Selasa, 28 Desember 2021

Kembali Jadi Tersangka, Kini KPK Tetapkan Bupati HSU Abdul Wahid Jadi Tersangka TPPU

Baca Juga


Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye usai ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 pada Kamis 18 November 2021 dan langsung dilakukan penahanan, saat diarahkan petugas keluar dari dalam gedung Merah Putih KPK untuk menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rumah Tahanan, Kamis 18 November 2021.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka. Kali ini, Selasa 28 Desember 2021, KPK menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Abdul Wahid sebelumnya juga telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka. KPK menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 pada Kamis 18 November 2021,

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, Tim Penyidik menemukan penerimaan yang disamarkan oleh Abdul Wahid. Penerimaan itu juga diduga dialihkan ke pihak lain.

"Diduga ada beberapa penerimaan tersangka AW yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain. Dari temuan bukti ini, KPK kembali menetapkan tersangka AW sebagai tersangka dalam dugaan perkara TPPU", terang Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).

Ali menjelaskan, penerapan pasal TPPU terhadap Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara telah dilengkapi bukti yang cukup. Dijelaskannya pula, bahwa diterapkannya pasal TPPU salah-satunya diduga karena ada beberapa bukti hasil tindak pidana korupsi yang diduga disamarkan dan terjadi perubahan bentuk.

"TPPU diterapkan karena diduga ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti, kendaraan dan menempatkan uang dalam rekening bank", jelas Ali Fikri.

Selain itu, lanjut Ali, ada pihak yang mencoba mengambil alih aset milik Abdul Wahid. "Informasi yang kami terima, diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang diduga milik tersangka AW", lanjutnya.

Ali mengingatkan, agar tidak ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan perkara ini. Ditegaskannya, KPK tidak akan segan menerapan pasal merintangi penyidikan.

"KPK mengingatkan agar dalam proses penyidikan perkara ini, tidak ada pihak-pihak yang dengan secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan perkara ini karena kami tak segan terapkan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor", tegasnya.

Adapun isi dari Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yakni:

"Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta".

Diketahui, berdasarkan data dalam situs elhkpn.kpk.go.id, Abdul Wahid melaporkan LHKPN pada 31 Maret 2021 dengan total harta sebesar Rp. 5.368.816.339,– (lima miliar tiga ratus enam puluh delapan juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah).

Abdul Wahid melaporkan memiliki 2 (dua) bidang lahan tanah dan bangunan di Kota Hulu Sungai Utara dari hasil sendiri dan dari hasil warisan senilai Rp. 4.650.000.000,– (empat miliar enam ratus lima puluh juta rupiah)

Mantan Wakil Ketua DPRD HSU ini juga melaporkan memiliki alat transportasi dan mesin, harta bergerak lain ataupun surat berharga. Ia pun melaporkan memiliki kas dan setara kas sebesar Rp. 718.816.339,– (tujuh ratus delapan belas juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah), sehingga total kekayaannya mencapai Rp. 5.368.816.339,–  (lima miliar tiga ratus enam puluh delapan juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah).

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan 4 (empat) Tersangka. Keempatnya, yakni Abdul Wahid selaku Bupati HSU, Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka dalam perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara tersebut yang sebelumnya menjerat Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 19 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.

Dalam perkara ini, Abdul Wahid selaku Bupati HSU dan Maliki selaku Plt. Kepala Dinas PUPRP Pemkab HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

KPK menyangka, Abdul Wahid selaku Bupati HSU diduga telah menerima di antaranya, yakni pada tahun 2019 sejumlah sekitar Rp. 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp. 12 miliar serta tahun 2021 sejumlah sekitar Rp. 1,8 miliar. Sehingga, total sementara uang yang diterima Abdul Wahid selaku Bupati HSU mencapai sekitar Rp. 18,9 miliar.

Dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022, terhadap Maliki KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.

Terhadap Marhaini dan Fachriadi, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 KUHP.

Terhadap Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 KUHP, jo Pasal 65 KUHP.

Dalam perkara TPPU, Abdul Wahid selaku Bupati Sungai Utara disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT: