Selasa, 16 Juni 2020

KPK Setor Rp. 4,2 Miliar Dari Perkara Gubernur Kepri Nurdin Basirun

Gubernur Kepri Nurdin Basirun dengan dikawal petugas saat tiba di markas KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) sekitar pukul 14.19 WIB.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyetor denda sebesar Rp. 200 juta dan uang pengganti kerugian negara dari perkara mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebesar Rp. 4,2 miliar ke kas negara.

"Jaksa eksekusi KPK Andry Prihandono pada hari Kamis (11/06/2020) telah melaksanakan penyetoran denda sejumlah Rp. 200 juta dan uang pengganti sebesar Rp  4.228.500.000,00 ke kas negara", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulismya di Jakarta, Selasa 16 Juni 2020.

Ali Fikri menjelaskan, penyetoran itu sebagai pelaksanaan atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Nomor: 106/Pid.Sus-TPK/2019/PN. JKT. PST tanggal 09 April 2019 atas nama terdakwa Nurdin Basirun yang telah berkekuatan hukum.

Dijelaskannya pula, bahwa pada hari Rabu 10 Juni 2020, KPK juga telah melaksanakan eksekusi badan Nurdin ke Lapas Sukamiskin – Bandung untuk menjalani pidana badan selama 4 (empat) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan atas perkara tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi izin prinsip dan lokasi reklamasi di Provinsi Kepri tahun 2018 dan 2019.

"KPK akan terus untuk berupaya maksimal adanya pemasukan bagi kas negara dari setiap penanganan perkara tindak pidana korupsi, baik melalui pemidanaan denda maupun uang pengganti hasil korupsi yang dinikmati terpidana", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis 09 April 2020 memvonis Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri 'bersalah' dan menjatuhi sanksi pidana 4 tahun penjara serta denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri dinilai 'bersalah' terbukti menerima suap senilai Rp. 45 juta dan 11.000 dolar Singapura serta gratifikasi sebesar Rp. 4.228.500.000,00.

Putusa Majelis Hakim tersebut berdasarkan dakwaan pertama dan kedua JPU KPK, yaitu melanggar Pasal 12 Ayat (1) Huruf a dan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mewajibkan Nurdin Basirun membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 4.228.500.000,00. serta mencabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidananya. *(Ys/HB)*

Kamis, 09 April 2020

Gubernur Non-aktif Kepri Nurdin Basirun Divonis Bersalah Dan Disanksi 4 Tahun Penjara

Gubernur non-aktif Kepri Nurdin Basirun berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Gubernur non-aktif Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun divonis 'bersalah' serta dijatuhi sanksi pidana 4 (empat) tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan. Ia dinilai secara sah dan meyakinkan menurut hukum terbukti 'bersalah' karena menerima suap senilai Rp. 45 juta dan Sing $ 11 ribu dolar serta gratifikasi sebesar Rp. 4.228.500.000,–


"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda Rp. 200 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan", tegas Ketua Majelis Hakim Yanto, Kamis 09 April 2020, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dalam persidangan yang berlangsung secara video conference ini, hanya Majelis Hakim yang berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Sedangkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yakni Muhammad Asri, Agung Satria Wibowo dan Rikhi BM berada di ruang penuntut di gedung KPK. Sementara terdakwa Nurdin Basirun dan pengacaranya mengikuti sidang di lantai dasar gedung KPK.



Putusan Majelis Hakim tersebut, lebih rendah dari Tuntutan tim JPU KPK yang mengajukan Tuntutan supaya Nurdin Basirun dijatuhi sanksi pidana selama 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan.


Dalam petimbangannya, Majelis Hakim menimbang, perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan, Terdakwa berlaku sopan dan belum pernah dihukum.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatan. Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dan belum pernah dihukum", tandas Ketua Majelis Hakim.

Selain itu, Majelis Hakim menjatuhkan sanksi tambahan berupa pencabutan Hak Politik Nurdin Basirun selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak Nurdin Basirun selasai menjalani hukuman pokok.

"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada Nurdin basirun berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun sejak selesai menjalani pidana pokok", tukas Ketua Majelis Hakim Yanto.

Dalam membacakan amar putusannya, Majelis Hakim menyebut, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri menerima uang untuk menanda-tangani surat Ijin Prinsip Pemanfaatan Laut (IPPL) atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare dan berencana memasukkan kedua surat ijin tersebut ke dalam daftar Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

Majelis Hakim pun mengungkapkan, Nurdin terbukti menerima suap sebesar Rp. 45 juta dan 11.000 dollar Singapura secara bertahap terkait Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut (IPPRL) di wilayah Provinsi Kepri.

Uang itu diberikan melalui Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau dan Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.

Selain itu, Majelis Hakim menilai, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp. 4,22 miliar dari berbagai pihak dalam kurun waktu 2016–2019 selama masa jabatannya.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Nurdin Basirun, yakni perbuatan Nurdin Basirun selaku Gunernur Kepri bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi serta sikap Nurdin yang tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan, hal yang meringankannya, yakni Nurdin berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Dalam putusannya, Majelis Hakim memutuskan, menetapkan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dalam perkara gratifikasi, Majelis Hakim memutuskan, menetapkan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri telah melanggar Nurdin Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, baik pihak Nurdin Basirun maupun pihak tim JPU KPK untuk sementara saling menyatakan pikir-pikir. *(Ys/HB)*

BERITA TERKAIT :
> KPK Akan Periksa 8 Saksi Terkait Suap Gubernur Kepri 24 Juli Besok

Selasa, 30 Juli 2019

KPK Perpanjang Penahanan Gubernur Non-aktif Kepri 

Gubernur Kepri Nurdin Basirun usai menjalani serangkaian proses pemeriksaan sejak Kamis 11 Juli 2019, kemudian  ditetapkan sebagai Tersangka dan selanjutnya dibawa petugas ke mobil tahanan yang akan mengantarnya ke Rutan K4 Cabang KPK, di jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur non-aktif Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun. Sebelumnya, KPK menetapkan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri bersama 3 (tiga) orang lainnya sebagai Tersangka dan melakukan penahan selama 20 (dua puluh) hari, terhitung sejak Jumat 12 Juli 2019.

Mereka ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan KPK atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2018–2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.

“Dilakukan perpanjangan penahanan untuk 4 (empat) Tersangka. Gubernur Kepri Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Dianyah di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa 30 Juli 2019.

Dijelaskannya, masa penahanan terhadap 4 Tersangka tersebut diperpanjang selama 40 (empat puluh) hari kedepan, terhitung sejak Rabu 31 juli hingga Kamis 8 September 2019.

“Perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 31 juli 2019 hingga 08 September 2019", jelas Febri Diansyah.

Seperti diketahui, beberapa waktu kemudian pasca penetapan status hukum sebagai Tersangka, KPK menahan Gubernur Kepri Nurdin Basirun di rumah tahanan (Rutan) K4 Cabang KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditahan KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satgas Penindakan KPK yang kemudian menjalani serangkaian proses pemeriksaan yang selajutnya ditetapkan sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2018–2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.

Dalam perkara ini, sedikitnya KPK telah menetapkan 4 (empat) orang Tersangka. Keempatnya, yakni Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri, Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri dan Abu Bakar selaku pihak swasta terkait.

KPK juga telah menghitung seluruh uang yang diduga terkait gratifikasi Gubernur Kepri yang totalnya mencapai Rp. 6,1 miliar dengan rincian Rp. 3,7 miliar, 180.935 dollar Singapura, 38.553 dollar Amerika, 527 Ringgit Malaysia, 500 Real Saudi Arabia, 30 dollar Hongkong dan 5 Euro.

Kasus ini bermula ketika Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepulauan Riau untuk di bahas di Paripurna DPRD Kepulauan Riau.

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepri, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk proyek reklamasi agar diakomodir dalam RZW3K Prov. Kepri.

Salah-satunya adalah Abu Bakar yang mengajukan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu di Batam, untuk pembangunan resort dan kawasan Wisata seluas 10,2 Hektar.

Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.  KPK menduga,  untuk mengakali hal tersebut, Budi Hartono menyuruh Abu Bakar agar menyebut dalam perijinannya akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya.

Upaya tersebut dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya. Setelah itu, Budi Hartono memerintahkan Edy Sofan untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar segera disetujui.

Dokumen dan data dukung yang dibuat Edy Sofan tidak berdasarkan analisis apapun. Yang bersangkutan hanya melakukan copy paste dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya.

KPK menyangka, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy Sofan dalam beberapa kali kesempatan.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka, keduanya diduga  melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, tersangka Abu Bakar diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

BERITA TERKAIT :

Selasa, 23 Juli 2019

KPK Akan Periksa 8 Saksi Terkait Suap Gubernur Kepri 24 Juli Besok

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat memberi keterangan kepada sejumlah wartawan, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 18 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemeriksaan terhadap 8 (delapan) orang Saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.

"Besok sekitar delapan orang saksi dari unsur Pemerintah Provinsi Kepri dan swasta diagendakan diperiksa dalam perkara ini", terang Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam rilis tertulis pada Selasa (23/7/2019).

Hari ini (Selasa 23 Juli 2019), KPK juga menggeledah rumah Nurdin Basirun dan sejumlah Tersangka terkait kasus suap Gubernur Kepri. "KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi di tiga kota/ kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau", jelas Febri.

Dijelaskannya pula, bahwa di Kota Batam, KPK menggeledah rumah pihak swasta, Kock Meng dan rumah pejabat protokoler Provinsi Kepri. Di Kota Tanjung Pinang, KPK menggeledah Dinas Perhubungan Provinsi Kepri dan rumah pribadi tersangka BUH (Budi Hartono) Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri. Sedangkan Di Kabupaten Karimun, KPK menggeledah rumah Gubernur Kepri.

"Dari sejumlah lokasi tersebut KPK mengamankan dokumen-dokumen terkait perizinan. Penggeledahan masih berlangsung, kami harap pihak-pihak di lokasi dapat bersikap kooperatif agar proses hukum ini berjalan dengan baik. Perkembangan kondisi di lokasi akan kami sampaikan lagi", jelasnya pula.

Ditandaskannya, penggeledahan disejumlah lokasi tersebut merupakan tindak-lanjut proses penyidikan atas perkara tindak pidana korupsi suap pengurusan perijinan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

"Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan dugaan suap terkait perizinan dan dugaan gratifikasi yang diterima oleh Gubernur Kepri", tandasnya.

Sebelumnya, KPK pun telah menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri. Saat itu, KPK menemukan sejumlah uang di rumah dinas Gubernur Kepri dalam kamar Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

"Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp. 3.5 Miliar, 33.200 dolar Amerika dan 134. 711 dolar Singapura. Uang ditemukan di kamar gubernur di rumah dinas Gubernur Kepri", ungkap Febri Diansyah dalam rilis tertulis pada Jumat 12 Juli 2019.

Sementara Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan peranan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Menurut Basaria, peran Nurdin terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di Provinsi Kepri rencananya akan dibahas dalam paripurna DPRD.

"Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah Kepulauan Riau", jelas Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.

Terkait dengan hal itu, beberapa pengusaha mengajukan izin mereka agar bisa diakomodasi dalam RZWP3K Provinsi Kepri tersebut. Perkiraan ada 11 perusahaan atau pengusaha, salah-satunya adalah Abu Bakar.

Untuk memuluskan proses pengurusan perijinannya, Abu Bakar lantas memberikan sejumlah uang kepada Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri.

Sejauh ini, KPK menduga ada 11 ribu dolar Singapura dan Rp. 45 juta yang diberikan Abu Bakar secara bertahap. Nurdin kemudian memerintahkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan untuk membantu Abu Bakar.

Dalam prosesnya, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri  Budi Hartono memberi tahu Abu Bakar untuk mengakali persoalan lokasi reklamasi.

"Untuk mengakali hal tersebut, BUH (Budi Hartono) memberi tahu ABK (Abu Bakar), supaya izinnya disetujui, ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budi daya", beber Basaria Panjaitan.

KPK sendiri belum memastikan apakah hanya Abu Bakar satu-satunya pemberi terkait perijinan ini. Namun, sejauh ini Abu Bakar sendiri belum memiliki perusahaan untuk proyeknya. Abu Bakar hanya dikenal sebagai sosok yanhlg dekat dengan Nurdin Basirun. Perusahaan yang disebut Nurdin pun belum terdaftar secara resmi di Ditjen AHU Kemenkumham.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari penggeledahan di rumah Nurdin Basirun sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–


Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Selanjutnya, pada Jumat 12 Juli 2019, tim Penyidik KPK juga melakukan serangkaian penggeledahan di 4 (empat) lokasi. Ketika menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri, tim Penyidik KPK menemukan 13 wadah berupa tas dan kardus juga paper bag berisi uang, di kamar Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Setelah dihitung tim Penyidik KPK, jumlah uang itu sebesar Rp. 3,5 miliar, 33.200 dollar Amerika Serikat dan 134.711 dollar Singapura. Terkait itu, tim Penyidik KPK juga menelusuri sumber-sumber lain terkait penerimaan uang tersebut.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

KPK Kembali Geledah 5 Lokasi Terkait Dugaan Suap Dan Gratifikasi Gubernur Kepri


Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama petugas saat menunjukkan barang bukti sitaan OTT Gubernur Kepri Nurdin Basirun, Kamis 11 Juli 2019, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggeledah rumah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) dan 4 (empat) lokasi lain di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), 23 Selasa 2019.

Dari penggeledahan di rumah Gubernur Kepri Nurdin Basirun yang dilakukan sejak Selasa (23/07/2019) pagi sekitar pukul 08.00 WIB itu, tim Penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait dugaan suap dan gratifikasi Ijun Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan  Laut (IPLPL) proyek reklamasi RZWP3K Riau Tahun 2018–2019.

"Dari sejumlah lokasi tersebut, KPK mengamankan dokumen-dokumen terkait perizinan. Saat ini, penggeledahan masih berlangsung", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi dalam keterangan tertulis, Selasa (23/07/2019) siang.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, di Kota Batam, tim Penyidik KPK menggeledah rumah seorang pihak swasta bernama Kock Meng dan rumah seorang ajudan protokoler gubernur bernama Juniarto.

Di Tanjungpinang, KPK menggeledah kantor Dinas Perhubungan Pemprov Kepri dan rumah pribadi tersangka Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov. Kepri.

Di Kabupaten Karimun, tim Penyidik KPK tiba rumah pribadi Gubernur Kepri non-aktif Nurdin Basirun, di jalan Bhakti, Bukit Senang, Kelurahan Tanjungbalai Kota, Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sekira pukul 08.00 WIB.

Diduga, Tim Penyidik KPK menggeledah 5 lokasi ini sebagai tindak-lanjut temuan uang sekitar Rp. 5 miliar dalam penggeledahan sebelumnya dan tindak-lanjut serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Kepri Nurdin Basirun di Tanjungpinang pada 10 Juli 2019 lalu.

Sebelumnya, pada Jum'at 12 Juli 2019 lalu, KPK juga menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Saat itu, KPK menemukan sejumlah uang dari rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun.

"Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp. 3,5 Milyar, USD 33.200 dan SGD 134. 711. Uang ditemukan di kamar Gubernur di rumah dinas Gubernur Kepri", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam rilis tertulis pada Jum'at 12 Juli 2019 lalu.

Sementara Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, peranan Gubernur Kepri Nurdin Basirun dalam perkara  dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

Menurut Basaria, peran Nurdin terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) provinsi yang rencananya dibahas dalam paripurna DPRD.

"Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah Kepulauan Riau", jelas Basaria Panjaitan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.

Terkait itu, beberapa pengusaha mengajukan izin agar bisa diakomodasi dalam RZWP3K Kepri tersebut. Diduga, ada 11 perusahaan atau pengusaha, salah satunya adalah Abu Bakar. Untuk memuluskan izinnya, Abu Bakar lantas memberikan sejumlah uang kepada Nurdin.

Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, KPK menduga, Nurdin menerima 11.000 dollar Singapura dan Rp. 45 juta dari pihak swasta, Abu Bakar.

Uang tersebut diberikan Abu Bakar melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Pemprov Kepri Budi Hartono terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal, Tanjung Piayu selama ini dikenal dengan area yang peruntukkannya sebagai kawasan budi daya dan merupakan kawasan hutan lindung.

Sementara itu, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari penggeledahan di rumah Nurdin Basirun sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–


Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Selanjutnya, pada Jumat 12 Juli 2019, tim Penyidik KPK juga melakukan serangkaian penggeledahan di 4 (empat) lokasi. Ketika menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri, tim Penyidik KPK menemukan 13 wadah berupa tas dan kardus juga paper bag berisi uang, di kamar Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Setelah dihitung tim Penyidik KPK, jumlah uang itu sebesar Rp. 3,5 miliar, 33.200 dollar Amerika Serikat dan 134.711 dollar Singapura. Terkait itu, tim Penyidik KPK juga menelusuri sumber-sumber lain terkait penerimaan uang tersebut.

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

Jumat, 12 Juli 2019

KPK Temukan Uang Rp 3,5 Miliar, USD 33.200 Dan SGD 134.711 Di Kamar Gubernur Kepri

Penyidik bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan), saat menunjukkan barang bukti hasil OTT suap Izin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut proyek reklamasi di wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018–2019 dalam konferensi pers di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang Rp. 3,5 Miliar, USD 33.200 dan SGD 134.711 dalam 13 kemasan tas, kardus, plastik dan paper bag saat menggeledah rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun pada Jumat 12 Juli 2019.

"Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp. 3,5 miliar, 33.200 dollar Amerika Serikat dan 134.711 dollar Singapura. Uang ditemukan di kamar gubernur", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Jum'at (12/07/2019) malam.

Dijelaskan, bahwa penggeledahan dilakukan sebagai tindak-lanjut penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019 yang menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lain yang saat ini di tahan di rumah tahanan (Rutan) KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Dijelaskannya pula, bahwa selain terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPLPL Proyek Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019, pengeledahan dilakukan tim Penyidik KPK juga terkait hal lain yang berkaitan dengan jabatan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri.

"Siapa saja sumber lainnya itu tentu belum bisa disebut ya karena proses penyidikan masih berjalan. Saat ini belum bisa disampaikan. Yang pasti, karena pasalnya juga pasal gratifikasi tentu kami dalami terkait dengan hubungan jabatan", jelas Febri Diansyah.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah pada Kamis 11 Juli 2019 malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

KPK pun menduga, Nurdin diduga menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total 11.000 dolar Singapura dan Rp. 45 juta. Suap tersebut diberikan Abu Bakar terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal, Tanjung Piayu selama ini dikenal dengan area yang peruntukkannya sebagai kawasan budi daya dan merupakan kawasan hutan lindung.

Sejauh ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri telah ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sementara Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan untuk Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

Untuk sangkaan tindak pidana suap, KPK menyangka, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–


Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka, keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*


Geledah 4 Lokasi, KPK Sita 13 Tas Dan Kardus Uang Di Rumdin Gubernur Kepri

Salah-satu suasana penggeledahan yang dilakukan tim Penyidik KPK di rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau, Jum'at 12 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah di 4 (empat) lokasi di Kepulauan Riau (Kepri). Penggeledahan dilakukan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau (Prov. Kepri) tahun 2018–2019 yang sementara ini menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lain yang saat ini di tahan di rumah tahanan (Rutan) KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, guna kepentingan penyidikan dan sebagai rangkaian tindak-lanjut penanganan perkara, tim Penyidik KPK melakukan penggeledahan di 4 lokasi. Yakni rumah dinas Gubernur Kepri, Kantor Gubernur Kepri, Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Kepri.

“Dari rumah dinas gubernur, KPK menemukan sejumlah dokumen serta 13 tas dan kardus berisi uang dalam mata uang rupiah dan asing", terang Kepala Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Dijelaskannya, saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan detail rincian uang yang ditemukan dan disita tim Peyidik KPK di rumah dinas Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nurdin Basirun tersebut. Pasalnya, uang-uang itu masih dalam proses penghitungan.

"Untuk jumlah total dan rinciannya (uang sitaan) belum bisa kami sampaikan, tim KPK masih melakukan proses penghitungan. Nanti (jika sudah selesai dihitung), pasti kita sampaikan", jelasnya.

Dijelaskannya pula, bahwa penggeledahan di lokasi lain, yakni di Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Kepri, tim Penyidik KPK juga menyita dokumen-dokumen perijinan terkait perkara.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah pada Kamis 11 Juli 2019 malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

KPK pun menduga, Nurdin diduga menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total 11.000 dolar Singapura dan Rp. 45 juta. Suap tersebut diberikan Abu Bakar terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Tanjung Piayu di Provinsi Kepri tahun 2018–2019, guna pembangunan Resort dan Kawasan Wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal, Tanjung Piayu selama ini dikenal dengan area yang peruntukkannya sebagai kawasan budi daya dan merupakan kawasan hutan lindung.

Sementara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau diduga menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengidentifikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–

Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

KPK Tahan Gubernur Kepri Nurdin Basirun

Gubernur Kepri Nurdin Basirun berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Beberapa waktu kemudian pasca penetapan status hukum sebagai Tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun di rumah tahanan (Rutan) K4 Cabang KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditahan KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satgas Penindakan KPK yang kemudian menjalani serangkaian proses pemeriksaan yang selajutnya ditetapkan sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau.

"NBA (Nurdin Basirun) ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan kelas I cabang KPK atau K4", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Peesada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun ditahan bersama dengan 3 (tiga) Tersangka lainya. Ketiganya adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan Abu Bakar selaku pihak swasta pemberi suap.

Sama seperti kedatangannya, usai menjalani pemeriksaan, ketika digelandang petugas ke mobil tahanan KPK yang akan mengantarnya ke Rutan K4 KPK, tak sepatah kata pun yang ia sampaikan untuk mengonfirmasi beberapa pertanyaan yang dilontarkan sejumlah wartawan.

Dengan mengenakan khas Tahanan KPK warna oranye, mantan Bupati Karimun ini terus melangkahkan kakinya menuju ke mobil Tahanan KPK, tanpa menghiraukan sejumlah wartawan yang menunggunya sejak lama.

Sebelumnya, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Gubernur Provinsi Kepri Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan Abu Bakar sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan  (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau.

Sementara itu, KPK menetapkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah, pada Kamis (11/07/2019) malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 4 (empat) orang sebagai Tersangka. Yaitu NBA (Nurdin Basirun), EDS (Edy Sofyan), BUH (Budi Hartono) dan ABK (Abu Bakar)", terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) malam.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK pun menduga, Nurdin Basirun menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengindikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–

Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Kasus ini bermula ketika Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepulauan Riau untuk di bahas di Paripurna DPRD Kepulauan Riau.

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPSK) Provinsi Kepri, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk proyek reklamasi agar diakomodir dalam RZW3K Prov. Kepri. Salah-atunya adalah Abu Bakar yang mengajukan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu di Batam, untuk pembangunan resort dan kawasan Wisata seluas 10,2 Hektar.

Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung. "NBA, selaku Gubernur Kepulauan Riau kemudian memerintahkan BUH dan EDS untuk membantu ABK supaya izin yang dilakukan ABK segera disetujui," ucap Basaria.

Untuk mengakali hal tersebut, Budi Hartono menyuruh Abu Bakar agar menyebut akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya. Setelah itu, Budi Hartono memerintahkan Edy Sofan untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar segera disetujui.

"Dokumen dan data dukung yang dibuat Edy Sofan tidak berdasarkan analisis apapun. Yang bersangkutan hanya melakukan copy paste dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya," kata Basaria. Nurdin diduga menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy Sofan dalam beberapa kali kesempatan.

Pada 30 Mei 2019, Nurdin menerima sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta. Kemudian besoknya, 31 Mei 2019 terbit Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah Provinsi Kepri untuk area seluas 10,2 hektar. Menyusul pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar DSG 6000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

Kamis, 11 Juli 2019

KPK Tetapkan Gubernur Kepri Sebagai Tersangka Suap Dan Gratifikasi

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan didampingi Kepala Biro Humas KPK Fenbri Diansyah saat konferensi pers tentang penetapan status hukum Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lainnya, Kamis (11/07/2019) malam, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019 dan Tesangka Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Kepala Daerah, Kamis (11/07/2019) malam.

KPK menduga, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri diduga menerima suap terkait pengurusan Ijin Prinsip dan Lokasi Pemanfaatan Laut (IPLPL) Proyek Reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepri tahun 2018–2019.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 4 (empat) orang sebagai Tersangka. Yaitu NBA (Nurdin Basirun), EDS (Edy Sofyan), BUH (Budi Hartono) dan ABK (Abu Bakar)", terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) malam.

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersanga penenerima suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sementara Abu Bakar selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi suap.

KPK menduga, Nurdin Basirun menerima sejumlah pemberian dari Abu Bakar melalui Edy Sofyan. KPK mengindikasi, setidaknya ada 2 (dua) kali penerimaan, yaitu sebesar SGD 5.000 dan Rp. 45 juta pada 30 Mei 2019 serta sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019.

Sedangkan untuk sangkaan gratifikasi, KPK menyita dari rumah Nurdin sejumlah uang dalam berbagai satuan mata uang. Antara lain:
• SGD 43.942 (Rp. 456.300.319,3)
• USD 5.303 (Rp. 74.557.528,5)
• Euro 5 (Rp. 79.120,18)
• RM 407 (Rp. 1.390.235,83)
• Real 500 (Rp. 1.874.985,75)
• Rp. 132.610.000,–

Total uang yang disita dari rumah Nurdin Basirun sebesar  Rp. 666.812.189,56 (enam ratus enam puluh enam juta delapan ratus dua bekas ribu seratus delapan puluh sembilan rupiah lima puluh enam sen).

Terhadap Nurdin Basirun, KPK menyangka, tersangka Nurdin Basirun melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1);ke-1 KUHP.

Terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Abu Bakar, KPK menyangka, Abu Bakar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*

Tiba Di Markas KPK, Gubernur Kepri Diam

Gubernur Kepri Nurdin Basirun dengan dikawal petugas saat tiba di markas KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) sekitar pukul 14.19 WIB.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun bersama tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba di markas KPK jalan Kuningan Persada –Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019) siang, sekitar pukul 14.19 WIB.

Saat tiba di lokasi, Gubernur Kepri Nurdin Basirun tampak mengenakan kemeja lengan panjang warna hitam bertuliskan Karang Taruna.

Sayangnya, Nurdian tidak berkata apapun saat didekati sejumlah wartawan untuk diminta komentarnya terkait OTT KPK yang menyasarnya dan lima orang lainnya yang terdiri dari Kepala Dinas, Kepala Biidang, staf / PNS dan seorang pihak swasta.

Selain mengamankan barang bukti uang SGD 6.000 , dalam serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun,  tim Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamankan uang pecahan rupiah dan pecahan mata uang asing lainnya.

"Tim KPK juga mengamankan uang lain dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Saat ini, sedang dalam proses penghitungan", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.

Dijelaskannya, dalam serangkaian kegiatan  OTT di Provinsi Kepulauan Riau sepanjang Rabu (10/07/2019) siang hingga malam, tim Satgas Penindakan KPK berhasil mengamankan Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 5 (lima) orang lainnya bersama barang bukti uang SGD 6.000 dan sejumlah uang dalam satuan rupiah serta satuan mata uang asing lainnya yang jumlah totalnya masih dalam penghitungan.

"Diduga, transaksi terkait izin lokasi rencana reklamasi di Kepri di Kepulauan Riau", jelas Febri Diansyah.

Ditandaskannya, selain Gubernur Kepri Nurdin Basirun, dalam serangkaian OTT tersebut, tim Satgas Penindakan KPK juga mengamankan 5 (lima) orang lain dari unsur pejabat Pemprov Kepri dan pihak swasta.

"OTT terkait dengan izin lokasi rencana reklamasi di Kepulauan Riau. Diduga, ini bukan penerimaan pertama", tandasnya.
Sementara itu, KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan dalam OTT tersebut. *(Ys/HB)*

Selain SGD 6.000, KPK Juga Amankan Uang Rupiah Dan Mata Uang Asing Lain Dalam OTT Gubernur Kepri

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Selain mengamankan barang bukti uang SGD 6.000, dalam serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun, tim Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamankan uang satuan rupiah dan satuan mata uang asing lainnya.

"Tim KPK juga mengamankan uang lain dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Saat ini, sedang dalam proses penghitungan", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2019.

Dalam operasi super-senyap di Provinsi Kepri tersebut, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 6 (enam) orang termasuk Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Keenam orang itu, kini tengah dalam perjalanan menuju markas lembaga anti-rasuah KPK di Jakarta.

"Tim KPK telah membawa sekitar 6 orang yang diamankan di OTT kemarin. Mereka dalam perjalanan ke Jakarta lewat jalur udara. Diperkirakan siang ini sampai di kantor KPK dan akan dilanjutkan pemeriksaan intensif", jelas Febri.

Ditandaskannya, informasi lengkap terkait OTT Gubernur Kepri secara lengkap akan disampaikan secara resmi Kamis (11/07/2019) sore nanti.

"Hasil dari kegiatan ini akan disampaikan pada publik melalui konferensi pers (Kamis, 11/07/2019) sore ini", tandas Febri.

Dari Informasi yang dikumpulkan, didapat kronologi OTT yang kurang-lebihnya sebagai berikut.

Rabu, 10 Juli 2019:
• Pukul 15.00 WIB:
Tim KPK didampingi tim dari Polda Kepri menuju Batam setelah mengetahui keberadaan Nurdin di salah satu hotel di pulau itu.
• Pukul 16.30 WIB:
Tim KPK didampingi tim dari Polda Kepri tiba di hotel tersebut. Namun rupanya Nurdin sudah keluar dari hotel itu dan mengarah ke Pelabuhan Punggur.
• Pukul 17.20 WIB:
Setiba tim KPK yang didampingi tim dari Polda Kepri di Pelabuhan Punggur, Nurdin sudah pergi menggunakan kapal cepat ke Pelabuhan Pelantar 1 Tanjungpinang.
• Pukul 18.30 WIB:
Tim KPK didampingi tim dari Polda Kepri kembali mengejar Nurdin, yang diketahui berada di kediamannya di Tanjungpinang.
• Pukul 19.00 WIB:
Tim KPK didampingi tim dari Polda Kepri mengamankan Nurdin di kediamannya. Tim KPK turut menyita sejumlah barang, termasuk dompet dan telepon seluler (ponsel) milik Nurdin. Di kediaman Nurdin, seorang kepala dinas turut diamankan tim KPK. Mereka kemudian dibawa ke Mapolres Tanjungpinang untuk pemeriksaan awal.


Sementara itu, KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum Nurdin Basirun dan lima orang lainnya. *(Ys/HB)*

Terjaring OTT KPK, Gubernur Kepri Diperiksa Awal Di Polres Tanjungpinang

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berhasil mengamankan Gubernur Kepri Nurdin Basirun melalaui serangkaian kegiatan Operasi Tangkap tmTangan (OTT) yang digelar sepanjang Rabu (10/07/2019) siang hingga malam hari.

Kini KPK tengah meminjam ruangan Polres Tanjung Pinang, untuk memeriksa tahap awal Gubernur Nurdin dan 5 (lima) orang lainnya yang diduga terlibat.

Status hukum Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 5 orang yang diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) dalam operasi tangkap tangan akan diketahui Kamis (11/7/2019) nanti.

"Sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana, maka dalam waktu paling lama 24 jam ini tim akan melakukan kegiatan-kegaiatn awal termasuk klarifikasi pada pihak yang diamankan", kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan, Kamis (11/7/2019) pagi.

"Status hukum perkara dan pihak-pihak yang diamankan akan disampaikan nanti sore melalui konferensi pers di KPK", tambah Basaria.

Basaria Panjaitan menegaskan, kegiatan OTT yang digelar sepanjang Rabu (10/07/2019) siang hingga malam hari tersebut berawal dari informasi masyarakat.

"Sebelumnya kami mendapat informasi dari masyarakat akan terjadinya transaksi yang diduga diperuntukan pada Kepala Daerah di sana. Selanjutnya dilakukan kroscek lapangan, kemudian tim Satgas Penindakan KPK berhasil mengamankan 6 (enam) orang yang terdiri Kepada Daerah, Kepala Dinas, Kepala Bidang, staf dan seorang pihak swasta", tegasnya.

Sementara itu, dari  informasi yang dihimpun, hingga Kamis (11/07/2019) pagi sekitar pukul 07.25 WIB, Nurdin Basirun dan 5 lima orang lainnya itu belum keluar dari Mapolres Tanjungpinang. *(Ys/HB)*

Rabu, 10 Juli 2019

KPK OTT Gubernur Kepri, Bukti Uang SGD 6.000 Diamankan

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar sejak Rabu (10/07/2019) siang.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa Gubernur Kepri Nurdin Basirun terjaring OTT tim Satgas Penindakan KPK terkait Ijin Lokasi Reklamasi.

"Diduga transaksi terkait izin lokasi rencana reklamasi di Kepri (Kepulauan Riau)", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (10/07/2019) malam.

Dijelaskannya, Selain Nurdin, dalam serangkaian OTT kali ini, tim Satgas Penindakan KPK juga mengamankan beberapa pejabat Pemprov Kepri dan pihak swasta. Saat ini mereka diamankan di Polres Tanjungpinang guna dilakukan pemeriksaan awal.

"Ada 6 orang yang diamankan tim dan dibawa ke Polres setempat. Kepala Daerah, Kepala Dinas di bidang kelautan, Kepala Bidang, 2 staf dinas dan pihak swasta", jelasnya.

Selain mengamankan 6 orang, dalam OTT tersebut, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil menyita barang bukti uang senilai 6.000 dolar Singapura. Diduga, uang tersebut bukan transaksi yang pertama.

"Diamankan uang SGD 6 ribu. KPK menduga sebelumnya telah terjadi penerimaan lain", tadas Febri Diansyah.

Keenam orang itu, sementara ini dibawa ke Polres Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan awal. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum pihak-pihak yang diamankan tersebut. *(Ys/HB)*