Kamis, 01 Desember 2022

KPK Tahan Kakanwil BPN Riau M. Syahrir Tersangka Suap Pengurusan HGU

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat mengumumkan penahanan Kakanwil BPN Riau M. Syahrir dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (01/12/2022) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Riau M. Syahrir, menyusul setelah sebelumnya menetapkan M. Syahrir selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi.

"Hari ini (Kamis 01 Desember 2022) pemeriksaan tersangka MS Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau 2019–2022. Dugaan korupsi pengurusan perpanjangan Hal Guna Usaha PT. Adimulia Agrolestari Tahun 2021", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (01/12/2022) sore.

Sekitar pukul 16.37 WIB, M. Syahrir tampak turun turun dari ruang pemeriksaan di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan memakai rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan kedua tangannya diborgol dan diarahkan petugas KPK menuju ruang konferensi pers.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, guna kepentingan penyidikan, tersangka M. Syahrir akan ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK di Kaveling C1 Gedung ACLC, Jakarta Selatan.

"Terkait kebutuhan penyidikan untuk tersangka MS, dilakukan penahanan 20 hari pertama, dimulai tanggal 1 Desember 2022 sampai dengan 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kaveling C1 Gedung ACLC", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (01/12/2022) sore.

Ghufron menjelaskan, dalam perkara ini, pada Kamis 27 Oktober 2022, KPK telah mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka. Ketiganya, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Riau, Frank Wijaya (FW) dan Sudarso (SDR) selaku GM PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA). KPK telah menahan tersangka Frank Wijaya selaku pemegang saham PT. AA sejak 27 Oktober 2022.

"Sebelumnya, KPK juga telah mengumumkan beberapa Tersangka. MS, Kepala Kanwil Provinsi Riau; FW, Swasta Pemegang Saham PT. AA; SDR, GM PT. AA", jelas Nurul Ghufron.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri membeber konstruksi perkara ini. Yakni, bermula saat tersangka Frank Wijaya (FW) menugasi Sudarso (SDR) selaku General Manager PT. AA untuk mengurus perpanjangan HGU PT. AA yang akan berakhir pada tahun 2024. Sudarso diminta aktif untuk menyampaikan perkembangan pengurusan HGU tersebut kepada Frank Wijaya.

"Selanjutnya, SDR menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS yang menjabat Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau yang membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT.AA", beber Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

Pada Agustus 2021, lanjut Firli Bahuri, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare yang berlokasi di Kabupaten Kuantan Singingi yang pengurusannya melalui Kanwil BPN Riau. Sudarso kemudian diminta datang ke rumah dinas M. Syahrir guna membahas pengurusan HGU tersebut.

"Dalam pertemuan tersebut, kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40% sampai dengan 60% sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA", lanjut Firli Bahuri.

Sudarso melaporkan hasil pertemuan itu kepada Frank Wijaya dengan mengajukan uang sebanyak SGD 120.000 atau setara dengan sekitar Rp. 1,2 miliar. Frank menyetujui nominal tersebut untuk pengurusan HGU PT. AA.

"SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang SGD 120.000 (setara dengan Rp. 1,2 miliar) ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW", tandas Firli Bahuri.

Dalam perkara ini, Frank Wijaya dan Sudarso ditetapkan KPK ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Sedangkan M. Syahrir, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Frank Wijaya dan Sudarso kemudian didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, M Syahrir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi sebelumnya telah ditetapkan sebagai Tersangka Penerima Suap perkara dugaan TPK suap pengurusan perpanjangan ijin HGU perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi dengan Tersangka Pemberi Suap yakni Sudarso.

Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru telah memvonis Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi 'bersalah' dengan sangsi pidana 5 (lima) tahun 7 (tujuh) bulan penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Atas putusan hakim tersebut, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan 'banding'. Adapun alasan banding di antaranya karena tidak dipertimbangkannya Tuntutan wajib membayar uang pengganti dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa Andi Putra.

Sementara Sudarso divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Tim Jaksa KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut. *(HB)*


BERITA TERKAIT: