Rabu, 22 Januari 2025

Konstruksi Perkara TPK Pembangunan Flyover Simpang SKA Riau


Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat memberi keterangan dalam konferensi pers konstruksi perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai Soekarno – Hatta atau simpang SKA di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2018, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/01/2025) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa 21 Januari 2025, menetapkan 5 (lima) 'Tersangka Baru' perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai Soekarno – Hatta atau simpang SKA di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018.

Penetapan 5 Tersangka perkara tersebut, dilangsungkan pada Senin 20 Januari 2025 menyusul setelah dilakukannya penggeledahan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Penggeledahan dilakukan, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai Soekarno – Hatta atau simpang SKA di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2018.

"Juga hari ini (Selasa 21 Januari 2025), diumumkan tentang dugaan tindak pidana korupsi pembangunan flyover di Pekanbaru, sesuai Surat Perintah Penyidikan, tertanggal 10 Januari 2025 atau sudah 11 (sebelas) hari ya", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengawali konferensi pers tentang penggeledahan Kantor Dinas PUPR Pemprov Riau pada Senin 20 Januari 2025, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/01/2025) sore.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan, bahwa penggeledahan pada Senin 20 Januari 2025 di Kantor Dinas PUPR Kantor Pemprov Riau digelar selama 8 jam. Tim Penyidik KPK menggelar penggeledahan tersebut, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai –Soekarno Hatta atau simpang SKA Tahun Anggaran 2018 tersebut digelar selama 8 jam.

Asep menegaskan, bahwa penyidikan perkara tersebut sudah berlangsung sejak 10 Januari 2025. Tim Penyidik KPK sudah menetapkan 5 (lima) Tersangka perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai – Soekarno Hatta atau simpang SKA Pekanbaru Tahun Anggaran 2018.

"Penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka YN adalah PPK saat proyek dibangun pada tahun 2018. Kemudian, dari pihak swasta ada TC Dirut PT. SHKJ, ES Direktur PT. SC dan NR selaku Kepala PT. YK Cabang Pekanbaru dan GR", tegas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/01/2025) sore.

Lebih lanjut, Asep Guntur Rahayu membeber konstruksi perkara dugaan tindak pidana korupsi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai Soekarno – Hatta atau simpang SKA di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018 tersebut, bahwa YN merupakan Kabid Pembangunan dan Jembatan pada Dinas PUPR Pemprov Riau merupakan KPA sekaligus juga PPK. 

GR selaku pihak swasta mengambil alih pekerjaan Review Rancang Bangun Rinci Detail Engineering and Design (DED) dari PT. PI. Terkait itu, GR kemudian meminjam bendera PT. PI yang menjadi konsultan perencana dan pekerjaan Review DED Flyover jalan Tuanku Tambusai Jalan Soekarno – Hatta Riau dan menyepakati 'fee' peminjaman bendera sebesar 7 % (persen).

Sementara NR selaku Kepala PT. YK Cabang Pekanbaru merupakan perusahaan yang mendapatkan pekerjaan konsultan Manajemen Konstruksi (MK) Pembangunan Flyover tersebut pada 2018.

ES selaku Direktur PT. SC, TC selaku Direktur PT. SHJ dan sum PT. SC dan PT. SHJ melakukan kerja-sama operasional dengan membentuk Cipta Marga Semangat Hasrat KSO menjadi Kontraktor Pelaksana dalam pekerjaan pembangunan Flyover tersebut.

"17 Oktober 2007 diumumkan lelang Review DED dengan HPS Rp. 802.599.050,– Ini untuk Review, jadi bukan nilai keseluruhannya", beber Asep Guntur Rahayu.

Kemudian, lanjut Asep, pada 12 November 2017, harga pinjam bendera 7 persen dari nilai kontrak disepakati. Pada 13 November 2017, dilakukan pre-construction meeting antara calon pemenang dan PPK dan ditanda-tangani dokumen kontrak dengan nilai Rp. 601.980.500,– di bawah 8 persen di bawah HPS.

Masa kontrak 6 (enam) hari kalender dengan pihak pertama adalah YS selaku PPK dan pihak kedua adalah KH selaku Direktur PT. PI. Selanjutnya, pada 18 Desember 2017, dilakukan adidem kontrak menjadi Rp. 544.989.500,– dan masa kontrak 45 hari kalender.

"Pada 8 Januari 2018, diumumkan pada LPSE lelang MK pembangunan Flyover jalan Tuanku Tambusai – jalan Soekarno – Hatta senilai Rp. 1.499.465.550,–", lanjut Asep Guntur Rahayu.

Pada 9 Januari 2018, PT. YK Cabang Pekanbaru mendaftar lelang. NR menggunakan nama orang lain untuk menjadi tim leader pada lelang untuk memenuhi syarat lelang. Lalu, pada 10 Januari 2018, YN mengirim surat permohonan lelang ditujukan kepada Karo Administrasi dan Pembangunan Setda Provinsi Riau Cq Unit Layanan Pengadaan ULP Barang dan Jasa Provinsi Riau terkait permohonan agar dilakukan lelang pembangunan Flyover dimaksud.

Kemudian, pada 14 Januari 2018, YN menetapkan HPS KAK dengan nilai Rp. 159.384.251.000,–  dan dipa sebesar Rp. 159.384.268.000,–.

"Penyusunan HPS tidak dibuat perhitungan detail dan tanpa didukung data ukur dan tidak disertai dengan perubahan gambar desain. Jadi, di sini nilainya adalah nilai HPS-nya, adalah Rp. 159 miliar. Pada 26 Januari 2018, diumumkan LPSE lelang proyek pembangunan Flyover jalan Tuanku Tambusai – jalan Soekarno – Hatta dengan nilai HPS Rp. 159.384.251.000,–", jelas Asep.

Berikutnya, TC menyetujui pembuatan KSO dengan PT. SC dalam rangka mengikuti paket pekerjaan pembangunan Flyover jalan Tuanku Tambusai – jalan Soekarno – Hatta, meskipun pada awalnya PT. SC meminta PT. SHJ untuk menjadi subkon yang menyediakan material beton, agregat base dan aspal.

Selanjutnya, ES mengunggah dokumen prakualifikasi pada aplikasi LPSE menggunakan akun PT. SJ untuk lampiran daftar personil menurut dokumen klasifikasi yang tersebut.

Kemudian, pada 21 Februari 2018, ditanda-tangani Surat Perjanjian Paket Pekerjaan Pembangunan Flyover yang disetujui DEP selaku Kadis PUPR dengan nilai kontrak Rp. 1.372.632.800,– dan masa kontrak 10 bulan. ES menghitung harga penawaran PT. CSH KSO 92 persen dari HPS, yaitu Rp. 146.633.510.000,– *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 21 Januari 2025

Usai Geledah Kantor PUPR Riau, KPK Tetapkan 5 Tersangka Pembangunan Flyover Simpang SKA


Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat memberi keterangan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 20 Januari 2025 melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Penggeledahan dilakukan, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai –Soekarno Hatta atau simpang SKA Tahun Anggaran 2018.

"Juga hari ini (Selasa 21 Januari 2025), diumumkan tentang dugaan tindak pidana korupsi pembangunan flyover di Pekanbaru, sesuai Surat Perintah Penyidikan, tertanggal 10 Januari 2025 atau sudah 11 (sebelas) hari ya", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengawali konferensi pers soal penggeledahan pada Senin 20 Januari 2025 di Kantor Dinas PUPR Kantor Pemprov Riau, Selasa (21/01/2025) sore, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

BACA JUGA:

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan, bahwa penggeledahan pada Senin 20 Januari 2025 di Kantor Dinas PUPR Kantor Pemprov Riau digelar selama 8 jam. Tim Penyidik KPK menggelar penggeledahan tersebut, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai –Soekarno Hatta atau simpang SKA Tahun Anggaran 2018 tersebut digelar selama 8 jam.

Asep menegaskan, bahwa Tim Penyidik KPK sudah menetapkan 5 (lim) Tersangka perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai –Soekarno Hatta atau simpang SKA Pekanbaru Tahun Anggaran 2018

"Tersangka YN, adalah PPK saat proyek dibangun pada 2018. Kemudian, dari pihak swasta ada TC Dirut PT. SHJ, ES Direktur PT. SC dan NR selaku kepala PT. YK dan GR", tegas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/01/2025) sore.

BACA JUGA:

Terhadap para Tersangka perkara dugaan TPK pembangunan flyover simpang jalan Tuanku Tambusai –Soekarno Hatta atau simpang SKA Pekanbaru di lingkungan Pemprov Riau Tahun Anggaran 2018 tersebut, disangkakan telah melanggar Undang-Undang Tindak PIdana Korupsi Pasal 1 ayat (1), juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 (satu) KUHP.

"Jadi, pakai pasal 2 dan pasal 3 ya", tandas Asep Guntur Rahayu. *(HB)*

Senin, 22 Mei 2023

Sekdaprov Riau Bungkam Usai Diklarifikasi KPK Harta Kekayaannya

Sekdaprov Riau SF. Hariyanto saat memberi keterangan kepada wartawan usai menjalani klarifikasi LHKPN di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (06/03/2023).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau SF. Hariyanto hari ini, Senin 22 Mei 2023, kembali mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta, untuk memenuhi panggilan klarifikasi Tim Pemeriksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK.

Sekdaprov Riau SF. Hariyanto terlihat tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Senin (22/05/2033) pagi sekitar pukul 08.52 WIB dengan memakai baju warna putih dan bercelana warna hitam. Sekira tiga setengah jam kurang dua menit kemudian atau sekitar pukul 12.18 WIB, Haryanto tampak keluar dari dalam gedung tersebut.

Sayangnya, saat disodori pertanyaan tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Tim Pemeriksa LHKPN dalam klarifikasi harta kekayaan yang baru saja dijalaninya, Hariyanto hanya tersenyum saja. Dia lebih memilih bungkam dan masuk ke dalam mobil yang kemudian membawanya pergi meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.

Sementara itu, Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Pencagahan KPK Ipi Maryati Kuding menerangkan, Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK hari ini, Senin 22 Mei 2023, menjadwalkan pemeriksaan Sekdaprov Riau SF. Hariyanto dan Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung Reihana Wijayanto.

"Direktorat PP LHKPN hari ini (Senin 22 Mei 2023), mengagendakan permintaan klarifikasi atas nama 2 (dua) orang pejabat daerah, yaitu Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Lampung dan Sekretaris Daerah Provinsi Riau", terang Plt. Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (22/05/2023).

Sebagaimana diketahui, Sekdaprov Riau SF. Hariyanto juga pernah diklarifikasi harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN oleh Tim Pemeriksa LHKPN KPK pada Kamis (06/04/2023). Saat itu, Hariyanto diklarifikasi harta kekayaannya oleh Tim Pemeriksa LHKPN KPK selama kurang-lebih 6 jam.

Usai menjalani klarifikasi, Sekdaprov Riau SF. Hariyanto kepada sejumlah wartawan saat itu mengaku, bahwa dirinya telah menyampaikan klarifikasi seluruh harta kekayaannya ke Tim Pemeriksa KPK.

"Saya selaku ASN sudah datang ke sini memenuhi panggilan (klarifikasi harta kekayaan dalam) LHKPN yang saya sudah sampaikan seluruhnya. Apa yang diminta, yang diperlukan sudah saya siapkan semuanya", kata Sekdaprov Riau SF. Hariyanto di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (06/04/2023).

SF. Hariyanto enggan memberikan konfirmasi lebih jauh terkait materi klarifikasi yang baru saja dijalaninya. Menurutnya, dirinya sudah memberikan klarifikasi harta kekayaannya kepada Tim Pemeriksa LHKPN KPK.

"Mungkin hasil dari pembicaraan tadi silakan ditanya kepada bapak-bapak yang bertanya. Mungkin itu saja yang bisa sampaikan, sekali lagi saya terima kasih, mohon maaf itu saja yang bisa saya sampaikan", katanya.

Sekdaprov Riau SF. Hariyanto menjadi sorotan setelah istrinya, Adrias viral memamerkan harta dan gaya hidup mewah di media sosial. Terkait hal ini, Hariyanto menglarifikasi, barang-barang itu palsu alias KW.

Adapun tentang video pesta ulang tahun anaknya di salah-satu hotel mewah yang juga viral, Hariyanto menglarifikasi pesta ulang tahun itu digelar di toko yang namanya sama dengan salah-satu hotel mewah. *(HB)*

Jumat, 03 Maret 2023

KPK Perpanjang Masa Penahanan Mantan Kakanwil BPN Riau


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang masa penahanan mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau M. Syahrir (MS) selama 30 hari ke depan terhitung mulai 01 Maret sampai dengan 30 Maret 2023.

"Berdasarkan penetapan ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN (Pengadilan Negeri) Pekanbaru, Tim Penyidik kembali memperpanjang masa penahanan tersangka MS untuk 30 hari, terhitung 1 Maret 2023 sampai dengan 30 Maret 2023, di Rutan KPK pada Kavling C1", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (03/03/2023).

M. Syahrir sebelumnya telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau. Tim Penyidik KPK kemudian kembali ditetapkan sebagai Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ali menjelaskan, perpanjangan masa penahanan Tersangka perkara dugaan TPK suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau sekaligus Tersangka perkara dugaan TPPU tersebut, dilakukan Tim Penyidikan KPK untuk kepentingan penyidikan.

"Pengumpulan alat bukti hingga saat ini masih terus dilakukan, di antaranya dengan memeriksa berbagai pihak sebagai Saksi dalam rangka memperkuat unsur pasal dari dugaan perbuatan korupsi, gratifikasi dan TPPU dari tersangka MS", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis 27 Oktober 2022, mulanya KPK secara resmi mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka tersebut, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau, Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta {(pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA)} dan Sudarso (SD) selaku General Manager PT. AA.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau ini, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun konstruksi perkara yang disampaikan KPK menyebutkan, FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintahkan dan menugaskan SD untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT. AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, SD selalu diminta FW untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SD menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SD menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya pengurusannya juga  di Kanwil BPN Provinsi Riau.

SD kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen dan 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

Dari pertemuan tersebut, SD lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SD kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp. 1,2 miliar ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari SD dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SD tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama pihak, di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor BPN Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran sejumlah uang, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW.

Tim Penyidik KPK juga menduga, dalam kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga juga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp. 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi lain. Hal ini terus didalami dan dikembangkan Tim Penyidik KPK.

Menyusul kemudian, Tim Penyidik KPK kembali menetapkan mantan Kakanwil BPN Riau M. Syahrir (MS) sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"KPK kembali menetapkan MS tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/02/2023).

Ali menerangkan, penetapan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU, setelah Tim Penyidik KPK menemukan bukti yang cukup adanya upaya MS menyamarkan dan menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsi.

Tim Penyidik KPK saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi milik MS, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai berjumlah sekitar Rp. 1 miliar

"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan aset recovery", terang Ali Fikri.

Ali menyampaikan, KPK membuka pintu bagi masyarakat yang mempunyai informasi mengenai keberadaan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi MS untuk melaporkan ke KPK.

"Peran masyarakat sangat kami butuhkan, silahkan laporkan kepada KPK terkait adanya dugaan aset terkait perkara ini", ujar Ali Fikri, penuh harap.

Adapun dalam perkara dugaan TPPU, mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau M. Syahrir disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 28 Februari 2023

KPK Sita 2 Mobil Mewah Diduga Hasil Korupsi Kakanwil BPN Riau M. Syahrir


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 2 (dua) unit mobil mewah diduga dari hasil korupsi tersangka M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau.

"Dalam proses pengumpulan alat bukti dugaan TPPU dari tersangka MS selaku Kakanwil BPN Riau, Tim Penyidik menemukan adanya dugaan kepemilikan 2 (dua) unit mobil mewah yang diduga sumber uangnya berasal dari pidana asal korupsi. Selanjutnya, dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam Berkas Perkara penyidikan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/02/2023).

Dijelaskan Ali Fikri, 2 unit mobil mewah yang telah disita tersebut, nantinya akan dikonfirmasi pada para Saksi. Tim Penyidik KPK akan menjadwal pemeriksaan para Saksi untuk mendalami pengetahuan mereka terkait perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat M. Syahrir selaku Kakanwil BPN Riau.

"Sekaligus juga didalami lebih-lanjut melalui keterangan dari para pihak yang akan dipanggil sebagai Saksi terkait perkara tersebut", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK kembali menetapkan M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penetapan M. Syahrir selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka TPPU tersebut disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa 21 Februari 2023.

"KPK kembali menetapkan MS tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/02/2023).

Ali menerangkan, penetapan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU, setelah Tim Penyidik KPK menemukan bukti yang cukup adanya upaya MS menyamarkan dan menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsi.

Tim Penyidik KPK saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi milik MS, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai berjumlah sekitar Rp. 1 miliar

"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan aset recovery", terang Ali Fikri.

Ali menyampaikan, KPK membuka pintu bagi masyarakat yang mempunyai informasi mengenai keberadaan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi MS untuk melaporkan ke KPK.

"Peran masyarakat sangat kami butuhkan, silahkan laporkan kepada KPK terkait adanya dugaan aset terkait perkara ini", ujar Ali Fikri, penuh harap.

Sebelumnya, pada Kamis 27 Oktober 2022, KPK secara resmi mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka tersebut, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau, Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta {(pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA)} dan Sudarso (SD) selaku General Manager PT. AA.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau ini, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun konstruksi perkara yang disampaikan KPK menyebutkan, FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintahkan dan menugaskan SD untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT. AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, SD selalu diminta FW untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SD menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SD menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya pengurusannya juga  di Kanwil BPN Provinsi Riau.

SD kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen dan 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

Dari pertemuan tersebut, SD lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SD kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp. 1,2 miliar ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari SD dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SD tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama pihak, di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor BPN Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran sejumlah uang, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW.

Tim Penyidik KPK juga menduga, dalam kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga juga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp. 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi lain. Hal ini terus didalami dan dikembangkan Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 21 Februari 2023

KPK Kembali Tetapkan Kakanwil BPN Riau Sebagai Tersangka, Kali Ini Tersangka TPPU


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau M. Syahrir (MS) sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"KPK kembali menetapkan MS tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/02/2023).

Ali menerangkan, penetapan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU, setelah Tim Penyidik KPK menemukan bukti yang cukup adanya upaya MS menyamarkan dan menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsi.

Tim Penyidik KPK saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi milik MS, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai berjumlah sekitar Rp. 1 miliar

"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan aset recovery", terang Ali Fikri.

Ali menyampaikan, KPK membuka pintu bagi masyarakat yang mempunyai informasi mengenai keberadaan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi MS untuk melaporkan ke KPK.

"Peran masyarakat sangat kami butuhkan, silahkan laporkan kepada KPK terkait adanya dugaan aset terkait perkara ini", ujar Ali Fikri, penuh harap.

Sebelumnya, pada Kamis 27 Oktober 2022, KPK secara resmi mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka tersebut, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau, Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta {(pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA)} dan Sudarso (SD) selaku General Manager PT. AA.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau ini, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun konstruksi perkara yang disampaikan KPK menyebutkan, FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintahkan dan menugaskan SD untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT. AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, SD selalu diminta FW untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SD menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SD menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya pengurusannya juga  di Kanwil BPN Provinsi Riau.

SD kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen dan 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

Dari pertemuan tersebut, SD lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SD kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp. 1,2 miliar ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari SD dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SD tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama pihak, di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor BPN Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran sejumlah uang, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW.

Tim Penyidik KPK juga menduga, dalam kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga juga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp. 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi lain. Hal ini terus didalami dan dikembangkan Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 08 Februari 2023

KPK Panggil Notaris Dan Karyawan Swasta Terkait Suap Pengurusan HGU Di BPN Riau


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 08 Februari 2023, mengagendakan pemeriksaan seorang notaris dan seorang karyawan swasta sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) 3.300 hektare PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2021 yang menjerat M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau dan kawan-kawan.

"Hari ini (Rabu 08 Februari 2023), pemeriksaan Saksi tindak pidana korupsi suap terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha di Kanwil BPN Riau untuk tersangka MS dan kawan-kawan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Rabu (08/02/2023).

Notaris tersebut atas nama Aryanti Artisari, sedangkan karyawan swasta itu atas nama Arie Yanuar Hafas. Keduanya diagendakan Tim Penyidik KPK di periksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Ali belum menginformasikan materi yang akan digali oleh Tim Penyidik KPK dari pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap 2 Saksi itu. Namun dipastikannya, KPK akan selalu menginformasikan setiap perkembangan penanganan perkara tersebut.

Sebagaimana diketahui, penyidikan perkara tersebut merupakan hasil pengembangan perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang menjerat Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang terungkap dalam persidangan.

Tim Penyidik KPK membuka penyidikan baru perkara dugaan TPK suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dilingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau hingga pada Kamis 27 Oktober 2022 mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka dan melakukan penahanan atas dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka perkara tersebut, yakni:
1). M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau;
2). Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta (pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA); dan
3). Sudarso (SDR) selaku General Manager PT. AA.

M. Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan Frank Wijaya selaku pihak swasta (pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) dan Sudarso selaku General Manager PT. AA ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, M. Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Frank Wijaya selaku pemegang saham PT. AA dan Sudarso selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Frank Wijaya dan Sudarso telah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa perkara tersebut. Keduanya kini tengah menjalani masa pidananya masing-masing.

Konstruksi perkara yang disampaikan KPK membeberkan, bahwa FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintah dan menugasi SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan Sertifikat HGU PT. AA seluas 3.300 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi yang akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan dan perpanjangan HGU tersebut, SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya ditujukan ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen – 60 persen sebagai uang muka. MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

SDR kemudian melaporkan permintaan MS tersebut kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp. 1,2 miliar) ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Atas permintaan uang MS tersebut, sekitar September 2021, diduga terjadi penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas jabatan MS dan MS mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan dilampiri surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuatan Singingi yang menyatakan tidak keberatan atas adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan di antaranya para pegawai Kanwil BPN Riau dan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran uang sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama beberapa pegawai BPN.

Tim Penyidik KPK juga menduga, pada kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga menerima gratifikasi terkait dengan jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi berupa uang sekitar Rp. 9 miliar. Penerimaan-penerimaan itu masih terus didalami dan dikembangkan oleh Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Minggu, 27 November 2022

KPK Ingatkan Petinggi Perusahaan Yang Urus HGU Di Kanwil BPN Riau Kooperatif


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan petinggi berbagai perusahaan yang mengurus ijin Hak Guna Usaha (HGU) di Kantor WIlayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Riau supaya bersikap kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK.

Peringatan tersebut disampaikan, menyusul adanya beberapa dari mereka dinilai menghindari pemeriksaan Tim Penyidik KPK terkait penanganan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan HGU di Kanwil BPN Riau yang menjerat M. Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Riau sebagai Tersangka.

"KPK juga mengingatkan berbagai pihak yang dipanggil patut untuk kooperatif hadir, khususnya para perusahaan yang mengurus izin HGU", ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (27/11/2022).

Ali Fikri pun meminta, para Saksi pihak perusahaan yang dipanggil juga kooperatif untuk berikan keterangan kepada Tim Penyidik KPK dengan sejujur-jujurnya.

“(Saksi) diminta menyampaikan dengan jujur serta terbuka di hadapan Tim Penyidik", pintanya.

Ditandaskan Ali Fikri, KPK juga berharap masyarakat memberikan informasi tentang pelayanan pengurusan di Kanwil BPN Riau terkait perkara dugaan TPK suap pengurusan HGU yang tengah ditangani KPK.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis 27 Oktober 2022, KPK mengumumkan secara resmi penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau.

Tiga Tersangka tersebut, yakni mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau M. Syahrir (MS), swasta/pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) Frank Wijaya (FW) dan General Manager PT. AA Sudarso (SDR).

"KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana sehingga meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai Tersangka", terang Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

Firli menjelaskan, bahwa penyidikan  itu dilakukan oleh Tim Penyidik KPK menindak-lanjuti fakta hukum yang muncul pada proses persidangan terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) terkait adanya suap dalam pengurusan ijin HGU di Kanwil BPN Riau.

Ditegaskan Firli Bahuri, untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik KPK menahan tersangka FW untuk 20 hari pertama, terhitung dari 27 Oktober 2022 sampai dengan 15 November 2022 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polres Jakarta Selatan. KPK juga memerintahkan tersangka MS untuk memenuhi panggilan Tim Penyidik.

"Kami juga akan lakukan upaya paksa apabila tidak datang untuk kedua kalinya dan kami berharap meminta kepada seluruh masyarakat yang mengetahui saudara MS supaya memberitahukan kepada kami supaya segera mempertanggungjawabkan dan mengikut proses sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku", tegas Firli Bahuri.

Sementara untuk tersangka SDR tidak dilakukan penahanan, karena sedang menjalani masa pemidanaan di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FW dan SDR disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, MS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi sebelumnya telah ditetapkan sebagai Tersangka Penerima Suap perkara dugaan TPK suap pengurusan perpanjangan ijin HGU perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi dengan Tersangka Pemberi Suap yakni Sudarso.

Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru telah memvonis Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi 'bersalah' dengan sangsi pidana 5 (lima) tahun 7 (tujuh) bulan penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Atas putusan hakim tersebut, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan 'banding'. Adapun alasan banding di antaranya karena tidak dipertimbangkannya Tuntutan wajib membayar uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa Andi Putra.

Sementara Sudarso divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Tim Jaksa KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Kamis, 27 Oktober 2022

KPK Periksa Mantan Kepala Kanwil BPN Riau Terkait Perkara Pengurusan HGU


Plt. Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 26 Oktober 2022 telah memeriksa Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir dan Erie Suwondo {Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN)} sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan, untuk mendalami pengetahuan kedua Saksi di antaranya tentang pengajuan dan pengurusan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau agar segera disetujui. Pemeriksaan terhadap kedua Saksi tersebut, dilakukan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada Kavling 4, Jakarta Selatan.

"Didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan pengajuan dan pengurusan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau yang diduga dapat dikondisikan, agar segera disetujui dengan adanya pemberian sejumlah uang pada pihak yang terkait dengan perkara ini", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/10/2022).

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK membuka penyidikan baru perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dilingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

Penyidikan perkara tersebut merupakan hasil pengembangan perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang menjerat Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang terungkap dalam persidangan.

"Tim Penyidik melakukan penyidikan baru, yaitu dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan HGU oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (07/10/2022).

Ali menegaskan, sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai Tersangka perkara tersebut. Hanya saja, Ali Fikri belum menginformasikan detail identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka, struktur perkara maupun pasal yang disangkakan. Hal ini akan diumumkan ketika penyidikan dinilai sudah seiring dengan dilakukannya penangkapan dan penahanan Tersangka.

Ditegaskannya pula, bahwa KPK akan menyampaikan setiap perkembangan hasil penyidikan perkara ini ke publik. Hal itu, demi kelancaran proses penyidikan dan sesuai dengan ketentuan proses hukum yang berlaku.

"Proses pengumpulan alat bukti saat ini telah dilakukan, di antaranya dengan memanggil pihak-pihak terkait sebagai Saksi termasuk penggeledahan di beberapa tempat", tegas Ali Fikri.

Sementara itu, dalam perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuantan Singingi, KPK sebelumnya telah menetapkan Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi dan General Manager PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) Sudarso sebagai Tersangka.

Penetapan status hukum sebagai Tersangka tersebut, menyusul setelah sebelumnya Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi ditangkap Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK melalui serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) setelah KPK mendeteksi adanya dugaan aliran suap Rp. 1,5 miliar yang ia terima.

Dalam perkara tersebut, Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Sudarso selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Dalam proses persidangan, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru akhirnya menjatuhkan vonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 5 (lima) tahun 7 (tujuh) bulan penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan kepada terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi.

