Senin, 27 November 2023

KPK Tahan Bupati Muna Tersangka Dugaan Suap Pengajuan Pinjaman Dana PEN


Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat memberi keterangan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (27/11/2023).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE) setelah menetapkannya sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Muna tahun 2021–2022.

Penahanan Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah untuk Kabupaten Muna tahun 2021–2022 diumumkan secara resmi oleh KPK kepada publik pada hari ini, Senin 27 November 2023, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka LMRE untuk 20 hari pertama, mulai tanggal 27 November 2023 sampai 16 Desember 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK", kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (27/11/2023).

Selain Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba, Tim Penyidik KPK juga mengumumkan penahanan terhadap La Ode Gomberto (LG) selaku pemilik PT. Mitra Pembangunan Sultra (PT. MPS) setelah menetapkannya sebagai Tersangka perkara tersebut.

Hanya saja, tersangka La Ode Gomberto telah lebih dulu ditahan Tim Penyidik KPK, yakni mulai tanggal 22 November 2023 sampai 11 Desember 2023 di Rutan KPK, Jakarta Selatan.

Tim Penyidik KPK sebelumnya telah memeriksa Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah untuk Kabupaten Muna tahun 2021–2022. Tim Penyidik KPK kemudian menahan Bupati Muna Laode Muhammad Rusman Emba.

"Untuk tersangka LG telah lebih dahulu dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama mulai tanggal 22 November sampai 11 Desember 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK", jelas Asep.

Asep mengatakan, perkara tersebut bermula ketika Pemerintah Pusat membuat program pinjaman bagi pemerintah daerah untuk pemulihan keuangan pasca pandemi Covid-19 dengan nama dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Salah-satu pemerintah daerah yang mengajukan dana pinjaman pemulihan ekonomi itu adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna yang saat itu dipimpin oleh La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE) selaku Bupati Muna.

Pada bulan Januari 2021, La Ode Muhammad Rusman Emba mengajukan permohonan pinjaman PEN untuk Pemkab Muna kepada menteri keuangan yang ditembuskan kepada menteri dalam negeri dan direktur utama PT. Sarana Multi Infrastruktur dengan nilai besaran pinjaman Rp. 401,5 miliar.

Agar permohonan pinjaman itu segera ditindak-lanjuti, LMRE kemudian memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) untuk menghubungi Mochamad Ardian Noervianto (MAN) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020 – November 2021 agar prosesnya dapat dikawal 

LMRE memerintahkan LMSA menghubungi MAN karena keduanya pernah menjadi teman seangkatan dalam salah-satu pendidikan kedinasan. Dari pembicaraan antara LMSA dan MAN, disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalan pengajuan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Muna berjalan lancar.​​​​​​​

LMRE selanjutnya memerintahkan LMSA agar mencari donatur untuk menyiapkan sejumlah uang yang diminta MAN.​​​​​​​ LMSA kemudian menghubungi La Ode Gomberto (LG), yang merupakan salah satu pengusaha di Kabupaten Muna, untuk membahas penggunaan dana PEN apabila cair.

Guna meyakinkan LG agar bersedia menyiapkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana pinjaman PEN tersebut, LMSA mengistilahkan kedekatannya dengan MAN dengan kalimat, "Jangan ragu, dia ini satu bantal dengan saya".

Selanjutnya, terkumpul uang sekitar Rp. 2,4 miliar yang bersumber dari kantong pribadi LG yang disiapkan untuk diberikan kepada MAN. Uang yang terkumpul tersebut diketahui oleh LMRE dan LMSA.

Penyerahan uang senilai Rp. 2,4 miliar kepada MAN itu dilakukan secara bertahap oleh LMSA di Jakarta, dengan nilai mata uang dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat (AS).

Atas penyerahan uang tersebut, MAN kemudian membubuhkan parafnya pada draf final mendagri yang berlanjut pada bubuhan tanda-tangan persetujuan dari surat Mendagri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp. 401,5 miliar.

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik sejauh ini telah menetapkan 4 (empat) Tersangka. Laode Muhammad Rusman Emba (LMRE) selaku Bupati Muna dan Laode Gomberto (LG) selaku pemilik PT. Mitra Pembangunan Sultra (PT. MPS) ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sedangkan untuk Mochamad Ardian Noervianto (MAN) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan  Laode M. Syukur Akbar (LMSA) selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Laode Muhammad Rusman Emba (LMRE) selaku Bupati Muna dan Laode Gomberto (LG) selaku pemilik PT. Mitra Pembangunan Sultra (PT. MPS) disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Umdang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Mochamad Ardian Noervianto selaku Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan  Laode M. Syukur Akbar selaku Kepala DLH Pemkab Muna disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Umdang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 15 Juni 2022

KPK Periksa Bupati Muna Rusman Emba Terkait Perkara Dana PEN 2021


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 15 Juni 2022, mengagendakan pemeriksaan Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021.

Selain Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba, KPK juga mengagendakan pemeriksaan Teller Smartdeal Money Changer Widya Lutfi Anggraeni Hertesti dan pihak swasta lainnya Budi Susanto. Keduanya pun akan diperiksa sebagai Saksi atas perkara yang sama.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/06/2022).6

Ali pun menerangkan, Tim Penyidik KPK juga memanggil 4 (empat) orang lainnya yang akan diperiksa sebagai Saksi perkara tersebut. Periksaan dilakukan Tim Penyidik KPK di Kantor Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulawesi Utara (Sultra).

Empat Saksi tersebut, yakni Direktur PT. Muria Wajo Mandiri Mujeri Dachri Muchlis suami Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya Nur, Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Kolaka Timur periode 2016–2021 Mustakim Darwis, Staf Bangwil Bappeda Litbang Kabupaten Kolaka Timur Harisman dan seorang honorer di Bagian Umum Setdakab Kolaka Timur Hermawansyah.

Ali juga menerangkan, Tim Penyidik KPK juga memeriksa Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur tahun 2021–2026.

"Pemeriksaan dilakukan di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Perempuan Kelas IIIA Kendari", terang Ali Fikri juga.

KPK terus mengembangkan pemyidikan perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah tahun 2021. KPK bahkan telah menetapkan Tersangka Baru perkara tersebut. Namun, KPK belum menyampaikan identitas Tersangka Baru dimaksud.

"Tim penyidik KPK telah mengembangkan pengusutan perkara ini. KPK kembali tetapkan Tersangka Baru dalam perkara dugaan suap dana PEN", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/06/2022).

Ali menjelaskan, berdasarkan kecukupan alat bukti, diduga ada keterlibatan pihak lain baik selaku pemberi mau pun penerima dalam perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021. Namun, Ali belum bersedia menginformasikan pihak yang dijerat Tim Penyidik dalam perkara tersebut.

"Mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka, pasal yang disangkakan mau pun uraian perkara dugaan perbuatan pidana yang dilakukan, akan kami sampaikan pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, KPK akan menyampaikan setiap perkembangan kegiatan penanganan perkara ini sebagai bentuk keterbukaan informasi terhadap publik.

"KPK berharap dukungan masyakarat untuk turut serta mengawasi proses penangangan perkara ini", tegasnya, penuh harap.

Sementara itu, dalam perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah tahun 2021 ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah merampungkan Berkas Perkara dan Surat Dakwaan mantan Direktur Jenderal (Dirjem) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto.

Jaksa KPK siap membuktikan tindak pidana yang dilakukan Ardian bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar terkait suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

"Jaksa KPK Asril telah selesai melimpahkan Berkas Perkara berikut Surat Dakwaan dari terdakwa Mochamad Ardian Noervianto dan terdakwa Laode M. Syukur Akbar ke Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) pada PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (10/06/2022).

Ali menjelaskan dengan pelimpahan Berkas Perkara berikut Surat Dakwaan tersebut, maka penahanan terhadap keduanya menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Kini, tim jaksa penuntut umum pada KPK menunggu ketetapan majelis hakim menentukan sidang perdana dengan pembacaan surat dakwaan.

"Terkait agenda perdana Pembacaan Surat Dakwaan, Tim Jaksa masih menunggu terbitnya penetapan penunjukkan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dari kepaniteraan pidana khusus Pengadilan Tipikor Jalarta Pusat", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana siketahui, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021, KPK menetapkan 3 (tiga) Tersangka pada Kamis (27/01/2022) silam,

Ketiganya, yakni mantan Dirjen Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

KPK saat itu langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur setelah menetapkannya sebagai Tersangka. Adapun Bupati Kolaka Timur non-akrif Andi Merya Nur sedang menjalani proses persidangan atas perkara dugaan TPK suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Sementara itu, mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Muchamad Ardian Noervianto saat itu juga belum dilakukan upaya paksa penahanan. Pasalnya, Ardian tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang sakit.

KPK baru melakukan upaya paksa penahanan terhadap mantan Dirjen Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) pada Rabu (02/02/2022) sore. Ardian ditahan selama 20 hari, terhitung sejak Rabu 02 Februari hingga Senin 21 Februari 2022. Dan, kemudian dilakukan perpanjangan masa penahanan kedua.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan, bahwa selaku Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, saat itu, Ardian memiliki tugas melaksanakan investasi langsung pemerintah dalam bentuk pinjaman PEN. Pinjaman tersebut diberikan Pemerintah Pusat melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.

“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah", beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (02/02/2022) sore.

Dibebenya pula, bahwa bermula pada Maret 2021, Andi Merya mengontak Laode Syukur agar membantunya memperoleh pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur kepada LM Rusdianto Emba. Adapun Rusdianto Emba sendiri, telah mengenal baik M. Ardian Noervianto.

Dua bulan kemudian atau pada Mei 2021, Laode Syukur mempertemukan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dengan Ardian pada Mei 2021 di Kantor Kemendagri, Jakarta.

Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur saat itu mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur dengan nominal Rp. 350 miliar. Andi juga meminta Ardian untuk mengawal dan mendukung proses pengajuan permohonan pinjaman tersebut.

"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 % (tiga persen) secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman", beber Alexander Marwata pula.

KPK menduga, ada persyaratan yang diminta oleh Ardian soal pemberian uang secara bertahap itu. Yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu dan 1 persen saat ditanda-tanganinya MoU antara PT. SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.

"Tersangka AMN (Andi Merya Nur) memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp. 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba", beber Alexander Marwata juga.

Ditandaskannya, bahwa dari kiriman uang sejumlah Rp. 2 miliar itu, Ardian Noervianto menerima Sin$ 131.000 atau setara Rp. 1,5 miliar. Adapun Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur Akbar menerima bagian Rp. 500 juta.

Ardian saat itu terus memantau proses penyerahan uang tersebut, meski sedang menjalani isolasi mandiri. Hal itu dilakukannya dengan terus berkomunikasi melalui orang-orang kepercayaannya yang sebelumnya telah diperkenalkan ke Laode Syukur.

Setelah transfer tahap pertama diterima, Ardian dan Laode Syukur bertemu di salah-satu restoran di Jakarta untuk membahas kelanjutan pengawalan pengajuan pinjaman serta jaminan terkait telah lengkapnya permohonan pinjaman dana PEN.

"Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan", tandas Alex.

Dalam perkara ini, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun terhadap Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: