Jumat, 13 Januari 2023

KPK Cegah 5 Orang Ini Ke Luar Negeri Terkait Perkara Gubernur Papua Lukas Enembe

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah 5 (lima) orang untuk tidak bepergian ke luar negeri terkait penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. Surat permohonan pencegahan untuk tidak bepergian ke luar negeri bagi 5 orang itu telah dikirimkan KPK ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham. 

Adapun 5 orang yang dicegah untuk tidak bepergian ke luar negeri tersebut, yakni Yulce Wenda selaku istri Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe, Lusi Kusuma Dewi seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), Dommy Yamamoto selaku pihak swasta, Jimmy Yamamoto selaku pihak swasta dan Gibbrael Issak selaku Presiden Direktur PT. Rio De Gabriello atau Round De Globe (PT. RDG) Airlines.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, KPK melakukan pencegahan untuk tidak bepergian ke luar negeri terhadap pihak-pihak tersebut tersebut, karena keterangan mereka dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. Tim Penyidik KPK akan segera memanggil mereka sebagai Saksi perkara tersebut.

"Tentu pihak-pihak ini adalah orang yang keterangannya sangat dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga harapannya ketika dipanggil sebagai Saksi, para Saksi ini berada di dalam negeri, sehingga memperlancar proses pemeriksaan sebagai Saksi di hadapan Penyidik KPK", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (13/01/2023).

Ali menjelaskan, KPK melakukan pencegahan untuk tidak bepergian ke luar negeri terhadap 5 orang tersebut dalam waktu yang tidak bersamaan. Pencegahan tersebut dilakukan selama 6 bulan pertama. Namun, KPK dapat memperpanjang kembali sesuai  kebutuhan Tim Penyidik KPK dalam proses penyidikan.

"Untuk cegah ada beberapa pihak swasta. Ada yang mulai sejak akhir November 2022 dan ada juga di Desember 2022 kemarin. Dengan waktu yang berbeda-beda, tapi yang pasti pencegahan itu kami lakukan 6 bulan pertama. Berikutnya, dapat diperpanjang kembali sesuai kebutuhan proses penyidikan", jelas Ali Fikri.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Yulce Wenda dicegah ke luar negeri mulai 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023., Lusi Kusuma Dewi dicegah ke luar negeri mulai 8 Desember 2022 sampai dengan 8 Juni 2023. Adapun Dommy, Jimmy dan Gibbrael Issak dicegah bepergian keluar negeri mulai 15 November 2022 sampai dengan 15 Mei 2023.

Sebagaimana diketahui, pada Rabu 11 Januari 2023, KPK melakukan penahanan terhadap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Upaya paksa penahanan terhadap Lukas Enembe tersebut, diumumkan secara resmi dalam konferensi pers yang digelar KPK di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan pertama terhadap Lukas Enembe selama 20 hari, terhitung mulai Selasa 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sejatinya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara tersebut sejak 5 September 2022. Lukas Enembe selaku Gubernur juga telah dicegah bepergian ke luar negeri. Beberapa rekening yang jumlahnya mencapai Rp. 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe pun telah diblokir oleh PPATK.

KPK sebelumnya telah melakukan upaya paksa penahanan terhadap Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP). Rijatono Lakka ditahan, setelah menjalani pemeriksaan sejak Kamis (05/01/2023) pagi sebagai Tersangka perkara tersebut.

Usai menjalani pemeriksaan, Kamis (05/01/2023) sore sekitar pukul 16.45 WIB, Rijatono terlihat turun dari ruang pemeriksaan yang ada di lantai 2 Gedung Merah KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta sudah mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan kedua tangan diborgol dan diarahkan petugas menuju ruang konferensi pers.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

KPK menduga, tersangka Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua diduga telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Uang itu diberikan untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua, dalam kurun waktu 2019–2021. Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar.

Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar serta proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

Padahal, perusahaan Rijatono Lakka sama sekali tidak berpengalaman dalam mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, perusahaan tersangka RL sebelumnya bergerak di bidang farmasi.

KPK pun menduga, setelah terpilih untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang pada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp. 1 miliar. Sementara kesepakatan awal pembagian persentase fee proyek mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

KPK juga menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya, hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini sedang dikembangkan Tim Penyidik KPK.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(HB)*


BERITA TERKAIT: