Rabu, 08 Februari 2023

KPK Panggil Notaris Dan Karyawan Swasta Terkait Suap Pengurusan HGU Di BPN Riau

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 08 Februari 2023, mengagendakan pemeriksaan seorang notaris dan seorang karyawan swasta sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) 3.300 hektare PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2021 yang menjerat M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau dan kawan-kawan.

"Hari ini (Rabu 08 Februari 2023), pemeriksaan Saksi tindak pidana korupsi suap terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha di Kanwil BPN Riau untuk tersangka MS dan kawan-kawan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Rabu (08/02/2023).

Notaris tersebut atas nama Aryanti Artisari, sedangkan karyawan swasta itu atas nama Arie Yanuar Hafas. Keduanya diagendakan Tim Penyidik KPK di periksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Ali belum menginformasikan materi yang akan digali oleh Tim Penyidik KPK dari pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap 2 Saksi itu. Namun dipastikannya, KPK akan selalu menginformasikan setiap perkembangan penanganan perkara tersebut.

Sebagaimana diketahui, penyidikan perkara tersebut merupakan hasil pengembangan perkara TPK suap pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang menjerat Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang terungkap dalam persidangan.

Tim Penyidik KPK membuka penyidikan baru perkara dugaan TPK suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dilingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau hingga pada Kamis 27 Oktober 2022 mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka dan melakukan penahanan atas dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka perkara tersebut, yakni:
1). M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau;
2). Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta (pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA); dan
3). Sudarso (SDR) selaku General Manager PT. AA.

M. Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan Frank Wijaya selaku pihak swasta (pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA) dan Sudarso selaku General Manager PT. AA ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, M. Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Frank Wijaya selaku pemegang saham PT. AA dan Sudarso selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Frank Wijaya dan Sudarso telah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa perkara tersebut. Keduanya kini tengah menjalani masa pidananya masing-masing.

Konstruksi perkara yang disampaikan KPK membeberkan, bahwa FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintah dan menugasi SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan Sertifikat HGU PT. AA seluas 3.300 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi yang akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan dan perpanjangan HGU tersebut, SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya ditujukan ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen – 60 persen sebagai uang muka. MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

SDR kemudian melaporkan permintaan MS tersebut kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp. 1,2 miliar) ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Atas permintaan uang MS tersebut, sekitar September 2021, diduga terjadi penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas jabatan MS dan MS mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan dilampiri surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuatan Singingi yang menyatakan tidak keberatan atas adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan di antaranya para pegawai Kanwil BPN Riau dan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran uang sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama beberapa pegawai BPN.

Tim Penyidik KPK juga menduga, pada kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga menerima gratifikasi terkait dengan jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi berupa uang sekitar Rp. 9 miliar. Penerimaan-penerimaan itu masih terus didalami dan dikembangkan oleh Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT: