Jumat, 15 September 2023

KPK Kembali Periksa Pramugri RDG Terkait Perkara Gubernur Papua Lukas Enembe


Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jum'at 15 September 2023, kembali menjadwal pemeriksaan Tamara Anggraeny, pramugari jet pribadi RDG Airlines. Kali ini, Tamara dijadwal akan diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

“Hari ini, 15 September, bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Tamara Anggraeny (karyawan swasta)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (15/09/2023).

Permintaan keterangan terhadap Tamara ini bukan pertama kalinya. Pada 29 November 2022, Tim Penyidik KPK juga memeriksa Tamara bersama Roby selaku pegawai PT. Mulia Multi Remitter. Keduanya diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Pada pemeriksaan sebelumnya, kepada sejumlah awak media, Tamara mengaku hanya ditanya soal jadwal penerbangan Lukas Enembe dengan pesawat pribadi, yang diakuinya beberapa kali dilakukan dengan dia bertindak sebagai awak kabin, namun enggan menyebut tujuannya.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK juga telah memeriksa pramugari lepas PT. RDG bernama Selvi Purnamasari pada Jum'at (25/8/2023) lalu. Tim Penyidik KPK di antaranya juga mendalami dugaan adanya perintah Lukas Enembe selaku Gubernur Papua agar membawa uang puluhan miliar menggunakan jet pribadi.

"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya pengantaran uang puluhan miliar secara tunai menggunakan pesawat jet", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jum'at (25/08/2023) lalu.

Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua pada September 2022 telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK awalnya hanya menemukan bukti aliran suap Rp. 1 miliar dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka. Namun, dalam persidangan Terdakwa Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp. 35.429.555.850,– atau Rp. 35,4 miliar.

Seiring dengan proses penanganan perkara dugaan TPPU, belakangan Tim Penyidik KPK menyebut, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.

Dalam proses penyidikan perkara dugaan TPPU, Tim Penyidik KPK kemudian menemukan berbagai informasi hingga kembali menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU.

Selain 2 (dua) sangkaan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK juga menyatakan tengah menyelidiki perkara dugaan TPK penyalah-gunaan dana operasional gubernur. Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menganggarkan uang makan Rp. 1 miliar per hari.

Terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.

Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya.  *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Rabu, 13 September 2023

JPU KPK Tuntut Lukas Enembe Dihukum 10,5 Tahun Penjara, Bayar Denda Rp. 1 Miliar Dan Bayar Uang Pengganti Rp. 47,8 miliar


Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe saat bersiap menjalani sidang beragenda Pembacaan Surat Tuntutan dalam perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/09/2023).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua dengan terdakwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua kembali digelar hari ini, Rabu 13 September 2023, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta.

Dalam sidang beragenda Pembacaan Surat Tuntutan tersebut, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di antaranya mengatakan, bahwa mantan Gubernur Papua Lukas Enembe telah melakukan perbuatan tercela dengan mengeluarkan kata-kata kotor hingga melemparkan mikrofon di depan Majelis Hakim saat persidangan. Tim JPU KPK pun mengatakan, perbuatan tercela dan sangat tidak pantas yang dilakukan mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di pengadilan dapat merongrong kewibawaan lembaga peradilan.

"Dalam persidangan terdakwa Lukas Enembe telah melakukan perbuatan-perbuatan di antaranya mengeluarkan kata-kata kotor disertai cacian dan melemparkan mikrofon di depan hakim, perbuatan Terdakwa Lukas Enembe tersebut merupakan perbuatan tercela dan tidak pantas di pengadilan (misbehaving in court) dengan maksud dan tujuan merongrong kewibawaan lembaga peradilan", kata JPU KPK Wawan Yunarwanto sebelum membacakan Surat Tuntutan terhadap terdakwa Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/09/2023).

Tim JPU KPK mengatakan, bahwa apa yang sudah dilakukan Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam persidangan itu sudah menghina marwah pengadilan. Karena itulah, menurut Tim JPU KPK, perilaku Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam persidangan itu dapat dijadikan sebagai alasan untuk memperberat hukumannya.

"Oleh karenanya, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai 'contempt of court' dan dapat dijadikan alasan untuk memperberat hukuman atas diri terdakwa Lukas Enembe", kata Tim JPU KPK.

Adapun peristiwa Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ngamuk hingga melempar mikrofon dalam persidangan itu terjadi pada Senin (04/09/2023) lalu, saat Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diperiksa sebagai Terdakwa.

Hal itu bermula saat Tim JPU KPK bertanya soal kegiatan penukaran uang yang melibatkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dengan Saksi bernama Dommy Yamamoto. Yang mana, penukaran uang dimaksud juga kerap dilakukan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua melalui ajudannya.

Di saat Tim JPU KPK terus mencecar Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe terkait soal penukaran rupiah ke dolar Singapura itu, mendadak Gubenrnur Papua non-aktif Lukas Enembe ngamuk dan melempar mik di dalam ruang sidang. Hingga kemudian, di antara poin Surat Tuntutannya, Tim JPU KPK menuntut supaya Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dihukum dengan hukuman pidana 10,5 tahun atau 10 tahun 6 bulan penjara.

"Hal yang memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, Terdakwa bersikap tidak sopan. Menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima hadiah atau janji", kata Tim JPU KPK saat membacakan Surat Tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (13/09/2023).

Dalam pertimbangannya, Tim JPU KPK menilai, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe bersikap tidak sopan di persidangan bahkan dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Atas perbuatannya, Tim JPU KPK meyakini, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain sanksi pidana 10 tahun dan 6 bulan penjara, Tim JPU KPK juga menuntut Lukas Enembe selaku Gubernur Papua supaya dijatuhi sanksi pidana membayar denda Rp. 1 miliar dan membayar uang pengganti Rp. 47,8 miliar

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe dengan pidana penjara 10 tahun dan 6 bulan, denda Rp. 1 miliar dan membayar uang pengganti Rp. 47.833.485.350,– (Rp. 47,8 miliar). Jika dalam waktu kurun 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap Terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti tersebut", tandas JPU KPK Wawan Yunarwanto.

"Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun", tandasnya. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Senin, 11 September 2023

KPK Periksa Direktur PT. RDG Terkait TPPU Yang Menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe


Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Direktur PT. Rio De Gabriello (PT. RDG) Gabriel Isaak sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan pKelembagaan KPK menerangkan, Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan di antaranya untuk mendalami pengetahuan Saksi terkait pengangkutan uang tunai miliaran rupiah ke luar negeri.

“Dugaan perintah tersangka Lukas Enembe untuk membawa sekaligus mengangkut uang tunai miliaran rupiah", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK kepada wartawan, Senin (11/09/2023).

Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga memerintahkan Direktur PT. RDG Gabriel Isaak membawa uang tunai miliaran rupiah dari Papua dibawa ke Jakarta dan ke luar negeri menggunakan pesawat jet. Adapun PT. RDG merupakan perusahaan yang bergerak di bidang persewaan pesawat jet pribadi.

"Jadi, dari Papua ke Jakarta dan juga ke luar negeri", ujar Ali Fikri.

Sayangnya, Ali Fikri tidak menjelaskan lebih detai mengenai berapa jumlah uang yang diangkut ke luar negeri dengan menggunakan jet pribadi maupun penggunaan uang miliaran uang yang dimaksud.

Sementara itu, sebelumnya, Tim Penyidik KPK juga telah memeriksa pramugari lepas PT. RDG bernama Selvi Purnamasari pada Jum'at (25/8/2023) lalu. Tim Penyidik KPK di antaranya juga mendalami dugaan adanya perintah Lukas Enembe selaku Gubernur Papua agar membawa uang puluhan miliar menggunakan jet pribadi.

"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya pengantaran uang puluhan miliar secara tunai menggunakan pesawat jet", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jum'at (25/08/2023) lalu.

Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebelumnya, yakni pada September 2022, telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK awalnya hanya menemukan bukti aliran suap Rp. 1 miliar dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka. Namun, dalam persidangan Terdakwa Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp. 35.429.555.850,– atau Rp. 35,4 miliar.

Seiring dengan proses penanganan perkara dugaan TPPU, belakangan Tim Penyidik KPK menyebut, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.

Dalam proses penyidikan perkara dugaan TPPU, Tim Penyidik KPK kemudian menemukan berbagai informasi hingga kembali menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU.

Selain 2 (dua) sangkaan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK juga menyatakan tengah menyelidiki perkara dugaan TPK penyalah-gunaan dana operasional gubernur. Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menganggarkan uang makan Rp. 1 miliar per hari.

Terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.

Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya.  *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 27 Juni 2023

KPK: Lukas Enembe Buat Pergub Dulu Agar Dapat Uang Mamin Rp.1 Miliar Per Hari


Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, agar dapat dana operasional makan-minum (Mamin) Rp. 1 miliar per hari, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua membuat Peraturan Gubernur (Pergub) terlebih dahulu. Hal ini, diungkap Pelaksana-tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat ditemui di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Ka Ling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (27/06/2023).

Awalnya, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap tentang dana operasional Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dalam satu tahun sebesar Rp. 1 triliun. Dari besaran dana operasional itu, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disebut memakai Rp. 400 miliar untuk biaya makan-minum. Sehingga, biaya makan-minum Lukas Enembe selaku Gubernur Papua rata-rata lebih dari Rp 1 miliar per harinya.

"Satu tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa Rp. 1 miliar. Nah, itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami. Apa iya, makan-minum itu menghabiskan satu hari Rp. 1 miliar?", ungkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dengan nada penuh tanya, saat ditemui di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (27/06/2023).

Asep menjelaskan, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua membuat Peraturan Gubernur (Pergub) terkait dana operasional tersebut terlebih dahulu untuk memuluskan maksudnya sehingga terlihat legal. Alokasi pengeluaran dana makan-minum Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut ada pertanggung-jawabannya dalam bentuk kuitansi. Tim Penyidik KPK saat ini sedang menglarifikasi kuitansi tersebut ke banyak rumah makan.

"Jadi dibuat peraturan Pergub dulu, sehingga itu menjadi legal. Padahal, nanti masuknya ke bagian makan-minum. Jadi, memang ketika dicek itu Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan, tersamar dengan adanya begitu. itu ada modusnya seperti itu", terang Asep.

Ditegaskan Asep, bahwa tindakan yang dilakukan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua itu disebut grand corruption, yaitu merupakan upaya berkaitan dengan pembuatan aturan agar tindak pidana korupsi yang dilakukan menjadi legal.

"Itu yang dinamakan dengan grand corruption. Jadi, orang melakukan korupsi itu lain-lain, macam macam ya. Tipikal grand corruption itu adalah ketika membuat sebuah aturan yang dibuat itu seolah-olah aturannya benar, tapi itu untuk melegalkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang, melakukan korupsi tapi dengan dibuat peraturannya seolah-olah menjadi benar. Seperti itu", tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK mulanya menetapkan Lukas Enembe sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan penerimaan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. Perkara ini kini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pêngadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Sejalan dengan hasil pengembangan penyidikan perkara dugaan TPK suap penerimaan gratifikasi tersebut, Tim Penyidik KPK menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.

Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

KPK Ungkap Anggran Mamin Gubernur Papua Lukas Enembe Rp. 1 Miliar Sehari


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan dalam konferensi pers penyitaan 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (26/06/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyampaikan, dana operasional Lukas Enembe saat menjabat Gubernur Papua tahun 2019 hingga tahun 2022 mencapai lebih dari Rp. 1 triliun per-tahun. Dana operasional sebesar itu, paling banyak dibelanjakan biaya makan minum (Mamin).

"Sebagian besar dibelanjakan untuk biaya makan minum. Bayangkan, kalau Rp. 1 triliun itu sepertiganya digunakan untuk belanja makan minum, itu satu hari Rp 1. miliar untuk belanja makan minum", ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (26/06/2023) sore.

Alex menerangkan, bahwa atas hal tersebut, Tim Penyidik KPK langsung mendalaminya. Dari pendalaman yang telah dilakukan, Tim Penyidik KPK menemukan adanya kejanggalan lain terkait dana operasional tersebut. Di antaranya, banyak yang fiktif.

"Kami sudah cek di beberapa lokasi tempat kwitansi diterbitkan. Ternyata, itu banyak juga yang fiktif. Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kwitansi itu diterbitkan rumah makan tersebut", terang Alexander Marwata.

Alexander juga menyampaikan, Tim Penyidik menemukan sejumlah dugaan penyelewengan dari laporan pertanggung-jawaban dana operasional yang dipakai Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan banyak laporan pengeluaran yang tidak disertai bukti-bukti yang jelas.

"Ini termasuk juga kita lihat ini tentu proses SPj atau pertanggung-jawaban dana operasional itu yang sebenarnya tidak berjalan dengan baik. SPj hanya disampaikan berupa pengeluaran-pengeluaran yang sering tidak disertai dengan bukti pengeluaran untuk apa", ungkap Alexander Marwata.

Tim Penyidik KPK masih terus mengusut aliran uang Lukas Enembe yang mengalir ke rumah judi di Singapura. Tim Penyidik KPK menduga, kegiatan judi Lukas Enembe itu diduga dananya bersumber dari APBD Provinsi Papua.

