Jumat, 28 Desember 2018

Sidang Ke-16 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, JPU KPK Tuntut MKP 12 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 750 Juta Serta Bayar Uang Pengganti Rp. 2,75 M

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, saat terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) mengkhidmat Tuntutan Tim JPU KPK, Jum'at (28/12/2018).

Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan atau ke-16 (enam belas) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dengan dengan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, kembali di gelar hari ini, Jum'at 28 Desember 2018, di Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur.

Sidang lanjutan yang beragendakan 'Pembacaan Tuntutan Penuntut Umum' kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Djoko Hermawan, Eva Yustisiana, Ni Nengah Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi, menghadirkan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) dengan didampingi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dari kantor hukum 'MARIYAM FATIMAH & PARTNER' yang dikoordinatori Mariyam Fatimah, SH., MH.

Setelah memastikan kesiapan pihak Terdakwa dan Tim Penasehat Hukumnya juga kesiapan Tim Jaksa Penuntut Umum KPK, Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, SH., MH. memberikan waktu kepada Tim JPU KPK untuk melaksanakan agenda persidangan kali ini, yakni Pembacaan Tuntutan Penuntut Umum.

Mengawali penyampaian materi Tuntutannya kepada Majelis Hakim, JPU KPK Joko Hermawan menjelaskan dasar hukum yang menjadi landasan dalam mengajukan Tuntutannya terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2,75 miliar. "Sesuai dengan ketentuan Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP yang berbunyi, setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana", jelas JPU KPK Joko Hermawan dalam ruang sidang, Jum'at (28/12/2018).

Ditegaskannya, bahwa hal itu dilakukan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, karena secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yang pada saat yang sama merugikan hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. "Intensitas korupsi juga dinilai mengancam nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum", tegas Joko Hermawan.

Bahwa, lanjut JPU KPK Joko Hermawan, penanganan tindak pidana korupsi selama ini lebih marak dan lebih dipahami pada tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU RI Nomor 20 Tahun 2001, namun seiring dengan berjalannya era reformasi khususnya reformasi di bidang hukum dimana masyarakat telah ikut terlibat aktif dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka pemberantasan tindak pidana korupsi telah memasuki dinamika baru yaitu menindak perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dalam bentuk lain yakni suap menyuap.


Salah-satu suasana konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, saat Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers tentang penetapan status Tersangka TPPU bagi Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, pada Selasa (18/12/2018) sore.

Lanjutnya pula, suap menyuap merupakan cikal bakal korupsi, baik dalam arti tindak pidana memperkaya/menguntungkan diri sendiri maupun orang lain atau suatu korporasi ataupun dalam arti lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai strata dan level sosial, birokrasi maupun kelembagaan negara dan swasta, korupsi dan suap seolah menjadi sesuatu yang wajar sebagai justifikasi atas perbuatan yang ilegal. Delik suap dikenal baik suap aktif (actieve omkooping) maupun suap pasif (pasive omkooping), yang sejak sejarah pemberantasan korupsi telah merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana, yang mana akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan penindakan oleh KPK dan Aparat Penegak Hukum lainnya dengan istilah Tim Saber Pungli, namun nampaknya perbuatan suap menyuap baik di pihak Eksekutif, Legislatif, Penegak Hukum maupun pihak swasta masih belum tereliminasi dengan maksimal.

Masuk ke pokok Tuntutannya, JPU KPK Joko Hermawan kembali mengungkapkan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap sebesar Rp. 2,75 miliar yang di duga telah di terima terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto dari  PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (PT. TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, milik kedua perusahaan tersebut.

Diungkapkannya pula, sebagaimana fakta perbuatan Terdakwa yang terungkap dari alat bukti yang telah diajukan dalam persidangan, maka pihaknya berkeyakinan Terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

"Padahal diketahui, atau patut dapat di duga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya. Yaitu, Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milir tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tersebut diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang ada di wilayah kabupaten Mojokerto, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Bupati Mojokerto sebagaimana di maksud dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil", ungkap JPU KPK Joko Hermawan.

Lebih jauh, secara panjang lebar, Tim JPU KPK memaparkan kronologi terjadinya perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2,75 miliar yang didakwakan terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto.

Hingga pada kesimpulan Tuntutannya, JPU KPK Joko Hermawan menegaskan, sesuai dengan fakta perbuatan Terdakwa yang terungkap dari alat bukti yang telah diajukan di persidangan, Penuntut Umum berkeyakinan, bahwa Dakwaan yang paling tepat untuk Terdakwa adalah Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. "Mohon pada Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman selama 12 tahun penjara", tegas JPU KPK Joko Hermawan.

Selain mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menghukum terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dengan hukuman badan selama 12 tahun penjara, Tim JPU KPK juga mengajukan Tuntutan hukuman denda sebesar Rp. 750 juta subsider 6 (enam) bulan penjara serta
Tuntutan pidana tambahan membayar uang pengganti senilai Rp. 2,75 miliar. Dimana, uang pengganti sebesar Rp. 2,75 miliar tersebut harus dibayarkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu itu tidak bisa membayar, Jaksa akan menyita harta benda Terdakwa untuk di lelang guna membayar uang pengganti. Dan, apabila tidak memiliki harta benda mencukupi, akan di tambah hukumannya selama 2 (dua) tahun penjara.

Tak berhenti di situ, Tim JPU KPK pun mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman kepada Bupati non-aktif Mojokerto berupa sanksi pidana pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun. 

"Mohon pada Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak di pilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun sejak Terdakwa selesai menjalani pidana penjara pokoknya", tandas JPU KPK Joko Hermawan.

Menurut Tim JPU KPK dalam persidangan, Tuntutan yang diajukan kepada Majelis Hakim tersebut juga berdasarkan beberapa pertimbangan. Antara lain, dalam persidangan Terdakwa tidak pernah mengakui perbuatannya. "Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memerangi tindak korupsi di lembaga pemerintahan", tukasnya.

Sementara itu, Muhajir, salah-satu Penasehat Hukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa menilai, kontruksi hukum yang dibuat Penuntut Umum, yang berakhir pada Tuntutan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok, masih bersifat subyektif. "Jaksa juga tidak pernah menghadirkan barang bukti berupa uang dugaan hasil korupsi perijinan tower di persidangan", ujarnya.

Terkait itu, pada sidang lanjutan yang beragendakan Pembacaan Pledoi (pembelaan) dan yang dijadwalkan akan di gelar pada 09 Januari 2019 mendatang, pihaknya akan memaparkan penilaiannya atas Tuntutan yang diajukan Tim JPU KPK melalui Pledoi atau Pembelaan yang akan dibacakan Tim Penasehat Hukum Terdakwa.

Sebelumnya, Tim JPU KPK mendakwa, terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustafa Kamal Pasa di duga melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus di pandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Okckyanto selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018, yang dibacakan Tim JPU KPK secara bergantian dalam sidang perdana terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa, yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur pada Jumat 14 September 2018,  Tim JPU KPK mendakwa, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK mendakwa, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni sebagai Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.35-620 Tahun 2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Pengangkatan Mustofa Kamal Pasa sebagai Bupati Mojokerto, bersama dengan Bambang Wahyuadi dan Nano Santoso Hudiarto alias NONO, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015 bertempat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu - Mojokerto, di jalan Maret A-07 BSP Regency - Mojokerto (Red: Kabupaten Mojokerto) dan di Perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus di pandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Okckyanto selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannyayaitu Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milir tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tersebut diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang ada di wilayah kabupaten Mojokerto, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Bupati Mojokerto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Bermula pada awal tahun 2015, terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Mupati Mojokerto mendapat laporan dari Suharsono selaku Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto banyak ditemukan Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang telah beroperasi tetapi belum meiliki Izin Prinsip dan Penataan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Atas laporan itu, Terdakwa memerintahkan dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki ijin.

Menindak-lanjuti perintah Terdakwa, Suharsono melakukan pemetaan dan menemukan 22 Tower BTS yang telah beroperasi tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Yakni 11 (sebelas) tower atas nama perusahaan PT. Tower Bersama Infrastruktur / Tower Bersama Goup (PT TBG) dan 11 (sebelas) tower lainnya atas nama PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo). Atas temuan tersebut, Suharaono melaporkan kepada Terdakwa, dimana Terdakwa kemudian memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut sampai ada IPPR dan IMB-nya.

Setelah dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut, Terdakwa memerintahkan Bambang Wahyuadi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), bahwa terkait perijinan dari tower dimaksud harus ada fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya dan fee tersebut agar diserahkan melalui orang kepercayaan Terdakwa yakni Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Beberapa hari setelah dilakukan penyegelan 11 tower telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), sekitar awal tahun 2015 Ockyanto meminta bantuan Nabiel Titawano untuk mengurus perijinan atas 11 tower yang di segel tersebut. Dimana dalam perjalanannya, pengurusan perijinan dibantu oleh Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro.

Sekitar bulan April 2015, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi. Dalam pertemuan itu, Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk mendapatkan IPPR dan IMB harus disediakan fee Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) per-tower dengan rincian Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk Terdakwa dan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk UKL dan UKP, sehingga untuk 11 tower fee yang harus disiapkan sebesar Rp. 2.420.000.000,00 (dua miliar empat ratus dua puluh juta rupiah), permintaan mana disanggupi Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro dan akan disampaikan kepada Nabiel Titawano selaku pihak yang mewakili PT. TBG. Beberapa hari setelah pertemuan, Agus Suharyanto menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Nabiel Titawano dan disepakati oleh Nabiel Titawano.

Selanjutnya, Nabiel Titawano menemui Ockyanto untuk menyampaikan bahwa ia sanggup mengurus ijin tower, tetapi harus disiapkan fee untuk Terdakwa sekaligus biaya operasional seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) dengan perhitungan per-towernya sebesar Rp. 260.000.000,00 (dua ratus enam puluh juta rupiah) dan disepakati oleh Ockyanto setelah berbicara dengan Herman Setyabudi selaku Presiden Direktur PT Tower Bersama Infrastructure.

Menindak-lanjuti kesepakatan itu, pada bulan Juni 2015 Ockyanto menyerahkan uang seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) kepada Nabiel Titawano melalui transfers bank BCA cabang Pondok Indah nomor rekening 04980347678 atas nama Nabiel Titawano dalam tiga tahap, yakni tanggal 10 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah); tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah) dan tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp. 1.040.000.000,00 (satu miliar empat puluh juta rupiah).

Dari total uang sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta juta rupiah) yang di terima Nabiel Titawano tersebut, sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua miliar empat ratus sepuluh juta rupiah) diserahkan kepada Agus Suharyanto secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :
1. Sekitar awal bulan Juni 2015 diberikan secara tunai sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
2. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
3. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
4. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
5. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
6. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
7. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
8. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
9. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
10. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Vici Dwi Indarta sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah).
Sedangkan sebesar Rp. 190.000.000,00 (seratus sembilan puluh juta rupiah) dinikmati Nabiel Titawano.

Dari total yang diterima Agus Suharyanto seluruhnya sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) itu, sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah) diserahkan kepada Moh. Ali Kuncoro secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:
1. Awal Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Awal Juni 2015 di kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
3. Pertengahan Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
4. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Sedangkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dinikmati Agus Suharyanto.

Dari total uang yang diterima Ali Kuncoro sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua miliar empat ratus juta rupiah), selajutnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) diserahkan kepada Bambang Wahyuadi secara bertahap, yaitu :
1. Tanggal 11 Juni 2015 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu, Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Tanggal 17 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
3. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
Sedangkan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diserahkan kepada Khoirul Munif selaku Kepala Bidang Pelayanan Perijinan Terpadu yang mengurusi masalah pembayaran retribusi IMB, dan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dinikmati Ali Kuncoro.

Berikutnya, sesuai perintah Terdakwa, Bambang Wahyuadi kemudian menyerahkan uang fee sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo, pada bulan Juni 2015;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto pada bulan Juni 2015;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto, pada tanggal 30 Juni 2015.

Selanjutnya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO atas perintah Terdakwa menyerahkan fee itu kepada Lutfi Arif Muttaqin ajudan Terdakwa secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto.

Setelah menerima fee tersebut, Lutfi Arif Muttaqin menyimpannya di rumah dinas Terdakwa dan setelah itu melaporknnya kepada Terdakwa. Setelah fee diterima Terdakwa, kemudian dikeluarkan Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), yakni Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang ( IPPR) atas nama Pemohon  Ir. Herman Setya Budi dengan Nama Badan Usaha  PT. Solusindo Kreasi Pratama.

Selain terkait soal uang suap, dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah lokasi terkait Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara Telekomunikasi atas Nama Pemohon Ir. Herman Setya Budi/ nama Badan Usaha Solusindo Kreasi Pratama, sebagai berikut :

Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR)
1. Di Desa Tanjungan Kecamatan Kamlagi, No: 503/1757/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis, No: 503/1758/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis, No: 503/1755/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis, No: 503/1759/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis, No: 503/1763/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 503/1761/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 503/1760/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 503/1765/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 503/1756/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
10. Di Desa Penompo Kec. Mlirip, No: 503/1762/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015; dan
11. Di Desa Jetis Kecamatan Jetis, No: 503/1764/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Di Desa Tanjungan Kec. Kemlagi, No: 188/2053/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis,  No: 188/2051/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis,  No: 188/2052/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis,  No: 188/2104/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis,  No: 188/2050/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 188/2102/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 188/2103/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 188/2105/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 188/2101/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015; dan
10. Di Desa Penompo, Kec. Jetis, No: 188/2100/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015.

Selain itu, dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018 ini, Tim JPU KPK juga menyebut dugaan pengeluaran uang suap sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah) yang dikeluarkan PT. Protelindo dalam proses pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Atas penyegelan 11 tower telekomunikasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Onggo Wijaya memerintahkan Indra Mardani dan Suciatin menyelesaikannya, kemudian Indra Mardani dan Suciatin meminta bantuan Achmad Suhawi, dimana Achmad Suhawi menyanggupinya asal disediakan biaya termasuk fee untuk Terdakwa. Akhirnya disepakati biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah)

Bahwa setelah ada kesepakatan, pada awal bulan Juni 2015 Achmad Suhawi menemui Terdakwa di vila milik Terdakwa, meminta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT. Protelindo, dimana Terdakwa menyampaikan agar di urus melalui BPTPM Kabupaten Mojokerto.

Setelah pertemuan, Achmad Suhawi menemui Bambang Wahyuadi, dimana Bambang menyampaikan bahwa tower telekomunikasi di segel karena perijinannya belum lengkap, untuk itu agar dilengkapi dan di bayar dendanya, serta perijinan tidak bisa di proses sebelum ada disposisi dari Terdakwa.

Karena merasa kesulitan, Achmad Suhawi kemudian meminta bantuan pengurusan ijin tower Protelindo tersebut kepada Subhan Wakil Bupati Malang  periode 2010 - 2015, dimana Ahmad Subhan menyanggupinya. Untuk itu, Subhan kemudian menemui Bambang Wahyuadi meminta agar dibantu proses pengurusan ijin tower PT. Protelindo dimaksud. Dimana Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut disediakan fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, sehingga untuk 11 (sebelas) tower fee yang harus disediakan sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah).

Selanjutnya, Ahmad Subhan lalu menyampaikan kepada Achmad Suhawi, bahwa untuk pengurusan tower telekomunikasi tersebut diperlukan biaya termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah). Atas informasi itu, Achmad Suhawi kemudian menyampaikan kepada Onggo Wijaya bahwa biaya pengurusan ijin termasuk fee Terdakwa yang dibutuhkan sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), lebih besar dari yang di minta Ahmad Subhan.

Atas permintaan Achmad Suhawi tersebut, Onggo Wijaya menyanggupinya, dan sebagai realisasinya, dalam rentan waktu bulan Mei sampai dengan Oktober 2015, Onggo Wijaya memberikan uang kepada Achmad Suhawi seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) secara bertahap melalui transfer ke rekening CV Sumanjaya Citra Abadi dengan rincian :
1. Tanggal 8 Mei 2015 sebesar Rp. 1.515.306.133,00 (satu milyar lima ratus lima belas tiga ratus enam ribu seratus tiga puluh tiga rupiah);
2. Tanggal 25 Juni 2015 sebesar Rp. 757.653.061,00 (tujuh ratus lima puluh tujuh juta enam ratus lima puluh tiga ribu enam puluh satu rupiah);
3. Tanggal 15 Oktober 2015 sebesar Rp. 482.142.857,00 (empat ratus delapan puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu delapan ratus lima puluh tujuh rupiah);
4. Tanggal 22 Oktober 2015 sebesar Rp. 275.510.204,00 (dua ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sepuluh ribu dua ratus empat rupiah);

Dari total uang yang diterima Achmad Suhawi sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah) diberikan kepada Ahmad Subhan secara bertahap melalui cek dan transfer dengan rincian sebagai berikut :
1. tanggal 16 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Utami Surabaya;
2. tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Mercure Surabaya;
3. tanggal 23 Juni 2015 sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI cabang Jembatan Merah Surabaya;
4. tanggal 25 Juni 2015 secara tunai sebesar Rp. 850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI Mojokerto cabang Mojopahit;
5. tanggal 17 September 2015 melalui cek  sebesar Rp. 460.000.000,00 (empat ratus enam puluh juta rupiah) di gedung Bidakara;
Sedangkan sisanya sebesar Rp. 570.612.255,00 (lima ratus tujuh puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) dinikmati Achmad Suhawi.

Sebelum Ahmad Subhan menerima uang dari Achmad Suhawi, yakni pada tanggal 20 Mei 2015, Ahmad Subhan menemui Bambang Wahyuadi, menyampaikan bahwa PT. Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa, seluruhnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) atau sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya dan ia akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk Terdakwa.

Setelah pertemuan itu, Bambang Wahyuadi meminta Khoirul Munif untuk segera memfinalisasi berkas permohonan pengurusan ijin tower telekomunikasi milik PT. Protelindo yang berjumlah 11 tower.

Berikutnya, pada tanggal 24 Juni 2015, Bambamg Wahyuadi menemui Terdakwa di ruang kerjanya mengajukan permohonan rekomendasi pendirian 11 menara (tower) telekomunikasi milik PT. Protelindo guna mendapatkan disposisi dari Terdakwa. Sebelum memberikan disposisi, Terdakwa menanyakan fee sebagaimana pernah disampaikan sebeumnya kepada Bambang Wahyuadi dan mendapat  jawaban uang fee telah disanggupi pihak Protelindo tetapi belum diberikan. Untuk itu, Terdakwa meminta agar fee secepatnya diminta, lalu Terdakwa memberikan paraf dan disposisi untuk di tindak-lanjuti.

Selanjutnya, pada tanggal 25 Juni 2015, Ahmad Subhan SUBHAN dan Achmad Suhawi melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi di perumahan Griya Permata Meri – Kota Mojokerto, guna menyerahkan uang muka sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) sebagai fee untuk Terdakwa.

Sebagaimana perintah Terdakwa sebelumnya, agar uang fee diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias NONO, maka Bambang Wahyuadi kemudian menghubungi Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta datang ke perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) guna mengambil uang tersebut. Sesampainya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO di tempat tersebut, Ahmad Subhan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Setelah menerima uang, Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta Lutfi Arif Muttaqin menemuinya di daerah Mojosari Kabupaten Mojokerto. Dan, setelah Lutfi Arif Muttaqin datang, Nano Santoso Hudiarto alias NONO menyerahkan uang sebesar  Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) itu kepada Lutfi Arif Muttaqin. Yang mana, oleh Lutfi Arif Muttaqin kemudian di simpan di meja kerja ruang dinas Terdakwa dan melaporkannya kepada Terdakwa.

Diduga, setelah uang fee di terima Terdakwa, Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas 11 Tower Telekomunikasi milik PT. Protelindo atas nama Pemohon Indra Mardhani / Prusahaan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo) diterbitkan, seperti berikut :

Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2286/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2291/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2284/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2290/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar ; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2292/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2285/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2294/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2287/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2288/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2289/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2293/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2757/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2767/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2758/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2759/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2760/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2761/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2762/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2763/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2764/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2765/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2766/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015.

Dalam Surat Dakwaannya pula, Tim JPU mendakwa, bahwa Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) yang diterimanya dari Okyanto Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin, diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi terbitnya Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastrcture/ Tower Bersama Grup (TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di wilayah Kabupaten Mojokerto, padahal bertentangan dengan kewajiban Terdakwa sebagaimana dimasud dalam:

• Pasal 5 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Angka 4 yang menyatakan: " Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme".
Angka 6 yang menyatakan: "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung-jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

•Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan: "Setiap PNS dilarang: menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapa pun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

Pada kesimpulan Surat Dawaannya, Tim JPK KPK mendakwa, perbuatan Terdakwa memenuhi unsur sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto telah ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas 2 (dua) perkara.

Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018. Ketiganya yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Dalam perkara pertama yang saat ini tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya – Jawa Timur, Tim JPU KPK mendakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto di duga menerima suap sejumlah Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.

Dalam perkara pertama, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.

KPK menduga, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Atas pebuatannya, KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas Dakwaan pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara terhadap tersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.

Atas perbuatannya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Menyusul, penetapan status hukum Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) terhadap Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto oleh KPK pada Selasa 18 Desember 2018. Dimana, KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemeeintah Daerah (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.

Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(DI/HB)*


BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-13 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, MKP Tolak Kesaksian NONO
> KPK Kembali Tetapkan Bupati Mojokerto Sebagai Tersangka TPPU
> KPK Tahan Lima Tersangka Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto
> KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto MKP
> Sidang Ke-9 Dugaan Suap Bupati Non Aktif Mojokerto MKP, Pengurusan Perijinan 11 Tower BTS Hanya 1 Hari ?