Senin, 08 Februari 2021

KPK Panggil Direktur Pemasaran PT. Berdikari Terkait Perkara Mantan Menteri Edhy Prabowo

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri. (Foto: Dok. Biro Humas KPK).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Pemasaran PT. Berdikari (Persero) Alvin Nugraha, Senin 08 Februari 2021. Alvin akan diperiksa sebagai Saksi atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap perijinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 atau suap ekspor benur yang menjerat tersangka Edhy Prabowo (EP) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)", kata Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (08/02/2021).

Selain Alvin, Tim Penyidik KPK juga memanggil beberapa Saksi lainnya. Di antaranya, yakni Pimpinan BNI Cabang Cibinong Alex Wijaya, 2 (dua) orang karyawan swasta Syamsyudin dan Yusuf Agustinus serta notaris Lies Herminingsih.

Sebagaimnaa diketahui, KPK telah menetapkan Adhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Tersangka penerima suap atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap perijinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 atau suap ekspor benur.

Dalam perkara ini, selain Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikan, KPK juga telah menetapkan 6 (enam) Tersangka lainnya. Mereka, yakni Stafsus Menteri KKP Safri dan Andreau Pribadi Misata (APM); Pengurus PT. ACK Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM) serta seorang tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT. DPP Suharjito (SJT).

KPK menduga, Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp. 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberi ijin PT. Dua Putra Perkasa Pratama sebagai eksportir benur.

Dalam perkara ini, perusahaan Suharjito diduga telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK). Yang mana, untuk melakukan ekspor benih lobster, hanya dapat melalui forwarder PT. ACK dengan biaya angkut Rp. 1.800/ekor.

KPK juga menduga, upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada 14 Mei 2020.

KPK pun menduga, sebagian uang suap tersebut diduga digunakan Edhy Prabowo (EP) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21–23 November 2020. Sekitar Rp. 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.

Atas perbuatan mereka, para Tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*