Kamis, 23 Maret 2023

KPK: Betul Enembe Mogok Minum Obat, Namun Hanya Senin Dan Selasa Kemarin


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe 'mogok minum obat'. Namun, aksi 'mogok minum obat' yang dilakukan Gubernur Papua non-aktif itu hanya berlangsung selama 2 (dua) hari.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe 'mogok minum obat' pada Senin 20 Maret 2023 dan Selasa 21 Maret 2023.

“Dari informasi yang kami peroleh, betul tersangka Lukas Enembe 'mogok minum obat'. Namun, itu hanya pada hari Senin dan Selasa kemarin", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/03/2023).

Dijelaskan Ali Fikri, bahwa setelah 'mogok minum obat' pada dua hari tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe kembali minum obat seperti biasa sejak Rabu (22/03/2023) hingga Kamis (23/03/2023) siang ini.

Obat untuk Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diberikan di bawah pengawasan petugas Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK. Tujuannya, agar dapat dipastikan Lukas meminum obat yang disediakan Tim Dokter KPK.

"Obat yang diberikan merupakan resep dari dokter RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Soebroto", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, berdasarkan keterangan petugas Rutan KPK, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe selama ini tidak pernah mengeluhkan kesehatannya. Karena itu, KPK yakin, masyarakat tidak terprovokasi oleh pernyataan yang disampaikan Tim Kuasa Hukumnya.

Ditandaskannya, KPK mengingatkan para Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe supaya mendampingi kliennya dengan kooperatif. "Dan, tidak bertindak di luar norma-norma hukum. Agar perkara ini bisa segera mendapatkan kepastian hukum", tandasnya.

Sebelumnya, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe menulis Surat Pernyataan berhenti minum obat yang disediakan Tim Dokter KPK sejak Minggu (19/03/2023) malam. Alasannya, penyakit yang dideritanya tidak berubah meski telah meminum obat yang disediakan Tim Dokter KPK. Hal itu, dibuktikan dengan kondisi kakinya yang masih bengkak.

"Dengan ini saya menyatakan bahwa, mulai sejak hari Minggu, 19 Maret 2023 jam 22.04 saya tidak mau meminum obat yang disediakan oleh KPK", tulis Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam suratnya.

Dalam Surat Pernyataan yang ditulisnya itu, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe juga meminta menjalani perawatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura.

"Karena mereka (dokter) Singapura yang sangat paham dan mengerti tentang sakit saya ini", pinta Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam Surat Pernyataannya.

Petrus Bala Pattyona selaku salah-seorang Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe mengatakan, Surat Pernyataan Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe itu diterima Tim Kuasa Hukum saat membesuknya di Rutan KPK pada Selasa 21 Maret 2023. Surat Pernyataan tersebut kemudian langsung diserahkan ke KPK.

“Kemarin sesudah kunjungan, LE (Lukas Enembe) titip surat ke saya untuk diserahkan ke KPK dan langsung saya serahkan", kata Petrus.

Dalam Surat Pernyataan yang ditulisnya, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe juga protes atas penahanannya di Rutan KPK. Menurutnya, sebagai orang yang sedang sakit, dia seharusnya mendapat perawatan di rumah sakit.

Pada alinea akhir Surat Pernyataan yang ditulis tangan itu, ditulis bahwa, Surat Pernyataan Mogok Minum Obat tersebut disampaikan kepada Pimpinan KPK di Jakarta, Penasehat Hukum di Jakarta, Dokter KPK di Jakarta dan Pertinggal atau Arsip. Sebagai penutup, dibubuhkan tanda-tangan atas nama Lukas Enembe.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK telah menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Setelah ditangkap, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sebanyak 2 (dua) kali.

Sementara itu, Tim Pengacara Lukas Enembe telah berkali-kali menyampaikan,  bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura untuk mendapat pengobatan atas sakit yang diderita Lukas Enembe atau kondisinya akan semakin memburuk.

Namun, KPK menilai, fasilitas kesehatan yang ada di dalam negeri masih cukup mampu untuk memberikan layanan pengobatan untuk penyakit yang diderita Lukas Enembe.

Menurut KPK, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe memang sedang menderita suatu penyakit. Hanya saja, kondisi kesehatannya tidak seburuk sebagaimana yang digambarkan Tim Pengacaranya.

Dalam perkara TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua, sejauh ini, Tim Penyidik KPK baru menetapkan 2 (dua) Tersangka. Keduanya, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan Rijatono Laksa selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap sebesar Rp. 1 miliar dari Rijatono Laka selaku Direktur Utama PT. TBP. Uang itu diberikan, untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua dalam kurun waktu 2019–2021.

Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga juga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang jumlahnya hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Saat ini, Tim Penyidik KPK juga sedang mendalami dugaan penerimaan gratifikasi lainnya.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk kepentingan penyidikan perkara tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Enembe Mogok Minum Obat, Ghufron: KPK Bukan Lembaga Penjamin Sehatnya Pasien


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe kembali berulah. Setelah sebelumnya melontarkan isu di Rutan (Rumah Tahanan Negara) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'diberi makan ubi busuk', kini melakukan aksi 'mogok minum obat'.

Dengan dalih ingin berobat ke Singapura, tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua tersebut menolak minum obat dari KPK.

Merespons aksi 'mogok minum obat' tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memastikan, pihaknya belum menerima surat dari Lukas Enembe. Ditegaskannya, bahwa tugas KPK hanya menjalankan proses penegakan hukum secara profesional.

"Perlu kami tegaskan, KPK adalah aparat penegak hukum, sehingga tugasnya adalah menegakkan hukum secara profesional. KPK bukan lembaga penjamin sehatnya pasien termasuk dalam hal ini saudara LE yang sedang ditahan KPK", tegas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Kamis (23/03/2023).

Ghufron menjelaskan, pihaknya telah menjamin kesehatan Lukas Enembe selama berada dalam tahanan, termasuk pemenuhan pengobatan untuk Lukas Enembe. Terkait itu, KPK selalu berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam pemenuhan kesehatan Lukas Enembe.

"Pelayanan terhadap kesehatan saudara LE itu dikoordinasikan dengan IDI dan sejauh ini memandang sakitnya saudara LE masih dapat ditangani di dalam negeri. Mungkin lebih lanjut akan kami bahas bersama IDI berkaitan dengan perkembangan kesehatan yang bersangkutan untuk kami tindak-lanjuti", jelas Nurul Ghufron.

Tentang aksi 'mogok minum obat' Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dari Tim Dokter KPK tersebut, Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Lukas Enembe mengklaim, obat yang diberikan dokter KPK tidak memberikan pengaruh perubahan terhadap kondisi kesehatan kliennya.

Petrus pun mengklaim, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sudah membuat surat peryataan ke Pimpinan KPK, bahwa dirinya menolak minum obat dari Tim Dokter KPK. Alasannya, meski selama ini sudah minum obat yang disediakan Tim Dokter KPK, tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya.

"Dalam surat pernyataan tersebut, Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK, karena tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya, sejak Bapak Lukas meminum obat yang disediakan dokter KPK", ujar Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe.

"Dan, buktinya kedua kaki klien saya juga masih bengkak sampai saat ini dan jalannya pun tertatih-tatih. Bapak Lukas Enembe meminta agar pengobatannya dilakukan di rumah sakit Singapura. Karena yang sangat paham dan mengerti akan sakitnya Bapak Lukas Enembe adalah dokter-dokter di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura", tambahnnya.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK telah menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Setelah ditangkap, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sebanyak 2 (dua) kali.

Sementara itu, Tim Pengacara Lukas Enembe telah berkali-kali menyampaikan,  bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura untuk mendapat pengobatan atas sakit yang diderita Lukas Enembe atau kondisinya akan semakin memburuk.

Namun, KPK menilai, fasilitas kesehatan yang ada di dalam negeri masih cukup mampu untuk memberikan layanan pengobatan untuk penyakit yang diderita Lukas Enembe.

Menurut KPK, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe memang sedang menderita suatu penyakit. Hanya saja, kondisi kesehatannya tidak seburuk sebagaimana yang digambarkan Tim Pengacaranya.

Dalam perkara TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua, sejauh ini, Tim Penyidik KPK baru menetapkan 2 (dua) Tersangka. Keduanya, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan Rijatono Laksa selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap sebesar Rp. 1 miliar dari Rijatono Laka selaku Direktur Utama PT. TBP. Uang itu diberikan, untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua dalam kurun waktu 2019–2021.

Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga juga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang jumlahnya hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Saat ini, Tim Penyidik KPK juga sedang mendalami dugaan penerimaan gratifikasi lainnya.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk kepentingan penyidikan perkara tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 22 Maret 2023

KPK Telah Periksa Kanit Asuransi Manulife Terkait Dugaan Aliran Uang Lukas Enembe


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 20 Maret 2023 telah memeriksa Kepala Unit (Kanit) APU PPT Asuransi Manulife Indonesia Tanty Meylani di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Tanty Meylani selaku Kanit APU PPT Asuransi Manulife Indonesia diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan (Tindak Pidana Korupsi) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, pemeriksaan terhadap Tanty Meylani selaku Kanit APU PPT Asuransi Manulife Indonesia dilakukan, untuk mendalami dugaan uang hasil korupsi Lukas Enembe yang diinvestasikan ke sejumlah usaha.

“Senin (20/03/2023), Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran uang tersangka Lukas Enembe yang kemudian diinvestasikan pada beberapa kegiatan usaha", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/03/2023).

Ali menjelaskan, dalam beberapa bulan terakhir, Tim Penyidik KPK terus menelusuri aset-aset yang diduga milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe serta telah membekukan aset uang puluhan miliar rupiah dan ribuan dolar Singapura.

"Tim Penyidik juga telah membekukan uang dalam rekening sekitar Rp. 81,8 miliar dan 31.559 dollar Singapura serta telah menyita uang sebesar Rp. 50,7 miliar", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK juga telah menyita sejumlah cincin batu mulia, 4 (empat) unit mobil dan emas batangan. Penyidik pun telah melakukan pemeriksaan terhadap 90 Saksi. Termasuk di antaranya adalah ahli digital forensik, ahli akuntansi forensik dan ahli kesehatan.

Ditandaskan Ali Fikri, bahwa Tim Penyidik KPK saat ini masih fokus mengumpulkan bukti unsur pidana pasal suap dan gratifikasi Enembe. Meski demikian, KPK terus mengembangkan perkara Lukas dan membuka potensi penerapan pasal lain.

“Kemungkinan penerapan pasal maupun ketentuan undang-undang lainnya untuk mengoptimalkan asset recovery yang dinikmati tersangka", tandasnya.

Saat ini, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua masih terjerat sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua yang penetapannya pada September 2022 lalu.

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah menerima gratifikasi dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.

Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah menerima suap dan/ atau gratifikasi sebesar Rp. 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi menjadi pemenang lelang 3 (tiga) proyek multi-years di Papua.

Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, Lukas Enembe diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp. 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dan masih terus dilakukan pengembangan.

Dalam perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua, sejauh ini, Tim Penyidik KPK baru menetapkan 2 (dua) Tersangka, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan Rijatono Laksa selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk kepentingan penyidikan perkara tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Istri Flexing, Diklarifikasi KPK, Kini Kepala BPN Jaktim Dicopot Dari Jabatannya


Sudarman dan istri usai diklarifikasi Tim Pemeriksa LHKPN di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (21/03/2023) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Setelah diklarifikasi Tim Pemeriksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Direktorat Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa 21 Maret 2023, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Jaktim) Sudarman Harjasaputra kini telah dicopot dari jabatannya. Hal ini, buntut dari tindakan sang istri Vidya Piscarista yang kerap flexing atau memamerkan kekayaan di media sosial.

Sebagaimana diketahui, buntut dari tindakan sang istri Vidya Piscarista yang kerap flexing atau memamerkan kekayaan di media sosial, Sudarman dan Vidya di klarifikasi Tim Pemeriksa LHKPN  Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK pada Selasa 21 Maret 2023. Keduanya diklarifikasi Tim Pemeriksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan hingga hampir selama 10 jam.

Klarifikasi tersebut berkaitan dengan asal usul harta kekayaan yang dilaporkan Sudarman di LHKPN-nya miliknya. Sehari setelah diklarifikasi Tim Pemeriksa LHKPN  Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK, Sudarman Harjasaputra dicopot dari jabatannya sebagai Kepala BPN Jakarta Timur.

Nama Sudarman Harjasaputra selaku Kepala BPN Jakarta Timur mencuat setelah unggahan kebiasaan sang istri memamerkan kehidupan mewah viral di media sosial. Vidya, istri Sudarman, kerap memamerkan gaya hidup mewahnya melalui media sosial Instagram pribadinya.

Salah-satu unggahan Istri Sudarman memamerkan gaya hidup mewah itu Vidya tengah berpose di Paris, Prancis dengan latar belakang Menara Eiffel.Unggahan gaya hidup Vidya di media sosial lainnya, ia memamerkan barang-barang mewah mulai dari tas Hermes hingga pakaian mewah. 

Di sisi lain, data LHKPN periode tahun 2021, Sudarman Harjasaputra selaku Kepala BPN Jakarta Timur memiliki harta kekayaan total senilai Rp. 14.765.037.598,–. Kekayaan Sudarman senilai itu didominasi aset berupa tanah dan bangunan.

Kekayaan Sudarman Harjasaputra selaku Kepala BPN Jakarta Timur tersebut turut jadi sorotan publik setelah flexing sang istri viral di media sosial. KPK kemudian menjadwalkan klarifikasi terkait asal-usul harta kekayaan Kepala BPN Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra selaku penyelenggara negara wajib lapor LHKPN.

Sudarman dan istri tiba di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Senin (21/03/2023) pagi sekitar pukul 08.30 WIB dan mulai menjalani klarifikasi sekitar pukul 09.00 WIB. Tidak ada komentar apapun yang disampaikan kepada wartawan. Begitu tiba, Sudarman dan istri langsung bergegas ke dalam gedung dan menuju ruang resepsionis untuk melakukan registrasi kehadirannya, kemudian duduk di jajaran kursi di ruang lobi.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK membenarkan bahwa Sudarman telah tiba Gedung Merah Putih KPK bersama sang istri. Diterangkannya, bahwa yang bersangkutan akan diklarifikasi oleh Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK terkait kepemilikan harta kekayaannya.

"Betul. Informasi yang kami peroleh, yang bersangkutan sudah hadir di gedung Merah Putih KPK. Segera akan dilakukan klarifikasi oleh Tim Pemeriksa LHKPN KPK", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK saat dihubungi wartawan, Selasa (21/03/2023) pagi.

"KPK mendalami asal-usul dan perolehan harta ataupun aset Saudara Sudarman sebagaimana disampaikan dalam LHKPN-nya. Apakah sudah sesuai antara faktual harta yang dimiliki dengan yang dilaporkan", lanjut Ali Fikri.

Hampir selama 10 jam Sudarman dan Vidya diklarifikasi oleh Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK. Sudarman dan Vidya mulai diklarifikasi sekitar pukul 09.00 WIB. Keduanya rampung menjalani klarifikasi sekitar pukul 19.00 WIB.

"Semua data dan fakta telah saya sampaikan", kata Sudarman saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023) malam.

Atas pertanyaan wartawan, apakah etis istri pejabat pamer kemewahan di media sosial? Istri Sudarman, Vidya Piscarista menyatakan, bahwa memang tidak etis istri pejabat pamer kemewahan di media sosial. "Harusnya sih nggak", ujar Vidya.

Vidya membantah tentang harga barang-barang mewah miliknya yang beredar di media sosial. Ditegaskannya, bahwa kisaran harga barang-barang itu tidak benar. "Jadi, (kisaran harga barang-barang) yang di social media itu nggak benar ya harga-harganya", tegas Vidya.

Pencopotan jabatan Sudarman Harjasaputra sebagai Kepala BPN Jakarta Timur itu terjadi sehari setelah Sudarman dan istrinya diklarifikasi Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK pada Selasa 21 Maret 2023.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Yulia Jaya Nirmawati. Diterangkannya, bahwa pihaknya menghormati proses pemeriksaan Kepala Kantor Pertanahan (Kantah)/ Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Administrasi Jakarta Timur (Jaktim) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Benar. Kementerian ATR/ BPN terbuka dan menghormati proses pemeriksaan yang berlangsung", terang Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Yulia Jaya Nirmawati dalam siaran pers yang diterima redaksi, Rabu (22/03/2023).

Yulia menegaskan, bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra saat ini telah telah dicopot atau dibebas-tugaskan dari jabatannya. Pencopotan itu berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

“Jadi, untuk memudahkan proses pemeriksaan yang dilakukan, yang bersangkutan telah dibebas-tugaskan dari jabatan", tegas Yulia.

Ditandaskan Yulia, bahwa Menteri ATR/ Kepala BPN Hadi Tjahjanto sebelumnya meminta kepada jajarannya dan keluarga agar tidak ada lagi pejabat yang memamerkan kekuasaan, kekayaan dan bermewah-mewahan.

“Pak Menteri juga meminta agar jajaran Kementerian ATR/BPN dapat membudayakan pola hidup sederhana, dimulai dari diri sendiri dan keluarga", tandasnya.

Klarifikasi terhadap Sudarman ini, menambah daftar pejabat penyelenggara negara yang diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN mereka. Catatan media, di awal 2023 tahun ini, setidaknya telah ada 4 (empat) pejabat penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) yang telah diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN mereka.

Adapun 4 pejabat penyelenggara negara di lingkungan Kemenkeu RI yang telah diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya oleh Tim Pemeriksa LHKPN KPK, yakni:
1). Mantan Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo;
2). Mantan Kepala Bea-Cukai Yogyakarta Eko Darmanto;
3). Kepala Bea-Cukai Makassar Andhi Pramono; dan
4). Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro.
*(HB)*



KPK Telah Dalami Harta Kekayaan Kepala BPN Jaktim Sudarman Harjasaputra


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK saat memberi keterangan dalam konferensi pers penetapan Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA sebagai Tersangka perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendalami risalah dan perolehan harta kekayaan atau pun aset Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Jaktim) Sudarman Harjasaputra sebagaimana yang dilaporkan dalam LHKPN-nya.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, bahwa pendalaman terkait asal-usul dan perolehan harta kekayaan atau pun aset Kepala BPN Jaktim Sudarman Harjasaputra, di antaranya melalui klarifikasi yang dilakukan Tim Pemeriksa LHKPN Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK pada Senin 20 Maret 2023.

"Dalam proses klarifikasi tersebut, KPK mendalami asal-usul dan perolehan harta ataupun aset Sudarman sebagaimana disampaian dalam LHKPN-nya. Apakah sudah sesuai antara fakual harta yang dimiliki dengan yang dilaporkan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/03/2023).

Dijelaskan Ali Fikri, bahwa pendalaman risalah dan perolehan harta kekayaan atau pun aset Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Jaktim) Sudarman Harjasaputra sebagaimana yang dilaporkan dalam LHKPN-nya tersebut merupakan salah-satu wujud komitmen KPK untuk proaktif dalam upaya memastikan LHKPN yang dilaporkan para penyelenggara negara ataupun wajib lapor yang telah diisi dan dilaporkan sesuai faktualnya.

Ali pun mengingatkan, para pejabat penyelenggara negara lainnya untuk segera melaporkan harta kekayaannya melalui pelaporan LHKPN periode 2022 yang batas waktunya hingga 31 Maret 2023.

"Dalam kesempatan ini, kami sekaligus mengingatkan kepada para penyelenggara negara ataupun wajib lapor LHKPN untuk segera melaporkan LHKPN periodik 2022, yang batas waktunya akan berakhir pada 31 Maret 2023", ujar Ali Fikri.

Sebelumnya, Kepala BPN Jaktim Sudarman Harjasaputra bersama sang istri memenuhi panggilan klarifikasi Tim Pemeriksa Direktorat Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK pada Selasa 21 Maret 2023 diklarifikasi terkait kepemilikan harta kekayaan yang dilaporkannya di LHKPN.

Sudarman dan istri tiba di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan Senin (21/03/2023) pagi sekitar pukul 08.30 WIB. Tidak ada komentar apapun yang disampaikan kepada wartawan. Begitu tiba, Sudarman dan istri langsung bergegas ke dalam gedung dan menuju ruang resepsionis untuk melakukan registrasi kehadirannya, kemudian duduk di jajaran kursi di ruang lobi.

Klarifikasi terhadap Sudarman ini, menambah daftar pejabat penyelenggara negara yang diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN mereka. Nama Sudarman Harjasaputra mencuat, setelah istrinya kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial.

Catatan media, di awal 2023 tahun ini, setidaknya telah ada 4 (empat) pejabat penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) yang telah diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN mereka.

Adapun 4 pejabat penyelenggara negara di lingkungan Kemenkeu RI yang telah diklarifikasi kepemilikan harta kekayaannya oleh Tim Pemeriksa LHKPN KPK, yakni:
1). Mantan Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo;
2). Mantan Kepala Bea-Cukai Yogyakarta Eko Darmanto;
3). Kepala Bea-Cukai Makassar Andhi Pramono; dan
4). Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro.

Adapun Kepala BPN Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra akan diklarifikasi Tim Pemeriksa LHKPN Pencegahan dan Monitoring KPK terkait kepemilikan harta kekayaan yang dilaporkannya di LHKPN periode tahun 2021 yang mencapai Rp. 14.765.037.598,–.

Dari data LHKPN Sudarman Harjasaputra periode tahun 2021, diketahui harta kekayaan Sudarman yang dilaporkan di LHKPN periode tahun 2021 didominasi aset lahan tanah dan bangunan. Sudarman diketahui memiliki 8 (delapan) bidang tanah dan bangunan yang tersebar di kawasan Ciamis, Bogor, Garut dan Malang.

Tiga bidang lahan tanah milik Sudarman tersebut diketahui tercatat sebagai 'hasil hibah tanpa akta'. Total, harta kekayaan Sudarman dari aset berupa lahan tanah dan bangunan saja, mencapai Rp. 13.997.511.000,–.

Sudarman juga melaporkan aset harta kekayaannya dalam bentuk alat transportasi, yakni 1 (satu) unit mobil dan 1 (satu) unit motor yang bernilai Rp. 438.000.000,–.

Dalam data LHKPN Sudarman, juga tercatat kepemilikan aset berupa harta bergerak lainnya senilai Rp. 600.000.000,– juga aset berupa kas dan setara kas senilai Rp. 249.526.598,–.

Total kepemilikan harta kekayaan dalam LHKPN Sudarman Harjasaputra tercatat senilai Rp. 15.285.037.598,– namun mempunyai hutang sebesar Rp. 520.000.000,– Artinya, Sudarman Harjasaputra memiliki harta kekayaan setelah dikurangi hutangnya masih mencapai total Rp. 14.765.037.598,–. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 21 Maret 2023

KPK Tetapkan 1 Tersangka Baru Perkara Pembangunan Stadion Mandala Krida DIY

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberamtasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 1 (satu) Tersangka Baru perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan Stadion Mandala Krida di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"KPK kembali menetapkan 1 (satu) orang sebagai Tersangka yang dapat dipertanggung-jawabkan atas timbulnya perbuatan melawan hukum dalam perkara dimaksud", kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023).

Meski demikian, Ali belum menginformasikan identitas Tersangka Baru tersebut. Ditegaskannya, bahwa ditetapkannya Tersangka Baru itu berdasarkan fakta persidangan 3 (tiga) Terdakwa perkara tersebut.

"Penetapan Tersangka tersebut juga didasarkan atas pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) pada PN (Pengadilan Negeri) Yogyakarta dengan terdakwa Heri Sukamto Dkk. (dan kawan-kawan)", tandas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara yang diduga merugikan keuangan senilai Rp. 31,7 Miliar tersebut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, bahwa pengumpulan informasi hingga ditemukannya bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik KPK melakukan penyelidikan hingga meningkatkan penanganan perkara tersebut ke penyidikan.

"Dari proses pengumpulan informasi dan data hingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan menetapkan 3 (tiga) Tersangka", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (21/07/2022).

Tiga Tersangka tersebut, yakni Edy Wahyudi selaku Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi DIY,  Sugiharto selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Asigraphi dan Heri Sukamto selaku Dirut PT. PNN dan PT. DMI.

Lebih lanjut, Alex membeber konstruksi perkara tersebut, yakni bermula pada tahun 2012, ada usulan Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Dispora Pemprov DIY supaya merenovasi Stadion Mandala Krida. Usulan itu disetujui dan anggarannya masuk alokasi anggaran BPO.

Tim Penyidik KPK menduga, Edy Wahyudi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut diduga secara sepihak menunjuk langsung Sugiharto untuk menyusun tahapan nilai anggaran proyek renovasi tersebut.

Dalam penganggaran proyek renovasi berjangka 5 (lima) tahun itu dianggarkan senilai Rp 135 miliar. Tim Penyidik KPK menduga, dalam penganggaran proyek renovasi itu, Sugiharto diduga melakukan mark-up pada sejumlah item pekerjaan,  tapi hal itu tetap disetujui oleh Edy Wahyudi.

Tim Penyidik KPK menduga, Edy Wahyudi diduga menentukan secara sepihak perusahaan yang akan mengikuti proyek pengadaan tersebut. Perusahaan itu bertugas dalam pengadaan bahan penutup stadion.

Pada 2016, Heri Sukamto selaku Dirut. PT PNN dan DMI diduga melakukan komunikasi dengan anggota panitia lelang. Dia meminta bantuan agar dimenangkan dalam proses lelang pengadaan.

Mengetahui hal itu, anggota panitia lelang meneruskan tujuan Heri Sukamto kepada Edy Wahyudi. Permohonan itu disetujui tanpa adanya evaluasi kelengkapan dokumen persyaratan dalam mengikuti lelang.

Tim Penyidik KPK pun menduga adanya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan milik Heri Sukamto. Yang mana, perusahaan itu tidak menggunakan pegawai resmi dan tidak bersertifikat.

Terhadap 3 Tersangka tersebut, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Akibat perbuatan para Tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp. 31,7 miliar", tandas Alexander Marwata.

Sementara itu, pada Kamis (16/03/2023) lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana' Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dalam sidang putusan perkara tersebut memutuskan, Edy Wahyudi selaku Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemprov DIY divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 8 tahun penjara.

Selain itu, Edy Wahyudi dijatuhi sanksi pidana denda Rp. 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Sanksi pidana bagi Edy Wahyudi tersebut lebih rendah dari tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yakni 9 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edi Wahyudi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 400 juta, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan", tegas Ketua Majelis Hakim Nasrullah dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Jogja, Kamis (16/03/2023).

Dalam tuntutan yang diajukan, Tim JPU KPK sebenarnya juga menuntut supaya Majelis Hakim menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa Edy Wahyudi membayar uang pengganti sebesar Rp. 800 juta. Namun, dalam putusannya, Majelis Hakim tidak mengakomodir tuntutan uang pengganti tersebut.

Namun, dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan terdakwa Edy Wahyudi secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama Tim JPU KPK.

Edy dinyatakan Majelis Hakim terbukti 'bersalah' pada perkara proyek renovasi Stadion Mandala Krida Tahun Anggaran 2016 dan 2017, dalam perannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) secara sepihak melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak tertentu dalam hal ini calon pemenang lelang.

Majelis Hakim menyatakan, Edy Wahyudi terbukti melanggar unsur-unsur yang ada pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

KPK Bantah, Di Rutan Lukas Enembe Diberi Makan Ubi Busuk


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat memberi keterangan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pengakuan Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe yang disampaikan OC Kaligis selaku Kuasa Hukum Lukas Enembe, bahwa saat ditahan ditahan Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK diberi makan ubi talas busuk. Pengakuan itu disampaikan OC Kaligis usai menjenguk Lukas Enembe di Rutan KPK pada Selasa (21/03/2023) ini.

Dalam keterangannya, OC Kaligis bahkan mengatakan, bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Kepala Rutan KPK untuk dapat memberikan perhatian atas perlakuan terhadap kliennya. Menurut OC Kaligis, Lukas Enembe mengaku sudah 3 (tiga) kali mendapatkan makan ubi talas busuk selama ditahan KPK.

"Bahkan, Bupati Mamberamo Tengah, saudara Ricky Ham Pagawak yang kebetulan bertemu dengan kami di ruang kunjungan membenarkan makanan ubi busuk yang diterima klien kami, Bapak Lukas Enembe. Atas fakta ini, kami mohon supaya makanan klien kami Bapak Lukas Enembe diperhatikan, karena sudah tiga kali diberikan ubi busuk", kata OC Kaligis dalam keterangannya, Selasa (21/03/2023).

Kuasa Hukum Enembe Enembe lainnya, Petrus Bala mengatakan, bahwa kliennya juga sempat mengeluhkan kesulitan buang air besar, namun tidak diperiksa oleh dokter. Hal tersebut terjadi pada 10 Maret 2023, saat Lukas Enembe dibawa ke IGD RSPAD untuk diperiksa. Tetapi di sana kliennya hanya disuruh tidur dan berbaring saja, tanpa dilakukan tindakan medis. Kemudian, dibawa lagi ke Rutan KPK.

"Jadi, menurut keterangan Bapak Lukas Enembe hanya disuruh berbaring saja, tidak ada pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe", kata Petrus.

Merespon pengakuan tersebut, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK membantahnya.

"Kami memastikan selalu menjaga kualitas sajian dan pemenuhan konsumsi para tahanan KPK melalui katering. Jadi, konsumsi bukan petugas Rutan atau KPK sendiri, tapi katering pihak ketiga, tentu sesuai ketentuan ya!", bantah Ali Fikri, menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers, Selasa (21/03/2023).

"Jadi, jangan dibayangkan tanda kutip kemewahan, misalnya. Atau perlakuan berbeda dengan tahanan di Rutan atau Lapas lain. Ada standarnya", tambah Ali Fikri.

Ali menegaskan, bahwa permintaan makanan berupa ubi disampaikan oleh Enembe. Sebab dia mengaku tidak bisa makan nasi. Atas permintaan itulah, sehingga Lukas pun diberi makanan ubi.

"Adapun terhadap tersangka LE, KPK menyajikan menu sesuai permintaannya. Karena teman-teman saya yakin sudah tahu ya, permintaan yang bersangkutan tidak makan nasi, tapi ubi. Kami penuhi itu. Kami hormati hak-hak tahanan KPK. Jadi, ketika ada permintaan hak dasarnya, ketika tidak bisa makan nasi diganti ubi sesuai permintaannya", tegas Ali Fikri.

"Perlu kami sampaikan, pergantian menu itu tetap mengacu pada standar biaya masukan yang berlaku dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Saya kira tidak benar ubi yang disampaikan busuk, misalnya, karena ada standarnya", tandas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK telah menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah menerima suap dan/ atau gratifikasi sebesar Rp. 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi menjadi pemenang lelang 3 (tiga) proyek multiyears di Papua.

Selain itu, Tim Penyidik KPK menduga, bahwa Lukas Enembe diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp. 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua.

Setelah ditangkap, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sebanyak 2 (dua) kali.

Sementara itu, Tim Pengacara Lukas Enembe telah berkali-kali menyampaikan,  bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura untuk mendapat pengotaban atas sakit yang diderita Lukas Enembe atau kondisinya akan semakin memburuk.

Namun, KPK menilai, fasilitas kesehatan yang ada di dalam negeri masih cukup mampu untuk memberikan layanan pengobatan untuk penyakit yang diderita Lukas Enembe.

Menurut KPK, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe memang sedang menderita suatu penyakit. Hanya saja, kondisi kesehatannya tidak seburuk sebagaimana yang digambarkan Tim Pengacaranya.

Dalam perkara tersebut, sejauh ini, Tim Penyidik KPK baru menetapkan 2 (dua) Tersangka. Keduanya, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan Rijatono Laksa selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap sebesar Rp. 1 miliar dari Rijatono Laka selaku Direktur Utama PT. TBP. Uang itu diberikan, untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua dalam kurun waktu 2019–2021.

Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga juga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, Tim Penyidik KPK juga sedang mendalami dugaan penerimaan gratifikasi lainnya.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk kepentingan penyidikan perkara tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

KPK Kembali Tetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh Tersangka, Kali Ini Tersangka Gratifikasi Dan TPPU

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK saat memberi keterangan dalam konferensi pers penetapan Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA sebagai Tersangka perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, Tim Penyidik KPK telah menemukan alat bukti yang cukup untuk kemudian menetapkan Gazalba Saleh salaku Hakim Agung Kamar Pidana MA sebagai Tersangka perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU.

“Benar. Dengan alat bukti yang cukup, Tim Penyidik juga tetapkan tersangka Gazalba Saleh Hakim Agung pada Mahkamah Agung dengan pasal gratifikasi dan TPPU", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023) sore 

Ali menjelaskan, Tim Penyidik KPK menelusuri aliran dana Hakim Agung Gazalba Saleh hingga kemudian menemukan dugaan pidana menyamarkan, menyembunyikan dan membelanjakan uang menjadi aset-aset bernilai ekonomis.

Atas hal itu, Tim Penyidik KPK kembali menyangka Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang TIndak Pidana Korupsi (Tipikor) dan juga pasal TPPU.

Dijelaskan Ali Fikri pula, selain memang cukup memenuhi unsur-unsur pelanggaran pasal TPPU, penerapan pasal TPPU terhadap Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA juga bertujuan untuk melakukan pemulihan aset dengan merampas uang dan harta hasil tindak pidana korupsi.

“Tentu, (penerapan pasal TPPU) tujuannya untuk mengoptimalkan asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku", jelas Ali Fikri.

Ali pun menyampaikan, KPK juga terus mendorong pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. KPK pun berharap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK nantinya berhasil membuktikan berbagai dugaan TPPU Gazalba Saleh di hadapan Majelis Hakim Tipikor.

“Harapannya, di akhirnya nanti, kami bisa buktikan di hadapan hakim hingga dapat merampas aset koruptor", ujar Ali Fikri.

Sebelumnya, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA telah ditetapkan oleh Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di MA terkait perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Inti Dana (KSP ID).

Dalam perkara tersebut, sejauh ini, KPK telah menetapkan 15 (lima belas) Tersangka. Perkara tersebut mencuat ke permukaan setelah Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK menggelar serangkaian kegiatan Tangkap Tangan (TT)  di lingkungan MA pada 21 September 2022.

Dari serangkaian kegiatan Tangkap Tangan yang digelar Tim Satgas Penindakan di Jakarta dan Semarang itu, KPK awalnya mengumumkan penetapan 10 (sepuluh) Tersangka. Berikut daftar 10 nama yang diumumkan KPK sebagai Tersangka awal perkara tersebut:
1. Sudrajad Dimyati (SD) merupakan hakim agung pada Mahkamah Agung;
2. Elly Tri Pangestu (ETP) merupakan hakim yustisial/panitera pengganti Mahkamah Agung;
3. Desy Yustria (DY) merupakan PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
4. Muhajir Habibie (MH) merupakan PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
5. Nurmanto Akmal (NA) merupakan PNS Mahkamah Agung;
6. Albasri (AB) merupakan PNS Mahkamah Agung;
7. Yosep Parera (YP) merupakan pengacara;
8. Eko Suparno (ES) merupakan pengacara;
9. Heryanto Tanaka (HT) merupakan swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana; dan
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) merupakan swasta/ debitur Koperasi Simpan Pinjam Inti Dana (KSP ID).

Dari pengembangan penyidikan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK kemudian kembali menetapkan 3 (tiga) Tersangka. Ketiganya, yakni:
1. Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA;
2. Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial di MA sekaligus Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh; dan
3. Redhy Novasriza selaku Staf Hakim Agung Gazalba Saleh.

KPK kemudian mengumumkan penetapan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) sebagai Tersangka Baru (Tersangka ke-14) perkara tersebut dan langsung melakukan penahanan pada Senin 19 Desember 2022.

Menyusul kemudian, pada Jum'at (17/02/2023) malam, KPK kembali mengumumkan penetapan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) sebagai 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 (lima belas) perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengurusan perkara di MA dan langsung melakukan penahanan.

Penetapan 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 perkara tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo (EW) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap.

Dari hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap, Tim Penyidik KPK menemukan bukti kuat dugaan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) diduga telah memberikan suap kepada Edy Wibowo selaku hakim yustisial atau panitera pengganti di MA hingga berkesimpulan menetapkan Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS SKM sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan perkara di MA ini, Tim Penyidik KPK menetapkan Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo sebagai Tersangka Penerima Suap. Adapun Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Eko Suparno dan Wahyudi Hardi ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Eko Suparno dan Wahyudi Hardi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: