Minggu, 15 Januari 2023

Soal Istri Lukas Enembe Enggan Bersaksi, Menurut KPK Berarti Menyiakan Hak Membela

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghofron menyayangkan sikap Yulce Wenda selaku istri Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe yang enggan atau tidak bersedia menjadi Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi proyek-proyek infrastruktur yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua untuk suaminya, 

"Berarti, yang bersangkutan menyiakan haknya untuk membela (Lukas Enembe) jika merasa benar", ujar Wakil Ketua KPK Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/01/2023).

Ghufron berpendapat, pemeriksaan merupakan proses mencari kebenaran. Yang mana, setiap orang yang dipanggil dan diperiksa memiliki kesempatan untuk membela dan menerangkan dugaan yang disangkakan kepada tersangka benar atau tidak.

Menurut Nurul Ghufron, keengganan Yulce Wenda menjadi Saksi perkara tersebut, sejatinya telah menyia-nyiakan kesempatan untuk membela sang suami.

"Karena itu KPK menghormati dan menghargai hak untuk tidak membela keluarganya yang sedang dalam proses hukum. Yang berarti, yang bersangkutan sendiri memilih untuk tidak membela dengan memberikan keterangan yang meringankan", kata Ghufron.

Ghufron menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan jika Yulce Wenda memang tidak bersedia memberi keterangan sebagai Saksi untuk sang suami. Tim Penyidik KPK sudah memiliki alat bukti kuat dugaan sangkaan Lukas Enembe dalam perkara tersebut.

"KPK akan menggunakan alat bukti lain yang telah KPK peroleh dan ketidak-sediaan yang bersangkutan tidak sedikit pun mempengaruhi kekuatan alat bukti yang telah Tim Penyidik KPK kumpulkan", tegas Nurul Ghufron.

Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebelumnya ditangkap Tim Penyidik KPK di salah-satu rumah makan di kawasan Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua pada Selasa (10/01/2023) siang.

Setelah sempat diamankan di Markas Korp Brimob Polda Papua, Lukas Enembe kemudian diterbangkan ke Jakarta dan setibanya langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat untuk memastikan kondisi kesehatannya, Selasa (10/01/2023) malam.

KPK kemudian secara resmi mengumumkan penahan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara tersebut pada Rabu 11 Januari 2023 sore. Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan pertama terhadap Lukas Enembe selama 20 hari terhitung mulai Selasa 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditangkap Tim Penyidik KPK kemudian dilakukan penahanan setelah sebelumnya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang didanai APBD Provinsi Papua. 

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sejatinya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara tersebut sejak 5 September 2022. Lukas Enembe selaku Gubernur juga telah dicegah bepergian ke luar negeri. Beberapa rekening yang jumlahnya mencapai Rp. 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe pun telah diblokir oleh PPATK.

Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah melakukan upaya paksa penahanan terhadap Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP). Rijatono Lakka ditahan, setelah menjalani pemeriksaan sejak Kamis (05/01/2023) pagi sebagai Tersangka perkara tersebut.

Usai menjalani pemeriksaan, Kamis (05/01/2023) sore sekitar pukul 16.45 WIB, Rijatono terlihat turun dari ruang pemeriksaan yang ada di lantai 2 Gedung Merah KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta sudah mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan kedua tangan diborgol dan diarahkan petugas menuju ruang konferensi pers.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

KPK menduga, tersangka Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua diduga telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Uang itu diberikan untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua, dalam kurun waktu 2019–2021. Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar.

Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar serta proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

Padahal, perusahaan Rijatono Lakka sama sekali tidak berpengalaman dalam mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, perusahaan tersangka RL sebelumnya bergerak di bidang farmasi.

KPK pun menduga, setelah terpilih untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, Rijatono Lakka diduga telah menyerahkan uang dengan jumlah sekitar Rp. 1 miliar. kepada Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Adapun kesepakatan awal pembagian persentase fee proyek itu mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN. KPK menduga, total suap dan gratifikasi yang diduga diterima Lukas Enembe selaku Gubenrur Papua sementara ini mencapai sekitar Rp. 11 miliar.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, KPK juga menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga juga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini sedang dikembangkan Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT: