Senin, 21 Januari 2019

Di Vonis Bersalah, MKP Dijatuhi Sanksi 8 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 500 Juta Serta Bayar Pengganti Rp. 2,75 Miliar

Baca Juga

Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa saat mengkhidmat amar putusan Majelis Hakim yang tengah dibacakan, Senin (21/01/2019).

Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 Tower BTS  (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2,75 miliar,  memvonis terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto "bersalah" dengan sanksi 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan penjara juga membayar uang pengganti (korupsi) Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara serta mencabut hak politiknya 5 (lima) tahun terhitung setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Sidang dengan agenda Pembacaan Vonis atau Putusan Hakim yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo – Jawa Timur yang sebelumnya dijadwalkan akan di gelar pada Senin 21 Januari 2019 siang, sempat tertunda hingga baru dimulai sekitar pukul 18:15 WIB dan berakhir sekitar pukul 19:02 WIB.

Dalam membacakan amar putusannya, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan menegaskan, bahwa terdakma Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

"Menghukum Terdakwa dengan pidana badan selama 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan penjara juga memberikan sanksi pidana tambahan membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara serta mencabut hak politiknya selama 5 (lima) tahun terhitung setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok", tegas Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan.

Dalam membacakan amar putusannya, Ketua Majelis I Wayan Sosiawan menyebutkan, Majelis Hakim berkeyakinan, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti telah menyalah-gunakan jabatannya untuk mengeruk keuntungan pribadi terkait dengan berbagai perizinan yang ada di wilayah kerjanya.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, yang memberatkan Terdakwa adalah perbuatan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto tidak patut di contoh karena bertentangan dengan program pemerintah terkait pemberantasan tindak pidana korupsi.

Meski demikian, Ketua Majelis I Wayan Sosiawan memberikan kesempatan kepada Terdawa untuk memberi tanggapan atas Vonis dan Sanksi yang telah dijatuhkannya. "Atas putusan tersebut, Terdakwa dapat menerima, banding atau pikir-pikir?", ujar Hakim I Wayan Sosiawan.

Pertanyaan Ketua Majelis Hakim tersebut langsung ditanggapi oleh terdakwa  Mustofa Kamal Pasa dengan menyatakan "Pikir-pikir". Demikian pula dengan Tim JPU KPK. Atas tawaran Ketua Majelis Hakim tersebut, JPU KPK Joko Hermawan pun menyatakan "Pikir-pikir".

Atas tanggapan Terdakwa dan Tim JPU KPK tersebut, Ketua Majelis memberikan waktu selama 7 (tujuh) hari kepada kesua belah pihak untuk menentukan sikap. Jika tidak ada jawaban, maka secara otomatis Vonis tersebut akan berkekuatan hukum tetap.

Terpisah, Muhajir selaku Penasehat Hukum terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa menyatakan keberatan atas Vonis tersebut. Ia menilai, semua tuduhan dari Penuntut Umum tak terbukti. Terlebih, menurut Muhajir, selama masa persidangan, JPU KPK terkesan seolah-olah hanya berpegangan pada keterangan maupun pengakuan ajudan bupati saja.

"Selama ini kan hanya pengakuan dari ajudan MKP saja. Sedangkan dari 35 saksi yang dihadirkan, tidak satu pun yang menyaksikan penerimaan uang itu. Jadi, hanya berdasarkan pengakuan dari Luthfi yang mengatakan menaruh di meja Terdakwa", tandasnya.

Putusan Majelis Hakim tersebut, lebih ringan di banding Tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Majelis Hakim pada sidang sebelumnya yang beragendakan Pembacaan Tuntutan Penuntut Umum, yang di gelar pada Jum'at (28/12/2018) lalu, di tempat yang sama.

Dalam sidang yang beragendakan Pembacaan Tuntutan tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menghukum terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dengan hukuman badan selama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 750 juta subsider 6 (enam) bulan penjara serta pidana tambahan membayar uang pengganti senilai Rp. 2,75 miliar yang harus sudah di bayar Terdakwa selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak bisa membayar, Jaksa akan menyita harta benda Terdakwa untuk di lelang guna membayar uang pengganti. Dan, apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi, akan di tambah hukumannya selama 2 (dua) tahun penjara.

Selain sanksi tersebut, Tim JPU KPK juga mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa berupa sanksi pidana pencabutan hak politik terdakwa Mustofa Kamal Pasa selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak Terdakwa selesai menjalani masa pidana penjara pokok.

Sementara itu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas 3 (tiga) perkara dugaan tindak pidana korupsi.

Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018 lalu. Ketiganya yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Dalam perkara pertama, pada Senin (21/01/2019) ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya telah memutus perkara tersebut. Dimana, Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum "bersalah" telah menerima suap sejumlah Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.

Dalam perkara pertama, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.

KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Atas pebuatannya, KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas Dakwaan pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara terhadap tersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.

Atas perbuatannya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam perkara ketiga, pada Selasa 18 Desember 2018 lalu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) di duga menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemeeintah Daerah (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.

Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(DI/HB)*