Minggu, 06 Maret 2016

Perbedaan Sistem Pendidikan Di Indonesia dan Di Jerman (Part 2)

Baca Juga

ARTIKEL PENDIDIKAN, oleh TC Krisna.


Kota MOJOKERTO~LEIPZIG – (harianbuana.com).

   Salam NKRI.
   Menyimak, bahwa tak sedikit jumlah mahasiswa Indonesia yang terhambat bahkan dapat dikatakan gagal dalam menempuh study di Jerman hanya disebabkan karena kurangnya persiapan ataupun kesiapan dalam menterjemahkan sistem pendidikan yang digunakan di Jerman. Ya... terus-terang saja, meskipun tingkat kesulitannya tinggi, tapi jika sebelumnya telah dipersiapkan secara matang sehingga benar-benar telah siap, nantinya ini akan memberikan semacam haluan bagi kita ketika harus belajar ketika itu dan seperti yang sudah saya sebutkan pada tulisan  edisi sebelumnya (part 1), bahwa materi yang diajarkan selalu nyambung dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya, demikian juga dari bab satu ke bab lainnya.
   Kiranya perlu penulis sampaikan lagi, bahwa kelas exercise itu biasanya berisi tugas-tugas dan pemantapan serta pemahaman yang diisi oleh asisten profesornya. Sedangkan untuk script, slide seminar, tugas dan kunci jawaban tugas, semuanya diupload ke dalam sistem dengan sedemikian rapinya. Dan satu hal lagi, bahwa 5 (lima) bab yang telah disusun di dalam silabus dan script itu selesai tepat waktu dan benar-benar dilaksanakan 100%. Yang mana, ini merupakan hal yang hampir tidak pernah penulis dapatkan ketika penulis dulu mengambil program Bachelor dan Master.
   Hal penting yang sekiranya dapat dijadikan pertimbangan sebelum menentukan keberangakatan menempuh study di Jerman. Yakni, bahwa disini tidak ada sesuatu yang instan dan jangan sekali-kali berharap ada hal instan disini, dalam artian apapun. Memang, sistem pendidikan disini tidak didesain untuk itu. Pasalnya, karena ini jugalah salah-satu hal yang  membuat penulis selama satu-tahun pertama cukup kesulitan dalam menempuh study S-3 (Doktor) disini.

   Perlu dipahami pula, bahwa ada dua hal yang sangat mendasar dalam hal ini, yakni :
1. Tidak ada rumus instan disini.
Semua ditekankan pada pemahaman konsep. Ketika menempuh studi di Indonesia (dari pendidikan dasar, menengah, tinggi) mungkin kita dimanjakan dengan rumus-rumus praktis yang ada di buku-buku textbook ataupun yang dapat dengan mudah kita temukan di buku-buku saku.
Disini, penulis diajarkan sejarah penemuan suatu persamaan dasar. Dari mulai siapa penemunya, bagaimana kronologinya, bagaimana aplikasinya dan bagaimana menurunkannya untuk aplikasi yang lain. Selain itu, penulis juga  dituntut untuk memiliki suatu analisa dan pemahaman konsep yang sangat baik.
Sistem di Jerman memang dirancang untuk mengedepankan suatu analisa, kritis dan ulet dalam pemecahan masalah. Maka dari itu, tidak heran jika ada suatu hal yang dibahas sangat lama dan detail. Jujur saja, bagi penulis  kadangkala hal ini membuat bosan. Karena, mungkin ketika itu penulis hanya mementingkan sekedar tahu "Apa sih rumus yang digunakan untuk memecahkan problem itu...?".
Namun, ternyata itu salah besar. Ketika problemanya diubah, otomatis rumusnya berubah dan bagi yang hanya menghafal rumus tidak akan bisa mengerjakannya, karena bagaimanapun ingatan manusia itu terbatas. Itu sudah pasti...! Dan, itulah pentingnya memahami suatu konsep.
Tapi bagi mereka yang betul-betul memahami konsep akan dengan mudah mengerjakannya, karena mereka bisa dengan mudah menurunkan persamaan dasar menjadi aplikatif atau merubah persamaan ke bentuk-bentuk lain.

2. Tidak ada program (software) instan bagi keperluan studi.
Dulu, ketika kuliah di Indonesia, penulis hanya menggunakan software-software. Yang mana penggunaannya sangat mudah dan yang biasanya tinggal import data dan menggukan klik pada menu-menu yang telah tersedia, maka semuanya akan menjadi beres dan selesai. Namun, ketika penulis sampai disini, ternyata semuanya menggunakan bahasa pemrograman dasar (IDL, Matlab, Fortran) dan seketika itu juga penulis menjadi sangat shock karena tidak pernah menggunakannya secara benar-benar selama penulis sekolah dan kuliah di Indonesia. Bahkan, pada awalnya, untuk membuka program tersebut saja penulis tidak bisa.
Perlu diketahui pula, bahwa disini sangat banyak aktifitas riset yang menghasilkan data-data mentah dan sangat banyak jumlahnya, dimana penulis harus memprosesnya menjadi data yang representatif. Nah..., ini pula yang tidak pernah penulis lakukan di Indonesia, dimana ketika itu penulis terbiasa menggunakan data-data yang sudah jadi (terkalibrasi) dan tinggal diolah dalam software, tekan klik dan semua akan beres.
Ini juga menjadi kesinambungan dari point satu yang saya utarakan di atas, karena semua pemahaman konsep pemecahan masalah dari suatu problem akan ditransfer menjadi bahasa pemrograman. Logikanya adalah “Bagaimana anda membuat suatu pemrograman jika anda tidak paham konsepnya...?”. Lagi-lagi... tidak ada hal instan disini.
Sebagaimana yang penulis amati disini, kebanyakan mahasiswa akan pusing duluan ketika dihadapkan pada hal ini. Banyak sekali kenalan saya orang Indonesia yang punya problem dengan pemrograman (kecuali bagi mereka yang bidangnya memang premrograman). Jadi, akan banyak sekali untungnya bagi yang bisa menguasai konsep dan pemrograman. Sebagai contoh mereka akan bisa membuat suatu aplikasi (software) yang bernilai guna dan ekonomi.
Saya amati saat ini mayoritas mahasiswa dan institusi di Indonesia baru sebatas sebagai user (pemakai) saja. Bisa kita lihat jika kita membeli suatu peralatan riset canggih dari luar negeri, pasti biasanya satu paket dengan software pengolahan datanya yang harga softwarenya cukup mahal. Namun, itulah yang terjadi jika kita hanya ingin yang praktis-pratis saja. Dan, mungkin selamanya kita akan menjadi user (pemakai) saja dan pengetahuan kita tidak akan berkembang karena terbiasa dengan hal-hal yang praktis saja.
   Dari uraian yang telah penulis sampaikan diatas, maka sebaiknya "Persiapkan dengan matang sebelum berangkat menempuh studi di Jerman". Lalu..., apa sajakah hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan dengan matang sebelum berangkat menempuh studi ke Jerman...? Insya' ALLAH..., jika tak ada aral melintang, akan penulis sampaikan dalam tulisan berikutnya. Amiin.  *(TCKris/DI/Red)*