Baca Juga
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari usai menjalani pemeriksaan tim Penyidik KPK di Mapolresta Mojokerto, Kamis (23/01/2020) siang.
Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari memenuhi panggilan pemeriksaan tim Penyidik KPK di Mapolresta Mojokerto, Kamis (23/01/2020) siang. Ning Ita dimintai keterangan sebagai Saksi atas perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto yang tak lain adalah kakak kandungnya.
Pantauan media, Wali Kota Mojokerto yang akrab dengan sapaan "Ning Ita" ini tampak tiba di tempat pemeriksaan di Mapolresta Mojokerto jalan Bhayangkara Kota Mojokerto sekitar pukul 10.15 WIB dan bergegas naik ke ruang pemeriksaan di aula Wirapratama lantai 2 Mapolresta Mojokerto, seorang diri.
Sekitar 4 jam Ning berada dalam ruang pemeriksaan. Tidak seperti sejumlah Saksi lainnya, Ning Ita tidak terlihat keluar dari ruang pemeriksaan untuk istirahat siang atau pun untuk melaksanakan sholat Duhur. Baru sekitar pukul 14.00 WIB Ning Ita tampak keluar dari ruang pemeriksaan dan bergegas menuruni tangga lantai 2.
"Alhamdulillah..., hari ini supaya semuanya bisa clear bahwa aset yang saya miliki tidak ada keterkaitan dengan Pak MKP (Red: Mustofa Kamal Pasa)", terang Ning Ita saat mengofirmasi sejumlah wartawan, Kamis (23/01/2020) siang, di lokasi.
Ia menjelaskan, pemeriksaannya kali ini terkait statusnya sebagai adik kandung MKP mantan Bupati Mojokerto. Ning Ita menolak saat disodori pertanyaan tentang jabatan strategisnya di CV. Musika yang merupakan perusahaan pemecah batu milik keluarga MKP.
"Tidak ada itu ya. Sebagai keluarga, tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Kota maupun saya sebagai Wali Kota. Jadi, aset-aset yang kami miliki clear tidak ada kaitannya dengan aset-asetnya Pak MKP", terangnya.
Selain Ning Ita, tim Penyidik KPK hari ini juga memeriksa sejumlah pejabat dan mantan pejabat di Pemkab Mojokerto. Di antaranya mantan Kabid Tata Bangunan dan Prasarana Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto Yuni Laili Faizah, mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Mojokerto Teguh Gunarko, Kabag Tata Usaha Setda Kabupaten Mojokerto Dyan Anggrahini juga salah-seorang kepercayaan MKP saat menjabat Bupati Mojokerto, Nono.
Saat jeda istirahat pemeriksaan, Teguh Gunarko mengaku, ia diperiksa penyidik KPK terkait kasus TPPU yang diduga dilakukan Eks Bupati Mojokerto MKP. "Panggilannya soal TPPU. Saya ditanya soal mobil Innova pemberian Pak MKP, dulu saat saya menjabat Kabag Pembangunan", aku Teguh.
Sedangkan Dyan Anggrahini, ia mengaku datang ke ruang pemeriksaan hanya sebatas untuk menyerahkan sejumlah data ke tim penyidik KPK. "Saya cuma menyerahkan data-data gajinya Pak MKP sejak awal menjabat dan SK (Surat Keputusan) pemberhentian Pak MKP", aku Dyan.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas 3 (tiga) perkara. Yakni perkara dugaan tindak pidana korupsi suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.
Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018 lalu. Ketiganya, yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta.
Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).
Sedabgkan MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Untuk Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group) dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.
KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.
Dalam persidangan, tim JPU KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Atas pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.
Pada Senin 21 Januari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memutus perkara tersebut. Yang mana, Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' telah menerima suap sebesar Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.
Atas pelanggaran pasal tersebut, MKP selaku Bupati Mojokerto dijatuhi sanksi pidana penjara 8 (delapan) tahun, denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun terhitung setelah MKP menjalani hukuman pokok.
Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, MKP menyatakan menolak dan mengajukan 'Banding' ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Sementara terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan terhadap Terdersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepada terdakwa Ockyanto, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 3 bulan kurungan", tegas Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, Kamis (04/04/2019.
"Untuk terdakwa Nabiel Tirtawano, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta, subsider 2 bulan kurungan", tegasnya pula.
"Untuk terdakwa Onggo Wijaya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta, subsider 3 bulan kurungan", tegas Ketua Majelis juga.
"Untuk terdakwa Achmad Suhawi, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa juga wajib mengembalikan uang pengganti sebesar Rp. 250 juta, jika tidak dibayar akan disita hartanya, bila tidak mencukupi maka akan dihukum pidana selama 10 bulan penjara", tandas Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana.
"Untuk terdakwa Achmad Subhan, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa juga wajib membayar uang pengganti Rp. 1,37 miliar. Jika tidak dibayar maka harta benda Terdakwa akan disita sesuai dengan jumlah kerugian uang pengganti, bila tidak mencukupi akan dikenakan hukuman pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara. Selain itu, Terdakwa dicabut hak politiknya selama 5 tahun terhitung sejak Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok", tandas Cokorda Gede Arthana pula.
Putusan Hakim terhadap kelima Terdakwa tersebut, lebih ringan dari Tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Dalam Tuntutannya, tim JPU KPK mengajukan Tuntutan kepada Majelis Hakim agar terdakwa Onggo Wijaya, terdakwa Ockyanto dan terdakwa Nabiel Tirtawano dijatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan untuk terdakwa Achmad Suhawi dan terdakwa Ahmad Subhan, tim JPU KPK mengajukan Tuntutan kepada Mejelis Hakim agar keduanya dijatuhi hukuman pidana 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp. 200 Juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas Putusan yang telah dijatuhkan Majelis tersebut, tim JPU KPK menyatakan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir yang mulia", ujar tim JPU KPK menanggapi tawaran Ketua Majelis Hakim.
Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.
KPK menyangka, keduanya diduga melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam perkara ketiga, pada Selasa 18 Desember 2018 lalu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) di duga menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.
Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagaimana diterangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa 18 Desember 2018 sore, bahwa KPK kembali menetapkan Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas perkara dugaan TPPU berupa penerimaan gratifikasi bernilai sekitar Rp. 34 miliar.
"Dari penerimaan gratifikasi sekitar Rp. 34 miliar tersebut, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas harta kekayaan yang diketahui hasil dari tindak pidana korupsi dengan tujuan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang dilakukan tersangka MKP", terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018) sore, silam.
Dipaparkannya, KPK menduga MKP telah menyimpan secara tunai atau sebagian disetorkan ke rekening bank yang bersangkutan atau menyimpan uang melalui perusahaan milik keluarga MUSIKA Group, yakni CV. MUSIKA, PT. Sirkah Purbantara dan PT. Jisoelman Putra Bangsa dengan modus hutang bahan bangunan atau beton.
"KPK juga menduga, MKP membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi itu menjadi kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain, kendaraan roda dua sebanyak 2 unit, jet-ski sejumlah 5 unit dan menyimpan uang tunai sebanyak Rp. 4,2 Miliar", paparnya.
Febri Diansyah menegaskan, penyidik KPK juga telah menyita sejumlah aset milik Mustofa Kamal Pasa. "Sejumlah barang bukti milik yang besangkutan di sita KPK, antara lain 30 unit mobil, 2 unit kendaraan roda dua, 5 unit jetski, uang tunai sekitar Rp. 4,2 miliar serta dokumen MUSIKA Group", tambahnya. *(DI/HB)*
BERITA TERKAIT :