"Jaksa KPK Titto Jaelani (Kamis 01 September 2011) telah menyerahkan memori banding pada Panmud Tipikor PN Banjarmasin dalam perkara terdakwa Abdul Wahid (Bupati HSU)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jum'at (02/09/2022).
Ali Fikri juga mengungkap soal uang Rp. 4,1 miliar yang ditemukan KPK saat menggeledah kediaman Abdul Wahid yang seharusnya uang itu dilaporkan Abdul Wahid ke Direktorat Gratifikasi KPK terhitung 30 hari sejak diterimanya.
Ali Fikri pun mengungkap soal hukuman uang pengganti senilai Rp. 26 miliar yang dituntut Tim JPU KPK yang semestinya sebagaimana tuntutan Tim JPU KPK, uang pengganti itu dibebankan kepada terdakwa Abdul Wahid.
"Termasuk soal pembayaran uang pengganti Rp. 26 miliar juga seharusnya tetap dibebankan pada Terdakwa karena telah dinikmati dan dibelanjakan dengan membeli berbagai aset berupa tanah dan bangunan", ungkap Ali Fikri pula.
KPK berharap, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi bakal menerima memori banding yang diajukan KPK. Sesuai dengan tuntutan yang semula disampaikan jaksa KPK.
"KPK berharap majelis hakim Pengadilan Tinggi akan memutus dan mengabulkan permohonan tim jaksa sebagaimana surat tuntutan", pungkas Ali Fikri penuh harap.
"Jaksa KPK Titto Jaelani, hari Senin (22 Agustus 2022), telah menyatakan upaya hukum banding pada Panmud Tipikor PN Banjarmasin dengan terdakwa Abdul Wahid", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (23/08/2022).
"Adapun alasan banding dari Tim Jaksa antara lain karena tidak dijatuhkannya putusan hakim terkait pembebanan kewajiban uang pengganti Rp. 26 miliar terhadap Terdakwa", jelas Ali Fikri.
"Padahal, Tim Jaksa dalam Surat Tuntutannya telah menguraikan berbagai penerimaan Terdakwa yang kemudian juga diubah bentuk menjadi berbagai aset bernilai ekonomis tinggi", tegas Ali Fikri.
Ali kembali menegaskan, bahwa sanksi pidana membayar uang pengganti dan merampas aset itu merupakan salah-satu bentuk pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi, disamping hukuman badan dan denda.
Ali menandaskan, KPK berharap Majelis Hakim ditingkat banding dapat mengabulkan upaya hukum banding yang diajukan Tim JPU KPK.
"KPK berharap Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding mempertimbangkan dan memutus sesuai dengan argumentasi hukum yang disampaikan Tim Jaksa sebagaimana Surat Tuntutan", tandas Ali Fikri, penuh harap.
Berikut di antara bunyi amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Yusriansyah:
•Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan;
•Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
•Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.
Adapun penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 merupakan pengembangan penyidikan perkara yang sebelumnya telah menjerat Maliki selaku Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.
Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 pada Kamis 18 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.