Sanksi pidana terhadap terdakwa Andi Putra tersebut, lebih ringan dari Tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yakni 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan dan denda Rp. 400 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp. 500 juta.

Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, baik pihak Tim JPU KPK maupun pihak terdakwa Andi Putra dan Penasehat Hukumnya mengajukan banding.

Adapun alasan banding Tim JPU KPK di antaranya karena tidak dipertimbangkannya Tuntutan uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa Andi Putra.

Namun, Majelis Hakim ditingkat banding menolak pengajuan banding yang diajukan oleh pihak terdakwa Andi Putra dan Penasehat Hukumnya maupun pengajuan banding yang diajukan Tim JPU KPK.

Sementara itu, terdakwa Sudarso divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan. KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung Jawa Barat berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 11 Oktober 2022

KPK Geledah Kanwil BPN Provinsi Riau Terkait Dugaan Suap Pengurusan HGU


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 10 Oktober 2022 telah menggeledah Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau. Penggeledahan dilakukan sebagai rangkaian penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

“Hari Senin (10 Oktober 2022), Tim Penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di Kanwil BPN Provinsi Riau", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (11/10/2022).

Ali menjelaskan, dari penggeledahan tersebut Tim Penyidik KPK berhasil menemukan dan mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya adalah beberapa dokumen pengajuan dan perpanjangan HGU diduga terkait dengan pokok perkara ini.

"Ditemukan dan diamankan sejumlah barang bukti diduga terkait pokok perkara yang selanjut akan segera dianalisis dan dikonfirmasi kepada para Saksi terkait dan Tersangka kemudian dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara di persidangan", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK membuka penyidikan baru perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dilingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

Penyidikan perkara tersebut merupakan hasil pengembangan perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang menjerat Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang terungkap dalam persidangan.

"Tim Penyidik melakukan penyidikan baru, yaitu dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan HGU oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (07/10/2022).

Ali menegaskan, sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai Tersangka perkara tersebut. Hanya saja, Ali Fikri belum menginformasikan detail identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka, struktur perkara maupun pasal yang disangkakan. Hal ini akan diumumkan ketika penyidikan dinilai sudah seiring dengan dilakukannya penangkapan dan penahanan Tersangka.

Ditegaskannya pula, bahwa KPK akan menyampaikan setiap perkembangan hasil penyidikan perkara ini ke publik. Hal itu, demi kelancaran proses penyidikan dan sesuai dengan ketentuan proses hukum yang berlaku.

"Proses pengumpulan alat bukti saat ini telah dilakukan, di antaranya dengan memanggil pihak-pihak terkait sebagai Saksi termasuk penggeledahan di beberapa tempat", tegas Ali Fikri.

Sementara itu, dalam perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuantan Singingi, KPK sebelumnya telah menetapkan Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi dan General Manager PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) Sudarso sebagai Tersangka.

Penetapan status hukum sebagai Tersangka tersebut, menyusul setelah sebelumnya Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi ditangkap Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK melalui serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) setelah KPK mendeteksi adanya dugaan aliran suap Rp. 1,5 miliar yang ia terima.

Dalam perkara tersebut, Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Sudarso selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Dalam proses persidangan, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru akhirnya menjatuhkan vonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 5 (lima) tahun 7 (tujuh) bulan penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan kepada terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi.

Sanksi pidana terhadap terdakwa Andi Putra tersebut, lebih ringan dari Tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yakni 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan dan denda Rp. 400 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp. 500 juta.

Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, baik pihak Tim JPU KPK maupun pihak terdakwa Andi Putra dan Penasehat Hukumnya mengajukan banding.

Adapun alasan banding Tim JPU KPK di antaranya karena tidak dipertimbangkannya Tuntutan uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa Andi Putra.

Namun, Majelis Hakim ditingkat banding menolak pengajuan banding yang diajukan oleh pihak terdakwa Andi Putra dan Penasehat Hukumnya maupun pengajuan banding yang diajukan Tim JPU KPK.

Sementara itu, terdakwa Sudarso divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan. KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin Bandung Jawa Barat berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. *(HB)*


BERITA TERKAIT: