Baca Juga
Gubernur Papua Lukas Enembe dikawal ketat petugas, usai dihadirkan dalam konferensi pers terkait penahanannya di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat, Rabu (11/01/2023).
“Pemeriksaan yang dilakukan hanya ada 8 (delapan) pertanyaan. Yaitu, yang pertama ditanyakan, ‘Apakah Bapak Lukas dalam keadaan sehat untuk diperiksa?’ Jawaban dia (Lukas Enembe), ‘Saya tidak sehat, sedang sakit stroke’. Ini BAP-nya", kata Petrus Bala di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (12/01/2023) malam.
"Kedua, 'Apakah saudara mengerti diperiksa karena melanggar Pasal 12A dan 12B Pasal 11 UU Tipikor? Dia menyatakan 'mengerti'. Lalu, 'Apakah dalam pemeriksaan ini saudara didampingi Penasihat Hukum? Beliau jawab 'iya'. Ini Surat Kuasa saya kasih", lanjut Petrus.
Kemudian, Tim Penyidik KPK menanya seputar riwayat hidup Lukas Enembe. Di antaranya, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan juga keluarga Lukas Enembe.
"Lalu, 'Apakah saudara pernah dihukum tersangkut tindak pidana?', (Lukas) jawab 'tidak pernah'. Lalu, penyidik bilang, 'Ada Saksi meringankan?'. Jadi, untuk materinya enggak ada", tandas Petrus.
Petrus menegaskan, bahwa tidak ada pertanyaan Penyidik KPK kepada Lukas Enembe yang menyangkut materi perkara. "Mengenai materinya, memang tidak ada pertanyaan", tegasnya.
Petrus menjelaskan, perdebatan itu sempat terjadi saat Tim Penyidik KPK menanya kliennya soal ada atau tidaknya Saksi meringankan yang akan diajukan Lukas Enembe.
"(Penyidik) bertanya, ‘Apakah dalam perkara ini Tersangka mengajukan Saksi yang meringankan?’, kami cukup lama berdebat. Saya bilang, ‘Materi perkara apa yang beliau mau menyampaikan untuk meringankan, sementara baru ditanyakan identitas?”, jelas Petrus.
Petrus berpendapat, pertanyaan seperti itu seharusnya diajukan Tim Penyidik setelah Lukas ditanya mengenai substansi perkara suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
"Contohnya seperti waktu perbuatan, di mana tempat dilakukannya serta bagaimana cara pelaksanaannya. Pertanyaan seperti itu belum sempat diajukan saat pemeriksaan. Sehingga, tadi karena Bapak Lukas sudah capek, penyidiknya juga baik, kita bilang ya sudah kita hentikan saja. Nanti, apakah dijadwalkan lagi tergantung mereka", ujar Petrus.
Sebelumnya, KPK menilai Gubernur Papua Lukas Enembe sudah cukup sehat untuk dilakukan proses pemeriksaan, sehingga pembantaran Lukas Enembe di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat dinyatakan selesai.
"Dari pemeriksaan tim medis saat ini yang bersangkutan telah dinyatakan fit to stand trial, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dalam rangka kelengkapan berkas perkaranya", kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya tertulisnya, Kamis (12/01/2023).
"Baik..., baik...", ujar Lukas Enembe,
Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebelumnya ditangkap Tim Penyidik KPK di salah-satu rumah makan di kawasan Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua pada Selasa (10/01/2023) siang.
KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga telah menerima suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Total suap dan gratifikasi yang diduga diterima Lukas Enembe selaku Gubenrur Papua sementara ini mencapai sekitar Rp. 11 miliar.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah melakukan upaya paksa penahanan terhadap Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) setelah memeriksanya sejak Kamis (05/01/2023) pagi sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang dananya bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Uang itu diberikan untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua, dalam kurun waktu 2019–2021. Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar.
Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar serta proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.
"Padahal, perusahaan Rijatono Lakka sama sekali tidak berpengalaman dalam mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, perusahaan tersangka RL sebelumnya bergerak di bidang farmasi", lanjutnya.
Alex membeberkan, setelah terpilih untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, Rijatono Lakka selaku diduga menyerahkan uang pada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp. 1 miliar.
Sementara saat pertemuan sebelumnya, kesepakatan awal pembagian persentase fee proyek mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
"Tersangka LE juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan lebih lanjut", beber Alexander Marwata pula.
Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.
Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah- (APBD) Provinsi Papua sejak 5 September 2022.
Gubernur Papua Lukas Enembe juga telah dicegah bepergian ke luar negeri serta beberapa rekening yang jumlahnya mencapai Rp. 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh PPATK.
Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK sebelumnya telah memanggil Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara tersebut pada 12 September 2022 lalu. Namun, Lukas tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK tersebut dengan alasan karena sakit.
Tim Penyidik KPK kemudian telah mengirim surat panggilan ke-2 (dua) sebagai Tersangka kepada Gubernur Papua Lukas Enembe supaya hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada 25 September 2022. Namun, Gubernur Papua Lukas Enembe kembali tidak hadir dengan alasan karena kesehatan.
Pihak Lukas Enembe sudah mengajukan permohonan agar KPK memberikan ijin kepada Lukas Enembe untuk diijinkan berobat ke Singapura. Namun, KPK meminta Lukas Enembe untuk datang ke KPK dahulu. KPK memiliki Tim Dokter yang canggih dalam menangani kesehatan.
Tim Penyidik KPK kemudian pada Kamis (03/11/2022) yang lalu melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya, di Kota Tengah Distrik Muara Tami, Kota Jayapura Provinsi Papua. Sekitar 1,5 jam, Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.
Pada Kamis 03 November 2022 sekitar pukul 14.00 WIT, Ketua KPK Firli Bahuri bersama Tim Penyidik dan Tim Dokter KPK didampingi Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri, Pangdam XVII Cendrawasih Mayjen TNI M. Saleh Mustafa dan Kepala BIN (Kabinda) Papua Mayjen TNI Gustaf Irianto selanjutnya mendatangi rumah kediaman Gubernur Papua Lukas Enembe yang berada di Koya Tengah, Distrik Muara Tami Kota Jayapura untuk melakukan pemeriksaan. *(HB)*