Minggu, 01 November 2020

Berpotensi Langgar UUD 1945, DPI Minta Rancangan Perbup Gorontalo Dibatalkan


Ketua DPI Hence Mandagi.


Kab. GORONTALO – (harianbuana.com).
Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gorontalo yang akan membatasi kemitraan dengan perusahaan pers, menimbulkan keresahan di kalangan wartawan.  Pemkab Gorontalo dikabarkan sedang membuat Rancangan Peraturan Bupati (Perbub) yang akan mengatur salah-satu syarat  kemitraan perusahaan pers harus memenuhi kualifikasi terdaftar di Dewan Pers.

Menanggapi persoalan ini, Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI) Hence Mandagi meminta Bupati Gorontalo membatalkan Rancangan Peraturan Bupati tersebut.

Mandagi menegaskan, pemilik perusahaan pers dan wartawan yang bekerja di dalamnya adalah bagian dari masyarakat yang ikut membayar pajak dan menggaji kepala dinas dan bupati. "Jadi kebijakan pemerintah jangan sampai mencederai masyarakat dengan aturan yang diskriminatif", tegas Mandagi.

Dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi pada Minggu 01 Nopember 2020.
Mandagi mengatakan, kebijakan pembatasan kemitraan dengan menggunakan dasar verifikasi perusahaan pers di Dewan Pers justeru menandakan Pemkab Gorontalo tidak paham perundang-undangan.


Karena, menurut Mandagi, Rancangan Perbup tersebu berpotensi melanggar aturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) dan (4) serta Pasal 33 ayat  (4). 

"Peraturan Bupati, seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jadi, keberadaan Peraturan Bupati harus memiliki alas hukum agar peraturan perundang-undangan yang dimaksud diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi", jelasnya.

Mandagi juga menerangkan dalam persnya, bahwa dasar hukum yang digunakan oleh Pemkab Gorontalo dalam menyusun Peraturan Bupati terkait pengaturan kemitraan dengan perusahaan pers adalah Peraturan Dewan Pers Nomor: 04/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers.

“Dewan Pers itu adalah lembaga independen dan bukan lembaga pemerintahan, sehingga peraturan Dewan Pers tidak mengikat untuk diterapkan menjadi salah satu dasar hukum di dalam membuat peraturan bupati", terang Mandagi. 

Di samping itu, ia mengungkapkan, pernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab Gorontalo Haris Suparto Tome kepada wartawan, bahwa kemitraan yang dibangun dengan perusahaan pers lebih menitik beratkan pada aspek efisiensi dan efektifitas, justeru berbanding terbalik dengan kebijakan yang dibuatnya. 

"Ada banyak media yang terverifikasi tapi memiliki rating pembaca lebih rendah dibanding dengan media non verifikasi. Artinya, kerja sama menjadi tidak efektif dan efesien jika menggunakan standar peraturan Dewan Pers", ungkapnya.


“Seharusnya sebagai Ketua Umum Forum Kepala Dinas Kominfo Kabupaten/Kota se Indonesia yang bersangkutan lebih paham tentang Undang-Undang Pers karena memiliki wawasan luas dan sering bersentuhan dengan pers", imbuhnya. 

Mandagi juga menguraikan, operasioal perusahaan pers itu mengikuti hukum  ekonomi, dalam hal ini pembaca atau pemirsa dan penguna jasa periklanan adalah penentu pasar.

“Jadi Pemerintah tidak perlu sibuk mengatur hal itu. Karena perusahan pers sama dengan jenis usaha lainnya yang harus dikelola secara profesional. Pilihan nantinya ada pada masyarakat termasuk Pemda. Siapapun berhak memilih bekerja sama dengan media yang dianggap memiliki rating tinggi dan kualitas pemberitaan yang baik", urai Mandagi.

Parameternya, menurut Mandagi sangat jelas. Ada lembaga yang membuat riset tentang rating pemirsa dan rating pembaca. 

“Jadi Pemda bisa menggunakan itu sebagai acuan melakukan kerja sama agar setiap media berlomba dan berusaha meningkatkan kualitas, sehingga tidak perlu diatur dengan Peraturan Bupati", tandasnya.

Mandagi juga menyinggung rencana Dinas Kominfo Pemerintah Kabupaten Gorontalo untuk memfasilitasi uji kompetensi bagi wartawan yang ditugaskan melakukan peliputan di wilayah Kabupaten Gorontalo.

"Kadis Kominfo harus banyak belajar. UKW yang dilaksanakan Dewan Pers itu ilegal dan tidak memiliki dasar hukum. Standar kompetensinya juga tidak teregistrasi Kementrian Ketega-kerjaan. Sebagai pejabat pemerintahan seharusnya kebijakan dan kegiatannya berbasis aturan.  Silahkan belajar tentang UKW resmi berlisensi pemerintah di Dewan Pers Indonesia", tutupnya. ****

Jumat, 01 Maret 2019

Presiden RI Joko Widodo Ikuti Panen Raya Jagung Di Gorontalo

Presiden Jokowi: "Dulu Kita Impor Jagung 3,5 Juta Ton, Sekarang Kecil Sekali".

Presiden Jokowi melaksanakan panen raya jagung, di Desa Botuwombatu, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Jumat (01/03/2019) siang. (Foto: JAY/Humas)


Kab. GORONTALO – (harianbuana.com).
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bahwa kita patut bersyukur karena pada 4 (empat) tahun lalu kita impor jagung sebanyak 3,5 juta ton, sekarang ini kita impor hanya kecil sekali di 2018 kemarin 180.000 ton.

“Import kecil sekali, karena sudah bisa disuplai dari produksi para petani jagung", kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada panen raya jagung, di Desa Botuwombatu, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Jumat (01/03/2019) siang.

Oleh sebab itu, Presiden Jokowi yang dalam kesempatan itu didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para petani jagung karena Indonesia kini tidak tergantung lagi kepada jagung-jagung impor dari luar negeri.

"Dulu impor kita 3,5 juta ton dari dalam negeri yaitu produksi jagung. Sekarang sudah tidak, disuplai hampir semuanya dari dalam negeri", ungkap Presiden Jokowi

Tidak Mudah Mengendalikan

Sebelumnya Presiden Jokowi menyatakan, pemerintah ingin produksi jagung semakin banyak tapi juga ingin membuat harga itu jangan sampai drop turun. Oleh sebab itu, ia setuju gagasan Gubernur Gorontalo agar kalau ada kelebihan produksi itu jangan semuanya masuk ke pasar di dalam negeri tapi juga ada sebagian yang harus kita ekspor.

“Untuk apa? Agar harga ini stabil pada posisi yang baik dan menguntungkan. Kalau produksinya semakin banyak dan kita tidak bisa menjualnya ke luar, harganya akan jatuh, rata-rata seperti itu", ujar Presiden.

Ia menunjuk contoh tanaman cabai, saat harga tinggi semua petani menanam cabai, begitu panen membludak produksinya, harganya jatuh. Jatuh bareng-bareng, rugi bareng-bareng.

“Ini yang harus kita jaga karena kalau harga tinggi misalnya cabai harga tinggi ibu-ibu pasti semuanya mengeluh harga tinggi. Tetapi kalau harga jatuh, murah, petaninya yang teriak-teriak", tegas Presiden

Presiden menandaskan, pemerintah menjaga ini tidak gampang, termasuk jagung. Ia ingat 2014 akhir, harga jagung saat itu dirinya ke Dompu di NTB untuk panen jagung di sana. Banyak petani marah-marah karena harga jagung saat itu Rp. 1.400,- – Rp.1.600,-. Hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres), sehingga harga terdongkrak menjadi di atas Rp2.700 saat itu.

“Tapi juga sekali lagi kalau suplainya selalu banyak dan kita tidak bisa membuang sebagian produksi itu keluar harga bisa jatuh lagi", tandas Presiden RI Joko Widodo.

Menurut Presiden, sulitnya mengendalikan harga jagung karena yang berproduksi itu tidak hanya di Gorontalo. Melainkan juga ada di Nusa Tenggara Barat,  Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barata dan juga ada di Sumatera.

"Semuanya nanam jagung. Yang paling penting, per hektarnya ini yang produksinya harus tambah. Kalau sekarang per hektar  8 – 9 ton, ya bisa dinaikkan lagi menjadi 10 ton", pungkas Presiden.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. *(UN/JAY/ES/HB)*