Rabu, 18 Desember 2024

Tentang PPN 12% Dan BOSS BESAR



Oleh: Wilson Lalengke

Kota JAKARTA – (harianbuana com).
Secara sederhana, PPN 12% adalah besaran upeti yang ditarik secara paksa oleh Pemerintah Indonesia yang diambil saat orang berbelanja kebutuhan hidupnya sehari-hari.m, seperti ketika beli nasi bungkus, air mineral kemasan, naik gojek dan kebutuhan lainnya. Upeti ini tidak bisa ditawar-tawar, tidak bisa dihindari alias wajib ain harus dibayar dan berlaku bagi setiap orang tanpa kecuali.

Jika rata-rata dalam sehari Anda belanja Rp. 200.000,–, maka Anda harus bayar PPN sebesar Rp. 24.000,– per hari atau Rp. 720.000,– per bulan atau Rp. 8.640.000,– per tahun. Semakin besar uang yang dibelanjakan, semakin besar pula jumlah upeti alias PPN yang Anda harus bayar.

Jika setiap rakyat Indonesia yang berjumlah 284.304.625 jiwa belanja di angka moderat Rp. 200.000,– per hari, maka dana yang didapatkan Pemerintah dari PPN 12% itu adalah Rp. 6.823.311.000.000,– per hari atau Rp. 204.699.330.000.000,– per bulan atau Rp. 2.456.391.960.000.000,– (dua ribu empat ratus lima puluh enam triliun tiga ratus sembilan puluh satu miliar sembilan ratus enam puluh juta rupiah) per tahun.

Semoga rakyat menyadari, bahwa mereka merogoh koceknya untuk upeti, mengisi lebih dari 70 persen ke dalam APBN 2025. Tanpa pajak dari pengusaha-pengusaha konglomerat itu pun, APBN sudah diamankan oleh rakyat Indonesia.

Sekali lagi, perlu dicamkan bahwa PPN tidak bisa ditawar, tidak bisa dikurangi, tidak bisa korting, diskon, apalagi gratis dan terpaksa harus dibayar karena melekat pada harga barang dan jasa yang akan dibeli. Orang miskin dan orang kaya sama kedudukannya di depan PPN. Sama-sama bayar PPN 12 persen saat beli barang dan jasa.

Oleh karena itu, semua rakyat tanpa kecuali berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari aparat, pejabat dan para pelayan rakyat di lembaga pemerintahan manapun, dari pusat hingga ke daerah, bahkan sampai RT/RW yang menerima anggaran negara melalui APBN/APBD. Rakyat berhak menuntut untuk dilayani secara baik dan maksimal oleh negara ini.

Rakyat berhak menuntut diperlakukan sebagai investor atau pemegang saham terbesar dalam anggaran negara yang digunakan untuk membayar para pegawai pemerintah yang alokasinya mencapai lebih dari 60 persen APBN. Rakyat berhak untuk meminta diperlakukan sebagai BOSS BESAR, karena merekalah yang membiayai hidup dan keberlangsungan negara.

Sebagai BOSS BESAR, rakyat harus berani menuntut hak-haknya kepada pengelola negeri ini. Sebagai BOSS BESAR, rakyat tidak boleh malu, segan, apalagi takut kepada siapapun dari jajaran pemerintahan negara, karena Anda Rakyat Indonesia sudah bayar lunas PPN 12 persen setiap kali Anda berbelanja apapun di negara ini.

Sebagai BOSS BESAR, rakyat adalah komisaris negara, rakyat pada hakekatnya adalah pemilik negara dan menugaskan Presiden beserta seluruh jajaran pemerintahannya menjalankan kewajiban melayani rakyat. Sebagai BOSS BESAR, rakyat berhak memerintah para pelayannya, mulai dari presiden, gubernur, bupati/walikota, kementerian, dinas serta lembaga negara lainnya seperti Polri, TNI, komisi-komisi, badan-badan dan lain sebagainya.

Sebagai pelayan, setiap orang yang ditugaskan dan dibiayai hidupnya dari APBN, Anda harus tunduk dan taat kepada rakyat sebagai BOSS BESAR. Setiap orang yang berstatus pelayan rakyat wajib memberikan perhatian dan pelayanan terbaik bagi BOSS BESAR Anda.

Jangan malah terbalik, rakyat sebagai BOSS BESAR diperlakukan semena-mena, dibunuhi aparat di mana-mana, diusir dari tanahnya di mana-mana, ditangkapi, dikriminalisasi, diperas-dirampok bertameng hukum di mana-mana dan berbagai kedzoliman lainnya yang dilakukan terhadap BOSS BESAR.

Sebagai pelayan, Anda wajib mengingat dalam benak dan hati sanubari, bahwa rakyat yang  dibunuhi, diusir dari rumahnya, yang ditangkapi, dikriminalisasi, yang diperas-dirampoki itu adalah penyumbang 70 persen APBN yang daripadanya Anda bisa makan-minum, bermobil-ria, melancong-ria gunakan SPPD, berumah dinas, berpakaian dinas, berkantor mentereng dan lain-lain.

BOSS BESAR, termasuk rakyat miskin-papa itulah yang membiayai hidup Anda melalui upeti PPN 12%, mulai dari biaya peralatan kerja/ bertugas, pemeliharaan kesehatan, makan-minum keluarga hingga ke pembelian pakaian dalam istri/ suami/ anak Anda. Catat dan camkan ini selalu. PPN 12% dari si miskin mengalir ke dalam perut Anda para pelayan rakyat. *(WL/HB)*

Penulis adalah calon pembayar PPN 12%.

Minggu, 15 Desember 2024

Waspadalah, Uka-Uka Gentayangan Di Sekitar Anda



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dalam dunia jurnalisme, istilah ‘uka-uka’ sering muncul dalam pembicaraan sebagai simbol ketidak-profesionalan dalam praktik pers, terutama terkait keharusan wartawan mempunyai sertifikasi uka-uka. Uka-uka telah menjadi momok bagi banyak wartawan. Ribuan keluhan muncul ke permukaan yang berisi kekecewaan para wartawan yang dihambat mendapatkan akses informasi dan peluang kerja-sama pemberitaan dengan pihak-pihak tertentu hanya karena sang wartawan tidak memegang sertifikat uka-uka.

Banyak pejabat di pusat, daerah dan lembaga pengampu hukum seperti DPR, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan lain-lain, acap kali melakukan pembatasan wartawan dan pewarta warga terhadap akses informasi publik dengan alasan yang bersangkutan harus memiliki sertifikat uka-uka alias uji kompetensi wartawan (UKW). Walaupun telah terbukti uka-uka dijadikan kedok menggarong uang rakyat, dana hibah BUMN, oleh para dedengkot koruptor yang adalah pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendry Ch. Bangun Dkk, tapi aparat hukum, DPR dan pihak terkait lainnya terlihat diam seribu bahasa. Uka-uka tetap gentayangan seperti biasa, dijadikan alibi oleh para koruptor di kantor-kantor pemerintah, kantor polisi dan lain-lain untuk menutupi perilaku buruk mereka dari sorotan media.

Kita masih berbaik sangka, mungkin mereka belum paham tentang duduk perkara uka-uka tersebut. Sepanjang para pihak ini tidak paham, maka selama itu pula kondisi Pers Indonesia akan semrawut yang salah-satunya disebabkan oleh keharusan beruka-uka bagi wartawan.

Artikel ini akan mengupas tuntas apa dan mengapa ketidak-pahaman terhadap uka-uka menjadi akar dari berbagai persoalan. Harapannya agar semua pihak, terutama para pihak terkait, seperti para pejabat di pemerintahan, aparat penegak hukum memahami dengan benar soal uka-uka alias uji kompetensi wartawan akal-akalan dewan pers dan konstituen dedengkot korupsi binaannya selama ini.

*Ketidakpahaman yang Berlipat*

Sering kali, seseorang yang tidak memahami permasalahan mencoba mengendalikan situasi, hanya untuk menjerumuskan orang lain ke dalam ketidak-pahaman yang sama. Ketika para pejabat dan aparat hukum atau pihak lainnya yang dianggap memahami hukum ternyata tidak paham masalah kewajiban beruka-uka, mereka justru berkontribusi pada penyebaran kebodohan kolektif.

Mengapa ini dikatakan bodoh? Karena mereka yang tidak paham ikut mengarahkan orang lain, sehingga semua pihak terjebak dalam situasi tanpa pemahaman yang benar alias kubangan kebodohan. Sebagai contoh, jika Anda seorang wartawan yang berurusan dengan pejabat sebuah instansi yang tidak paham uka-uka dan pejabat itu mengharuskan Anda memiliki sertifikat uka-uka, yang kemudian Anda ikuti keharusan itu karena iming-iming peluang kerja-sama dan akses informasi/ wawancara, maka Anda hanya menjadi alat dalam rantai kebodohan ganda. Anda tidak paham, mengikuti arahan orang yang juga tidak paham.

*Mengacu pada UU Pers*

Untuk memahami lebih dalam soal uka-uka, Anda disarankan merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan hanya 21 pasal, UU ini cukup singkat dan mudah dianalisis. Tidak satu pun pasal atau ayat dalam UU Pers itu yang bisa menjadi dasar hukum terkait uka-uka, apalagi keharusan bagi seseorang memiliki sertifikat uka-uka untuk menjadi wartawan dan atau pewarta warga.

Sayangnya, banyak pihak malas membaca undang-undang yang usianya sudah 25 tahun itu. Akibatnya, semua pihak, terutama pejabat dan aparat, bingung dan hanya bisa mem-beo ke surat edaran lembaga partikelir bernama Dewan Pers dan kroco-kroco organisasi pers yang menjadi konstituennya yang jelas-jelas sesat, illegal dan tidak memiliki landasan hukum yang jelas.

Lebih disayangkan lagi, beberapa pihak sudah berupaya memberikan penjelasan dan pencerahan terkait uka-uka illegal tersebut, namun tetap saja diabaikan. Padahal, sudah sangat jelas, bahwa peraturan perundangan yang mengurusi soal sertifikasi profesi dan keahlian di negara ini adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengamanatkan kerja-kerja sertifikasi semacam itu dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018. Peraturan perundangan dan turunannya sangat jelas dan tidak ada keraguan di dalamnya.

Mengapa pejabat dan aparat, ibarat kura-kura dalam perahu, pura-pura bego dalam masalah uka-uka ini? Mengapa mereka yang digaji dari uang rakyat itu secara gegabah menghambakan diri kepada lembaga swasta berlogo bunga kuburan (bunga kemboja) dengan mengikuti perintah dewan pecundang pers bersama konstituennya tersebut? Hampir dipastikan, bahwa di sana ada kolaborasi-mutualistik kolusi–koruptif untuk menggarong uang rakyat tanpa diketahui publik akibat kran informasi ditutup rapat terhadap media-media independent yang tidak terafilisasi dengan dewan pers.

Perbandingan Profesional dan Pemilik Uka-uka

Sesungguhnya kita perlu merasa kasihan kepada para wartwan yang telah menjadi korban uji kompetensi akal-akalan dewan pers dan kawan-kawannya. Fakta lapangan menunjukkan, bahwa rata-rata pemegang sertifikat uka-uka hanya mendapatkan penghasilan sangat kecil, mulai dari Rp. 50 ribu hingga maksimal Rp. 500 ribu, dari kerja-sama dengan berbagai pihak seperti pengusaha, pejabat atau aparat hukum. Oleh karena itu, tak terhitung banyaknya dari mereka yang harus mengorbankan idealisme pers, menggadaikan profesinya sebagai wartawan dengan melakukan KKN berjamaah dengan para aparat dan pejabat itu.

Bandingkan dengan jurnalis profesional seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab atau Rosiana Silalahi, yang memiliki portofolio dan rekam jejak jelas di dunia jurnalisme. Bahkan, belakangan ini banyak pewarta warga dan warganet, youtuber, content creator yang tanpa embel-embel sarjana komunikasi dan atau memiliki sertifikat uka-uka yang justru mendapatkan penghasilan jauh lebih besar dari para wartawan uka-uka. Para profesional ini tidak hanya memperoleh penghasilan besar, tetapi juga dihormati atas kualitas kerja dan integritas mereka.

Mengapa perbedaannya begitu besar? Wartawan uka-uka hanya bergantung pada ‘kertas uka-uka’ tanpa kompetensi atau rekam jejak yang jelas. Sementara itu, para profesional memiliki karya nyata, portofolio yang kuat serta kredibilitas dan integritas yang diakui oleh masyarakat luas.

*Kesimpulan*

Ketidak-pahaman terhadap uka-uka tidak hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan kredibilitas para pekerja jurnalisme itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk terus belajar dan memahami UU Pers serta mengedepankan profesionalisme berbasis kehandalan kerja dan berkarya, bukan oleh selembar sertifikat uka-uka illegal dewan pers. Jika Anda masih bertanya-tanya soal uka-uka dan atau ingin mengikuti uka-uka, saatnya berhenti sejenak dan mulai memahami inti permasalahan uka-uka dengan benar, agar tidak terhipnotis oleh para pelaku uka-uka yang gentayangan di sekitar Anda. *(TIM/HB)*


BERITA TERKAIT:

Terkait Uka-Uka, Ketum PPWI: Kegiatan Ilegal, Tanpa Dasar Hukum



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) Wilson Lalengke kembali menyoroti praktik sertifikasi jurnalis yang dikenal dengan istilah "uka-uka". Menurutnya, kegiatan tersebut adalah ilegal, karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ia menegaskan, bahwa hal ini hanyalah akal-akalan Dewan Pers bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk memeras para wartawan dan sebagai modus ajang korupsi.

“Uka-uka itu sesungguhnya kegiatan ilegal. Tidak ada dasar hukumnya. Sertifikasi profesi dan keahlian yang benar itu melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dasar hukumnya jelas tertulis dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan dan PP Nomor 23 Tahun 2004 yang sudah diperbarui dengan PP Nomor 10 Tahun 2018", tegas Wilson Lalengke dalam keterangannya, Sabtu 14 Desember 2024.

*Uka-Uka dan Kebodohan Hukum*

Wartawan senior itu juga menyebut, bahwa aparat hukum yang seharusnya memahami peraturan malah tidak paham soal praktik uka-uka ini. Ia menghimbau masyarakat, khususnya wartawan, untuk tidak terjerumus dalam kebodohan yang disebabkan oleh ketidak-tahuan mereka sendiri dan orang yang mengendalikan atau mengharuskan wartawan dan masyarakat pewarta untuk mengikuti kegiatan tersebut.

“Jika Anda bekerja-sama dengan orang yang tidak paham masalah uka-uka, maka Anda menjerumuskan diri ke dalam kubangan kebodohan. Anda sendiri tidak paham, ikut pula arahan orang yang tidak paham", kata Wilson Lalengke.

Oleh sebab itu, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini meminta wartawan untuk membaca UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang hanya terdiri atas 21 pasal. Hal ini, untuk memahami, bahwa praktik uka-uka tidak memiliki dasar di dalam undang-undang tersebut.

*Perbandingan dengan Profesional Non Uka-Uka*

Lebih lanjut, Wilson Lalengke membandingkan hasil yang diperoleh pemegang sertifikasi uka-uka dengan para profesional di bidang jurnalistik seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab dan fotografer Darwis Triadi.

“Pemegang sertifikat uka-uka hanya mendapatkan Rp. 50 ribu hingga maksimal Rp. 500 ribu dari kerjasama dengan pengusaha, pejabat atau pemegang proyek. Sementara mereka yang tidak punya sertifikat uka-uka, seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab dan lainnya, bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan juta rupiah karena mereka punya portofolio, rekam jejak dan kemampuan profesional yang diakui masyarakat", jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu.

Menurut Wilson Lalengke, perbedaan ini mencerminkan pentingnya keahlian dan rekam jejak daripada sekadar mengandalkan sertifikasi yang tidak diakui, baik secara hukum maupun oleh masyarakat pengguna barang dan jasa-jasa.

*Himbauan kepada Wartawan*

Pada kesempatan yang sama, Wilson Lalengke menghimbau para wartawan untuk lebih kritis dan tidak mudah terbawa arus oleh praktik-praktik ilegal seperti keharusan beruka-uka.

“Cari tahu dan pahami aturan yang berlaku. Jangan malas membaca UU Pers dan menganalisa isinya. Itu langkah awal untuk menjadi wartawan yang profesional dan independen", himbaunya sambil menambahkan bahwa uka-uka selama ini telah dijadikan modus untuk menggarong uang rakyat di BUMN/ BUMD oleh para dedengkot korupsi binaan dewan pecundang pers.

Tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela kepentingan wartawan dan warga masyarakat di berbagai pelosok ini berharap agar wartawan dan aparat hukum lebih memahami duduk perkara terkait uka-uka. Dengan pemahaman yang baik, praktik-praktik ilegal yang merugikan para pekerja di dunia jurnalisme dapat dihentikan.

“Semoga rekan-rekan media paham dan tidak bertanya lagi soal uka-uka yaa. Terima kasih", tutup Ketum PPWI, Wilson Lalengke. *(iTO/HB)*

Sabtu, 14 Desember 2024

Koordinator Forum Jamsos, Jusuf Rizal: Pekerja Dan Buruh Tentang Penggunaan Dana BPJS Ketenaga-kerjaan Untuk Tapera


Jusuf Rizal (baju motif kotak-kotak warna merah+hitam) dalam acara Fokus Group Diskusi (FGD) Forum Jamsos Lintas Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja bertajuk Profesionalisme dan Pengamanan Dana Jaminan Sosial Sesuai UU SJSN di Cibubur, Jakarta Timur, Jum'at 13 Desember 2024.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Forum Jamsos pekerja dan buruh menentang penggunaan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk digunakan bagi Program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), karena dapat mempengaruhi ketahanan Dana Jaminan Soaial pekerja dan buruh selaku stakeholder.

Demikian salah-satu hasil kesimpulan Fokus Group Diskusi (FGD) Forum Jamsos Lintas Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja bertajuk Profesionalisme dan Pengamanan Dana Jaminan Sosial Sesuai UU SJSN di Cibubur, Jakarta Timur, Jum'at 13 Desember 2024.

Sebagai Narasumber pada kegiatan tersebut, antara lain Timboel Siregar, Pemerhati Jaminan Sosial, HM.Jusuf Rizal, Penggiat Anti Korupsi/ Aktivis Pekerja, Royanto Purba dan Hermansyah mewakili Serikat Pekerja Federasi dan Konfederasi

Forum Jamsos pekerja dan buruh merupakan wadah para pekerja lintas Federasi dan Konfederasi guna mengawasi, mengawal dan memberikan masukan dalam pengelolaan dana Jaminan Sosial selaku stakeholder dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, agar jangan sampai ada penggunaan dana yang tidak untuk kepentingan sesuai dengan program BPJS dan juga kebocoran.

Pada Forum Group Diskusi (FGD) Forum Jamsos tersebut, menurut Jusuf Rizal, Koordinator Forum Jamsos di Sekretariat Forum Jamsos Pekerja dan Buruh di bilangan Tebet Jakarta Selatan telah dibuat 5 (Lima) butir maklumat guna penguatan dana Jaminan sosial Ketenaga-kerjaan

“Salah-satunya tentang keberatan para pekerja dan buruh jika dana BPJS Ketenagakerjaan digunakan diluar kepentingan pekerja dan buruh, misalnya untuk Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Selaku stakeholder pekerja dan Buruh menentang", tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura–Batak yang juga Ketua Harian KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Yorrys Raweyai itu, Sabtu (14/12/2024).

Dikatakan Forum Jamsos Pekerja dan Buruh, juga meminta Presiden Prabowo Subianto agar tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan yang dapat melanggar UU Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 47 ayat 1 maupun UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 

Menurut Jusuf Rizal, yang juga menjabat sebagai Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), pengelolaan dana Jaminan sosial, baik di BPJS Kesehatan dan Ketenaga-kerjaan sudah cukup bagus. Namun demikian, agar tidak terjadi kasus kerugian penempatan dana Rp. 43 trilyun seperti pada BPJS Ketenaga-kerjaan periode sebelumnya dan BPJS Kesehatan Rp. 20 trilyun, maka tetap diperlukan pengawasan ketat guna mendorong transparansi, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan.

Menurutnya pula, saat ini (akhir Desember 2024) diproyeksikan ada Rp. 812 trilyun dana pekerja dan Buruh di BPJS Ketenaga-kerjaan. Sebesar 70% dideposito selain investasi agar aman. Tetapi dalam pengelolaan internal, menurut analisa Forum Jamsos sebagaimana laporan tahunan, masih perlu perbaikan kinerja dan peningkatan efisiensi.

Dari analisa Forum Jamsos biaya operasional BPJS Ketenagakerjaan mencatat Rp. 5 trilyunan. Sementara pendapatan kepesertaan hanya membubuhkan angka sekitar Rp. 2,5 trilyunan. Karena itu, Forum Jamsos mendesak BPJS Ketenaga-kerjaan genjot peningkatan kepesertaan sektor Pekerja Informal dan melakukan efisiensi pengelolaan dana operasional.

“Sektor pekerja dari 85 juta baru digarap 8 juta. Ini sangat jauh dari harapkan dengan kewenangan jumbo dari pemerintah ke BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu temuan Forum Jamsos, perusahaan masih banyak yang nakal dengan memanipulasi data Pekerja yang didaftarkan", tegas Jusuf Rizal, Anggota Komite Pengawas Ketenaga-kerjaan di Kemnaker itu.

Kedepan, lanjut Jusuf Rizal, Forum Jamsos akan menjadi Pengawas External dalam pengelolaan dana Jaminan sosial, baik BPJS Ketenaga-kerjaan maupun BPJS Kesehatan bekerja-sama sekaligus mengawasi kinerja Dewan Pengawas maupun DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yang diberi wewenang dalam pengawasan sebagaimana UU SJSN dan UU BPJS.

Adapun produk BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan yaitu:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);
2. Jaminan Kematian (JKm);
3. Jaminan Hari Tua (JHT);
4.Jaminan Pensiun (JP); dan
5. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Adapun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikelola BPJS Kesehatan. *(JR/HB)*

Kamis, 21 November 2024

Bercermin Dari Wilson Lalengke, Pemimpin Sejati Yang Melindungi Anggota Tanpa Batas



Oleh: Muhammad Adam, S.H.

Kota MAKASSAR – (harianbuana.com).
Kepemimpinan bukan hanya tentang mengarahkan atau mengendalikan, tetapi juga tentang melindungi, memperjuangkan dan bertanggung-jawab terhadap mereka yang berada di bawah naungan kita. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi atau kekuasaan, tetapi lebih mengutamakan kesejahteraan dan keamanan orang-orang yang dipimpinnya. Salah-satu contoh pemimpin yang mencerminkan prinsip ini adalah Wilson Lalengke, pemimpin PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) Pusat Jakarta.

Wilson Lalengke adalah sosok yang dikenal dengan keteguhannya dalam memperjuangkan hak-hak jurnalis dan anggota organisasi yang ia pimpin. Sama seperti induk singa yang rela berlumuran darah dan kehilangan satu taringnya demi melindungi anak-anaknya, Wilson Lalengke juga tidak ragu untuk bertarung melawan berbagai rintangan dan bahaya demi kesejahteraan dan keamanan anggotanya. Dalam dunia jurnalistik yang penuh tantangan, yang mana sering kali ancaman terhadap kebebasan berbicara atau keselamatan para jurnalis datang dari berbagai pihak, seorang pemimpin seperti Wilson Lalengke sangat dibutuhkan.

Pemimpin yang baik bukan hanya yang memimpin dengan kata-kata, tetapi yang juga memimpin dengan tindakan. Seperti induk singa yang tidak segan-segan bertarung dengan siapapun yang mengancam keluarganya, Wilson Lalengke menunjukkan bahwa kepemimpinan yang sejati adalah tentang berkorban dan melindungi, bahkan jika itu berarti harus kehilangan sebagian dari diri kita. Dalam berbagai kesempatan, Wilson Lalengke telah menunjukkan bahwa ia siap untuk menghadapi berbagai tantangan yang datang demi menjaga dan melindungi anggota PPWI dari berbagai ancaman, baik itu ancaman fisik, hukum maupun sosial.

Dalam dunia jurnalisme, ancaman terhadap keselamatan sering kali datang dari berbagai arah, mulai dari tekanan politik, intimidasi hukum, hingga ancaman fisik yang nyata. Wilson Lalengke tidak hanya bertindak sebagai seorang pemimpin yang memberikan arahan, tetapi juga sebagai pelindung bagi anggotanya. Ia selalu menempatkan kepentingan dan keselamatan anggotanya di atas segalanya. Tidak jarang, ketika anggotanya menghadapi kesulitan atau ancaman, Wilson Lalengke akan turun tangan langsung, membela mereka dan berjuang untuk memastikan bahwa hak-hak mereka tetap terjaga.

Sikap Wilson Lalengke yang berani dan tidak gentar menghadapi berbagai bentuk ancaman ini sangat mencerminkan prinsip kepemimpinan yang sejati. Seperti induk singa yang meski terluka, tetap melindungi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan keteguhan, Wilson Lalengke berusaha keras untuk melindungi anggotanya, bahkan jika itu berarti ia harus berhadapan langsung dengan kekuatan yang jauh lebih besar atau lebih berbahaya.

Seorang pemimpin yang baik bukan hanya bertanggung-jawab atas keberhasilan, tetapi juga atas kegagalan. Wilson Lalengke menyadari betul bahwa sebagai pemimpin, ia harus memikul beban yang sangat berat, terutama ketika anggota organisasi menghadapi kesulitan atau ketidak-adilan. Dalam hal ini, dedikasi dan komitmen Wilson Lalengke terhadap anggota PPWI sangat jelas. Ia tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga siap melakukan segala cara untuk memastikan bahwa anggotanya tidak dibiarkan sendiri ketika menghadapi situasi sulit.

Sikap ini sangat penting dalam dunia yang penuh ketidak-pastian dan ketegangan, yang mana banyak pihak berusaha memanfaatkan ketidak-berdayaan orang lain. Dalam hal ini, Wilson Lalengke membuktikan, bahwa seorang pemimpin harus siap melakukan apa pun, termasuk mengorbankan kepentingannya sendiri, demi memastikan anggotanya tetap dalam perlindungan dan dapat menjalankan tugasnya dengan aman.

Seperti induk singa yang meski kehilangan taringnya akan tetap bertarung demi anak-anaknya, Wilson Lalengke juga memiliki prinsip kepemimpinan yang mengedepankan pengorbanan. Dalam dunia jurnalistik yang terkadang penuh dengan risiko, seorang pemimpin harus rela mempertaruhkan diri untuk melindungi anggotanya. Tidak jarang, demi melindungi anggota PPWI yang menghadapi tekanan luar biasa, Wilson Lalengke mengambil risiko pribadi dan menghadapinya dengan kepala tegak.

Kepemimpinan yang mengorbankan diri demi orang lain adalah jenis kepemimpinan yang patut dihargai dan dicontoh. Wilson Lalengke tidak hanya menunjukkan prinsip tersebut dalam kata-kata, tetapi juga dalam tindakan nyata. Ia berani berhadapan dengan tantangan, meskipun itu berarti ia harus menerima kerugian atau menghadapi risiko besar. Prinsip inilah yang menjadikan Wilson Lalengke seorang pemimpin yang kuat, dihormati dan diandalkan oleh anggotanya.

Wilson Lalengke adalah seorang pemimpin yang mampu menggabungkan keberanian, dedikasi dan pengorbanan dalam setiap langkah kepemimpinannya. Seperti induk singa yang tak kenal takut dan siap berkorban demi anak-anaknya, Wilson Lalengke menunjukkan bahwa seorang pemimpin sejati akan mempertaruhkan apapun demi melindungi anggotanya. Kepemimpinan yang demikian tidak hanya membangun rasa kepercayaan dan loyalitas di antara anggota, tetapi juga menginspirasi mereka untuk terus berjuang demi kebenaran dan keadilan, meskipun tantangan dan rintangan datang silih berganti.

Dengan prinsip kepemimpinan yang tegas, berani, dan penuh pengorbanan, Wilson Lalengke telah membuktikan bahwa menjadi pemimpin sejati bukanlah tentang mengejar kekuasaan, melainkan tentang melindungi dan memperjuangkan mereka yang dipercayakan kepadanya. Inilah prinsip kuat Wilson Lalengke yang menjadikannya seorang pemimpin yang bukan hanya dihormati, tetapi juga dicintai dan dipercaya oleh anggotanya. *(MA/HB)*

(Tulisan ini telah dimuat di media online WartaPolri.Co.Id di bawah judul: Seorang Pemimpin Sejati, Prinsip Kuat Wilson Lalengke yang Seperti Induk Singa Berlumuran Darah dan Kehilangan Satu Taringnya demi Melindungi Anggotanya)

_Penulis adalah kolumnis berbagai media online, Pemimpin Redaksi WartaPolri.Co.Id_

Sabtu, 08 Juni 2024

Ketua PWI Dilindungi, Presiden Diobok-obok


Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia dan Ketua LSP Pers Indonesia Heintje Mandagi


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
‘Kuburan’ masal Pers Indonesia menjadi pemandangan memalukan bagi perjalanan sejarah Pers Indonesia. Betapa tidak, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Hendri Bangun yang terlibat dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat dari anggaran BUMN, nyaris tak tersentuh media mainstream nasional dan jaringan media terverifikasi Dewan Pers.

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang tidak pernah memerintahkan dan mengintervensi secara terang-terangan terhadap lembaga peradilan, terus saja diobok-obok media nasional dan media jaringan konstituen Dewan Pers sampai hari ini.

Media nasional terus membombardir pemberitaan terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi merevisi usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dan kini giliran Mahkamah Agung ‘dipreteli’ media gara-gara merevisi batas usia pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Media nasional membangun opini secara telanjang bahwa Presiden Joko Widodo berada di balik semua ini.

Semua pengamat dan tokoh oposisi diekspolitasi menyerang Presiden dan keluarganya demi menaikan rating media dan pundi-pundi income perusahaan pers nasional, termasuk kepentingan politik para pemilik media mainstream. Presiden dan keluarganya diobok-obok terus-menerus tak ada hentinya dengan isu politik dinasti.


Demi keseimbangan berita isu dinasti politik, media nasional pun begitu gagah berani mengekspolitasi berita kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaaan Agung RI.

Lihat saja pada gemerlapnya pemberitaan tentang kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dan melibatkan suami seorang artis terkenal. Akibatnya satu negara pun bergosip miring terkait kasus ini.

Sayangnya, hingar-bingar isu politik dinasti yang menyerang Presiden Jokowi dan sederet kasus korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah, ternyata tak berlaku bagi petinggi organisasi PWI. Media seolah bungkam dan pura-pura amnesia demi melindungi ‘peternak koruptor’ PWI. (meminjam istilah Ketum PPWI Wilson Lalengke).

Dalam kasus dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat oleh Ketua PWI Hendri Bangun Cs, kehadiran media nasional dan media terverifikasi Dewan Pers menghilang dari peredaran bak ditelan bumi. Hanya tersisa satu media nasional bernama TEMPO yang aktif memberitakannya dan didukung sederet media online lokal dari jaringan media non konstituen Dewan Pers.

Dua orang tokoh pers Wilson Lalengke dan Jusuf Rizal begitu keras bersuara dan mengambil Langkah hukum dengan membuat laporan korupsi dan penggelapan dana BUMN miliaran rupiah untuk kegiatan Uji Komptensi Wartawan liar, terhadap Ketua PWI Hendri Cs ke Mabes Polri dan KPK. Selain itu ada Ketum WAKOMINDO Dedik Sugianto yang ikut melaporkan kasus yang sama ke pihak kejaksaan melalui Kejati Jatim.

Anehnya, persitiwa hukum laporan dugaan korupsi ini hanya media Tempo yang berani memberitakannya bersama ratusan media online lokal non terverifikasi Dewan Pers.

Pemberitaan dugaan korupsi dan penggelapan dana BUMN oleh Ketua PWI Hendri Cs oleh Media Tempo dan jaringan media non mainstream, rupanya tak didengar Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Parbowo. Karena sampai hari ini belum ada pernyataan resmi Kapolri terkait penanganan kasus yang maha dahsyat tersebut karena melibatkan petinggi organisasi pers tertua di Indonesia.

Serupa dengan Kapolri, Menteri BUMN Erick Thohir pun sama-sama diam seribu bahasa. Belum ada tindakan disiplin yang dilakukan Menteri Erick kepada bawahannya yang diduga terima suap dengan dalih dana cash back sebesar kurang lebih 1 miliar rupiah dari petinggi PWI.

Tak hanya Kapolri dan Menteri BUMN yang bungkam terkait PWI Gate ini, KPK dan Kejaksaan Agung pun ikut bungkam. Seolah ikut irama media nasional diam tak bersuara. Tak seperti biasanya petinggi KPK atau Kejagung pasti akan langsung bersuara ketika ada tokoh penting yang dilaporkan terlibat korupsi.

Padahal, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ketua PWI ini, prosesnya melibatkan Presiden RI Joko Widodo selaku pihak yang memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir sehingga dana miliaran pun digelontorkan untuk UKW liar yang berujung korupsi. Sehingga kasus ini selayaknya disebut sebagai Super Mega Skandal teranyar di Republik Indonesia ini.

Korupsi yang dilakukan Wartawan sejatinya sama jahatnya dengan korupsi yang dilakukan oknum penegak hukum yakni Jaksa, Hakim, Polisi, dan Pengacara. Bahkan mungkin melebihi batasan ekstra ordinary crime karena yang bekerja mengawasi Jaksa, Hakim, Polisi, dan Pengacara adalah wartawan.

Kalau wartawan korupsi dan dilindungi media, maka akibatnya Pilar Utama kontrol sosial pers yakni Wartawan dan Media menjadi runtuh dan hancur berkeping-keping. ‘Kuburan’ masal pers Indonesia pun terhampar di mana-mana.

Keputusan Dewan Kehormatan PWI memberi sanksi dan pemecatan terhadap petinggi PWI sayangnya tak bisa diamankan seluruh jajarannya hingga ke daerah. Semua seirama diam tak bersuara.

Rasanya malu mengaku sebagai wartawan. Saya mencoba merekayasa perbincangan kalangan bawah terkait kasus korupsi Ketum PWI Hendri Cs.

Dua tokoh rekayasa yakni si Unyil dan si Usro.
“Bro, tau gak kamu ada ketua wartawan korupsi? Tapi teman-teman medianya gak berani beritakan dan malah melindunginya,” kata Unyil kepada Usro temannya.

Usro pun lansung menanggapinya. “Wah enak banget ya jadi wartawan. Kalau korupsi gak ada beritanya di media nasional. Kita-kita ini kalau maling sesuatu dan ditangkap polisi pasti jadi berita menarik bagi media. Nah giliran dia maling uang rakyat, mana berita televisi, kok gak ada? Gue jadi gak percaya sama media,” kata Usro kesal.

Melihat kawannya kesal, si Unyil pun berkata : ”Pada kemana ya si Rocky Gerung, aktifis ICW, petinggi LSM anti korupsi, Ketua Dewan Pers bu Nining, Efendi Ghazali, dan para vokalis sok suci lainnya?”

Sebagai penutup, pertanyaan si Unyil tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. *(HB)*


Penulis: Heintje Mandagi, Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Ketua LSP Pers Indonesia.


Senin, 03 Juni 2024

Ketua KPTIK Sebut Kehadiran Starlink Dukung Warga Daerah Terluar


Ketua Umum Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (KPTIK) Ir. Dedi Yudianto, MBA.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kekhawatiran kelompok penyedia jasa internet lokal atas masuknya Starlink ke Indonesia rasanya cukup berlebihan, karena faktanya Fiber optik dan Wireless tidak bisa disamakan dengan Operator Satelit. Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (KPTIK) Ir. Dedi Yudianto, MBA. melalui pesan tertulis pada Senin (03/06/2024) di Jakarta, menanggapi beragam komentar miring dari sejumlah pihak atas kehadiran Starlink di Indonesia.   

Sebagai pakar teknologi informasi & Komunikasi (TIK ) yang menggeluti bisnis Internet Service Provider selama lebih dari 20 Tahun, Ia justru mengapresiasi kehadiran bisnis internet berbasis satelit milik konglomerat Elon Musk tersebut. Kehadiran Starlink di Indonesia, menurutnya justru mendukung aktifitas warga yang tinggal di daerah 3T atau daerah yang tertinggal, terdepan, dan terluar yang tidak Tercover Fiber Optik & Wireless.

“Jadi tidak ada alasan untuk khawatir berlebihan. Kehadiran Starlink justru sangat membantu warga yang tinggal di daerah 3 T. Akses internet di pulau terluar Indonesia justru makin terjangkau. Selain kapasitas dan kecepatannya melebihi Satelit operator lama, harga peralatannya juga jauh lebih murah", ujar Dedi yang juga merupakan Inisiator Warkop Digital & CEO Cybers Group melalui pesan tertulisnya, Senin (03/06/2024), di Jakarta.

Dedi menerangkan, perbandingannya jika internet yang ditawarkan perusahaan satelit yang ada hanya  bermain di sekitar 1 - 10 megabit upload dan 10 - 50 megabit download. Sementara di Starlink, menurut Dedi, kapasitasnya bisa mencapai 30 megabit upload dan 300 megabit download dengan Latency cukup rendah yakni 35 ms dibanding Operator Satelit lain diatas 200 ms.  

“Perbedaannya sangat jomplang. Harusnya kondisi ini disyukuri karena warga kita bisa terlayani akses internet dengan harga Peralatan 7 jt an dan bulanan 750 ribu dengan kapasitas besar, kecepatan luar biasa, latency rendah dan harga jauh lebih murah dan terjangkau", terang Dedi.

Yang harus dipersoalkan, lanjut pengusaha muda ini, justru bukan kehadiran Starlink di Indonesia, tapi dampak dari ketersediaan layanan internet dengan kapasitas besar dan kecepatan yang luar biasa tersebut. 

“Mudahnya akses internet di pusat kota, justru menjadi penyebab pemerintah sibuk mengurusi akses judi online dan pornografi yang sangat massif di Indonesia. Sementara pengguna internet di daerah 3 T atau pelosok mungkin lebih produktif memanfaatkan teknologi dan layanan akses internet karena harga masih lebih mahal sehingga mereka harus bisa produktif", jelas Dedi, sosok pendiri media online warga guetilang.com dan penggagas awal beritajakarta.id Portal Pemprov DKI Jakarta dan saat ini tengah mempersiapkan program Kompetisi Jurnalis Kebangsaan bersama BNPT untuk Mahasiswa dan Perguruan Tinggi se-Indonesia.

Ia berharap, semua pihak memikirkan bagaimana mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan internet pasca masuknya Starlink dengan menciptakan konten-konten menarik dan bermanfaat bagi banyak orang, terutama bisa menjadi lebih produktif dalam menyongsong Indonesia Emas dan Bonus Demografi ke depan.

“Ketika internetnya sudah dengan kapasitas besar dan kecepatan aksesnya juga sangat kencang, maka kontennya juga harus dipikirkan agar masyarakat pengguna internet lebih produktif dan tidak hanya mengakses judi online atau pornografi. Ini yang harus dipikirkan anak bangsa bersama-sama", tandasnya. *(hen/HB)*

Jumat, 31 Mei 2024

Dihadiri Menpora, Perayaan Hari Afrika 2024 Berlangsung Meriah



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo menghadiri Perayaan Hari Afrika (Africa Day) Tahun 2024, di Ballroom Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Jumat 31 Mei 2024. Acara tersebut berlangsung sangat meriah. Tidak kurang dari 1000 undangan menghadiri acara yang dimulai pada pukul 19.00 WIB ini.

Menpora Ariotedjo hadir pada acara yang diikuti para duta besar negara-negara Afrika untuk Indonesia itu dalam kapasitas mewaliki Pemerintah Republik Indonesia. Selain Menpora, hadir juga Wakil Ketua MPR RI, Muhammad Hidayat Nur Wahid dan Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin.

Puluhan duta besar dan perwakilan Kedubes negara sahabat non-Afrika juga terlihat hadir dalam acara yang dikemas dengan suasana santai dan penuh persahabatan itu. Mereka antara lain Duta Besar Kesultanan Oman, HE. Mohamad Ahmed Salim Al-Shanfari; Wakil Duta Besar Rusia, HE. Veronika Novoseltseva; Sekretaris Pertama Kedubes Ukraina, HE. Svitlana Bondarenkovdan Duta Besar Palestina, HE. Zuhair SM. Alshun.

Duta Besar Kerajaan Maroko, HE. Ouadia Benabdellah yang merupakan Ketua Persatuan Diplomat Negara-negara Afrika menjadi tuan rumah dalam perhelatan tahunan tersebut. Dalam sambutannya, Dubes Ouadia Benabdellah menyampaikan sangat berterima kasih, tidak hanya atas kehadiran para undangan, tapi juga atas dukungan semua pihak dalam memperkokoh persatuan dan kerja-sama antara negara-negara Afrika serta hubungan yang harmonis negara-negara tersebut dengan Indonesia.

Sementara itu, Menpora Ariotedjo menyatakan, bahwa Pemerintah Indonesia sangat mendukung berbagai program kerja-sama yang sudah terbina dan akan dilaksanakan oleh negara-negara di Benua Afrika ini dengan Indonesia. Berbagai kerja-sama tersebut patut diapresiasi dan akan ditingkatkan di masa mendatang, baik dalam hal perluasan bidang kerjasama maupun volume yang signifikan.

Usai penyampaian pidato Ariotedjo, acara yang diawali dengan mendengarkan lagu mars Persaudaraan Afrika dan lagu kebangsaan Indonesia Raya itu, dilanjutkan dengan pemotongan kue Africa Day dan foto bersama para duta besar negara-negara Afrika. Ratusan wartawan dan pewarta serta para undangan antusias mengabadikan momen istimewa tersebut.

Acara ini kemudian ditutup dengan resepsi makan malam bersama dan penyajian berbagai atraksi hiburan, berupa tari-tarian, musik dan lagu. Berbagai menu tradisional dari berbagai negara Afrika disajikan dalam event itu, seperti Couscous dari Maroko, Shakshouka dari Libya, dan Sadza dari Zimbabwe.

Di luar Ballroom tempat acara, dipamerkan berbagai produk kerajinan dan hasil karya serta benda-benda khas dari masing-masing negara Afrika. Selain itu, berbagai poster, buku, banner, dan bermacam media informasi dipajang di setiap stand masing-masing negara untuk dilihat dan dinikmati para pengunjung.

Di stand Kedubes Maroko misalnya, selain memajang foto Raja Maroko, HH. King Muhammad VI juga dipamerkan belasan exemplar buku berjudul “Indonesia–Maroko: Lebih dari Sekadar Persahabatan” hasil kerja-sama Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dengan Kedutaan Besar Maroko belasan tahun lalu.

Di antara undangan yang hadir dari kalangan umum, terlihat antara lain Sultan Sepuh Aloeda II Keraton Kasepuhan Cirebon, YMRH. Rahadjo Djali bersama istri; Staf Ahli Ketua Umum Partai Hanura, Eduardus Lemanto, yang mewakili Ketum Hanura, YM. Oesman Sapta Oedang; dan Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke bersama istri.

Acara yang dipercayakan penyelenggaraannya kepada Ambassador Indonesia, HE. Nico Barito ini berlangsung sukses dan aman mulai awal hingga akhir acara. *(APL/HM)*

Jumat, 24 Mei 2024

Revisi UU Penyiaran Dan Maling Ayam



Oleh: Ketua Umum SPRI Hence Mandagi

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Di tengah gelombang protes atas rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, ada peristiwa maling ayam di Kelurahan Poncosari, Kapanewon Srandakan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ditangkap polisi pada Minggu (12/05/2024) baru-baru ini. 

Sementara itu, ada ‘maling’ spektrum frekuensi radio yang secara terang-terangan dilakukan Lembaga Penyiaran Swasta nasional di seluruh Indonesia selama lebih dari 20 tahun, namun tidak satupun pelakunya ditangkap polisi atau siarannya dihentikan oleh pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia, baik di pusat dan daerah. Artinya, di republik ini ketentuan pidana hanya berlaku bagi wong cilik.

Benarkah kepentingan pers yang disuarakan atau diperjuangkan para gerombolan konstituen dan Dewan Pers terkait revisi UU Penyiaran yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Atau kepentingan Lembaga Penyiaran Swasta nasional yang diperjuangkan? 

Mencermati hiruk-pikuk protes revisi UU Penyiaran gara-gara muncul Pasal 56 ayat (2) poin c, yang isinya melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, penulis melihat dari sudut pandang lain, bahwa permasalahan ini tidak perlu terlalu dibesar-besarkan. 

Pada satu sisi, secara normatif penulis tegas menilai revisi UU Penyiaran mencantumkan pasal pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi di lembaga penyiaran swasta bertentangan dengan kemerdekaan pers khusus bagi wartawan yang bekerja di media penyiaran.

Namun demikian, di sisi lalin, revisi UU Penyiaran ini justeru menguntungkan bagi wartawan yang bekerja di media cetak atau media online. Jurnalisme investigasi nantinya hanya bisa dinikmati masyarakat di media cetak atau di media online. 

Lantas pertanyaannya, apakah praktek jurnalistik investigasi tidak bisa lagi dikerjakan wartawan jika revisi UU Penyiaran ini jadi diberlakukan? Jawabannya tidak perlu khawatir. 

Penayangan eksklusif jurnalistik investigasi masih bisa dilakukan melalui media online yang memiliki kanal televisi. Selain itu, ada platform media digital yakni Youtube Chanel yang tidak bisa dibendung karena kedua media ini belum termasuk sebagai lembaga penyiaran.

Toh selama ini, media televisi swasta nasional yang bernaung di bawah badan hukum Lembaga Penyiaran Swasta menayangkan berita menggunakan badan hukum lembaga penyiaran, bukan badan hukum pers. 

Sejatinya, setiap tayangan berita di siaran lembaga penyiaran swasta atau media televisi wajib dikerjakan oleh wartawan yang bekerja di Perusahaan Pers yang berbadan hukum pers, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Bahkan, lebih ekstrim lagi, bahwa tidak ada yang menyadari ternyata selama 22 tahun Undang-Undang Penyiaran ini berlaku, Pemerintah Pusat dan Daerah, terutama Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Daerah, teramat sangat lembek dan cenderung takut menindak pelanggaran pidana pada UU Penyiaran ini yang dilakukan Lembaga Penyiaran Swasta Nasional. 

Sampai hari ini, Televisi Swasta Nasional masih menyiarkan program televisinya secara nasional dan disiarkan di setiap provinsi melalui penggunaan frekwensi, padahal melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan. 

Pembatasan wilayah jangkauan siaran diatur dalam Pasal 20 UU Penyiaran, bahwa Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.

Artinya, televisi swasta nasional hanya bisa menggunakan 1 saluran siaran pada 1 cakupan wilayah atau wajib bermigrasi menjadi televisi lokal. 

Faktanya, hampir seluruh Lembaga Penyiaran Swasta Nasional masih melakukan siaran menggunakan spektrum frekuensi radio dan wilayah jangkauan siaran. Harusnya sanksi patut dikenakan kepada Lembaga Penyiaran Swasta tersebut berdasarkan ketentuan pidana UU Penyiaran. Namun sayangnya, Komisi Penyiaran Indonesia – KPI, baik di pusat dan daerah, hanya diam saja.

Secara jelas, UU Penyiaran mengatur kewenangan KPI melakukan penyidikan. Pasal 56 menyebutkan, khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.

Untuk lebih jelas lagi, pada Pasal 60 UU Penyiaran jelas diatur, bahwa Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-undang ini tetap dapat menjalankan fungsinya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 3 (tiga) tahun untuk jasa penyiaran televisi sejak diundangkannya Undang undang ini. 

Selanjutnya, masih menurut pasal ini, Lembaga Penyiaran yang sudah mempunyai stasiun relai, sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan setelah berakhirnya masa penyesuaian, masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya, sampai dengan berdirinya stasiun lokal yang berjaringan dengan Lembaga Penyiaran tersebut dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun, kecuali ada alasan khusus yang ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah.

Pasal ini menegaskan, TV Swasta Nasional wajib menjadi TV Lokal di setiap daerah yang sudah memiliki stasiun relainya. Anehnya, siaran televisi swasta nasional masih beroperasi di daerah meski batas waktu penyesuaian sudah 20 tahun berakhir. 

Pembatasan wilayah jangkauan siaran sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Penyiaran, bahwa Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran, rupanya tidak diawasi dan ditegakan aturan ini oleh KPI pusat dan daerah. 

Dampak dari masih beroperasinya TV Nasional di daerah adalah monopoli belanja iklan nasional terus berlanjut. Sejak UU Penyiaran ini berlaku tahun 2002, belanja iklan nasional tidak pernah kurang dari 150 triliun rupiah. Data belanja iklan di Indonesia tahun 2022 lalu mencapai kurang lebih 287 triliun rupiah. 

Pemerintah daerah perlu mengambil tindakan tegas untuk memblokir siaran media televisi nasional melaljui Kantor Balai Monitor Frekuensi Radio di setiap daerah. Selanjutnya, seluruh pengurus organisasi pers di daerah perlu melaporkan pidana di kantor Polda masing-masing jika media televisi swasta nasional masih menyiarkan siaran secara nasional di daerah. 

Karena jelas dan tegas, pada Pasal 31 UU Penyiaran disebutkan: "Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/ atau stasiun penyiaran lokal; Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas; Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut".

Ketentuan Pasal 34 UU Penyiaran juga mengatur tentang Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut, salah-satunya karena melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan.

Menutup tulisan ini, penulis mau menantang Dewan Pers dan para gerombolan konstituennya untuk menegakan ketentuan UU Pers dulu baru protes revisi UU Penyiaran. Legalitas siaran berita di media televisi swasta perlu didesak menggunakan badan hukum pers bukan Badan Hukum Lembaga Penyiaran. 

Selain itu, Dewan Pers dan para kroni-kroninya perlu desak Kapolri menangkap pemilik televisi lokal di Jakarta (seluruh pemilik televisi nasional) yang masih menyiar di daerah menggunakan frekuensi radio lokal di masing-masing provinsi. 

Dengan cara ini maka para Maling Ayam akan merasa adil dipenjara ketika yang maling kelas kakap pun bisa dipidanakan. Jadi Hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. *(HB)*

Penulis adalah Ketum DPP SPRI

Senin, 20 Mei 2024

Terkait RUU Penyiaran, Wilson Lalengke: Dewan Pers Pemberangus Kemerdekaan Pers Sejati



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tetiba muncul kehebohan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang baru akibat memuat pasal-pasal tentang pelarangan melakukan dan memublikasikan hasil jurnalisme investigasi. Sementara itu, menurut sejumlah pihak di parlemen, usulan RUU Penyiaran tersebut sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Mengapa publik terkaget-kaget dengan munculnya berita tersebut?

“Tidak perlu heran soal gonjang-ganjing semacam ini. Biangnya ada di Dewan Pers dan PWI peternak koruptor yang berkantor di Kebon Sirih sana", sebut Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) Wilson Lalengke, merespon permintaan tanggapannya oleh rekan-rekan media, Senin 20 Mei 2024.

Menurut alumni PPRA-48 Lemahannas RI tahun 2012 itu, Dewan Pers dan PWI selama hampir 10 tahun terakhir telah menjadi tembok penghalang berkembangnya informasi yang benar, faktual dan sesuai kenyataan lapangan. Dewan Pers sesungguhnya adalah lembaga yang harus dihapuskan agar demokrasi benar-benar dapat berjalan sesuai mekanisme alam demokrasi secara alami.

“Kelakuan Dewan Pers itu lebih parah, bahkan lebih sadis dari Kementerian Penerangan di jaman Orde Baru. Benar mereka belum pernah membredel sebuah lembaga media massa, tapi rekomendasi mereka yang mengriminalisasi wartawan dengan alasan belum uka-uka (UKW – Red) dan medianya belum terdaftar di Dewan Pers telah menjadi senjata pemusnah kebebasan pers secara massif di tanah air", jelas tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela wartawan terzolimi oleh perilaku Dewan Pers selama ini.

Wilson Lalengke juga menyitir kebijakan Dewan Pers dalam kasus Sambo 2 tahun lalu. Dalam kasus itu, Dewan Pers melarang media melakukan investigasi terhadap kasus yang melibatkan sejumlah petinggi Polri tersebut dan meminta media hanya menayangkan ‘release resmi’ dari Polri dan atau lembaga berwenang.

“Anda bisa bayangkan bagaimana konyolnya Dewan Pers yang dengan gagah perkasa pasang badan melarang wartawan melakukan penelusuran dan pencarian informasi lapangan terkait sebuah kasus dan meminta media untuk menyiarkan hanya ‘berita rekayasa alias bohong’ dari polisi atau pihak berwenang. Tentu saja, berita yang beredar bukanlah informasi yang benar dan faktual", sebut Wilson Lalengke dengan menambahkan bahwa Dewan Pers dalam kasus Sambo waktu itu ternyata diduga disogok pihak tertentu untuk menyetir media-media di tanah air.

Jika sekarang Dewan Pers terdengar lantang menolak RUU Penyiaran yang berisi pelarangan jurnalisme investigasi, patut dipertanyakan motivasinya. Sangat mungkin mereka ingin memancing di air keruh, yang oleh karena itu kalangan pers semestinya waspada dengan move-move lembaga partikelir itu.

“Apakah Dewan pecundang Pers tidak sadar diri, bahwa selama ini dialah pihak yang sangat getol menghambat perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia? Mengapa tiba-tiba tampil ibarat seorang pahlawan kemerdekaan pers dan demokrasi dengan menyatakan menolak RUU Penyiaran yang kontroversial itu? Kita perlu waspada terhadap musang berbulu domba semacam Dewan Pers ini yaa, hampir pasti ada udang di balik bakwan", tambah Wilson Lalengke dengan nada mewanti-wanti.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Forum Humas BUMN yang melibatkan Pengurus Pusat dan Staf PWI yang sedang diproses aparat penegak hukum saat ini menjadi gambaran bagi masyarakat betapa buruknya sistem penyebaran informasi yang dilakukan oleh rekan-rekan media yang tergabung di organisasi pers PWI itu. Sesuai petunjuk yang maha mulia Dewan Pers, para wartawan PWI tidak lagi menjadi kontrol sosial masyarakat dan pemerintah, tapi justru menjadi corong para bandit anggaran yang bertebaran di semua Kementerian/ Lembaga (K/L) dan dinas-dinas hingga pemerintah desa di seluruh pelosok nusantara.

“Akibatnya, berita yang mereka munculkan ke publik hanyalah cuap-cuap advertorial dan iklan pemerintah, politisi dan para bandar serta mafia, yang tentunya bukan untuk mencerdaskan masyarakat, tapi menipu publik. Kasus dugaan suap yang melibatkan Menteri BUMN dan Pengurus Pusat PWI itu semestinya menjadi reflektor, bahwa Pers Indonesia saat ini sudah kehilangan idealisme mulia untuk mengungkap kebenaran, tapi telah bermutasi menjadi jurnalisme transaksional, yang dengan demikian kebohongan menjadi hal biasa", tegas lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari konsorsium universitas: Utrecht University, The Netherlands dan Linkoping University, Sweden ini.

Apakah PPWI menolak RUU Penyiaran, khususnya pasal tentang pelarangan jurnalisme investigasi? Menjawab pertanyaan itu, pemimpin redaksi Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) ini menjawab diplomatis, “Anda sudah tahu jawabannya”.

“Jika RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan juga, maka akan bertambah panjanglah cerita perih perjuangan PPWI dalam membela warga masyarakat yang terzolimi akibat pemberitaan. Akan muncul banyak kasus pemberitaan yang sebenarnya informasi didapatkan secara kebetulan, namun karena kepentingan pihak tertentu, terutama yang berkuasa dan beruang, pewartanya dipersoalkan menggunakan pasal pelarangan jurnalisme investigasi. Dewan Pers pasti berdansa ikut irama gendang sang penguasa dan pengusaha, karena ada uang di situ", tandas Wilson Lalengke sambil mengatakan sangat menyayangkan jika RUU semacam ini harus ada di negara yang menganut sistim demokrasi seperti Indonesia. *(APL/HB)*

Selasa, 07 Mei 2024

PPWI Mesir Akan Selenggarakan Diklat Jurnalistik Pewarta Ekonomi Di Kairo



Kota CAIRO – (harianbuana.com).
Perwakilan Persatuan Pewarta Warga Indonesia di Mesir (PPWI Representative of Egypt) dalam waktu dekat akan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jurnalistik khusus bagi pewarta ekonomi. Diklat ini diselenggarakan bekerjasama dengan Institut Kualifikasi Nasional Mesir (BNSP-nya Mesir) dan disyahkan oleh Kementerian Luar Negeri negara piramida tersebut.

Selain itu, Dewan Pengurus Nasional PPWI di Jakarta juga ikut mengakreditasi kegiatan pendidikan dan pelatihan ini. Mitra konsorsium PPWI, yakni Firsts Union Association, yang berpusat di Lebanon menyatakan mendukung penuh kegiatan ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PPWI Nasional urusan Internasional, Dr. Abdul Rahman Salem Dabboussi, setelah menerima laporan dari PPWI Representative of Egypt, Senin 6 Mei 2024.

“For the first time in Egypt and the Arab world, PPWI Representative of Egypt will soon start the first diploma in Economic Media accredited by the National Institute of Quality and attested by the Ministry of Foreign Affairs, as well as a certificate accredited by the Indonesian Citizen Journalists Association", jelas Dabboussi dalam laporannya kepada Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke di Jakarta, Selasa (07/05/2024).

Berdasarkan informasi yang diterima Dabboussi dari rekan Perwakilan PPWI Mesir, Mohamed Sayed Mohamed Sayed dan Ahmed Eissa Bedir, diklat dimaksud akan berlangsung selama 1 minggu. Kepada setiap peserta yang lulus akan diberikan sertifikat professional bidang pewarta ekonomi yang dilisensi oleh Nasional Institute of Quality of Egypt.

Merespon hal ini, Ketua Umum PPWI menyambut baik dan merasa gembira atas pergerakan PPWI Internasional yang sangat progresif di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya di Mesir.

"Ketika saya diminta persetujuan atas program ini, dengan serta merta saya katakan bahwa PPWI Nasional di Jakarta sangat mendukung upaya pencerdasan masyarakat di setiap sudut dunia ini, salah-satunya melalui pendidikan dan pelatihan jurnalistik. Jikapun diperlukan pelatih jurnalistik dari Indonesia kita siap berangkatkan tenaga trainer professional yang diperlukan", ujar trainer jurnalistik yang sudah melatih ribuan anggota masyarakat, termasuk TNI, Polri, PNS, LSM, ormas, mahasiswa, buruh dan wartawan itu, Selasa (07/05/2024).

Dewan Pengurus Nasional PPWI, tambah tokoh pers nasional ini, senantiasa berharap agar eksistensi organisasi yang mewadahi setiap orang untuk berkecimpung di bidang jurnalisme tanpa meninggalkan pekerjaan pokoknya itu bisa memberi manfaat bagi masyarakat di belahan dunia manapun.

“Semoga kehadiran PPWI yang kini sudah memiliki perwakilan di 22 negara di luar Indonesia bisa memberikan manfaat maksimal bagi setiap orang dimanapun dia berada, dari bangsa manapun dia berasal", tambah lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, ini senang. *(APL/HB)*

Jumat, 12 April 2024

Dihadiri PPWI Dan Perwakilan Kedubes Rusia, Peletakan Bunga Di Monumen Gagarin Hikmad



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Karawang Dede Nurcahya hadir pada upacara peletakan karangan bunga di Monumen Yuri Alekseyevich Gagarin, Jumat, 12 April 2024.

DPC PPWI Kabupaten Karawang hadir dalam acara tersebut mewakili Pengurus PPWI Nasional yang diundang khusus oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Rusia di Jakarta. Selain Dede Nurcahya, hadir juga Sekretaris DPC PPWI Kabupaten Karawang Neneng JK. dan beberapa anggotanya.

Sementara dari Kedubes Kedutaan Rusia hadir Kepala Delegasi Veronika Novoseltseva; The Charger d'Affaires of Russian Federation to Republic of Indonesia; Anak-anak dari sekolah Kedutaan Besar Rusia dan masyarakat Rusia yang ada di Jakarta.

Terlihat juga hadir pada acara tersebut perwakilan Kedubes Belarus, perwakilan Kedubes Kazakhstan, para jurnalis dan perwakilan organisasi Gagarin Regiment.

Acara yang dipusatkan di Monumen Kosmonot Gagarin di Mataram City Park, Jakarta Selatan ini dimulai pukul 09.50 WIB. Upacara berlangsung syahdu, hikmad dan lancar.

Dalam sambutannya, perwakilan Kedubes Rusia menyampaikan, bahwa peletakan bunga pada Monumen Yuri Alekseyevich Gagarin dilaksanakan dalam rangka Perayaan Hari Kosmonotika.

Sebagaimana diketahui, Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) telah mencanangkan Hari Internasional Penerbangan Luar Angkasa yang jatuh pada tanggal 12 April.

Yuri Alekseyevich Gagarin atau lebih familiar disapa Yuri Gagarin merupakan kosmonot pertama Uni Soviet dan di dunia yang dikirim ke luar angkasa.

"Gagarin memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan hubungan antar bangsa di awal 1960", jelas Madam Veronika Novoseltseva.

Presiden pertama Republik Indonesia (RI) Ir. Soekarno, tambahnya, bertemu Yuri Gagarin dalam kunjungan resminya ke Moskow pada Juni 1961. Kemudian, kosmonot lainnya Andriyan Nikolayev, Valery Bykovsky dan Valentina Tereshkova melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun 1963 yang diterima langsung Presiden RI Ir. Soekarno.

"Oleh karena itu, dengan merayakan dan melestarikan kenangan mereka, hal ini sangatlah penting bagi perkembangan hubungan Indonesia dan Rusia saat ini", pungkas Madam Veronika Novoseltseva. *(DJ/HB)*

Selasa, 09 April 2024

UKW Gate Tak Tersentuh Media Mainstream


Hence Mandagi.


Oleh: Hence Mandagi.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dugaan Korupsi Dana Hibah BUMN kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk program Uji Kompetensi Wartawan atau UKW Gate semakin marak diberitakan media non mainstream lokal dan nasional di beberapa hari terakhir ini. Sayangnya, media mainstream atau media arus utama nasional justeru menghilang dari peredaran bak ditelan bumi. 

Kawan-kawan pentolan organisasi pers non konstituen mulai terlecut bersuara keras atas desakan anggotanya menyikapi UKW Gate ini. Anehnya, Dewan Pers malah diam seribu bahasa dan lebih aneh lagi tidak ada satupun media nasional yang berani mengangkat dan mengawal kasus ini sampai ada pihak yang dinyatakan bertanggung-jawab atas penyalah-gunaan uang rakyat oleh organisasi tertua di republik ini. Yang ada, hanyalah berita siaran pers terkait skandal korupsi dana UKW di segelintir media mainstream nasional. 

Sebagai pimpinan organisasi dan pelaksana kegiatan Sertifikasi Kompetensi Wartawan, penulis sebetulnya memilih berdiam diri dan apatis karena yakin pengusutan UKW Gate ini bakal menguap. Pilihannya hanya satu, yakni bersuara. Karena kalau diam berarti setuju dan ikut melindungi kejahatan korupsi di kalangan wartawan. 

Pelaksanaan UKW selama ini memang jadi lahan subur penggunaan uang rakyat oleh Dewan Pers dan para organisasi konstituen. Miliaran rupiah dana UKW dari Kementrian Kominfo RI, dana APBD Pemda di berbagai daerah tak terhitung jumlahnya. 

Puncaknya, kisruh bagi-bagi 'kue’ dana UKW ternyata hanya nyangkut ke PWI. Pembagian ‘Kue’ lezat nan mewah bernilai miliaran rupiah uang rakyat dari BUMN rupanya tidak merata. Tak heran, UKW Gate ini mencuat gara-gara bagi-bagi jatah tidak merata. 

Dari sekian belas provinsi sebagai sasaran UKW, ternyata hanya 10 Provinsi yang nyangkut dana tersebut. Media nasional seolah malu-malu kucing mengangkat kasus ini karena takut disebut ‘Jeruk Makan Jeruk’.

Masih segar dalam ingatan, ketika Dana Bansos yang disalurkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjelang Pemilu ramai-ramai diberitakan media nasional tanpa tahu asal-usul dana tersebut. Bahkan, komentar tokoh agama Romo Magnis saat menjadi saksi di sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi baru-baru ini, bahwa perilaku Presiden Jokowi membagi-bagi Bansos itu seperti pencuri, justeru marak diberitakan media nasional dan menjadi tranding topik di mana-mana. 

Menteri yang terjerat kasus korupsi pun seringkali diblow up dari pagi, siang, malam selayaknya resep dokter bagi pasien minum obat 3 kali sehari. Berita korupsi Hakim Mahkamah Agung pun tak kalah heboh diliput media secara non stop.

Sayang sekali, ketika pelaku korupsi kali ini adalah pengurus lembaga atau organisasi pers yang fungsinya mengawasi dan melakukan sosial kontrol, berita yang maha dahsyat dan lebih menarik dari pada menteri, hakim dan aparat yang terlibat korupsi ini justeru didiamin oleh media nasional. 

Tak terkecuali, organisasi pers konstituen yang kritis sekelas AJI dan IJTI pun diam kayak orang amnesia.  Kalau sudah begini kondisinya, ini sama saja menempatkan wartawan seolah Gangster Mafia yang tak terjamah hukum. 

Jika sudah seperti ini kondisi pers di Indonesia, maka kepada siapa lagi rakyat mau menaruh kepercayaan ? Sekali lagi penulis menutup tulisan singkat ini : “tanyakan saja pada rumput yang bergoyang". *(HB)*

Penulis adalah Ketua Umum DPP SPRI dan Ketua LSP Pers Indonesia


Senin, 08 April 2024

Dewan Kehormatan PWI Pusat: Bantuan BUMN Untuk Kegiatan UKW Harus Diterima Utuh



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo menegaskan, bantuan yang diberikan Kementerian BUMN untuk mendukung kegiatan Uji Kompetensi Wartawan ( UKW ) gratis di 30 provinsi di Indonesia harus diterima utuh oleh organisasi.

"Tidak ada yang namanya cashback, fee atau potongan apapun, karena bantuan ini langsung perintah Presiden ke Menteri BUMN saat pengurus PWI bertemu dengan Presiden di Istana Negara, 7 November 2023", kata Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo dalam rilis pada Sabtu (06/04/2024) yang diterima redaksi pada Senin 08 April 2024.

Rilis dimaksud sebagai respon Sasongko untuk menanggapi berita yang beredar tentang dugaan terjadinya penyalah-gunaan dana bantuan BUMN oleh oknum pengurus PWI.

Bantuan yang disepakati lewat Forum Humas BUMN tersebut bernilai Rp. 6 miliar. Ada informasi yang menyebutkan sekira Rp. 2,9 miliar dari dana tersebut diduga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.

Dalam rapat Dewan Kehormatan pada tanggal 2 April 2024, yang dihadiri oleh Wakil Ketua Uni Z Lubis, Sekretaris Nurcholis MA Basyari, Anggota Asro Kamal Rokan, Diapari Sibatangkayu Harahap, Fathurrahman dan Helmi Burman, masalah dugaan penyalah-gunaan dana tersebut dibahas dan didalami. Beberapa pengurus yang terlibat dalam pengelolaan pun telah diminta penjelasan atau klarifikasinya dalam rapat sebelumnya 

"Mekanisme di Dewan Kehormatan selalu begitu. Meminta penjelasan selengkap mungkin, agar diketahui bagaimana kejadian yang sebenarnya", tambah Sasongko Tedjo. 

Dia pun menjamin, Dewan Kehormatan akan memberikan sanksi tegas bagi mereka yang melakukan kesalahan berdasarkan ketentuan internal organisasi. Ketentuan dimaksud, yakni Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan (KPW). 

*DK Siapkan Putusan Sanksi*

DK tengah menyiapkan rumusan keputusan sanksi yang tepat sesuai dugaan pelanggaran yang terjadi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang  diatur dalam PD, PRT, KEJ, dan KPW PWI. 

"Insya Allah dalam waktu dekat akan segera selesai rumusan yang akan kami kenakan terhadap pelaku yang melanggar ketentuan organisasi", kata Sasongko.

Sasongko menyayangkan beredarnya informasi berantai semacam siaran pers yang isinya mengandung spekulasi dan rumor serta tidak jelas sumbernya. 

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Tohir telah berkomitmen membantu sepenuhnya kegiatan PWI, khususnya UKW yang telah dan akan digelar di seluruh provinsi cabang PWI. 

Menurut Sasongko, sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar, di organisasi PWI tidak semestinya terjadi tindak penyalah-gunaan dana bantuan dari pihak mana pun, termasuk BUMN. 

*Jaga Marwah dan Reputasi PWI*

Selama ini PWI telah menjaga reputasi dan kepercayaan dengan baik. Banyak sekali mitra kerja baik pemerintah maupun BUMN yang selalu mendukung kegiatan PWI berupa  UKW, Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) dan kegiatan lainnya. Dewan Kehormatan PWI meminta kepada seluruh jajaran pengurus untuk menjaga kepercayaan tersebut dengan sebaik baiknya. Transparansi dan akuntabilitas adalah kata kunci. 

"Wartawan sering melakulan kontrol sosial dan pengawasan terhadap pemerintah. Maka kita pun siap untuk diawasi kalau melakukan pelanggaran dalam berorganisasi," kata Sasongko. *(HB)*

Narahubung:
Ketua DK PWI Sasongko Tedjo
0811298652
Sekretaris DK PWI Nurcholis MA Basyari
081374223847


BERITA TERKAIT:

Dewan Kehormatan Yang Nir Kehormatan


Wilson Lalengke.


Oleh: Wilson Lalengke.

Kota PEKANBARU – (harianbuana.com).
Dugaan korupsi dana hibah BUMN oleh pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merebak cepat dan sontak menghebohkan jagad nusantara. Pemicu terkuaknya isu korupsi yang menerpa Hendri Ch. Bangun dan kawan-kawannya itu adalah pemanggilan mereka oleh Dewan Kehormatan PWI untuk dimintai keterangan dan klarifikasi terkait kasus tersebut.

Sejumlah wartawan serta-merta menghubungi saya meminta pernyataan sikap dan atau sekadar komentar atas kejadian tidak sedap bagi kalangan pers tanah air ini. Mungkin kawan-kawan media menilai saya cukup layak memberikan pandangan atas fenomena memalukan di dunia jurnalisme itu.

Sebenarnya saya tidak ingin memberi statemen dan atau komentar apapun atas kasus tersebut. Saya tidak ingin dinilai aji mumpung oleh publik, bahwa saya ambil kesempatan menari di atas aroma busuk yang menimpa PWI, yang notabene acap kali menyepelekan organisasi yang saya pimpin, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

Namun, ada hal menarik yang saya kira perlu dicermati. Tidak hanya dalam kaitannya dengan kasus teranyar PWI korupsi dana hibah BUMN, tapi juga rentetan kasus-kasus lainnya yang melibatkan pengurus PWI selama ini. Eksistensi dan kiprah Dewan Kehormatan PWI semestinya wajib dipertanyakan oleh publik, oleh kita semua. Dalam konteks sebagai seorang warga masyarakat inilah saya hendak menuliskan pandangan pribadi terhadap Dewan Kehormatan PWI.

Sebagaimana tercermin pada judul tulisan ini, saya menilai Dewan Kehormatan PWI nir kehormatan alias tidak mempunyai kehormatan, sehingga tidak layak disebut sebagai Dewan Kehormatan. Mengapa? Secara singkat, jawabannya adalah karena begitu banyak perilaku orang-orang PWI, baik secara organisasi maupun individu yang seharusnya diproses oleh Dewan Kehormatan PWI, tapi terabaikan begitu saja.

Pertanyaan sederhana dapat kita ajukan kepada Dewan Kehormatan PWI Sasongko Tedjo dan kawan-kawannya: Apakah Anda tidak tahu bahwa begitu banyak pengurus dan anggota PWI yang sering nongkrong di depan pintu kantor-kantor dinas menunggu proyek di dinas tersebut? Apakah Dewan Kehormatan PWI menganggap perilaku anggota PWI semacam itu sebagai sesuatu yang terhormat bagi seorang wartawan? Jika pun tidak dapat proyek, mereka pada akhirnya berfungsi sebagai backing bagi pelaksana proyek dan orang dinas.

Jika sudah demikian lelakunya, masih layakkah anggota dan pengurus PWI menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai wartawan, sebagai watch dog terhadap pemerintahan dan kehidupan sosial kemasyarakatan? Bagaimana mungkin seorang wartawan bisa berpikir, bersikap dan berjurnalis secara independen jika ia berada di linkaran proyek pemerintah?

Ketika sebuah Dewan Kehormatan tidak paham dan atau tidak peduli, apalagi memproses perilaku yang bertentangan dengan prinsip yang semestinya dipegang teguh namun dilanggar oleh anggota yang diawasinya, maka sesungguhnya dewan itu tidak memiliki kehormatan sama sekali. Kehormatan hakekatnya harus dibangun melalui upaya menegakkan perilaku terhormat orang-orang yang ada di dalam komunitas yang dibawahinya.

Kasus korupsi yang menerpa pengurus PWI sesungguhnya bukan barang baru di PWI. Perilaku koruptif sudah berjalan berpuluh tahun dengan berbagai modus dan bentuk serta variannya. Korupsi bahkan hampir pasti menjadi budaya yang sudah mengakar di tubuh organisasi yang sering memberi cap 'abal-abal' kepada wartawan non anggota PWI. Korupsi dilakukan pengurus dan anggota PWI hampir merata dari tingkat pusat hingga di daerah-daerah.

Beberapa pentolan PWI yang cukup idealis pernah mendirikan PWI Reformasi sebagai reaksi atas budaya korup yang mewabah di tubuh PWI. Tapi organisasi PWI Reformasi yang digawangi Narliswandi Piliang dan Kaka Suminta ini tidak bertahan lama karena sebagian besar pengurusnya hanya berganti casing, mental tetap wajah lama.

Jika kita cermati dengan baik, dalam kasus dugaan korupsi 2,9 miliar dana hibah BUMN oleh pengurus PWI, sebenarnya Dewan Kehormatan PWI sudah harus mencegahnya sejak pertemuan Hendri Ch. Bangun dan konco-konconya dengan Presiden Joko Widodo pada November 2023 lalu. Dalam pertemuan tersebut PWI tanpa malu mengemis bantuan dana kepada Presiden berkedok UKW illegal besutan Dewan Pers yang tuna UU Pers. Dengan lugunya, Joko Widodo memenuhi permintaan itu melalui bantuan hibah BUMN kepada organisasi pers pecundang ini.

Joko Widodo tentu saja tak bisa disalahkan sepenuhnya, karena pasti dia tidak paham UU Pers. Jika pun akan dimintai pertanggung-jawaban, maka yang harus bertanggung jawab adalah para stafnya, seperti Menkominfo, Mensesneg dan Menteri BUMN.

Wartawan sesungguhnya merupakan kalangan yang rentan terhadap perilaku korupsi. Artinya, wartawan sangat mudah untuk diajak bekerja-sama mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Sebagai sosok yang setiap saat menyajikan berita, wartawan hampir pasti berangan-angan menikmati hidup hedon ala artis, politisi, pengusaha, pejabat dan penjahat kakap yang diberitakannya. Jika seorang wartawan tidak memiliki kehormatan yang dibangun di atas moralitas yang baik, maka dia pasti mudah terjerembab menjadi koruptor.

Untuk menjaga agar perilaku wartawan tetap pada jalur moralitas yang baik, maka dirumuskan dan ditetapkanlah aturan berperilaku dalam bentuk kode etik wartawan, kode etik jurnalis, kode etik pewarta dan semacamnya. Dewan Kehormatan dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik tadi.

Kembali ke kasus dugaan korupsi dana hibah BUMN oleh pengurus PWI yang diendus dan dibocorkan oleh Dewan Kehormatan PWI, saran saya adalah agar Dewan itu segera melaporkan dugaan korupsi dimaksud kepada Presiden. Dalam laporan tersebut sertakan permohonan maaf kepada Presiden Joko Widodo, bahwa kebijakannya memberikan uang kepada wartawan adalah sebuah kesalahan besar di akhir masa jabatannya. Presiden telah melakukan sesuatu yang terkategorikan sebagai suap dan atau gratifikasi kepada wartawan PWI.

Hanya dengan melakukan pelaporan kepada Presiden atas penyalahgunaan uang rakyat oleh sekelompok pengurus PWI hedon, disertai nasehat kepada Presiden Joko Widodo atas kesalahannya, Dewan Kehormatan PWI dapat kembali membangun kehormatannya. Jika tidak, sebaiknya Anda membubarkan diri segera. Sebab, si kata 'Kehormatan' tidak sudi digunakan oleh mereka yang tidak memiliki kehormatan. Sekian, semoga tidak ada wartawan yang berlebaran tahun ini dengan uang hasil korupsi. (*)

Pekanbaru, 8 April 2024.
Penulis adalah lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics Universitas Utrecht Belanda dan Universitas Linkoping Swedia.

Sabtu, 24 Februari 2024

Akuntabilitas


H. Machradji Machfud bersama istri.



Oleh: H. Machradji Machfud.

Kab. MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
A’udzubillahiminasysyaithanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim.

Islam merupakan agama yang benar dan baik.
Islam mengajarkan kepada ummat manusia agar berbuat kebaikan atau kebajikan. Islam menuntun dan mengajarkan kepada ummatnya agar menjadi sosok yang tanggung jawab dan mempertanggung jawabkan setiap kuwajiban, wewenang, amanah, tugas yang diberikan kepadanya.

Islam menyatakan bahwa setiap orang adalah Pemimpin dan setiap Pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya terhadap siapa yang dipimpinnya.

Akuntabilitas atau pertanggung-jelasan ataupun pertanggung-jawaban penting untuk melihat kinerja baik dalam keuangan maupun administrasinya juga sisi etikanya yaitu adil, transparan, jujur, obyektif, konflik kepentingan, penyalah gunaan jabatan dan kewenangan.

Setiap selesai suatu tugas atau pekerjaan maupun amanah yang diberikan, wajib setiap orang menyampaikan tanggung jawabnya atau pertanggung jawabannya juga pertanggung jelasnya akuntabilitasnya dan akuntabelnya.

Jika tidak maka dia akan dicap sebagai orang yang tidak beretika, biadab, amoral atau cacat moral, tidak bermoral dan tidak Islami. Tentu saja akan menerima hukuman didunia dari manusia maupun Allah juga menerima hukuman diakhirat dari Allah SWT.

Hukuman dari manusia biasanya dicibir, dicemooh sebagai orang jelek, jahat, buruk, di cap sebagai orang yang gak jujur, tercela dan gak bisa dipercaya, tidak dilihat orang, diremehkan dan direndahkan serta tidak dihormati.

Akuntabilitas dalam Islam lebih dalam dan lebih baik dari akuntabilitas secara umum. Karena akuntabilitas dalam Islam tidak hanya kepada manusia atau Masyarakat saja, akan tetapi juga kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Berikut dalil-dalilnya:

Hadits Abdullah bin Umar.
Hadits Bukhari Nomor 844:
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنَا سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَزَادَ اللَّيْثُ قَالَ يُونُسُ كَتَبَ رُزَيْقُ بْنُ حُكَيْمٍ إِلَى ابْنِ شِهَابٍ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَئِذٍ بِوَادِي الْقُرَى هَلْ تَرَى أَنْ أُجَمِّعَ وَرُزَيْقٌ عَامِلٌ عَلَى أَرْضٍ يَعْمَلُهَا وَفِيهَا جَمَاعَةٌ مِنْ السُّودَانِ وَغَيْرِهِمْ وَرُزَيْقٌ يَوْمَئِذٍ عَلَى أَيْلَةَ فَكَتَبَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَنَا أَسْمَعُ يَأْمُرُهُ أَنْ يُجَمِّعَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Muhammad Al Marwazi] berkata, telah mengabarkan kepada kami ['Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Salim bin 'Abdullah] dari [Ibnu 'Umar] radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin".
[Al Laits] menambahkan; [Yunus] berkata: Ruzaiq bin Hukaim menulis surat kepada [Ibnu Syihab], dan pada saat itu aku bersamanya di Wadi Qura (pinggiran kota), "Apa pendapatmu jika aku mengumpulkan orang untuk shalat Jum'at?". Saat itu Ruzaiq bertugas di suatu tempat dimana banyak jama'ah dari negeri Sudan dan yang lainnya, yaitu di negeri Ailah. Maka, Ibnu Syihab membalasnya dan aku mendengar dia memerintahkan (Ruzaiq) untuk mendirikan shalat Jum'at. Lalu mengabarkan bahwa [Salim] telah menceritakan kepadanya, bahwa ['Abdullah bin 'Umar] berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung-jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah-tangga suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut". Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya". [Bukhari].

Hadits Abu Barzah Al Aslami.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُرَيْجٍ هُوَ بَصْرِيٌّ وَهُوَ مَوْلَى أَبِي بَرْزَةَ وَأَبُو بَرْزَةَ اسْمُهُ نَضْلَةُ بْنُ عُبَيْدٍ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin 'Amir, telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar bin Ayyasy dari Al A'masy dari Sa'id bin Abdullah bin Juraij dari Abu Barzah Al Aslami berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, "Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan". Dia berkata, Hadits ini hasan shahih, adapun Sa'id bin Abdullah bin Juraij dia adalah orang Bashrah dan dia adalah budak Abu Barzah, sedangkan Abu Barzah namanya adalah Nadlah bin 'Ubaid. (HSR. Tirmidzi)

Surat Al-Muddatstsir Ayat 38:
كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Kullu nafsim bimā kasabat rahīnah

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,

Surat Al-Isra ayat 36:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
Wa lā taqfu mā laisa laka bihī 'ilm, innas-sam'a wal-baṣara wal-fu`āda kullu ulā`ika kāna 'an-hu mas`ụlā

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Surat Al-Infitar Ayat 10-12:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَٰفِظِينَ
Wa inna 'alaikum laḥāfiẓīn
Artinya: Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
كِرَامًا كَٰتِبِينَ
Kirāmang kātibīn
Artinya: Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
Ya'lamụna mā taf'alụn
Artinya: Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Surat Al-Jatsiyah Ayat 29:
هَٰذَا كِتَٰبُنَا يَنطِقُ عَلَيْكُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنسِخُ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Hāżā kitābunā yanṭiqu 'alaikum bil-ḥaqq, innā kunnā nastansikhu mā kuntum ta'malụn
Artinya: (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan". *(M2/HB)*

Semoga bermanfaat Saudaraqu.
Wal afwu minkum. Wassalam...
Machradji Machfud