyampaikan kabar baik kepada seluruh Insan Pers di Provinsi Riau, bahwa saat ini yang berhak melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan di Indonesia. Yakni, hanyalah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia, yang lolos di Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Sebagaimana diketahui, bahwa saat ini SPRI telah memiliki LSP Pers Indonesia, satu-satunya yang telah lolos dan memiliki tenaga profesional assesor sebanyak 22 orang yang telah bersertifikasi dari BNSP dan siap melakukan tugas Sertifikasi Pers berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan dan PP Nomor 10 Tahun 2018 tentang BNSP.

"Perlu kami beritahu, semua insan Pers, Perusahaan Pers, para wartawan jangan mau termakan surat edaran yang kami duga tidak sesuai undang-undang. Kita, Insan Pers harus berjalan sesuai dengan Tupoksi kita. Negara memberikan kita kemerdekaan penuh dan itu dijamin oleh undang-undang. Kenapa ada lembaga yang bukan lembaga negara ingin mencuri kemerdekaan kita dengan segala retorikanya?", lontar Feri, usai buka bersama.

Ia juga menghimbau, agar seluruh profesi wartawan di Provinsi Riau dapat mempersiapkan diri untuk di Sertifikasi oleh LSP Pers Indonesia. Menurut Feri, pihaknya dalam waktu dekat akan segera berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk melakukan program Sertifikasi Profesi Pers di Provinsi Riau.

"Siapkan diri anda semua, LSP Pers Indonesia yang telah lolos sebagai lembaga sertifikasi di BNSP akan segera bekerja sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, kita bukan membuat program yang menyulitkan kehidupan Pers seperti yang lain itu, apalagi mengklaim diri yang paling profesional dan yang lain Ilegal, tetapi kita mengembangkan kemerdekaan itu, sembari meningkatkan kualitas dan kuantitas. Jangan diputar balik", pungkas Feri, tandas . *(Joh/HB)*

Jumat, 23 November 2018

Senior Pers Riau Angkat Bicara Soal Perseteruan Jurnalis Dengan Bupati Bengkalis

 Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Media RMW Drs. Wahyudi EL Panggabean, saat foto bersama beberapa tokoh jurnalis, dalam acara Konfrensi Pers di salah-satu kafe di jalan Arifin Achmad Kota Pekanbaru, Jum'at (23/11/2018) pagi.

Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Media, Riau Media Watch (RMW) Drs. Wahyudi EL Panggabean, MH. meminta Toro Laia yang kini menjalani sidang dugaan "Kriminalisasi Pers" di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, tidak perlu gentar.

"Selaku wartawan resmi dan Pemimpin Redaksi dari media resmi yang dijadikannya wadah menjalankan profesinya, kasus Toro, murni sebagai pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan juga, jelas terlihat bahwa kasus ini tidak terindikasi pidana", tegas Wahyudi dalam acara Konfrensi Pers di salah-satu kafe di jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, (23/11/2018) pagi.

Wahyudi menjelaskan, Toro yang saat ini menjalani sidang sebagai terdakwa dugaan pelanggar Pasal 27 Ayat 3 jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, atas laporan Bupati Bengkalis Amril Mukminin, memiliki dalih sebagai Wartawan yang menjalankan tugas pokok profesinya yang dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

"Jadi yang penting, Toro gak perlu gentar. Dewan Pers juga menyatakan kasus ini, baik sebelum sidang dan juga dalam kesaksian ahli dari Dewan Pers, bukan ranah pidana. Jika ternyata, dia divonis bersalah, dia bisa melakukan upaya hukum", jelas Wahyudi, penulis buku tentang Kode Etik Jurnalistik itu.

Yang paling urgen difahami adalah, Toro menjalankan profesinya sebagai bentuk Menjalankan Perintah Indang-Undang. "Pasal 50 KUHP melarang memidanakan seseorang yang dalam tugasnya Menjalankan Perintah Undang-Undang", tandas Direktur Utama Pekanbaru Journalist Center itu.

Menegaskan kembali penjelasannya, Wahyudi kemudian mengutip isi Pasal 50 KUHP, "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak dipidana”, kutipnya.

"Jadi, katanya pada intinya, Toro gak perlu takut. Ikuti aja sidang dan kawal terus tanpa melakukan Trial by the Press. Jangan mendahului putusan pengadilan", imbuhnya.

Hadir dalam acara Konfrensi Pers ini, Asmanidar H. Zainal, SH.  Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kota Pekanbaru. *(Fw/HB)*

Jumat, 02 November 2018

Zayu Rizki Safitri: Pendidikan Kunci Utama Kemajuan Wanita Melayu


Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Tidak banyak wanita di Riau yang terjun di bisnis senjata dan alat-alat berat. Tapi Zayu Rizki Safitri (39 th) sudah melakoninya sejak 10 tahun yang lalu. Berkat usahanya ini, Zayu menjadi wanita tangguh dan sudah berkeliling dunia, antara lain ke Perancis, Italia, Belgia dan Amerika Serikat.

Bahkan Zayu, yang dijuluki media sebagai Srikandi Melayu itu, juga menerima bea siswa untuk mengikuti studi tentang strategi internasional di Pascasarjana Royal College of Defense Studies, London, Inggris 2014. Dan, pada tahun 2016 dia menyelesaikan pendidikan tingkat master di Westminster University  bidang studi hubungan internasional dan keamanan di Inggris.

Pendidikan memang kunci utama yang menjadikan Zayu sebagai wanita tangguh. Sehingga sebagian besar rekan-rekannya memanggil Zayu dengan sebutan Srikandi. Wanita nan lembut namun menguasai medan laga. Seorang aktivis perempuan dengan berbagai aktivitas dan kegiatan sosial.

"Kuncinya adalah  pendidikan dan pergaulan," kata Zayu kepada pewarta media ini beberapa hari lalu, seraya menambahkan sebelum menyelesaikan Strata 1 di Universitas Az-Zahra Jakarta (2011), dia juga menyelesaikan diploma bidang studi hubungan masyarakat di Jakarta.

Menjadi wanita karir yang bergerak di dunia usaha, memang bukanlah hal yang mudah. Apalagi usahanya antara lain sebagai distributor atau suplayer senjata api bagi anggota Perbakin (Persatuan Penembak Indonesia), TNI dan Polri, tidak hanya  di Riau tapi beberapa wilayah Indonesia. Menurut Zayu, tidak ada yang tak bisa dikerjakan. "Yang gak bisa itu, kalau kita tak mau," tegasnya.

Sejalan dengan senjata api, sejak  2007 hingga 2010 di bawah bendera PT. Amadani Jaya Ismada, Zayu adalah Direktur Bisnis untuk pengadaan alat berat bagi Pemerintah Indonesia dari produsen kaliber dunia. Dia berpartner dengan perusahaan-perusahaan dunia antara lain; Tanfoglio, Fiocchi, OMG Italia, Explosia Ceko, Produsen Senjata Filipina, Laut-Sub-Italia dan S & T Dinamis-Korea Selatan.

Kemudian, sejak Agustus 2010 hingga saat ini, di bawah bendera PT. Pusaka Ayu Bahari, Zayu berkuasa penuh sebagai owner (pemilik 90 % saham) sebagai suplayer alat berat dan senjata  bagi Pemerintah Indonesia. Jika sebelumnya Zayu bergabung dengan perusahaan lain, kini Zayu benar-benar sudah menjelma sebagai Srikandi kaliber dunia. Parter yang  dia wakili adalah; MES-Italia, Ruag-Swizerland, Mecar-Belgia, IDSA-Swiss dan Fieldsport-Malta.

Begitulah! Kehebatan bisnis seorang perempuan Melayu berdarah Sumbar-Palembang ini. Ketangguhan yang jarang dimiliki oleh perempuan biasa. Dan semua dia lakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh. Satu hal lagi yang membuat Zayu tidak hanya dikenal di tanah air, tapi juga mancanegara adalah kehebatannya sebagai seorang petembak atau atlit menembak. Statusnya sebagai suplayer senjata, ternyata dimulai dari kesenangannya menembak. Zayu berkali-kali menjadi juara di beberapa kejuaraan menembak.

Tapi yang membuat perbincangan dengan Zayu menjadi hangat adalah, ketika dia bicara masalah-masalah sosial, Riau dan Islam. Ternyata di balik semua yang dia lakukan, di balik dunia bisnisnya yang keras, di balik hobi menembaknya,  Zayu memiliki cita-cita besar untuk kaum perempuan Riau dan Indonesia. "Saya ingin setiap wanita Melayu maju dan punya peran di negeri ini," tegasnya.

Karena itulah, pada Pemilihan Legislatif mendatang, Zayu pun ikut maju, bertarung dengan sejumlah caleg lain di Riau untuk menjadi Anggota DPR-RI. Saat ini, Zayu sudah tercatat sebagai Calon Legislatif dari Partai Gerindra untuk Daerah Pemilihan (Dapil 1) Riau dengan nomor urut 3. Menurutnya, dengan menjadi Anggota DPR-RI, akan lebih mudah mengajak, memperjuangkan dan mencerdaskan wanita Melayu untuk mengangkat harkat, martabat dan marwah emak-emak atau kaum perempuan Riau.

Dikatakannya, Melayu adalah Islam. Dan bukan orang Melayu jika tidak Islam. "Perempuan Melayu harus pintar dan bermartabat. Apapun bisa kita lakukan. Apapun bisa kita wujudkan. Yang tak boleh adalah menggadaikan marwah wanita Melayu," tutur wanita yang tak pernah lepas dari hijab di depan umum, meski sedang dalam pertandingan menembak.

Zayu akan sangat marah ketika ada orang menghina Islam, apalagi merendahkan perempuan Islam. Mukanya juga tampak memerah ketika ditanya pendapatnya tentang pembakaran bendera tauhid yang dilakukan oleh sekelompok oknum organisasi. "Saya sungguh mengecam tindakan itu," tuturnya dengan suara lantang.

Bagi Zayu, Islam adalah agama damai; rahmatan lilalamin. Agama yang mengajarkan perjuangan, agama yang melindungi dan menghormati wanita, agama yang mendahulukan kebersamaan dan toleransi antar sesama. "Islam bukan agama teror. Islam bukan teroris. Saya bangga menjadi muslimah. Dan akan berjuang buat negara dan negeri saya. Itu konsep Islam dalam pemahaman saya," tambahnya.

Karena itu pula, akhir Desember 2018 mendatang, Zayu bersama rekan-rekannya akan mengadakan pekan hijab terbesar dalam sejarah Riau. Dia akan mengumpulkan sekitar 10.000 kaum wanita di Riau untuk berparade jilbab. Angka ini sekaligus akan dicatat dalam rekor Muri dan akan diliput media-media Riau, nasional bahkan media internasional. Dan sebelumnya, atau akhir November ini, Zayu juga  akan mengumpulkan 1000 anak usia 4 sampai 6 tahun untuk membacakan surat Alfatihah bersama-sama bagi keselamatan dan kemajuan negeri ini.

Begitulah! Zayu wanita Melayu perkasa nan lembut dengan banyak cita-cita. Meski sukses di bidang bisnis senjata dan alat berat, ditambah pula sebagai petembak nasional, tapi masih ada lagi yang hendak diraihnya. Dia ingin menjadikan perempuan Riau lebih berpendidikan, hebat, lebih mandiri dan lebih bermarwah. Dan secara bersama-sama mengajak seluruh Rakyat Riau untuk mewujudkannya.  Semoga! *(EFRI/Red)*

Senin, 29 Oktober 2018

Brigjen Pol Dr. Victor Pudjiadi Adakan Penyuluhan Anti Penyalahgunaan Narkoba Di SMK Kansai


Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Penyuluh Anti Penyalahgunaan Narkoba dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, Brigjen Pol Dr. Victor Pudjiadi, SpB., FICS., DFM. melakukan kunjungan kerja ke SMK Kansai Pekanbaru, 29 Oktober 2018. Di Sekolah Menengah Kejuruan yang beralamat di Jl. Damai Ujung No. 120 Panam, Pekanbaru, Riau itu, Polisi berbintang satu ini berkenan memberikan penyuluhan anti penyalahgunaan narkoba bagi 300-an siswa SMK Kansai Pekanbaru. Hadir juga mengikuti acara penyuluhan itu, guru-guru dan staf tata usaha sekolah yang didirikan pada tahun 2003 tersebut.

Pada kunjungan ini, Dr. Victor yang memegang 16 rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) dan 39 rekor ORI (Original Rekor Indonesia) itu ditemani oleh atlit petembak putri nasional, Zayu Rizki Safitri, dan Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke. Selain para tokoh nasional tersebut, terlihat juga mendampingi Dr. Victor antara lain Ketua Umum PGRI Riau, Dr. Syahril, S.Pd, MM dan perwakilan dari Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI) Riau. "Kita sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Bapak Jenderal Victor yang sudah berkenan mengunjungi sekolah kita, SMK Kansai Pekanbaru hari ini", kata Kepala SMK Kansai, Fauzi, SPd., MM. kepada pewarta media ini usai acara.

Sejalan dengan itu, di tempat yang sama, Dr. Syahril yang juga selaku pendiri SMK Kansai bersama Wilson Lalengke, mengatakan sangat beruntung karena dari sekian banyak sekolah di Pekanbaru, SMK Kansai yang dipilih Dr. Victor untuk diberikan penyuluhan anti penyalah-gunaan Narkoba bagi siswa dan seluruh sivitas sekolah. "Pak Jenderal meluangkan waktu untuk memberikan penyuluhan anti penyalahgunaan narkoba bagi siswa dan kami semua, SMK Kansai sangat beruntung ya", ujar Dr. Syahril.

Zayu Rizki Safitri yang merupakan Pembina Zayu Lovers Club mengatakan, bahwa untuk jadi hebat hanya perlu belajar dan bekerja keras, tidak perlu hal lain. "Pesan saya kepada generasi muda, untuk dapat menjadi orang hebat, di bidang apapun yang ditekuni, kuncinya hanya belajar dan bekerja keras, tidak perlu yang lain, tidak perlu narkoba", tegas Zayu yang juga merupakan pakar pertahanan dan keamanan kawasan Asia Pacific ini.

Acara kunjungan dan penyuluhan berlangsung dengan baik, aman, lancar dan sukses. Di akhir acara, Dr. Victor dan Zayu Rizki Safitri mengajak seluruh peserta mengikrarkan semboyan bersama "Narkoba No! Prestasi Yes! SMK Kansai Yes.. Yes.. Yes..!". SMK Kansai pun menyampaikan terima kasih dan kenang-kenangan kepada Dr. Victor dan Ibu Zayu Rizki Safitri. *(APL/Red)*

Jumat, 26 Oktober 2018

PPWI Riau Bersama Zayu Lovers Club Siap Meriahkan Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda


Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Dewan Pengurus Daerah Persatuan – Pewarta Warga Indonesia (DPD – PPWI) Provinsi Riau bekerja-sama dengan elemen masyarakat yang tergabung dalam Zayu Lovers Club akan melaksanakan event spesial bersempena peringatan 90 tahun Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2018, lusa. Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Gerak Jalan Sehat, Penyuluhan Anti Penyalahgunaan Narkoba dan Deklarasi Pemuda Pejuang Indonesia Riau.

"Dalam rangka memeriahkan 90 tahun Sumpah Pemuda, kita akan mengadakan acara Gerak Jalan Sehat, Penyuluhan Anti Penyalahgunaan Narkoba, dan Deklarasi Pemuda Riau. Kita gandeng kawan-kawan dari Zayu Lovers Club untuk acara ini", kata Julian Caesar, Ketua DPD PPWI Riau, Jumat (26/10/2018).

Acara yang rencananya diikuti oleh seribuan warga Pekanbaru itu akan bertempat di area Car Free Day (CFD), jalan Jenderal Soedirman, dengan titik kumpul di Tugu Countdown, Pustaka Wilayah Riau – Pekanbaru.

"Kegiatannya kita pusatkan di Tugu Countdown, Jl. Sudirman, Pekanbaru, di depan gedung Pustaka Wilayah Riau. Areal itu setiap hari Minggu pagi digunakan untuk CFD, jadi cocok untuk memberikan tambahan aktivitas bagi warga Pekanbaru, berolah-raga pagi dan menambah wawasan tentang narkoba", imbuh Julian.

Ditanya tentang Zayu Lovers Club (ZLC), pria yang baru saja menamatkan kuliahnya di FKIP Universitas Riau itu mengatakan bahwa ZLC adalah kelompok warga Riau yang selama ini dibina oleh Ibu Zayu Rizki Safitri, seorang atlit petembak wanita nasional yang sering meraih juara dalam lomba-lomba olahraga menembak.

Para milenial ini, disamping mengagumi sosok Zayu, wanita Melayu yang banyak beraktivitas di Jakarta, mereka juga merupakan peminat berbagai cabang olahraga termasuk menembak.

Akan hadir dalam acara tersebut beberapa tokoh nasional maupun daerah. Salah satunya adalah Brigjen Pol Dr. Victor Pudjiadi, SpB., FICS., DFM. peraih 16 rekor MURI dan merupakan lulusan pendidikan dokter termuda di Indonesia, yang lulus kedokteran di usia 17 tahun.

Dr. Victor yang merupakan Staf Ahli Kepala BNN Pusat ini juga merupakan pesulap internasional. Dimana, dalam setiap penyampaian penyuluhan anti penyalahgunaan Narkoba, Dr. Vicor selalu menggunakan kombinasi metode menarik, yakni sulap, atraksi akrobatik, musik, seni peran, nyanyi dan lain-lain. Dr. Victor saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Organisasi Sulap Internasional.

Selain Dr. Victor, akan hadir juga Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, SPd., MSc., MA. dan Ketua Umum PGRI Riau Dr. Syahril, SPd., MM. Kedua tokoh tersebut akan turut meramaikan acara dalam rangka memotivasi para generasi muda dalam menyongsong masa depan mereka, baik sebagai warga Riau maupun sebagai bagian dari Bangsa Indonesia dan dunia.

"Saya akan hadir meramaikan acara PPWI Riau bersama Zayu Lovers Club pada hari Minggu, 28 Oktober 2018. Sebagai orang Pekanbaru dengan latar belakang pekerjaan sebagai pendidik, saya ingin mengajak para generasi muda di Pekanbaru agar terus mewarisi semangat Sumpah Pemuda yang intinya itu ibarat pepatah 'Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh'. Persatuan dan kesatuan adalah kunci keberhasilan bangsa kita dalam mengatasi berbagai tantangan ke depan", urai Wilson kepada pewarta media ini melalui pesan WhatsApp-nya.

Di tempat terpisah, Zayu Rizki Safitri melalui ponselnya menjelaskan, bahwa dirinya sebagai putri Melayu ingin juga sekali-sekali dapat melakukan acara di kampung halamannya, Riau. “Saya selama ini lebih banyak di Jakarta, menjalankan bisnis dan kegiatan lainnya dipusatkan di Jakarta. Karena core bisnis saya di bidang pertahanan keamanan, maka hubungan kerja saya lebih banyak ke pusat dan keluar negeri, jarang sekali ke daerah", jelas wanita yang sering dijuluki Zayu Srikandi Melayu itu. *(APL/Red)*