Kamis, 27 Januari 2022

Ngaku Sakit, KPK Belum Tahan Tersangka Suap Dana PEN Daerah Ardian Noervianto

Baca Juga

Deputi Penindakan KPK Karyoto saat memberi keterangan tentang penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan TPK suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah), dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (27/01/2022) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 27 Januari 2022, menetapkan M. Ardian Noervianto (MAN) selaku Direktur Jenderal (Diejen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) sebagai Tersangka atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah).

Selain mantan Direktur Jenderal (Diejen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri)  Ardian Noervianto, dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) sebagai Tersangka.

"Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur (Kotim) tahun 2021", terang Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (27/01/2022) sore.

KPK langsung upaya paksa penahanan terhadap Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur setelah menetapkannya sebagai Tersangka. Adapun Bupati Kolaka Timur non-akrif Andi Merya Nur saat ini sedang menjalani persidangan atas perkara dugaan TPK suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Namun, meski telah ditetapkan sebagai Tersangka, KPK belum melakukan upaya paksa penahanan terhasap mantan Direktur Jenderal (Diejen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) M. Ardian Noervianto (MAN). Pasalnya, Ardian tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang sakit.

"KPK menerima konfirmasi dari tersangka MAN yang menyatakan berhalangan hadir dengan alasan sakit", kata Karyoto.

KPK menghimbau mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto agar kooperatif dengan hadir memenuhi panggilan pemeriksaan selanjutnya oleh Tim Penyidik KPK.

"KPK mengimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik", ujar Karyoto.

KPK menduga, dalam pengurusan dana PEN Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur, Ardian diduga meminta fee sebesar 3 % (tiga persen) dari pengajuan pinjaman dana PEN Daerah.

"Tersangka MAN (M. Ardian Noervianto) diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 % (tiga persen) secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman", ungkap Karyoto.

Karyoto menjelaskan, bermula dari Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dikenalkan ke Ardian oleh Laode M Syukur. Andi Merya kemudian meminta bantuan Ardian terkait pengajuan permohonan pinjaman dana PEN Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur sebesar Rp. 350 miliar.

"Sekitar Mei 2021, tersangka LMSA mempertemukan tersangka AMN dengan tersangka MAN di kantor Kemendagri Jakarta dan tersangka AMN mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp. 350 miliar dan meminta agar tersangka MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya", jelas Karyoto.

Ardian meminta imbalan 3 %  dari nilai pengajuan sebesar Rp. 350 miliar atau sekitar Rp. 10,5 miliar. Namun, suap tesebut itu baru terealisasi Rp. 2 miliar yang dikirim via transfer.

"Tersangka AMN memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA", jelas Karyoto pula.

"Dari uang sejumlah Rp. 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian, di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SGD 131.000 setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA menerima sebesar Rp. 500 juta", tambahnya.

Karyoto menegaskan, dalam memroses permohonan peminjaman dana PEN Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur itu, Ardian membubuhkan paraf pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terhadap Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak yang diduga penerima suap, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. *(HB)*