"Dari sisi aliran dana itu yang mungkin bisa kita lihat sebesar-besar dana yang digunakan oleh yang bersangkutan untuk berjudi. Dari mana dana-dana itu diperoleh, sejauh ini memang sebagian besar berasal dari penyalah-gunaan APBD", ungkap Alexander Marwata pula.

Alex menandaskan, dari penelusuran awal Tim Penyidik KPK, uang judi Lukas Enembe banyak diperoleh dari penyelewengan dana operasional Gubernur Papua selama 3 (tiga) tahun terakhir.

"Yang kemarin dipaparkan ke Pimpinan menyangkut dana operasional gubernur selama tiga tahun itu dari tahun 2019 sampai 2022. Tiap tahun dana operasional yang bersangkutan itu Rp 1 triliun lebih", tandasnya.

Dalam konferensi pers ini, KPK memamerkan uang Rp. 81,9 miliar terdiri dari mata uang rupiah dan asing hasil sitaan terkait perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Rincian uang hasil sitaan dari perkara TPK suap, gratifikasi dan TPPU Lukas Enembe selaku Gubernur Papua yang dipamerkan KPK tersebut terdiri atas Rp. 81.628.693.000,–, lalu SGD 26.300 atau sekitar Rp. 289 juta dan USD 5.100 atau sekitar Rp. 76,5 juta. Sehingga, total dari uang tersebut mencapai sekitar Rp. 81,9 miliar.

"KPK melakukan penyitaan terhadap aset-aset berupa uang senilai Rp. 81.628.693.000,– uang senilai USD 5.100, dan uang senilai SGD 26.300", terang Alexander Marwata pula.

Selain uang, KPK juga sudah menyita puluhan aset lainnya milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe. Penyitaan dilakukan, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan TPPU tersebut.

Dalam perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.

Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

"Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya", jelas Alexander Marwata. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Senin, 26 Juni 2023

KPK Sita 27 Aset Lukas Enembe Berupa Emas, Mobil, Hotel Hingga Uang Rp. 81 Miliar


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata didampingi Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dan Kabag Pemberiraan KPK Ali Fikri saat mengumumkan penyitaan 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (26/06/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin 26 Juni 2023, mengumumkan penyitaan 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe. Penyitaan terhadap 27 aset tersebut dilakukan, sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

“Sebagai upaya untuk mengoptimalkan pengembalian dan pemulihan keuangan negara melalui asset recovery dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), KPK melakukan penyitaan terhadap aset-aset", kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Mérah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (26/06/2023) sore.

Alex menerangkan, Tim Penyidik KPK menduga, aset-aset tersebut dibeli Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dengan menggunakan uang hasil korupsi. Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebelumnya telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait infrastruktur yang sumber dananya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya APBD Provinsi Papua saat ini telah dalam proses persidangan. Lukas Enembe selaku Gubernur Papua didakwa telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp. 46,8 miliar dari proyek-proyek infrastruktur yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.

Dari hasil korupsi suap dan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi tersebut, Tim Penyidik PK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah melakukan TPPU dengan cara membelanjakan atau mengubah bentuk uang menjadi aset yang diduga merupakan bagian dari upaya menyembunyikan asal-usul aset tersebut.

Sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan TPPU tersebut, Tim Penyidik KPK melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Lukas Enembe diduga terkait perkara dugaan TPPU yang menjeratnya. Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:

1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

"Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya", terang Alexander Marwata. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Senin, 19 Juni 2023

KPK Tahan Mantan Kadis PUPR Gerius One Yoman Terkait Perkara Suap Gubernur Papua


Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat secara resmi memberi keterangan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan tentang penetapan status hukum Tersangka dan penahanan mantan Kadis PUPR Pemprov Papua dan merangkap PPK proyek Gerius One Yoman, Senin (19/06/2023) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ari ini, Senin 19 Juni 2023, secara resmi mengumumkan penetapan status hukum sebagai Tersangka dan menahan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua periode 2018–2021 dan merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Gerius One Yoman (GOY) 

Pelaksana-tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Senin (19/06/2023) malam menerangkan, bahwa berdasarkan kecukupan alat bukti dari perkembangan fakta penyidikan, Tim Penyidik KPK kemudian menetapkan  GOY (Gerius One Yoman) selaku Kadis PUPR Pemprov Papua periode 2018–2021 dan merangkap PPK sebagai Tersangka.

Gerius One Yoman selaku Kadis PUPR Pemprov Papua periode 2018–2021 yang merangkap sebagai PPK ditetapkan Tim Pengmyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang sebelumnya telah menjerat Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023.

"Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Saudara GOY untuk penahanan pertama selama 20 hari yang terhitung mulai tanggal 19 Juni hingga 8 Juli 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK pada Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi.", terang Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (19/06/2023) malam.

Asep menjelaskan, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK menduga, Gerius One Yoman diduga bersama Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023 diduga membantu dan mengondisikan Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka agar bisa memenangi sejumlah proyek di Provinsi Papua.

Salah-satu bantuan itu adalah memberi bocoran berupa Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan dokumen persyaratan teknis lainnya sebelum diumumkan Dinas PUPR. Informasi ini memudahkan bagi Rijatono Lakka selaku Direktur PT. TBP untuk menyiapkan persyaratan lelang dengan waktu yang terbatas. Perusahaan pesaingnya pun dengan mudah bisa dikalahkan.

Sebagai imbalannya, Rijatono Lakka selaku Direktur PT. TBP diduga memberikan sejumlah uang dari setiap proyek yang ia menangi di Dinas PUPR Pemprov Papua periode tahun 2019–2021. “Lakka memberikan kepada Gerius fee sebesar 1 (satu) persen dari nilai kontrak", jelas Asep.

Sejauh ini, Tim Penyidik KPK sudah memilik bukti dugaan penerimaan uang suap Gerius One Yoman Gerius dari Rijatono senilai Rp. 300 juta.Terhadap Gerius One Yoman selaku Kadis PUPR Pemprov) Papua periode 2018–2021 dan merangkap PPK, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK sebelumnya telah menetapkan 2 (dua) Tersangka, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023 serta Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP).

Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Lukas Enembe selaku Gubernur Papua didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 45.843.485.350,–.

Dari total uang suap dan gratifikasi tersebut, sebanyak Rp. 35.429.555.850,– diduga berasal dari Direktur PT. TBP Rijatono Lakka, sedangkan Rp. 10.413.929.500,– diduga dari Piton Enumbi. Piton Enumbi sendiri adalah Direktur sekaligus pemilik PT. Melonesia Mulia, PT. Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya dan PT. Melonesia Cahaya Timur.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur PT. TBP telah menjalani proses persidangan lebih dahulu dan sudah divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta.

Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018-2023 saat ini tengah dalam proses peradilan dengan dakwaan menerima suap senilai Rp. 45.843.485.350,– dan gratifikasi senilai Rp. 1 miliar dari sejumlah rekanan.

"Terdakwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode 2013–2018 dan 2018–2023 bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua tahun 2013–2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018–2021 menerima hadiah seluruhnya Rp. 45.843.485.350,–", kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta  Senin.

Sidang beragenda Pembacaan Dakwaan tersebut dihadiri langsung oleh Lukas Enembe yang sebelumnya menyampaikan keberatan pada Senin (12/06/2023) karena ingin menghadiri sidang secara langsung dan bukan lewat sambungan konferensi video. Saat mendengarkan Pembacaan Surat Dakwaan Tim JPU KPK, Lukas Enembe duduk di Kursi Terdakwa dengan didampingi salah-satu penasihat hukumnya, Petrus Bala Paytona.

Di antara dakwaannya, Tim JPU KPK mendakwa, bahwa dari jumlah suap itu, sebanyak Rp. 10.413.929.500,– berasal dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT. Meonesia Mulia, PT. Lingge-Lingge, PT. Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur  dan sebanyak Rp. 35.429.555.850, – berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Anugerah Pharmindo, PT. Tabi Bangun Papua sekaligus CV. Walibhu.

"Agar Lukas Enembe bersama-sama dengan Mikael Kambuaya dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono lakka dimenangkan dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua tahun anggaran 2013–2022", dakwa JPU KPK Wawan Yunarwanto. *(HB)*



BERITA TERKAIT:

Jumat, 19 Mei 2023

KPK Periksa Kadis PUPR Pemprov Papua Dan Pengacara Lukas Enembe


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Gerius One Yoman sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua untuk tersangka Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi RI, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi, Jakarta Selatan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulis, Jum'at (17/05/2023).
 
Tim Penyidik KPK hari ini juga memeriksa Aloysius Renwarin selaku Pengacara Lukas Enembe sebagai Saksi untuk tersangka Stefanus Roy Rening (SRR) atas perkara dugaan menghalangi dan merintangi proses penyidikan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua.

"Hari ini (Jum'at 19 Mei 2023), pemeriksaan Saksi perkara dugaan sengaja menghalangi dan merintangi proses penyidikan terkait penanganan perkara tersangka LE untuk tersangka SRR", jelas Ali Fikri.
 
Sebelumnya, Ali Fikri menerangkan, pada Jum'at 12 Mei 2023, Tim Penyidik KPK telah melimpahkan tersangka LE dan Berkas Perkara berikut Barang Bukti Perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua dan  kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk segera diadili di persidangan.

"Hari ini (Jum'at 12 Mei 2023), diagendakan pelaksanaan penyerahan Tersangka, Berkas Perkara dan Barang Bukti dengan tersangka LE dari tim Penyidik kepada tim Jaksa KPK", terang Ali di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (12/05/2023).
 
Ali menegaskan, pelimpahan tersebut dilakukan setelah Berkas Perkara memenuhi persyaratan formal dan material. Ditegaskannya pula, bahwa Berkas Perkara, Tersangka dan Barang Bukti yang di dilimpahkan itu adalah Berkas Perkara, Tersangka dan Barang Bukti perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua.

Sementara itu, pada Selasa 09 Mei 2023, KPK menahan dan secara resmi mengumumkan penahanan Stefanus Roy Rening pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe setelah sebelumnya ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka menghalangi dan merintangi proses penyidikan perkara atau obstruction of justice Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa (09/05/2023) sore, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, bahwa ada 4 (empat) perbuatan tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) yang diduga menghalangi proses penyidikan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Pertama, Tim Penyidik KPK menduga, bahwa tersangka Stefanus Roy Rening (SRR) diduga menyusun rangkaian skenario berupa memberikan saran dan mempengaruhi beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai Saksi oleh Tim Penyidik KPK agar tidak hadir memenuhi panggilan. Padahal, dalam hukum acara pidana kehadiran Saksi merupakan salah-satu kewajiban hukum.

"Diduga, atas saran dan pengaruh SRR tersebut, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai Saksi menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron  ujar Ghufron dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (09/05/2023) malam.

Ke-2 (dua), lanjut Nurul Ghufron, Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga memerintahkan salah-satu Saksi agar membuat pernyataan yang berisi cerita tidak benar terkait kronologi peristiwa dalam perkara yang sedang disidik KPK. Yang mana, cerita tersebut diduga dibuat untuk menggalang opini publik supaya tidak percaya dengan KPK.

Ke-3 (tiga), Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga menyusun testimoni yang dilakukan di tempat ibadah untuk menarik simpati dan empati masyarakat yang bisa menyebabkan konflik sosial.

Ke-4 (empat), Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga menyarankan dan memengaruhi Saksi lainnya agar tidak  menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang tengah ditangani Tim Penyidik KPK. Yang mana, berdasarkan temuan Tim Penyidik KPK, jumlah uang yang semestinya akan dikembalikan ke negara itu mencapai miliaran rupiah.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan, bahwa perbuatan yang diduga dilakukan tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) tersebut jelas dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak beriktikad baik dalam mendampingi perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

"Proses penyidikan perkara yang dilakukan Tim Penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terintangi dan terhambat", tegas Nurul Ghufron.

Terhadap tersangka Stefanus Roy Rening, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 221 KUHP dengan ancaman sanksi pidana maksimal 12 tahun penjara.Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik KPK melakukan penahanan pertama selama 20 hari terhitung sejak 09 Mei sampai dengan 28 Mei 2023 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Mako Puspomal Jakarta Utara. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Selasa, 09 Mei 2023

KPK Tahan Pengacara Lukas Enembe


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi keterangan dalam konferensi pers penahanan Stefanus Roy Rening pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (09/05/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 09 Mei 2023, menahan dan secara resmi mengumumkan penahanan Stefanus Roy Rening, pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe setelah sebelumnya ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka menghalangi dan merintangi penyidikan penanganan perkara atau obstruction of justice Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Pantauan wartawan, Selasa (09/05/2022) sore sekitar pukul 16.35 WIB, Stefanus Roy Rening pengacara Gubernur Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe turun dari ruang pemeriksaan yang ada di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan sudah rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan kedua tangan diborgol dan diarahkan petugas menuju ruang konferensi pers.

Menariknya, dibalik rompi khas Tahanan KPK warna oranye yang dipakai, Stefanus Roy Rening tampak masih memakai toga advokat. Sehingga, bagian atas baju kebesaran advokat yang Roy pakai itu tertutup rompi khas Tahanan KPK warna oranye tersebut.

Roy Rening tidak banyak bicara saat diarahkan petugas KPK menuju ruang konferensi pers. Roy hanya mengangkat dua ibu jarinya sambil melempar senyum ke sejumlah wartawan.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa (09/05/2023) sore, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, bahwa ada 4 (empat) perbuatan tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) yang diduga menghalangi proses penyidikan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Pertama, Tim Penyidik KPK menduga, bahwa tersangka Stefanus Roy Rening (SRR) diduga menyusun rangkaian skenario berupa memberikan saran dan mempengaruhi beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai Saksi oleh Tim Penyidik KPK agar tidak hadir memenuhi panggilan. Padahal, dalam hukum acara pidana kehadiran Saksi merupakan salah-satu kewajiban hukum.

"Diduga, atas saran dan pengaruh SRR tersebut, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai Saksi menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron  ujar Ghufron dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (09/05/2023) malam.

Ke-2 (dua), lanjut Nurul Ghufron, Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga memerintahkan salah-satu Saksi agar membuat pernyataan yang berisi cerita tidak benar terkait kronologi peristiwa dalam perkara yang sedang disidik KPK. Yang mana, cerita tersebut diduga dibuat untuk menggalang opini publik supaya tidak percaya dengan KPK.

Ke-3 (tiga), Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga menyusun testimoni yang dilakukan di tempat ibadah untuk menarik simpati dan empati masyarakat yang bisa menyebabkan konflik sosial.

Ke-4 (empat), Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) diduga menyarankan dan memengaruhi Saksi lainnya agar tidak  menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang tengah ditangani Tim Penyidik KPK. Yang mana, berdasarkan temuan Tim Penyidik KPK, jumlah uang yang semestinya akan dikembalikan ke negara itu mencapai miliaran rupiah.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan, bahwa perbuatan yang diduga dilakukan tersangka SRR (Stefanus Roy Rening) tersebut jelas dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak beriktikad baik dalam mendampingi perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

"Proses penyidikan perkara yang dilakukan Tim Penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terintangi dan terhambat", tegas Nurul Ghufron.

Terhadap tersangka Stefanus Roy Rening, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 221 KUHP dengan ancaman sanksi pidana maksimal 12 tahun penjara.Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik KPK melakukan penahanan pertama selama 20 hari terhitung sejak 09 Mei sampai dengan 28 Mei 2023 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Mako Puspomal Jakarta Utara. *(HB)*


BERITA TERKAIT:

Jumat, 05 Mei 2023

Pengacara Lukas Enembe Janji Hadiri Panggilan Pemeriksaan KPK Selasa 9 Mei


Stefanus Roy Rening bersama Tim Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe saat memberi keterangan kepada sejumlah wartawan Rabu (05/10/2022).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Pengacara Gubernur non-aktif Papua Lukas Enembe atas nama Stefanus Roy Rening akan datang menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa 09 Mei 2023.

Hal itu disampaikan Emanuel Herdiyanto selaku Kuasa Hukum Stefanus Roy Rening usai mengajukan penundaan pemeriksaan Stefanus Roy Rening yang sedianya dilakukan Tim Penyidik KPK pada Jum'at (05/05/2023) ini.

"Selasa (09 Mei 2023), klien kami akan datang dan dengan segala hormat klien kami menghargai dan menghormati proses hukum", ujar Emanuel Herdiyanto selaku Kuasa Hukum Stefanus Roy Rening kepada wartawan, usai mengajukan penundaan pemeriksaan klieannya di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (05/05/2023) pagi.

Emanuel menjelaskan, kondisi kesehatan menjadi penyebab kliennya belum bisa memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK pada Jum'at (05/05/2023) ini. Stefanus tengah kelelahan karena aktivitas yang dilakukan dan butuh rawat jalan dari tanggal 4–6 Mei 2023 sebagaimana surat keterangan rawat jalan dari RS Carolus Jakarta.

"Kami minta penundaan ke hari Selasa (09/05/2023) dan kami pastikan Pak Roy (Stefanus Roy Rening) akan datang (menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK)", tegas Emanuel.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK menjadwal pemeriksaan pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe atas nama Stefanus Roy Rening. Tim Penyidik KPK menjadwal pemeriksaan Stefanus Roy Rening sebagai Tersangka perkara dugaan obstruction of justice atau merintangi penyidikan perkara yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Pemeriksaan terhadap pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe atas Stefanus Roy Rening, sedianya diagendakan Tim Penyidik KPK akan dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada hari ini, Jum'uat 05 Mei 2023 pukul 10. 00 WIB.

"Informasi yang kami terima, Tim Penyidik telah menjadwalkan pemanggilan pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan dengan tersangka LE. Dijadwalkan pada besok Jumat 5 Mei 2023 pukul 10.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KKP dalam keterangan tertulisnya, Kamis (04/05/2023).

Lebih lanjut, Ali menjelaskan, surat panggilan pemeriksaan telah dikirim Tim Penyidik KPK ke alamat keluarga Stefanus Roy Rening. Ditegaskannya, bahwa surat panggilan pemeriksaan telah diterima pihak keluarga Stafamus disertai adanya tanda bukti penerimaan surat panggilan. KPK berharap, Stefanus kooperatif hadir sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan.

"Dan kami pun percaya dengan profesi dan keilmuan hukum yang bersangkutan, sehingga sangat paham mengenai adanya aturan hukum untuk hadir pada pemeriksaan dimaksud dan dapat menerangkan dengan apa adanya di hadapan Tim Penyidik", tegas Ali Fikri.

Sebelumnya, Ali Fikri menyampaikan,  bahwa Tim Penyidik KPK menetapkan 1 (satu) orang pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe berinisial R sebagai tersangka yang merintangi penyidikan. Penetapan status hukum Tersangka pengacara Lukas Enembe berisial R ini berdasarkan kecukupan alat bukti.

"Tim Penyidik telah meningkatkan pada proses penyidikan baru dengan menetapkan 1 (satu) orang pengacara sebagai Tersangka dalam dugaan menghalangi proses penyidikan perkara dugaan korupsi yang dilakukan tersangka Lukas Enembe", kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK selaku Ali saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Rabu (03/05/2023).

Ali belum menginformasikan detail identitas pengacara tersebut. Dijelaskan Ali Fikri, Tim Penyidik KPK menduga, pengacara berinisial R tersebut diduga mengarahkan Lukas Enembe agar dia tidak bersikap kooperatif mengikuti proses hukum yang dilakukan KPK.

“Indikasi perintangan yang diduga dilakukan antara lain dengan memberikan advice pada tersangka Lukas agar bersikap tidak kooperatif", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, KPK akan mengumumkan identitas pengacara yang diterapkan sebagai Tersangka tersebut, konstruksi perkara dan pasal yang disangkakan saat penyidikan dinilai cukup. KPK akan memanggil pengacara dimaksud pekan ini. "Perkembangannya akan disampaikan", tegasnya.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK sebelumnya telah meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mencegah pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe bernama Stefanus Roy Rening bepergian ke luar negeri.

Tentang pencegahan bepergian ke luar negeri pengacara Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe bernama Stefanus Roy Rening tersebut, Sub Kordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nursaleh mengatakan, Roy dicegah selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 12 April hingga 12 Oktober 2023. “Diusulkan oleh KPK", kata Nursaleh.

Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua awalnya ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBS) Provinsi Papua pada September 2022.

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK mulanya hanya menemukan bukti awal dugaan aliran suap Rp. 1 miliar dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka ke Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. Uang itu diberikan, diduga untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua dalam kurun waktu 2019–2021.

Proyek-proyek itu, di antaranya proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

Namun, dalam persidangan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua untuk terdakwa Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (05/04/2023) lalu, di antaranya terungkap jumlah suap yang diberikan Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua kepada Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga mencapai sekitar Rp. 35.429.555.850,00 (tiga puluh lima miliar empat ratus dua puluh sembilan juta lima ratus lima puluh lima ribu delapan ratus lima puluh rupiah).

Selain itu, Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik KPK kemudian kembali menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ali Fikri menerangkan, bahwa penetapan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU tersebut merupakan pengembangan penyidikan dan munculnya fakta hukum dalam persidangan Rijatono Laka sebagai Terdakwa Pemberi suap dalam perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi yang sebelumnya telah menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

"Setelah KPK menemukan kecukupan alat bukti dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan Tersangka LE, Tim Penyidik kemudian mengembangkan lebih lanjut dan menemukan dugaan tindak pidana lain sehingga saat ini KPK kembali menetapkan LE sebagai Tersangka dugaan TPPU", terang Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (12/04/2023). *(HB)*


BERITA TERKAIT: