Kamis, 26 November 2020

KPK Tetapkan Menteri Edhy Prabowo Dan Enam Orang Lainnya Sebagai Tersangka

Baca Juga


Salah-satu suasana konferensi pers penetapan 7 (tujuh) Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap atau penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020, Rabu (25/11/2020) malam, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 7 (tujuh) orang Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap atau penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Salah-satu di antara 7 Tersangka dalam perkara tersebut, Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. Sedangkan 6 (enam) tersangka lainnya yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri, pengurus PT. Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misata dan seorang bernama Amiril Mukminin serta Direktur PT. Dua Putra Perkasa Suharjito.

"KPK menetapkan total tujuh orang Tersangka dalam kasus ini. EP (Red: Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan) sebagai penerima", terang Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020) malam.

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, perkara ini bermula ketika Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Dalam surat keputusan itu, Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menunjuk dua staf khususnya, yakni Andreau pribadi Misata dan Safri sebagai Ketua Pelaksana dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.

"Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur", jelas Nawawi.

Kemudian, pada awal Oktober 2020, Direktur PT. Dua Putra Perkasa (PT. DPP) Suharjito menemui Safri di Kantor KKP.

"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT. ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp. 1.800,– per ekor yang merupakan kesepakatan antara AM (Amiril Mukminin) dengan APS (Andreau) dan SWD (Siswadi, pengurus PT. ACK)", lanjut Nawawi.

Atas kegiatan ekspor benih lobster itu, PT. DPP mengirim uang ke rekening PT. ACK sejumlah Rp 731.573.564,–. Selanjutnya, atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT. DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster dan telah melakukan 10 kali pengiriman menggunakan PT. ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT. ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee (pinjam nama) dari pihak Edhy.

"Atas uang yang masuk ke rekening PT. ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp. 9,8 Miliar", ungkap Nawawi.

Berikutnya, pada 5 November 2020, diduga terjadi transfer uang sebesar Rp. 3,4 miliar dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah-satu bank atas nama Ainul Faqih, staf istri Edhy. Uang tersebut diduga diperuntukkan untuk keperluan Edhy, istri Edhy yang bernama Iis Rosyati Dewi (IRD), Safri dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRD di Honolulu AS di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp. 750 juta, di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy", beber Nawawi.

KPK juga menduga, Edhy diduga menerima uang sebesar 100.000 dollar AS dari Suharjito melalui Safri pada Mei 2020. Safri dan Andreau pun diduga menerima uang sebesar Rp. 436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Dalam perkara ini, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Andreau dan Amiril ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Keenamya disangka melanggar melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan Suharjito ditetapkan sebagai Tersangka pemberi suap. Ia disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Seperti diketahui, Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno–Hatta, Rabu (25/11/2020) dini hari.

Edhy ditangkap bersama istri dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan sepulangnya dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Selain di Bandara Soekarno-Hatta, KPK juga menangkap sejumlah pihak lain di Jakarta dan Depok.

"Jumlah yang diamankan petugas KPK seluruhnya saat ini 17 orang, di antaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan beserta istri dan beberapa pejabat di KKP. Di samping itu juga beberapa orang pihak swasta", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020) siang. *(Ys/HB)*