Minggu, 12 Januari 2025
Terindikasi Jugun Ianfu Dan Telantarkan Keluarga, Ketum PPWI Surati Kedubes Jepang
Selasa, 17 Desember 2024
Laporan Ke UNESCO Tentang Kondisi Pekerja Media Ditolak, Kedubes Rusia Apresiasi Dukungan PPWI
Sabtu, 14 Desember 2024
Terkesan Berat Sebelah, PPWI Dukung Persatuan Wartawan Rusia Surati UNESCO
Sabtu, 07 Desember 2024
Kedubes Tunisia Siap Jalin Kolaborasi Dengan PPWI
Kamis, 05 Desember 2024
Pemberian Penghargaan International Certificate Hiasi Perayaan Hari Nasional Uni Emirat Arab Di Jakarta

Salah-satu suasana saat konsorsium Firsts Union dan PPWI menganugerahkan piagam International Certificate kepada Duta Besar Kuwait, HE. Dr. Faisal Fayez H. Albeghaili. Kepada Dubes Kuwait ini, Ketum PPWI Wilson Lalengke juga menyematkan Pin PPWI sebagai penanda persahabatan yang kuat antara para jurnalis warga Kuwait dengan jajaran pewarta di dalam negeri Indonesia.
Selasa, 07 Mei 2024
PPWI Mesir Akan Selenggarakan Diklat Jurnalistik Pewarta Ekonomi Di Kairo
Selasa, 21 November 2023
Omiyage Muhibah Dari Negeri Sakura
Senin, 06 November 2023
Wali Kota Iiyama-shi Terima Plakat Penghargaan Dari PPWI

Wakil Wali Kota Iiyama-shi Her Excellency Dr. Yukari Ito mewakili Wali Kota Iiyama-shi menerima Plakat PPWI dan Certificate of Appreciation dari PPWI International di Ruang Rapat Pemerintah Kota Iiyama, 11 10-1 Iiyama CityHall, Iiyama City, Nagano 389-2292 Japan, Senin 6 November 2023.
Jumat, 14 Juli 2023
Dubes RI Untuk Irak Suport Program Perwakilan SPRI Di Timur Tengah
Kamis, 18 Juli 2019
Berhasil Bongkar Sindikat Narkoba Kartel Besar Internasional, US DEA Beri Penghargaan Polres Metro Jakarta Barat
Jumat, 12 Juli 2019
Ponpes Darul Ulum Padang Magek Dikunjungi Mahasiswa UK Malaysia
Senin, 18 Maret 2019
Dubes Maroko Hadiri Pembukaan Pekan Bahasa Perancis Di Gedung IFI Jakarta.
Sabtu, 16 Maret 2019
Polres Gresik Suguhkan Inovasi Pelayanan Publik Pada Pameran Internasional Reform Policy Symposium Dan Regional Workshop 2019 Di Bali
Foto salah-satu suasana acara International Reform Policy Symposium and Regional Workshop 2019, di Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Bali yang digelar selama dua hari dimulai pada Kamis 14 Maret 2019.
Jumat, 26 Januari 2018
Abdul Gani Dari KFC Cycling Team, Juara 1 Etape 2 Tour de Indonesia 2018
Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Tour de Indonesia 2018 etape 2 berhasil disabet pembalap Indonesia, Abdul Gani. Atlet balap sepeda yang tergabung dalam KFC Cycling Team dari Indonesia (INA) ini menjadi yang terdepan dalam Tour de Indonesia 2018 pada etape 2 yang digelar Jumat 26 Januari 2018.
Tour de Indonesia 2018 etape 2 ini sendiri start dari alun-alun Kota Madiun dan finis di alun-alun Kota Mojokerto. Dimana, dalam Etape 2 Tour de Indonesia 2018 yang berjarak 117,5 kilo meter itu, Abdul Gani dapat mencatatkan dirinya dalam waktu tercepat, yaknii 2 jam 24 menit 17 detik.
Disusul kemudian oleh Mat Amin Mohamed Syahrul, pembalap sepeda asal Malaysia yang tergabung dalam club Trengganu Cycling Team. Syahrul berhasil finis pada posisi kedua dengan catatan waktu 2 jam 24 menit 21 detik.
Posisi ketiga juga diduduki Mohamed Zariff Muhammad Aiman, pembalap asal Malaysia, wakil dari Sapura Cycling Team. MZM Aiman berada di urutan posisi ketiga dengan catatan waktu 2 jam 24 menit 26 detik.
Sedangkan, Page Dylan juara etape 1 Tour de Indonesia 2018 asal Swiss gagal mempertahankan nasib baiknya. Pembalap Sapura Cycling Team tersebut hanya mampu finish di urutan ke-7.
Sementara itu, atlet andalan Timnas Balap Sepeda Indonesia, Projo Waseso belum menampakkan kehebatannya dalam event Tour de Indonesia 2018 kali ini. Bahkan, dalam etape 2 Tour de Indonesia 2018 ini,
Projo Waseso hanya mampu berada di posisi ke 28.
Sementara itu pula, Tour de Indonesia 2018 etape 3 bakal digelar pada Sabtu 27 Januari 2018. Yang mana, etape 3 ini merupakan lintasan terpanjang dengan menempuh jarak 200 Km, yang akan strart dari Probolinggo dan finish di Kabupaten Banyuwangi. *(DI/Red)*
Kamis, 25 Januari 2018
Tour De Indonesia, Diikuti 109 Peserta Dari 20 Tim Pebalap Sepeda Dunia
Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Event internasional bertajuk TOUR de INDONESIA 2018 berjarak 130 Km yang diikuti 109 peserta dari 20 tim pembalap sepeda dunia, termasuk 4 tim pembalap sepeda Indonesia, Jum'at (26/01/2018) pukul 10.00 WIB memulai etape perdana dari empat stage yang dilombakan dalam event tersebut. Etape pertama, start (dimulai) dari kawasan Candi Prambanan di Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan berakhir di Alun-alun Kota Ngawi Jawa Timur.
Para tim cyclist itu antara lain berasal dari INDONESIA NATIONAL TEAM (Indonesia /INA); ACC Cycling Team (Indonesia/INA); KFC Cycling Team (Indonesia/INA); PGN Cycling Team (Indonesia/INA); MALAYSIA NATIONAL TEAM (Malaysia /MAS); Terengganu Cycling Team (Malaysia /MAS); Team Sapura Cycling (Malaysia /MAS); JAVA PARTIZAN PRO Cycling Team (Serbia/SRB); INTERPRO CYCLING ACADEMY Team (Jepang/JPN); 7ELEVEN Cycling Team (Filipina/PHI); AISAN Cycling Team (Jepang/JPN) ; Thailand Continental Cycling Team (Thailand/THA); TEAM Mc DONALS DOWN UNDER (Australia/AUS); St. George Continental Cycling Team (Australia/AUS); NEX CCN (Laos/LAO); dan Tim ERITRIAN NATIONAL TEAM (Eritrea/ERT).
Terkait itu, untuk suksesnya event kelas dunia tersebut, sejumlah ruas jalan pun akan ditutup secara temporer. "Informasi yang masuk, setelah beristirahat semalam, tim akan melanjutkan etape dua berjarak 117,7 km dari Madiun melewati kawasan Kabupaten Jombang dan finish di Kota Mojokerto pada Jumat (Red: 26/01/2018) sore", terang Kabag Humas dan Protokoler Setdakot Mojokerto Choirul Anwar, Jum'at (26/01/2018) pagi.
Dijelaskannya, bahwa dari hasil koordinasi antar-pihak, rombongan pembalap sepeda TOUR de INDONESIA 2018 akan mendapat pengawalan dari mobil Patwal sepanjang 3 Km didepan posisi pembalap terdepan dan 3 Km dibelakang posisi pembalap terakhir. "Pengawalan ini, mengacu pada standart event balap sepeda internasional", jelas Choirul Anwar.
Informasi terakhir di etape 2, lanjut Choirul Anwar, konvoi start di Alun-alun Madiun sekitar pukul 13.00 WIB. Diperkirakan memasuki kawasan Saradan pukul 13.38 dan masuk wilayah Jombang di Simpang Mengkreng sekitar pukul 15.00 WIB. "Rombongan pembalap sepeda TOUR de INDONESIA 2018 ditargetkan masuk finish di Kota mojokerto sekitar pukul 16.01 WIB’’, papar terang Kabag Humas dan Protokoler Setdakot Mojokerto Choirul Anwar.
Selain itu, untuk memuluskan pengamanan jalur dikawasan wilayah Kota Mojokerto, sebanyak 258 personel gabungan dari Polresta dibantu Pol PP dan Dishub Pemkot Mojokerto akan bersiaga pada jam yang sama, sekitar pukul 15.00 WIB. "Atas nama Pemkot Mojokerto, kami menghimbau masyarakat untuk menghindari jalur sepanjang jalan Gajah Mada", himbau Pemkot melalui Kabag Humas Setdakot Mojokerto Choirul Anwar.
Menurut Kabag Humas Setdakot Mojokerto, dari Kota Mojokerto, para peserta masih akan melanjutkan dua etape yang tersisa. Yakni, stage Probolinggo-Banyuwangi (202km) pada 27 Januari 2018 dan Gilimanuk-Denpasar pada 28 Januari 2018. ’’Konvoi event balap sepeda TOUR de INDONESIA ini juga bisa dijadikan wisata bagi warga serta moment pembelajaran bagi pesepeda di Kota Mojokerto", pungkas Choirul Anwar. *(DI/Red)*
Minggu, 06 Maret 2016
Perbedaan Sistem Pendidikan Di Indonesia dan Di Jerman (Part 2)
ARTIKEL PENDIDIKAN, oleh TC Krisna.
Kota MOJOKERTO~LEIPZIG – (harianbuana.com).
Salam NKRI.
Menyimak, bahwa tak sedikit jumlah mahasiswa Indonesia yang terhambat bahkan dapat dikatakan gagal dalam menempuh study di Jerman hanya disebabkan karena kurangnya persiapan ataupun kesiapan dalam menterjemahkan sistem pendidikan yang digunakan di Jerman. Ya... terus-terang saja, meskipun tingkat kesulitannya tinggi, tapi jika sebelumnya telah dipersiapkan secara matang sehingga benar-benar telah siap, nantinya ini akan memberikan semacam haluan bagi kita ketika harus belajar ketika itu dan seperti yang sudah saya sebutkan pada tulisan edisi sebelumnya (part 1), bahwa materi yang diajarkan selalu nyambung dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya, demikian juga dari bab satu ke bab lainnya.
Kiranya perlu penulis sampaikan lagi, bahwa kelas exercise itu biasanya berisi tugas-tugas dan pemantapan serta pemahaman yang diisi oleh asisten profesornya. Sedangkan untuk script, slide seminar, tugas dan kunci jawaban tugas, semuanya diupload ke dalam sistem dengan sedemikian rapinya. Dan satu hal lagi, bahwa 5 (lima) bab yang telah disusun di dalam silabus dan script itu selesai tepat waktu dan benar-benar dilaksanakan 100%. Yang mana, ini merupakan hal yang hampir tidak pernah penulis dapatkan ketika penulis dulu mengambil program Bachelor dan Master.
Hal penting yang sekiranya dapat dijadikan pertimbangan sebelum menentukan keberangakatan menempuh study di Jerman. Yakni, bahwa disini tidak ada sesuatu yang instan dan jangan sekali-kali berharap ada hal instan disini, dalam artian apapun. Memang, sistem pendidikan disini tidak didesain untuk itu. Pasalnya, karena ini jugalah salah-satu hal yang membuat penulis selama satu-tahun pertama cukup kesulitan dalam menempuh study S-3 (Doktor) disini.
Perlu dipahami pula, bahwa ada dua hal yang sangat mendasar dalam hal ini, yakni :
1. Tidak ada rumus instan disini.
Semua ditekankan pada pemahaman konsep. Ketika menempuh studi di Indonesia (dari pendidikan dasar, menengah, tinggi) mungkin kita dimanjakan dengan rumus-rumus praktis yang ada di buku-buku textbook ataupun yang dapat dengan mudah kita temukan di buku-buku saku.
Disini, penulis diajarkan sejarah penemuan suatu persamaan dasar. Dari mulai siapa penemunya, bagaimana kronologinya, bagaimana aplikasinya dan bagaimana menurunkannya untuk aplikasi yang lain. Selain itu, penulis juga dituntut untuk memiliki suatu analisa dan pemahaman konsep yang sangat baik.
Sistem di Jerman memang dirancang untuk mengedepankan suatu analisa, kritis dan ulet dalam pemecahan masalah. Maka dari itu, tidak heran jika ada suatu hal yang dibahas sangat lama dan detail. Jujur saja, bagi penulis kadangkala hal ini membuat bosan. Karena, mungkin ketika itu penulis hanya mementingkan sekedar tahu "Apa sih rumus yang digunakan untuk memecahkan problem itu...?".
Namun, ternyata itu salah besar. Ketika problemanya diubah, otomatis rumusnya berubah dan bagi yang hanya menghafal rumus tidak akan bisa mengerjakannya, karena bagaimanapun ingatan manusia itu terbatas. Itu sudah pasti...! Dan, itulah pentingnya memahami suatu konsep.
Tapi bagi mereka yang betul-betul memahami konsep akan dengan mudah mengerjakannya, karena mereka bisa dengan mudah menurunkan persamaan dasar menjadi aplikatif atau merubah persamaan ke bentuk-bentuk lain.
2. Tidak ada program (software) instan bagi keperluan studi.
Dulu, ketika kuliah di Indonesia, penulis hanya menggunakan software-software. Yang mana penggunaannya sangat mudah dan yang biasanya tinggal import data dan menggukan klik pada menu-menu yang telah tersedia, maka semuanya akan menjadi beres dan selesai. Namun, ketika penulis sampai disini, ternyata semuanya menggunakan bahasa pemrograman dasar (IDL, Matlab, Fortran) dan seketika itu juga penulis menjadi sangat shock karena tidak pernah menggunakannya secara benar-benar selama penulis sekolah dan kuliah di Indonesia. Bahkan, pada awalnya, untuk membuka program tersebut saja penulis tidak bisa.
Perlu diketahui pula, bahwa disini sangat banyak aktifitas riset yang menghasilkan data-data mentah dan sangat banyak jumlahnya, dimana penulis harus memprosesnya menjadi data yang representatif. Nah..., ini pula yang tidak pernah penulis lakukan di Indonesia, dimana ketika itu penulis terbiasa menggunakan data-data yang sudah jadi (terkalibrasi) dan tinggal diolah dalam software, tekan klik dan semua akan beres.
Ini juga menjadi kesinambungan dari point satu yang saya utarakan di atas, karena semua pemahaman konsep pemecahan masalah dari suatu problem akan ditransfer menjadi bahasa pemrograman. Logikanya adalah “Bagaimana anda membuat suatu pemrograman jika anda tidak paham konsepnya...?”. Lagi-lagi... tidak ada hal instan disini.
Sebagaimana yang penulis amati disini, kebanyakan mahasiswa akan pusing duluan ketika dihadapkan pada hal ini. Banyak sekali kenalan saya orang Indonesia yang punya problem dengan pemrograman (kecuali bagi mereka yang bidangnya memang premrograman). Jadi, akan banyak sekali untungnya bagi yang bisa menguasai konsep dan pemrograman. Sebagai contoh mereka akan bisa membuat suatu aplikasi (software) yang bernilai guna dan ekonomi.
Saya amati saat ini mayoritas mahasiswa dan institusi di Indonesia baru sebatas sebagai user (pemakai) saja. Bisa kita lihat jika kita membeli suatu peralatan riset canggih dari luar negeri, pasti biasanya satu paket dengan software pengolahan datanya yang harga softwarenya cukup mahal. Namun, itulah yang terjadi jika kita hanya ingin yang praktis-pratis saja. Dan, mungkin selamanya kita akan menjadi user (pemakai) saja dan pengetahuan kita tidak akan berkembang karena terbiasa dengan hal-hal yang praktis saja.
Dari uraian yang telah penulis sampaikan diatas, maka sebaiknya "Persiapkan dengan matang sebelum berangkat menempuh studi di Jerman". Lalu..., apa sajakah hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan dengan matang sebelum berangkat menempuh studi ke Jerman...? Insya' ALLAH..., jika tak ada aral melintang, akan penulis sampaikan dalam tulisan berikutnya. Amiin. *(TCKris/DI/Red)*
Sabtu, 20 Februari 2016
Perbedaan Sistem Pendidikan di Indonesia dan Jerman
ARTIKEL PENDIDIKAN.
Oleh, TC Krisna, mahasiswa program Doktoral salah-satu Universitas di Jerman.
Kota MOJOKERTO~LEIPZIG – (harianbuana.com).
Sebelum secara panjang-lebar memaparkan sistem pendidikan di Jerman, baiknya penulis kupas tentang sistem pendidikan di Indonesia terlebih dahulu. Yang mana, berbicara tentang sistem pendidikan di Indonesia, tentunya tak terlepas dari adanya kemajemukan problematikanya. Dan, dengan mengetahui adanya suatu problem dimaksud, niscaya akan didapatkan solusi untuk memecahkannya. Itupun, jika ditangani secara serius dan penuh komitmen.
Sebagai negara berkembang, tentunya mutu pendidikan di Indonesia belum bisa menyamai mutu pendidikan yang ada dinegara-negara maju. Apalagi sekelas Jerman yang mutu pendidikan berada jauh diatas Indonesia. Namun, penulis yakin, jika ditangani secara penuh keseriusan dan komitmen yang tinggi, niscaya dalam waktu yang tidak lama, setidaknya akan setara dengan sesama negara ASEAN.
Hal ini, karena selama ini pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi-generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang saint maupun teknologi, agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan demikian cepatnya.
Untuk itu, diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Maka, tentunya harus dimulai dari perbaikan sistem itu sendiri. Sebab, dalam hal apapun, jika sistemnya kurang tepat, mustahil akan diperoleh suatu hasil yang memadai, apalagi maksimal. Itupun jika sistemnya masih dikategorikan "kurang tepat". Jika sistemnya dikategorikan tidak tepat atau salah, otomatis tidak akan ada hasilnnya sama-sekali. Bahkan, bisa dipastikan akan merugi.
Perlu kita garis bawahi, bahwa masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia harus mengambil kebijakan yang tepat sehingga dapat mengatasi masalah-masalah pendidikan.
Sejatinya, banyak hal yang berbeda antara sistem pendidikan di Jerman dengan Indonesia. Berawal dari tinjauan sistem saja, pendidikan di Jerman itu telah berbeda dengan lazimnya di Indonesia. Di Jerman, jenjang pendidikan pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2 macam, yakni Pendidikan Dasar (Grundschule) dan Pendidikan Lanjutan (Gymnasium,Realschule, atau Berufschule). Sedangkan kalau di Indonesia, untuk pendidikan pra Perguruan Tinggi, meskipun ada 2 macam namun memiliki 4 jenjang tingkatan, yaitu TK-SD-SMP-SMA/SMK.
Ditinjau dari sisi waktu pun juga berbeda. Di Indonesia, memerlukan waktu 12 tahun (normal) sebelum menapak ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman dibutuh waktu selama 13 tahun. Hanya saja, titian secara detail tentang Sistem Pendidikan Jerman tidak penulis paparkan disini, melainkan akan penulis uraikan pada episode tema berikutnya. Hanya saja, pada episode ini, yang akan penulis bahas bukanlah masalah "teknis" dari pendidikan itu sendiri, seperti tertulis di atas. Namun, penulis justru tertarik tentang konsep ataupun sistem dunia pendidikan yang ada di Jerman.
Sebagaimana yang penulis ketahui, konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pada "Pemerataan Hak Mendapatkan Pendidikan". Ini, berlaku untuk keseluruhan, baik warga asing maupun warga Jerman yang tinggal di Jerman itu sendiri. Artinya, secara konsep, yang diutamakan adalah "Pemerataan Pendidikan Daripada Pencapaian Puncak-puncak Hasil Pendidikan".
Sebagai contoh pemisalan, bahwa ketika hasil puncak dari pendidikan itu
rendah, maka seluruh Jerman akan merasa panik. Akan tetapi, ketika ada warga Jerman yang dalam suatu lomba mendapatkan hadiah ataupun penghargaan “The Best" dalam bidang sains, justru warga Jerman yang lainnya menganggapnya bahwa "Hal itu Biasa Saja". Ini, terbalik dengan kebiasaan di Indonesia yang merasa "sangat bangga" terhadap prestasi yang mengharumkan namanya.
Contoh pemisalan yang lainnya, di Jerman, bahwa karier seseorang yang berkecimpung dalam lembaga pendidikan disebut "sukses", jika seseorang itu berpindah dari Kampus-kampus kecil di Kota kecil dan bisa merubah Kampus kecil di Kota kecil itu menjadi Kampus besar, meski berada di Kota kecil.
Yang mana, secara prinsip, ialah dapat membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan, lagi-lagi, ini pun berbeda dengan lazimnya di Negara kita yang tercinta. Dimana, senantiasa cenderung memiliki dan bahkan membudayakan kebiasaan ataupun adat "Pintar Kumpul Pintar" ataupun "Kaya Kumpul Kaya" ataupun "Hebat Kumpul Hebat" dan seterusnya.
Jika hal ini langgeng terjadi, pertanyaannya, "Kapankah... Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat terjadi.....?". Padahal, ini jelas tertera sebagai sila ke-lima dari Dasar Negara, PANCASILA.
Menyimak kondisi di atas, membuat penulis tersenyum. Meski demikian, penulis merasa optimis dan yakin, bahwa kualitas pendidikan di Indonesia bisa meningkat secara drastis. Namun, tentunya tidak sekonyong-konyong seperti halnya membalikkan telapak tangan. Dan, tentunya pula, ini membutuhkan proses juga syarat, yang menurut penulis, syarat utamanya adalah adanya "pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap prestasi pendidikan".
Bila syarat ini terpenuhi, penulis yakin, semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi di ajang internasional. Dan, semua anak Indonesia tanpa kecuali dapat mengeyam pendidikan secara maksimal. Berikut, penulis paparkan tentang pengalaman penulis saat menempuh studi program Doktor disalah-satu Universitas di Jerman. Namun, sebelumnya perlu kiranya penulis sampaikan hal-hal mendasar tentang perbedaan sistem perkuliahan di Jerman dan Indonesia.
Singkat cerita, saat ini penulis saat ini sedang mengambil program Doktor (S3) di salah satu Universitas di Jerman. Dilatar belakangi oleh pengalaman penulis yang merasakan perbedaan sangat mencolok selama ini, maka tulisan ini dibuat untuk sekedar berbagi pengalaman dan tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun.
Berbicara pendidikan, tentunya tak bisa lepas tentang adanya kejelasan silabus dan perencanaan yang semuanya harus serba terarah. "Kalau di Indonesia sering nggak sesuai mas antara apa yang ada di silabus dan yang terjadi selama perkuliahan", begitu kata salah seorang kolega saya di sini yang sedang mengambil Master.
Setelah saya renungkan, memang benar begitu. Dulu, ketika penulis mengambil program Bachelor dan Master, selama satu semester mengambil mata kuliah apapun itu, saya akan belajar tentang apa, tugasnya apa, referensinya dari mana dan sebagainya. Dosen pun memberi materi sepertinya by accident, dipersiapkan mendadak dan terkadang rasanya kurang nyambung. Misalnya saja, saya sering diberi tugas untuk sekedar resume paper atau buku.
Menurut penulis, ini kurang berguna. Bahkan, yang penulis rasakan, ini seperti tugas terjemahan bahasa saja. Apa gunanya buat kita...? Ingatan penulis mengenang ucapan teman ketika itu, tugas tersebut sering diberikan ketika dosen tidak masuk atau masuk sebentar lalu pergi entah kemana. Seringkali alasannya rapat, lalu memberikan tugas pamungkas itu.
Ketika kita berpikir pragmatis, tentu kita senang karena ini tugas mudah dan kita bisa dapat nilai bagus. Tapi kalau berpikir jernih, seberapa banyak ilmu yang kita dapat? Sayangnya, kebanyakan mahasiswa hanya menterjemahkan tanpa memahaminya. Dan, celakanya, ketika dosen masuk di pertemuan berikutnya ini tidak dibahas lagi. Yang mana, biasanya dosen akan memberikan materi baru lagi yang tidak ada kesinambungannya dengan materi sebelumnya.
Lalu, apa bedanya dengan di Jerman...?
Kesan penulis, ketika pertama kali penulis mengikuti kuliah, sekedar informasi saja, karena bidang Bachelor dan Master penulis tidak nyambung dengan bidang Doktor penulis, maka penulis diwajibkan untuk mengikuti beberapa mata kuliah dan "harus lulus".
Oke lah..., sedikit penulis cerita tentang mata kuliah Atmospheric Radiation (Radiasi Atmosfer). Ketika pertemuan pertama, untuk diketahui saja bahwa semua dosen disini adalah profesor, pertama-tama dosennya memberikan pengantar materi, lalu yang dilakukan berikutnya adalah membuka web institute hingga sampai pada mata kuliah kami ketika itu.
Di dalam sistem itu ada silabus dan script atau hand book atau buku pegangan, yang dibuat oleh dosen tersebut. Dari 5 (lima) topik yang dibahas pada semester itu, semuanya nyambung. Contohnya, dimulai dari (1). Pengantar, (2). Dasar-dasar, (3). One Dimentional Properties, (4). Two Dimentional Properties dan (5). Radiative Transfer Model. Mendapati ini, penulis pun kemudian bertanya padanya, "Prof..., apa saja literatur yang harus kami pelajari untuk mata kuliah ini dan dimana kami bisa mendapatkannya...?", tanya penulis pada dosen.
Yang membuat penulis terkesan sekali lagi, dalam menanggapi pertanyaan yang penulis lontarkan, dengan serius dan sedemikan terbukanya, dia pun menjawab, "Kalian tidak perlu cari literatur lain. Cukup kuasai dan pelajari script yang sudah saya siapkan, ditambah ikut kelas exercise", jawab dosen penulis, saat itu.
Kontan saja, dalam benak penulis pun muncul luapan kesan kagum yang sedemikian kuatnya, "Woouw... ini keren sekali", demikian kira-kira laupan kesan kagum penulis pada dosen penulis. Jadi, ceritanya dia adalah menulis buku tentang Atmospheric Radiation dan dia menyiapkan script atau hand book untuk mahasiswanya. Dan bahkan, ketika pertemuan pertama itu sudah ditetapkan kapan ujiannya.
Dapat penulis simpulkan, bahwa disini sangat well prepart dan semua serba jelas arahnya serta sesuai dengan silabus. Ya... terang-terang saja, meskipun tingkat kesulitannya tinggi, tapi ini memberikan semacam haluan bagi kami ketika harus belajar ketika itu dan seperti yang sudah saya sebutkan di atas, bahwa materi yang diajarkan nyambung dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya, demikian juga dari bab satu ke bab lainnya.
Perlu penulis jelaskan juga, bahwa kelas exercise itu biasanya berisi tugas-tugas dan pemantapan serta pemahaman yang diisi oleh asisten profesornya. Sedangkan untuk script, slide seminar, tugas dan kunci jawaban tugas, semuanya diupload ke dalam sistem dengan sedemikian rapinya. Dan satu hal lagi, bahwa 5 (lima) bab yang telah disusun di dalam silabus dan script itu selesai tepat waktu dan benar-benar dilaksanakan 100%.
Andaikan sejak dulu di Indonesia tercinta hal demikian ini disajikan untuk seluruh anak-anak Indonesia. Alangkah majunya Indonesia Tanah Air ku, alangkah sejahteranya Bumi Pertiwi...
Hanya saja, merupakan hal yang hampir mustahil ketika penulis dulu mengambil program Bachelor dan Master. Akhirnya, semoga artikel ini menjadikan semangat bagi penyelenggara pendidikan di Indonesia, sehingga dapat segera menghantarkan seluruh rakyat Indonesia kedepan pintu kemerdekaan. Semoga. *(TCKris/redaksi)*