Senin, 25 Februari 2019

Soal 6.030 Warga Kota Mojokerto Belum Masuk Data PIB APBD, Dewan Gelar RDP Dengan BPJS, Dinkes Dan Dispendukcapil

Baca Juga

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
DPRD Kota Mojokerto meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Pemkot Mojokerto dan BPJS Kesehatan setempat segera melakukan sinkronisasi data. Menyusul tercoretnya sekitar 7.000-an warga Kota Mojokerto dari kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Selain berkaitan dengan tercoretnya sekitar 7.000-an warga Kota Mojokerto dari kepesertaan JKN pemegang KIS, permintaan Dewan agar ketiga instansi tersebut segera melakukan sinkronisasi data juga berkaitan dengan progam Universal Healt Coverage (UHC). Dimana, pada program UHC tersebut, tercatat sekitar 6.030 warga Kota Mojokerto yang belum masuk dalam data Penerima Bantuan Iuaran (PBI) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Mojokerto.

"Saat ini, ada 143.337 jiwa jumlah penduduk Kota Mojokerto. Yang masuk dalam JKN, ada 107 ribu jiwa lebih. Sedangkan warga Kota Mojokerto yang yang kepesertaannya dalam BPJS Kesehatan di tanggung dalam PBI Daerah (APBD Kota Mojokerto) mencapai 53.201 jiwa. Dari angka tersebut, terdapat selisih 6.651 jiwa warga Kota Mojokerto yang belum masuk JKN-KIS. Posisi ini yang harus segera dilakukan sinkronisasi data dengan melakukan validasi dan verifikasi by name by address", terang Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaidi Malik, usai RDP dengan Dinas Kesehatan Pemkot Mojokerto, Dispendukcapil Pemkot Mojokerto dan BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto, Senin (25/02/2019), di kantor DPRD Kota Mojokerto.

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) yang akrab dengan sapa'an "Gus  Juned" ini menjelaskan, berdasarkan informasi terbaru dari Dinas Kesehatan setempat, saat ini ada sekitar 7.000-an warga Kota Mojokerto yang tercoret dari kepesertaan JKN pemegang KIS BPJS program PBIN (pusat) karena di non-aktifkan status kepesertaannya.

"Dalam RDP, informasi yang disampaikan oleh Bu Indah (Kepala Dinkes Pemkot Mojokerto, Christina Indah Wahyu), ada data sekitar 7.000 warga kota yang awalnya terdaftar menjadi peserta KIS PPIN (Nasional), sekarang di non-aktifkan Kemensos. Persoalannya, data 7.000 warga kota yang tercoret ini, harus segera di sisir dan di verifikasi, sehingga Pemerintah Kota lewat dinas terkait bisa mengambil kebijakan secepatnya untuk proses migrasi ke program KIS PPID (Daerah)", jelas Gus Juned.

Gus Juned mengungkapkan, bahwa kondisi tersebut berimplikasi besar terhadap pelayanan kesehatan bagi warga Kota Mojokerto. Sementara Kota Mojokerto telah menjadi daerah dengan capaian universal health coverage (UHC). Artinya, seluruh penduduk Kota Mojokerto di jamin untuk didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Terkait itu, pihak DPRD Kota Mojokerto merekomendasi agar warga Kota Mojokerto yang tercoret dari daftar Penerima Bantuan Iuran Nasional (PBI-N) dari APBN agar bisa di migrasi dalam Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBI-D) dari (APBD).

"Saat RDP, saya sempat singgung langsung potensi dicoretnya warga kota dari peserta JKN KIS PBIN itu ke Bu Dina Kepala Cabang BPJS. Beliau tidak menyanggah. Jawabnya, katanya memang ada surat dari Kemensos terkait penon-aktifan warga kota sebagai peserta JKN KIS PBIN. Dan, saya minta, Bu Dina bisa nggak secepatnya data by name by adres ribuan warga kota yang datanya di non-aktifkan itu di buka dan segera disampaikan ke Dinkes, agar bisa di sisir oleh di Dispenduk dan di verifikasi supaya jelas domisili asli warga kota apa tidak, sehingga secepatnya Dinkes bisa ambil kebijakan untuk mroses migrasi ke KIS PBID (APBD Kota Mojokerto)", ungkap Gus Juned.

"Bu Dina bilang, datanya akan segera di rilis dan diserahkan ke Dinkes. Saya tegaskan, kalau perlu kroscek ulang ke Dinkes atau BPJS. Yang jelas, kami mendesak, kalau memang hal itu terjadi pada warga kota, maka Dinkes bersama BPJS, Dispenduk dan Dinsos (Dinas Sosial setempat) segera duduk bareng untuk sinkronisasi dan melakukan penyisiran ribuan warga kota tersebut dan segera verifikasi dan ambil kebijakan untuk di upayakan migrasi ke PBID", tambahnya.

Lebih jauh, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi membeberkan, masih adanya sekitar 6.030 warga kota yang belum terdaftar sebagai PBI APBD Kota Mojokerto ini merupakan PR Pemkot Mojokerto untuk segera menyisirnya. Apapun alasannya, menurut Junaedi Malik, dengan belum terdaftarnya sekitar 6.030 sebagai pemegang KIS BPJS dari jenis peserta apapun, baik PBIN, pegawai swasta atau PNS,TNI, Polri maupun mandiri, begitu ada info baru kemungkinan 7000 KIS PBIN yang di non-aktifkan oleh Kemensos, itu menjadi PR baru Kota Mojokerto.

"Siapa saja, data by name by adres yang di maksud, jika di akumulasi bisa disimpulkan sebagai warga kota yang tidak terdaftar KIS BPJS adalah 6030 di tambah KIS PBIN yang di non-aktifkan Kemensos tersebut infonya kemungkinan 7 ribuan. Makanya, saya desak BPJS secepatnya bisa membuka dua data itu pada sistem data basenya, baik  warga kota yang memang belum terdaftar KIS sebanyak 6030 maupun info terbaru kemungkinan warga kota 7000 orang di non-aktifkan dari peserta KIS PBIN", bebernya.

Ditandasannya, bahwa info tersebut sekarang ini sudah menggelinding menjadi bola liar. "Dinsos infonya menyangkal hal itu, otomatis Dinsos jadi dinas yang tertuju kalau memang non-aktif 7000 KIS PBIN itu benar adanya. Karena, apa dasarnya dan bagaimana bisa terjadi penon-aktifan itu, Dinsos yang seharusnya yang lebih tahu dan bisa menjelaskan", tandasnya.

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto menegaskan, karena ini terkait verifikasi dan validasi serta up-date data PKH warga Kota Mojokerto, maka selazimnyalah jika Dinsos Pemkot Mojokerto yang seharusnya lebih tahu dan bisa menjelaskan persoalan tersebut.

"BPJS sendiri dalam RDP sempat bilang, infonya ini terkait up-date data PKH. Monggo, kita tunggu transparansi dari semua pemangku kepentingan di kota dan saya akan terus ngawal perkembangan masalah ini, agar bagaimana semua pihak terkait bisa cepat koordinasi, sinergitas, sinkronisasi data mengurai benang merah persoalan ini", tegas Junaedi Malik.

Menurut Junaedi Malik, atas informasi yang sudah menggelinding bak bola liar tersebut, tidak sepatutnya terjadi saling lempar tanggung-jawab dan cuci-tangan. Yang dibutuhkan, penyelesaian secara cepat dan tepat. Sehingga, ribuan warga kota yang datanya di non-aktifkan itu tidak mendapat kesulitan ketika membutuhkan layanan kesehatan.

"Ini sudah menjadi isu persoalan yang berdampak langsung pada layanan kesehatan masyarakat. Dibutuhkan penyelesaian secara tepat dan cepat serta tranparan tanpa ada kendala kesimpang-siuran terkait data kepesertaan yang berpotensi merugikan masarakat, khususnya rakyat kecil untuk kepastiaan mendapatkan hak layanan kesehatan gratis yang prima dan manusiawi, demi meningkatnya derajat kesehatan warga Kota Mojokerto", pungkas Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik. *(DI/HB)*