Jumat, 13 Mei 2022

KPK Setor Rp 3,5 Miliar Dari Perkara Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Ke Kas Negara


Ilustrasi Gedung KPK.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim jaksa eksekutor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyetorkan uang pelunasan pengganti kerugian negara sebesar Rp. 3,5 miliar hasil penagihan dari terpidana Nur Alam mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) ke kas negara

Penyetoran uang pelunasan pengganti kerugian negara sebesar Rp. 3,5 miliar hasil penagihan dari terpidana Nur Alam mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) ke kas negara tersebut, dilakukan Tim Jaksa Eksekutot KPK berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Upaya penagihan yang dilakukan Tim Jaksa Eksekutor ini sebagai optimalisasi asset recovery dari hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati oleh para koruptor", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at 13 Mei 2022.

Ali menegaskan, KPK melalui Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi terus aktif melakukan penagihan uang denda maupun uang pengganti terhadap para Terpidana korupsi yang perkaranya ditangani KPK.

Sebagaimana diketahui, Tim Jaksa Eksekutor KPK telah mengeksekusi terpidana tindak pidana korupsi Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung – Jawa Barat pada 14 Januari 2019. 

Eksekusi tersebut dilakukan Tim Jaksa Eksekutor KPK berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA), Nomor: 2633 K/PID.SUS/2018, tanggal 05 Desember 2018.

Nur Alam selaku Gubernur Sulawesi Tenggara merupakan Terpidana perkara Tindak Pidana Korups (TPK)i suap terkait Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT. Anugrah Harisma Barakah di wilayah Sulawesi Tenggara tahum 2008 – 2014.

Berdasarkan putusan MA tersebut, terpidana Nur Alam harus menjalani sanksi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta subsider 8 bulan kurungan serta diwajibkan membaya uang pengganti Rp 2,7 miliar juga dicabut hak politiknya dicabut selama 5 tahun terhitung seteleh menjalani masa pidana pokoknya. *(HB)*

Kamis, 08 Juli 2021

Pers Merdeka, Polda SP3 Perkara Pers Ketua FPII Sulteng


Irfan Denny Ponto, Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Setwil Sulteng.


Kab. POSO – (harianbuana.com).
Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) secara resmi telah menghentikan penyidikan perkara delik pers antara Bupati Poso (2016–2021) Darmin  Sigilipu sebagai pelapor dengan mantan Pemred Harian Nuansa Pos, Irfan Denny Pontoh sebagai terlapor.

Seperti diketahui, Irfan Denny Pontoh yang juga sebagai Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Setwil Sulteng, saat itu menjabat sebagai Pemimpin Redaksi SKH NP Palu telah memberitakan dugaan selingkuh orang nomor satu di Kabupaten Poso itu.

Bahkan, sejumlah pemberitaan diterbitkan dalam bentuk laporan-laporan hasil investigasi (investigation report) yang berbuntut sang bupati melaporkannnya ke Direkrimum Polda Sulteng dengan Laporan Polisi nomor : LP/158/V/2019/SULTENG/SPKT, tanggal 28 Mei 2019.

Dalam keterangannya kepada sejumlah media jaringan FPII di Kota Palu, Rabu (07/07/2021), mantan Pemred NP, Irfan Denny Pontoh menegaskan, selama diperhadapkan dengan perkara hukum terkait pemberitaan perbuatan tercela Bupati Poso DS (2016–2021), dirinya sebagai Ketua FPII Setwil Sulteng mendapat suport dan dukungan dari Ketua Presidium FPII yang juga ketua Dewan Pers Independen (DPI) beserta jajaran DPI lainnya.

"Dukungan Presidium FPII bukan cuma melalui surat, tetapi juga mendatangi langsung Mabes Polri dan Kompolnas RI. Selain itu, DPI juga memberikan rekomendasi atau putusan etik terkait pemberitaan yang dipermasalahkan dan juga dikirimkan langsung ke Mabes Polri maupun Polda Sulteng", ungkap Irfan.

Ia menanbahkan, suport atensi dan dukungan juga datang dari anggota Komisi III DPR-RI Sarifuddin Sudding, Anggota DPD-RI Abd. Rahman Thaha, Ketua Dewan Penasehat FPII Sulteng Amran H Yahya, Owner SKH NP Bayu A Monyang serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terkait penghentian penyidikan kasus pers yang menimpanya, Irfan menyebut secara resmi baru diterimanya hari ini,  Rabu 07 Juli 2021.

Bocoran informasi yang diterima jaringan media FPII, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara pers, atas nama tersangka Irfan Denny Pontoh diterbitkan pada tanggal 22 Juni 2021.

"Terhitung mulai tanggal 22 juni 2021, perkara tersebut dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHPidana dan Pasal 311 ayat (1) KUHPidana subsider Pasal 310 ayat (2) KUHPidana", demikian tertulis dalam surat ketetapan penghentian penyidikan yang ditanda-tangani  Dirreskrimum Polda Sulteng Kombes (Pol) Novia Jaya, SH., MM.

Menyikapi terbitnya SP3 tersebut, Irfan mengungkapkan, FPII Setwil Sulteng memberikan apresiasi kepada Polda Sulteng termasuk Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, karena benar-benar masih mempertimbangkan UU Pers sebagai lext specialist.

"Disamping itu, ini menjadi spirit bagi insan pers, khususnya di Sulawesi Tengah dan daerah lain di Indonesia untuk terus menggelorakan hakikat pers yang merdeka, pers yang berdaulat", ungkap Irfan.

Harapan kedepan, tandas Irfan, seluruh insan pers untuk tidak berhenti dalam memperjuangkan kemerdekaan pers. *(Kh/HB)*

Sumber: FPII Setwil Sulteng