Kamis, 23 Maret 2023

Enembe Mogok Minum Obat, Ghufron: KPK Bukan Lembaga Penjamin Sehatnya Pasien

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe kembali berulah. Setelah sebelumnya melontarkan isu di Rutan (Rumah Tahanan Negara) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'diberi makan ubi busuk', kini melakukan aksi 'mogok minum obat'.

Dengan dalih ingin berobat ke Singapura, tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua tersebut menolak minum obat dari KPK.

Merespons aksi 'mogok minum obat' tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memastikan, pihaknya belum menerima surat dari Lukas Enembe. Ditegaskannya, bahwa tugas KPK hanya menjalankan proses penegakan hukum secara profesional.

"Perlu kami tegaskan, KPK adalah aparat penegak hukum, sehingga tugasnya adalah menegakkan hukum secara profesional. KPK bukan lembaga penjamin sehatnya pasien termasuk dalam hal ini saudara LE yang sedang ditahan KPK", tegas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Kamis (23/03/2023).

Ghufron menjelaskan, pihaknya telah menjamin kesehatan Lukas Enembe selama berada dalam tahanan, termasuk pemenuhan pengobatan untuk Lukas Enembe. Terkait itu, KPK selalu berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam pemenuhan kesehatan Lukas Enembe.

"Pelayanan terhadap kesehatan saudara LE itu dikoordinasikan dengan IDI dan sejauh ini memandang sakitnya saudara LE masih dapat ditangani di dalam negeri. Mungkin lebih lanjut akan kami bahas bersama IDI berkaitan dengan perkembangan kesehatan yang bersangkutan untuk kami tindak-lanjuti", jelas Nurul Ghufron.

Tentang aksi 'mogok minum obat' Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dari Tim Dokter KPK tersebut, Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Lukas Enembe mengklaim, obat yang diberikan dokter KPK tidak memberikan pengaruh perubahan terhadap kondisi kesehatan kliennya.

Petrus pun mengklaim, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sudah membuat surat peryataan ke Pimpinan KPK, bahwa dirinya menolak minum obat dari Tim Dokter KPK. Alasannya, meski selama ini sudah minum obat yang disediakan Tim Dokter KPK, tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya.

"Dalam surat pernyataan tersebut, Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK, karena tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya, sejak Bapak Lukas meminum obat yang disediakan dokter KPK", ujar Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe.

"Dan, buktinya kedua kaki klien saya juga masih bengkak sampai saat ini dan jalannya pun tertatih-tatih. Bapak Lukas Enembe meminta agar pengobatannya dilakukan di rumah sakit Singapura. Karena yang sangat paham dan mengerti akan sakitnya Bapak Lukas Enembe adalah dokter-dokter di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura", tambahnnya.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK telah menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Setelah ditangkap, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sebanyak 2 (dua) kali.

Sementara itu, Tim Pengacara Lukas Enembe telah berkali-kali menyampaikan,  bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura untuk mendapat pengobatan atas sakit yang diderita Lukas Enembe atau kondisinya akan semakin memburuk.

Namun, KPK menilai, fasilitas kesehatan yang ada di dalam negeri masih cukup mampu untuk memberikan layanan pengobatan untuk penyakit yang diderita Lukas Enembe.

Menurut KPK, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe memang sedang menderita suatu penyakit. Hanya saja, kondisi kesehatannya tidak seburuk sebagaimana yang digambarkan Tim Pengacaranya.

Dalam perkara TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua, sejauh ini, Tim Penyidik KPK baru menetapkan 2 (dua) Tersangka. Keduanya, yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan Rijatono Laksa selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Penerima Suap, sedangkan Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap sebesar Rp. 1 miliar dari Rijatono Laka selaku Direktur Utama PT. TBP. Uang itu diberikan, untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua dalam kurun waktu 2019–2021.

Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar. Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar dan proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga juga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang jumlahnya hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Saat ini, Tim Penyidik KPK juga sedang mendalami dugaan penerimaan gratifikasi lainnya.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk kepentingan penyidikan perkara tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT: