Senin, 03 Desember 2018

Sidang Ke-13 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, MKP Tolak Kesaksian NONO

Baca Juga

JPU Ungkap Kode Suap dan Gratifikasi 'Beras' dan 'Gula' Dengan Satuan '1,5 Kilo' dan '2 kilo'

Salah-satu suasana sidang saat saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO menjawab pertanyaan Tim JPU KPK, Senin (03/12/2018), di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda – Sidoarjo Jawa Timur.

Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan atau ke-13 (tiga belas) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dengan dengan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, kembali di gelar hari ini, Senin 03 Desember 2018, di Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur.

Persidangan lanjutan yang beragendakan 'Mendengarkan Keterangan Saksi' kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Djoko Hermawan, Eva Yustisiana, Ni Nengah Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi, menghadirkan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) dengan didampingi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dari kantor hukum 'MARIYAM FATIMAH & PARTNER' yang beranggotakan Mariyam Fatimah, SH., MH.; Huhajir, SH., MH.; Akhmad Leksono, SH.; Husen Pelu, SH. dan Ramdansyah, SH.

Ada 3 (tiga) orang Saksi yang hadir pada persidangan kali ini, yakni Lutfi Arif Muttaqin yang saat kejadian selaku Staf Khusus atau Ajudan Bupati Mojokerto dan Bambang Wahyuadi yang saat kejadian selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto. Keduanya kembali dihadirkan dalam persidangan kali ini, atas Perintah Pengadilan Tipikor Surabaya melalui Ketua Majelis Hakim  I Wayan Sosiawan, SH., MH. dengan di bantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hoc), yakni Dr. Andriano dan John Dista., SH., yang memimpin jalannya persidangan pada Senin 26 Nopember 2018 lalu, serta Nano Santoso Hudiarto alias NONO yang dihadirkan Tim JPU KPK pada persidangan kali ini, karena dalam persidangan yang di gelar pada Senin 26 Nopember 2018 lalu tidak hadir tanpa keterangan.

Setelah memastikan kesiapan Terdakwa dan ketiga Saksi tersebut, Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, SH., MH. memberikan waktu kepada Tim JPU KPK untuk melaksanakan agenda persidangan kali ini, yakni 'Mendengarkan Keterangan (ketiga) Saksi' tersebut.

Namun, baru beberapa kata saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan terkait kebenaran penerimaan uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi dari PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG) melalui Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi atas perintah siapa, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH. menghentikannya dan meminta saksi NONO supaya memberi jawaban yang lebih jelas dan lebih spesifik.

"Ya, benar. Saya mengambil uang  tower [Red: uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi dari PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG)] ke pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi) itu ya atas perintah beliau", jawab NONO terpenggal.

"Sebentar, yang saudara Saksi maksud dengan beliau itu siapa...!? Saya ingatkan, suadara Saksi sudah di sumpah untuk  memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Sebutkan dengan jelas, apakah yang saudara Saksi maksud dengan beliau itu Terdakwa atau yang lainnya...!? Lanjutkan jawaban saudara Saksi yang jelas...!", sergah Ketua Majelis Hakim.


Salah-satu suasana sidang di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo – Jawa Timur pada Senin 03 Desember 2018, saat saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH.

Selanjutnya, NONO pun mengaku blak-blak'an, bahwa benar dirinya menerima uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi dari PT. Tower Bersama Infrastructure / Tower Bersama Grup (TBG) melalui Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi secara bertahap atas perintah terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto.

"Ya. Saya mengambil uang tower ke pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi) itu atas perintah pak Bupati, pak Mustofa (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa). Waktu itu, kalau tidak salah, yang pertama, sekitar bulan Juni 2015, Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), waktu itu diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo. Yang kedua, juga bulan Juni 2015, di masjid Meri Mojokerto (Red: Kota Mojokerto), Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Yang ketiga, tanggal 30 Juni 2015, di masjid Pacing Mojokerto (Red: Kabupaten Mojokerto), Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)", aku Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

"Baik. Saudara menerima uang-uang yang saudara terima itu asalnya dari siapa? Maksudnya, saudara menerima uang-uang itu secara bertahap kan dari pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kab. Mojokerto Bambang Wahyuadi), suadara Saksi tahu enggak, uang-uang yang pak  Bambang berikan kepada saudara itu asalnya dari mana?", sela JPU KPK Joko Hermawan.

Atas pertanyaan sela JPU KPK Joko Hermawan tersebut, saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO mengaku tahu jika uang tersebut berasal dari PT. Tower Bersama Infrastructure / Tower Bersama Grup (TBG) sebagai fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di kabupaten Mojokerto.

"Itu uang yang dari tower dari PT. Tower Bersama Infrastructure / Tower Bersama Grup (TBG)", jawab NONO.

"Baik, dari PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Grup. Jadi, benar ya, uang-uang yang saudara Saksi terima itu dari PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Grup itu melalui saudara Bambang Wahyuadi, uang itu ketiga-tiganya saudara Saksi terima pada bulan Juni 2015. Lalu, setelah saudara Saksi menerima uang-uang itu, saudara kemanakan atau saudara Saksi bawa kemana uang itu? Apakah saudara bawa pulang dulu atau saudara bawa ke siapa dulu baru kemudian saudara serahkan? Dan suadara serahkan ke siapa?", desak JPU KPK Joko Hermawan.

Menaggapi cecaran JPU KPK Joko Hermawan tersebut, Nano Santoso Hudiarto alias NONO menerangkan, bahwa atas perintah Terdakwa sebelumnya, NONO pun langsung menyetorkan uang tersebut ke Lutfi Arif Muttaqin selaku Ajudan Terdakwa secara bertahap juga.

"Waktu itu, langsung pak. Sesuai perintah pak Bupati (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa), setelah saya menerima uang itu (Red: uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Grup) dari pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi), saya menghubungi pak Lutfi (Red: Lutfi Arif Muttaqin selaku Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa), saya minta untuk mengambilnya. Yang pertama, Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) saya serahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo. Yang kedua, Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), masjid Meri (Red: Kota Mojokerto). Yang ketiga, Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), saya serahkan di masjid Pacing (Red: Kabupaten Mojokerto)", terang NONO.

"Baik. Jadi, benar ya, uang-uang itu saudara Saksi terima dari PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Grup melalui saudara Bambang Wahyuadi, yang pertama, sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo, yang kedua Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) di masjid Meri (Red: Kota Mojokerto), yang ketiga, Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) di masjid Pacing (Red: Kabupaten Mojokerto). Ketiga-tiganya, saudara Saksi terima pada bulan Juni tahun 2015. Selanjutnya, saudara Saksi serahkan ke Ajudan Terdakwa saudara Lutfi Arif Muttaqqin masing-masing sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan diparkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo (Red: Kabupaten Mojokerto), Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Saksi serahkan di sekitar masjid di daerah Meri Mojokerto (Red: Kota Mojokeerto) dan yang ketiga Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Saksi serahkan di sekitar masjid Pacing Mojokerto (Red: Kabupaten Mojokerto)", tegas Joko Hermawan.

Menyusul, JPU KPK Joko Hermawan melontarkan pertanyaan terkait aliran uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo yang diterima Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

"Itu tadi, uang-uang yang saudara Saksi terima dari PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Grup melalui saudara Bambang Wahyuadi ya!? Lalu, sesuai dalam BAP saudara waktu dimintai keterangan penyidik KPK, saudara menerangkan juga menerima uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo. Benar itu ya!? Lalu, saudara menerima uang itu atas perintah siapa dan dari siapa? Dan, berapa jumlah uang yang saudara Saksi terima?", lontar JPU KPK kepada NONO.

Atas pertanyaan susulan JPU KPK Joko Hermawan tersebut, Nano Santoso Hudiarto alias NONO membenarkan jika dirinya telah menerima uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo. Itu pun, kata NONO, dilakukan atas perintah Bupati Mojokerto MKP.

Lebih lanjut, NONO membeberkan, pada tahun 2015, ia juga pernah diperintah terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto untuk menerima fee  pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dari PT. Protelindo melalui Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi. Hanya saja, dari uang fee tower yang dijanjikan Ahmad Subhan sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) tersebut, baru sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) yang NONO terima.

“Ya benar, itu atas perintah pak Bupati, pak Mustofa (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa) sebelumnya. Jadi begini, tahun 2015, saya juga diperintah pak Mustofa untuk menerima uang tower (Red: fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo) dari pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi). Waktu itu, saya menerima uang tanda jadi tower (Red: tanda jadi uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo) dari sopir pak Subhan (Red: mantan Wabup Malang Ahmat Subhan) sebesar Rp. 550 juta. Itu, diketahui pak Subhan dan pak Bambang. Waktu itu, pak Subhan dan pak Bambang di dalam mobil, sopirnya pak Subhan yang turun dari mobil lalu memberikan uang itu ke saya. Jadi, pak Bambang dan pak Subhan tahu itu. Jadi, dari yang dijanjikan pak Subhan Rp. 2,2 miliar, yang sudah saya terima baru Rp. 550 juta", jelas NONO.

"Baik. Setelah suadara Saksi menerima uang itu, selanjutnya saudara bawa kemana uang itu? Masudnya, uang itu saudara Saksi bawa pulang dulu atau saudara titipkan ke siapa dulu, lalu selang beberapa hari kemudian baru suadara Saksi serahkan. Dan, sauadara Saksi serahkan ke siapa uang itu, apakah saudara Saksi serahkan ke Terdakwa atau orang lain?", desak JPU KPK Joko Hermawan.

Atas  desakan JPU KPK tersebut, saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO mengaku, beberapa saat setelah menerima uang fee tersebut, sesuai perintah Terdakwa sebelumnya, NONO pun langsung menghubungi Ajudan Bupati Mojokerto Lutfi Arif Muttaqin dan memintanya untuk mengambilnya.

"Tidak saya bawa pulang pak, waktu itu langsung itu pak. Sesuai perintah pak Bupati (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa) sebelumnya, setelah saya menerima uang itu (Red: uang tanda jadi fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo), langsung saya hubungi pak Lutfi (Red: Lutfi Arif Muttaqin selaku Ajudan Bupati Mojokerto MKP), saya minta untuk mengambilnya", aku NONO.

"Baik. Jadi, dari fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo yang dijanjikan saudara Subhan (Red: mantan Bupati Malang Ahmad Subhan) sebesar Rp. 2,2 miliar itu, yang sudah saudara Saksi terima melalui suadara Subhan Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah). Kan yang dijanjikan pak Subhan Rp. 2,2 miliar, dan yang saudara Saksi terima masih  Rp. 550 juta, lalu uang yang lainnya atau sisanya dimana? Maksudnya, di bawa siapa? Saudara Saksi tahu nggak, sisa uang itu kemana atau dibawa siapa?", tukas JPU KPK Joko Hermawan seraya kembali melempar pertayaan lanjutan.

Atas pertanyaan lanjutan JPU KPK tersebut, saksi Nano Santoso Hudiarto mengaku jika dirinya tidak tahu-menahu dimana atau ada pada siapa sisa uang fee yang dijanjikan mantan Wabup Malang Ahmad Subhan sebelumnya tersebut. "Sisanya saya nggak tahu pak. Yang saya terima ya itu tadi, Rp. 550 juta", jawab NONO.

Menyusul, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH. menyorongkan pertanyaan kepada saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO tentang jumlah uang yang ia setorkan kepada Terdakwa melalui saksi Lutfi Arif Muttaqin selaku Ajudan Terdakwa

"Untuk saudara Saksi Nano (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO), saudara menerangkan, uang yang saudara serahkan kepada saksi Lutfi sebesar Rp. 550 juta ya! Apakah sebelum saudara menyerahkan uang itu kepada saudara Lutfi (Red: Lutfi Arif Muttaqin Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa) suadara Saksi hitung itu jumlahnya benar Rp. 550 juta? Karena, dari keterangan saksi lainnya ada komplain, jika uang itu jumlahnya kurang dari Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah). Berapa sebenarnya uang yang saudara setorkan ke saudara Lutfi Arif Muttaqin", desak Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH.

Atas desakan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH. tersebut, saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO menjelaskan, bahwa dirinya tidak menghitung lagi setorang uang yang ia terima dari mantan Wabup Malang Ahmad Subhan bersama Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi melalui sopir pribadi Ahmad Subhan.

"Tidak saya hitung lagi pak. Setelah menerima uang dari pak Subhan (Red: mantan Wabup Malang Ahmad Subhan) bersama pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi) melalui sopir pak Subhan, beberapa saat kemudian saya menghubungi pak Lutfi (Red: Lutfi Arif Muttaqin, Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa), saya minta pak Lutfi untuk mengambilnya. Ya besoknya gitu, saya di beritahu pak Lutfi kalau uangnya kurang Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Tidak saya menggantinya pak, uang dari mana saya untuk mengganti", jelas NONO.

Lebih jauh, NONO membeberkan, selama dirinya menjadi kurir suap ataupun gratifikasi yang diakui NONO disetorkan ke MKP melalui Lutfi Arif Muttaqin, tidak pernah membuat dirinya beruntung. Karena, setiap suap atau gratifikasi yang ia terima, langsung disetorkannya ke Lutfi Arif Muttaqin yang saat itu notabene adalah Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

Bahkan, NONO pun mencontohkan ketidak-beruntungannya selama menjadi kurir suap atau gratifikasi tersebut. Salah-satunya, ketika uang suap senilai Rp. 550.000.000.00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) yang ia terima dari PT. Protelindo melalui mantan Wabup Malang Ahmad Subhan bersama Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi itu tedapat kekurangan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), kata NONO, itu pun sempat di minta oleh MKP.


Salah-satu suasana sidang di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda – Sidoarjo Jawa Timur pada Senin 03 Desember 2018, saat Tim JPU KPK memperdengarkan rekaman sadapan pembicaraan dan memperlihatkan transkrip pembicaraan yang diakui saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO sebagai pembicaraan antara dirinya dengan terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa.

Jeda berikutnya, ketika saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO terasa agak-lupa dalam mengingat-ingat suatu kejadian terkait peristiwa yang ada kaitannya dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan perijinan 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi tersebut, Tim JPU KPK memperdengarkan suatu rekaman pembicaraan yang diakui NONO sebagai suaranya yang tengah berbicara dengan terdakwa Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa. Dimana di antara pembicaraan itu hingga menyebut beberapa Kepala Kepala Dinas dengan sebutan beberapa jenis binatang seperti "bêdhés" (kera) juga "sapi".

Selain itu, dalam rekaman sadapan pembicaraan yang diperdengarkan Tim JPU KPK dalam persidangan yang diakui saksi NONO merupakan suaranya yang tengah berbicara dengan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa itu juga terungkap penggunaan 'kode suap' dengan istilah 'beras' dan 'gula' dengan satuan berat '1,5 kilo' dan '2 kilo' yang diakui saksi NONO sebagai kode suap dan gratifikasi yang besarannya 'Rp. 1,5 miliar' dan 'Rp. 2 miliar'.

Usai diperdengarkan rekaman sadapan pembicaraan tersebut, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. kembali melontarkan pertanyaan kepada NONO tentang sejauh mana hubungan kedekatan Saksi dengan Terdakwa hingga nada pembicaraan Saksi dengan Terdakwa terasa sebegitu lepas dan bebasnya.

"Saudara Nano (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO), betul itu tadi suara anda sedang berbicara dengan Terdakwa ya! Saudara Saksi kan orang di luar pemerintahan, rekaman pembicaraan tadi kok rasanya saudara Saksi begitu akrab dengan Terdakwa, dan saudara bisa keluar-masuk ke kantor-kantor dan berhubungan dengan para Kepala Dinas itu memangnya ada hubungan apa antara saudara dengan Terdakwa ini (Red: Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa)? Sekali lagi, yang diperdengarkan JPU tadi (Red: sadapan rekaman pembiraan), benar pembicaran saudara dengan Terdakwa kah?", lontar Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. kepada saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. tersebut, NONO mengaku dekat dengan Tersakwa. Dimana, kedekatan itu terjadi sejak dirinya menjadi salah-satu 'tim sukses' di kala terdakwa Mustofa Kamal Pasa bertarung dalam ajang Pemilihan Bupati (Pilbup) Mojokerto 2010 silam. Namun, pada Pilbup Mojokerto 2015, NONO mengaku mundur dan praktis sejak 2016 tak lagi berurusan dengan MKP. NONO pun mengaku, dirinya menemui sejumlah pejabat Pemkab Mojokerto itu atas perintah Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

“Ya, saya dulu dekat. Saya dulu Tim Suksesnya (Red: Mustofa Kamal Pasa) waktu Pilbup (Red: Pemilihan Bupati Mojokerto) 2010. Tapi saya tidak pernah mendapat keuntungan dekat dengan pak Mustofa. Terakhir-terakhir malah sering dimarahi. Makanya untuk Pilbup yang periode kedua (Red: Pilbup Mojokerto 2015), saya tidak membantu. Dan, tahun 2016 saya sudah tidak berhubungan sama-sekali dengan pak Bupati, pak Mustofa. Saya ke Dinas Bina Marga itu di perintah pak Bupati untuk menemui pak Lutfi (Red: Kepala Dinas Bina Marga Pemkab Mojokerto)", aku NONO.

“Kenapa dimarah-marahi, apa karena tidak mencapai target ya!?”, kejar Ketua Majelis Hakim, yang dijawab oleh NONO dengan kata “Ya”.

"Lalu 1,5 kilo dan 2 kilo itu apa maksudnya uang Rp. 1,5 miliar dan Rp. 2 miliar?", desak Ketua Majelis Hakim, yang kembali di jawab dengan singkat oleh NONO, "Ya".

Kesaksian NONO dihadapan Majelis Hakim ini, ternyata NONO bahkan mengungkap jika dirinya  tidak hanya diperintahkan Terdakwa untuk menerima uang fee pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG) dan milik PT. Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 saja. Melainkan, NONO mengaku jika dirinya juga diperintahkan untuk menerima uang dari Dinas PU. Sedangkan yang berkaitan dengan mutasi jabatan, NONO hanya berperan sebagai pemberi masukan (penganjur), sementara uang yang berhubungan dengan mutasi jabatan di terima oleh pihak lain.

Memastikan besaran uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo, Ketua Majelis Hakim kembali mendesak NONO dengan pertanyaan terkait kekurangan uang fee pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo

"Saudara Nano (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO), fee yang dijanjikan untuk 11 tower milik PT. Protelindo yang di sepakati, tadi kan suadara sebutkan Rp. 200 juta per tower ya...!?  Kalau 11 tower berarti kan Rp. 2,2 miliar, dan yang telah suadara terima dari saudara Ahmad Subhan Rp. 550 juta. Lalu, sisanya dimana?", tanya Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH.

Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim tersebut, NONO mengaku tidak tahu-menahu. "Saya tidak tahu pak Hakim. Uang tower dari Protelido yang saya terima melalui pak Subhan ya Rp. 550 juta itu dan langsung saya serahkan ke pak Lutfi atas perintah pak Bupati, pak Mustofa", terang NONO.

Apa yang disampaikan saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO tersebut, ketika dikonfrontir Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH. kepada saksi Bambang Wahyuadi dan Lutfi arif Muttaqin, kedua Saksi tersebut membenarkannya.

Dipenghujung persidangan, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH. memberikan kesempatan kepada terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa untuk menanggapi atas keterangan yang telah disampaikan oleh para Saksi tersebut.

"Untuk saudara Terdakwa, suadara kan sudah melihat dan mendengar secara langsung semua keterangan Saksi, kami persilahkan suadara Terdakwa untuk menanggapi. Silahkan...!", ujar Ketua Majelis Hakim ditujukan kepada terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa.

"Terima kasih yang mulia. Atas keterangan yang disampaikan saudara NONO (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO), saya keberatan yang mulia. Saya tidak pernah memerintah saudara NONO seperti itu dan suara dalam rekaman pembicaraan itu (Red: suara rekaman sadapan pembicaraan yang diperdengarkan JPU KPK dalam persidangan) bukan saya", sanggah terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

"Baik. Untuk Penuntut Umum (Red: Tim JPU KPK), seperti yang telah kita dengar bersama, Terdakwa menolak keterangan Saksi, apakah saudara tetap pada dakwaan semula atau akan mengubahnya? Silahkan menanggapinya", lempar Ketua Majelis Hakim kepada Tim JPU KPK.

"Kami tetap pada Dakwaan kami semula yang mulia", tegas JPU KPK Joko Hermawan.

"Baik. Penuntut Umum tetap pada Dawaan semula ya! Untuk suadara Nano (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO) seperti yang baru saja saudara Saksi dengar, suadara Terdakwa menolak keterangan saudara Saksi. Apakah saudara Saksi tetap pada keterangan saudara, atau saudara Saksi akan merubahnya? Silahkan ditanggapi", lempar Ketua Majelis Hakim kepada saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

"Tetap pak Hakim, memang kenyataannya seperti itu", pungkas NONO singkat.

"Baik. Semua pihak tetap pada pendiriannya masing-masing ya! Memang dalam hal ini Terdakwa punya Hak Ingkar, tapi yo ojok nêmên-nêmên lah (Red: Bhs. Jawa = tapi ya jangan keterlaluan lah)...! Nggak masalah itu, tentunya Majelis Hakim punya petimbangan tersendiri. Baik, sidang kita tutup sementara dan akan kita lanjutkan minggu depan dengan agenda Mendengarkan Keterangan Saksi yang akan dihadirkan Penasehat Hukum Terdakwa", pungkas Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, SH., MH., seraya menyentil terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa sembari menggetokkan Palu Keadian tiga kali.


Salah-satu transkrip rekaman sadapan pembicaraan yang diakui saksi Nano Santoso Hudiarto alias NONO sebagai pembicaraan antara dirinya dengan terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa, yang diperlihatkan Tim JPU KPK dalam persidangan yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda, Sidoarjo –Jawa Timur pada Senin 03 Desember 2018.
 

Seperti diketahui, dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018, yang dibacakan Tim JPU KPK secara bergantian dalam sidang perdana terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa yang di gelar pada Jumat 14 September 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur,  Tim JPU KPK mendakwa, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK mendakwa, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni sebagai Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.35-620 Tahun 2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Pengangkatan Mustofa Kamal Pasa sebagai Bupati Mojokerto, bersama dengan Bambang Wahyuadi dan Nano Santoso Hudiarto alias NONO, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015 bertempat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu - Mojokerto, di jalan Maret A-07 BSP Regency - Mojokerto (Red: Kabupaten Mojokerto) dan di Perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus di pandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Okckyanto selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannyayaitu Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milir tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tersebut diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang ada di wilayah kabupaten Mojokerto, yang bertentangan dengan kewaibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Bupati Mojokerto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Bermula pada awal tahun 2015, terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Mupati Mojokerto mendapat laporan dari Suharsono selaku Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto banyak ditemukan Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang telah beroperasi tetapi belum meiliki Izin Prinsip dan Penataan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Atas laporan itu, Terdakwa memerintahkan dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki ijin.

Menindak-lanjuti perintah Terdakwa, Suharsono melakukan pemetaan dan menemukan 22 Tower BTS yang telah beroperasi tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Yakni 11 (sebelas) tower atas nama perusahaan PT. Tower Bersama Infrastruktur / Tower Bersama Goup (PT TBG) dan 11 (sebelas) tower lainnya atas nama PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo). Atas temuan tersebut, Suharaono melaporkan kepada Terdakwa, dimana Terdakwa kemudian memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut sampai ada IPPR dan IMB-nya.

Setelah dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut, Terdakwa memerintahkan Bambang Wahyuadi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), bahwa terkait perijinan dari tower dimaksud harus ada fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya dan fee tersebut agar diserahkan melalui orang kepercayaan Terdakwa yakni Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Beberapa hari setelah dilakukan penyegelan 11 tower telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), sekitar awal tahun 2015 Ockyanto meminta bantuan Nabiel Titawano untuk mengurus perijinan atas 11 tower yang di segel tersebut. Dimana dalam perjalanannya, pengurusan perijinan dibantu oleh Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro.

Sekitar bulan April 2015, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi. Dalam pertemuan itu, Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk mendapatkan IPPR dan IMB harus disediakan fee Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) per-tower dengan rincian Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk Terdakwa dan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk UKL dan UKP, sehingga untuk 11 tower fee yang harus disiapkan sebesar Rp. 2.420.000.000,00 (dua miliar empat ratus dua puluh juta rupiah), permintaan mana disanggupi Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro dan akan disampaikan kepada Nabiel Titawano selaku pihak yang mewakili PT. TBG. Beberapa hari setelah pertemuan, Agus Suharyanto menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Nabiel Titawano dan disepakati oleh Nabiel Titawano.

Selanjutnya, Nabiel Titawano menemui Ockyanto untuk menyampaikan bahwa ia sanggup mengurus ijin tower, tetapi harus disiapkan fee untuk Terdakwa sekaligus biaya operasional seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) dengan perhitungan per-towernya sebesar Rp. 260.000.000,00 (dua ratus enam puluh juta rupiah) dan disepakati oleh Ockyanto setelah berbicara dengan Herman Setyabudi selaku Presiden Direktur PT Tower Bersama Infrastructure.

Menindak-lanjuti kesepakatan itu, pada bulan Juni 2015 Ockyanto menyerahkan uang seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) kepada Nabiel Titawano melalui transfers bank BCA cabang Pondok Indah nomor rekening 04980347678 atas nama Nabiel Titawano dalam tiga tahap, yakni tanggal 10 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah); tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah) dan tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp. 1.040.000.000,00 (satu milyar empat puluh juta rupiah).

Dari total uang sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) yang di terima Nabiel Titawano tersebut, sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua miliar empat ratus sepuluh juta rupiah) diserahkan kepada Agus Suharyanto secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :
1. Sekitar awal bulan Juni 2015 diberikan secara tunai sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
2. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
3. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
4. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
5. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
6. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
7. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
8. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
9. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
10. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Vici Dwi Indarta sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah).
Sedangkan sebesar Rp. 190.000.000,00 (seratus sembilan puluh juta rupiah) dinikmati Nabiel Titawano.

Dari total yang diterima Agus Suharyanto seluruhnya sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) itu, sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah) diserahkan kepada Moh. Ali Kuncoro secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:
1. Awal Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Awal Juni 2015 di kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
3. Pertengahan Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
4. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
Sedangkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dinikmati Agus Suharyanto.

Dari total uang yang diterima Ali Kuncoro sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah), selajutnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) diserahkan kepada Bambang Wahyuadi secara bertahap, yaitu :
1. Tanggal 11 Juni 2015 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu, Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Tanggal 17 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
3. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
Sedangkan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diserahkan kepada Khoirul Munif selaku Kepala Bidang Pelayanan Perijinan Terpadu yang mengurusi masalah pembayaran retribusi IMB, dan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dinikmati Ali Kuncoro.

Berikutnya, sesuai perintah Terdakwa, Bambang Wahyuadi kemudian menyerahkan uang fee sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo, pada bulan Juni 2015;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto pada bulan Juni 2015;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto, pada tanggal 30 Juni 2015.

Selanjutnya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO atas perintah Terdakwa menyerahkan fee itu kepada Lutfi Arif Muttaqin ajudan Terdakwa secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto.

Setelah menerima fee tersebut, Lutfi Arif Muttaqin menyimpannya di rumah dinas Terdakwa dan setelah itu melaporknnya kepada Terdakwa. Setelah fee diterima Terdakwa, kemudian dikeluarkan Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), yakni Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang ( IPPR) atas nama Pemohon  Ir. Herman Setya Budi dengan Nama Badan Usaha  PT. Solusindo Kreasi Pratama.

Selain terkait soal uang suap, dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah lokasi terkait Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara Telekomunikasi atas Nama Pemohon Ir. Herman Setya Budi/ nama Badan Usaha Solusindo Kreasi Pratama, sebagai berikut :

Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR)
1. Di Desa Tanjungan Kecamatan Kamlagi, No: 503/1757/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis, No: 503/1758/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis, No: 503/1755/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis, No: 503/1759/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis, No: 503/1763/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 503/1761/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 503/1760/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 503/1765/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 503/1756/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
10. Di Desa Penompo Kec. Mlirip, No: 503/1762/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015; dan
11. Di Desa Jetis Kecamatan Jetis, No: 503/1764/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Di Desa Tanjungan Kec. Kemlagi, No: 188/2053/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis,  No: 188/2051/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis,  No: 188/2052/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis,  No: 188/2104/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis,  No: 188/2050/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 188/2102/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 188/2103/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 188/2105/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 188/2101/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015; dan
10. Di Desa Penompo, Kec. Jetis, No: 188/2100/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015.

Selain itu, dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018 ini, Tim JPU KPK juga menyebut dugaan pengeluaran uang suap sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah) yang dikeluarkan PT. Protelindo dalam proses pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Atas penyegelan 11 tower telekomunikasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Onggo Wijaya memerintahkan Indra Mardani dan Suciatin menyelesaikannya, kemudian Indra Mardani dan Suciatin meminta bantuan Achmad Suhawi, dimana Achmad Suhawi menyanggupinya asal disediakan biaya termasuk fee untuk Terdakwa. Akhirnya disepakati biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah)

Lebih jauh lagi, dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK memaparkan, bahwa setelah ada kesepakatan, pada awal bulan Juni 2015 Achmad Suhawi menemui Terdakwa di vila milik Terdakwa, meminta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT. Protelindo, dimana Terdakwa menyampaikan agar di urus melalui BPTPM Kabupaten Mojokerto.

Setelah pertemuan, Achmad Suhawi menemui Bambang Wahyuadi, dimana Bambang menyampaikan bahwa tower telekomunikasi di segel karena perijinannya belum lengkap, untuk itu agar dilengkapi dan di bayar dendanya, serta perijinan tidak bisa di proses sebelum ada disposisi dari Terdakwa.

Karena merasa kesulitan, Achmad Suhawi kemudian meminta bantuan pengurusan ijin tower Protelindo tersebut kepada Subhan Wakil Bupati Malang  periode 2010 - 2015, dimana Ahmad Subhan menyanggupinya. Untuk itu, Subhan kemudian menemui Bambang Wahyuadi meminta agar dibantu proses pengurusan ijin tower PT. Protelindo dimaksud. Dimana Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut disediakan fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, sehingga untuk 11 (sebelas) tower fee yang harus disediakan sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah).

Selanjutnya, Ahmad Subhan lalu menyampaikan kepada Achmad Suhawi, bahwa untuk pengurusan tower telekomunikasi tersebut diperlukan biaya termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah). Atas informasi itu, Achmad Suhawi kemudian menyampaikan kepada Onggo Wijaya bahwa biaya pengurusan ijin termasuk fee Terdakwa yang dibutuhkan sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), lebih besar dari yang di minta Ahmad Subhan.

Atas permintaan Achmad Suhawi tersebut, Onggo Wijaya menyanggupinya, dan sebagai realisasinya, dalam rentan waktu bulan Mei sampai dengan Oktober 2015, Onggo Wijaya memberikan uang kepada Achmad Suhawi seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) secara bertahap melalui transfer ke rekening CV Sumanjaya Citra Abadi dengan rincian :
1. Tanggal 8 Mei 2015 sebesar Rp. 1.515.306.133,00 (satu milyar lima ratus lima belas tiga ratus enam ribu seratus tiga puluh tiga rupiah);
2. Tanggal 25 Juni 2015 sebesar Rp. 757.653.061,00 (tujuh ratus lima puluh tujuh juta enam ratus lima puluh tiga ribu enam puluh satu rupiah);
3. Tanggal 15 Oktober 2015 sebesar Rp. 482.142.857,00 (empat ratus delapan puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu delapan ratus lima puluh tujuh rupiah);
4. Tanggal 22 Oktober 2015 sebesar Rp. 275.510.204,00 (dua ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sepuluh ribu dua ratus empat rupiah);

Dari total uang yang diterima Achmad Suhawi sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah) diberikan kepada Ahmad Subhan secara bertahap melalui cek dan transfer dengan rincian sebagai berikut :
1. tanggal 16 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Utami Surabaya;
2. tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Mercure Surabaya;
3. tanggal 23 Juni 2015 sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI cabang Jembatan Merah Surabaya;
4. tanggal 25 Juni 2015 secara tunai sebesar Rp. 850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI Mojokerto cabang Mojopahit;
5. tanggal 17 September 2015 melalui cek  sebesar Rp. 460.000.000,00 (empat ratus enam puluh juta rupiah) di gedung Bidakara;
Sedangkan sisanya sebesar Rp. 570.612.255,00 (lima ratus tujuh puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) dinikmati Achmad Suhawi.

Dalam Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK pun menguraikan, sebelum Ahmad Subhan menerima uang dari Achmad Suhawi, yakni pada tanggal 20 Mei 2015, Subhan menemui Bambang Wahyuadi, menyampaikan bahwa PT. Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa, seluruhnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) atau sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, dan ia akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk Terdakwa.

Setelah pertemuan itu, Bambang Wahyuadi meminta Khoirul Munif untuk segera memfinalisasi berkas permohonan pengurusan ijin tower telekomunikasi milik PT. Protelindo yang berjumlah 11 tower.

Dalan Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK pun menguraikan, bahwa pada tanggal 24 Juni 2015, Bambamg Wahyuadi menemui Terdakwa di ruang kerjanya mengajukan permohonan rekomendasi pendirian 11 menara (tower) telekomunikasi dari PT. Protelindo guna mendapatkan disposisi dari Terdakwa. Sebelum memberikan disposisi, Terdakwa menanyakan fee sebagaimana pernah disampaikan sebeumnya kepada Bambang Wahyuadi dan mendapat  jawaban uang fee telah disanggupi pihak Protelindo tetapi belum diberikan. Untuk itu, Terdakwa meminta agar fee secepatnya diminta, lalu Terdakwa memberikan paraf dan disposisi untuk di tindak-lanjuti.

Selanjutnya, pada tanggal 25 Juni 2015, Ahmad Subhan SUBHAN dan Achmad Suhawi melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi di perumahan Griya Permata Meri – Kota Mojokerto, guna menyerahkan uang muka sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) sebagai fee untuk Terdakwa.

Sebagaimana perintah Terdakwa sebelumnya, agar uang fee diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias NONO, maka Bambang Wahyuadi kemudian menghubungi Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta datang ke perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) guna mengambil uang tersebut. Sesampainya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO di tempat tersebut, Subhan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Setelah menerima uang, Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta Lutfi Arif Muttaqin menemuinya di daerah Mojosari Kabupaten Mojokerto. Dan, setelah Lutfi Arif Muttaqin datang, Nano Santoso Hudiarto alias NONO menyerahkan uang sebesar  Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) itu kepada Lutfi Arif Muttaqin. Yang mana, oleh Lutfi Arif Muttaqin kemudian di simpan di meja kerja ruang dinas Terdakwa dan melaporkannya kepada Terdakwa.

Diduga, setelah uang fee di terima Terdakwa, Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas 11 Tower Telekomunikasi milik PT. Protelindo atas nama Pemohon Indra Mardhani / Prusahaan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo) diterbitkan, seperti berikut :

Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2286/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2291/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2284/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2290/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar ; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2292/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2285/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2294/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2287/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2288/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2289/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2293/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2757/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2767/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2758/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2759/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2760/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2761/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2762/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2763/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2764/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2765/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2766/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015.

Dalam Surat Dakwaannya pula, Tim JPU mendakwa, bahwa Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) yang diterimanya dari Okyanto Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin, diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi terbitnya Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastrcture/ Tower Bersama Grup (TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di wilayah Kabupaten Mojokerto, padahal bertentangan dengan kewajiban Terdakwa sebagaimana dimasud dalam:

• Pasal 5 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Angka 4 yang menyatakan: " Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme".
Angka 6 yang menyatakan: "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung-jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

•Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan: "Setiap PNS dilarang: menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapa pun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

Pada kesimpulan Surat Dawaannya, Tim JPK KPK mendakwa, perbuatan Terdakwa memenuhi unsur sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 ini, sebelumnya KPK telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya sebagai tersangka, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya.

MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap

KPK menduga, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Atas pebuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan penahanan ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018. Ketiganya yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Terhadap tersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu pula, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas 2 (dua) perkara dugaan tindak pidana korupsi. Yang pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) puluhan tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar. *(DI/HB)*

BERITA TERKAIT :
>Sidang Ke-12 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, JPU KPK Juga Ungkap Setoran Rutin Rp. 20 Juta Per Jumat Dan Jual Beli Jabatan
> KPK Tahan Lima Tersangka Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto
> KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto MKP
> Sidang Ke-9 Dugaan Suap Bupati Non Aktif Mojokerto MKP, Pengurusan Perijinan 11 Tower BTS Hanya 1 Hari ?