Jumat, 20 Januari 2023

KPK Heran Atas Pengaduan Keluarga Lukas Enembe Ke Komnas HAM

Baca Juga

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, pihaknya tidak memahami alias heran atas langkah yang ditempuh keluarga Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe hingga mengadukan KPK ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI).

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menyampaikan, bahwa seluruh proses penanganan perkara Lukas Enembe dilakukan KPK sesuai prosedur hukum yang berlaku.

“Kami tidak paham apa yang disampaikan oleh pihak keluarga dan Penasehat Hukumnya terkait hal dimaksud (pelaporan ke Komnas HAM RI). Melanggar HAM-nya di mana...!?”, ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (20/01/2023).

Ali menegaskan, selama ini, KPK justru menjunjung tinggi HAM, azas praduga tak bersalah, hak Lukas Enembe sebagai Tersangka dan hak kesehatannya. Dalam proses pemeriksaan pun, KPK juga telah memiliki dokumen yang menyatakan Lukas Enembe dalam kindidi fit to stand trial.

"Artinya, bisa dilakukan pemeriksaan sampai ke persidangan", tegas Ali Fikri.

Ali Fikri pun menepis tudingan KPK tidak memberikan layanan kesehatan yang memadai kepada Lukas. Dijelaskannya, bahwa standar pelayanan kesehatan merupakan wewenang dan keahlian tim medis.

“Kami berikan pelayanan perawatan sewajarnya sebagaimana KPK memperlakukan Tersangka lainnya. Hak-haknya sudah kami penuhi semua", jelas Ali Fikri.

Terkait itu, ketika Lukas Enembe tiba di Jakarta setelah ditangkap pada Selasa 10 Januari 2023 lalu, Lukas langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat untuk memastikan kondisi kesehatannya.

Sebagaimana diketahui, keluarga Lukas Enembe mendatangi Kantor Komnas HAM RI untuk mengadukan tidak didapatnya hak layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan Lukas Enembe di tahanan.

Mereka pun mengadukan Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu, Juru Bicara KPK Ali Fikri dan 15 Penyidik KPK ke Komnas atas dugaan pelanggaran HAM karena menilai Lukas Enembe tidak mendapatkan hak kesehatan yang sangat dibutuhkan di tahanan.

Sementara itu, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua sejak 5 September 2022.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua juga telah dilakukan pencegahan untuk tidak bepergian ke luar negeri. Beberapa rekening yang jumlahnya mencapai Rp. 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe pun telah diblokir oleh PPATK.

Meski telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara tersebut sejak 05 September 2022, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua baru ditangkap Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara tersebut pada Selasa (10/01/2023) siang waktu setempat.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditangkap Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara tersebut di salah-satu rumah makan di kawasan Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua baru pada Selasa 10 Januari 2023 siang yang lalu.

Lukas ditangkap Tim Penyidik KPK di salah-satu rumah makan di Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua pada Selasa (10/01/2023) siang waktu setempat, saat baru bersantap papeda dan kuah ikan bersama keluarga dari kampungnya di Tolikara, seorang ajudan dan sopirnya.

Setelah sempat diamankan di Markas Korp Brimob Polda Papua, Lukas Enembe kemudian diterbangkan ke Jakarta. Dan setibanya, Selasa 10 Januari 2023 malam, KPK langsung membawa Lukas Enembe ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat untuk memastikan kondisi kesehatannya.

KPK kemudian secara resmi mengumumkan penahan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara tersebut pada Rabu 11 Januari 2023 sore. Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan pertama terhadap Lukas Enembe selama 20 hari terhitung mulai Selasa 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023.

Dalam perkara ini, selain Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, KPK juga telah mengumumkan penetapan status hukum  Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka sebagai Tersangka dan langsung melakukan penahanan.

Pengumuman status hukum sebagai Tersangka perkara tersebut dan penahanan Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka disampaikan secara langsung oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang perlangsung pada Kamis (05/01/2023) sore, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi, Jakarta Selatan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, dalam perkara tersebut, KPK menetapkan 2 (dua) Tersangka, yakni Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) dan Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023.

"Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka RL (Rijatono Lakka) selaku Direktur Utama PT. TBP (PT. Tabi Bangun Papua) untuk 20 hari pertama mulai 05 Januari sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK Gedung Merah Putih", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (05/01/2023) sore.

Alex menjelaskan, perkara tersebut bermula dari masuknya laporan pengaduan masyarakat tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek infrastruktur di lingkungan Pemprov Papua. Pengaduan tersebut kemudian ditindak-lanjuti dengan melakukan penyelidikan.

"Menindak-lanjuti masuknya laporan masyarakat yang selanjutnya dilakukan pengumpulan berbagai informasi dan data valid, sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka", jelas Alexander Marwata.

"Setelah ditemukan alat bukti yang cukup, Tim Penyidik menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan Tersangka tersebut", tambahnya.

KPK menduga, lanjut Alexander Marwata, tersangka Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua diduga memberikan sejumlah uang kepada tersangka Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Uang itu diberikan untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua, dalam kurun waktu 2019–2021. Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar.

Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar serta proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

"Padahal, perusahaan Rijatono Lakka sama sekali tidak berpengalaman dalam mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, perusahaan tersangka RL sebelumnya bergerak di bidang farmasi", lanjut Alexander Marwata.

Alex membeberkan, setelah terpilih untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, Rijatono Lakka selaku diduga menyerahkan uang pada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp. 1 miliar.

Sementara saat pertemuan sebelumnya, kesepakatan awal pembagian persentase fee proyek mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

"Tersangka LE juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan lebih lanjut", beber Alexander Marwata pula.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(HB)*


BERITA TERKAIT: