Senin, 03 Oktober 2016

Ternyata..., Pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi Sering Berkunjung Ke Mojokerto

Baca Juga

     Rumah abah Ilyas yang berada dijalan Abiyasa No.17 Perum Japan Raya, Desa Japan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.


Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Pasca ditangkapnya Taat Pribadi didepokan Dimas Kanjeng Kabupaten Probolinggo oleh jajaran Polda Jatim dengan dibantu aparat TNI pada Kamis-pagi (22/09/2016) yang lalu, menyusul mencuatnya kabar, bahwa sebelum ditangkap dipadepokannya, Taat Pribadi sering berkunjung ke Mojokerto yang disebut-sebut untuk berguru dan menimba ilmu kepada abah Ilyas. Bahkan, setelah abah Ilyas wafat pun, Taat Pribadi masih rutin mengadakan istighozah dan pengumpulan sumbangan yang digelar tiap 4 atau 5 bulan sekali dikediaman almarhum abah Ilyas yang berada dijalan Abiyasa No. 17, Perum Japan Raya Desa Japan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.

Pengamatan awak media dialamat tersebut, Senin (03/10/2016) pagi, meski terdapat mobil yang tengah diparkir disamping-kanan rumah dan satu jendela rumah terlihat terbuka, namun pintu utama rumah dalam keadaan tertutup rapat dan suasana rumah abah Ilyas tampak sepi juga tidak-ada tanda-tanda aktivitas didalam rumah yang dibangun dua lantai itu. ”Benar..., memang itu rumah Abah Ilyas yang disebut-sebut sebagai guru Dimas Kanjeng. Tapi, beliau sudah meninggal sekitar tujuh tahun yang tahun lalu (Red : 2009)", ungkap MI, salah-satu warga sekitar.

Diungkapkannya pula, jika beberapa waktu lalu rumah itu ditempati Mak Tupah (52) istri almarhum abah Ilyas bersama anak-anaknya. Hanya saja, sejak meletusnya kabar Taat Pribadi pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng ditangkap Polda Jatim akibat terseret dugaan kasus pembunuhan dan penipuan, mak Tupah istri Abah Ilyas sudah tak pernah terlihat dirumah tersebut. ”Sudah sekitar dua mingguan ini mak Tupah tidak kelihatan dirumah. Beberapa kali saya hanya melihat anak-anaknya saja", ungkapnya

Disebutkannya juga, dalam 2 tahun terakhir setidaknya telah tiga-kali ratusan pengikut Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng datang secara rombongan menggunakan mobil-mobil mewah dari berbagai daerah dengan berpakian layaknya santri pada umumnya. "Setahu saya, kalau tidak salah, dalam dua tahun ini telah tiga kali ada acara istighozah dirumah abah Ilyas. Ada yang dari Kalimantan, Sumatra, Semarang, Banyuwangi dan sebagainya. Saya tahu ya dari beberapa rombongan yang datang dan kebetulan omong-omong", sebutnya.

Sayangnya, selain istiqhozah, MI tidak mengetahui secara detail acara petemuan ratusan pengikut Taat Pribadi dirumah abah Ilyas tersebut. ”Waktu itu, setahu saya ya istighozah saja. Mereka ya berpakaian seperti santri-santri biasa. Memakai sarung, berkopyah dan ada pula yang bersorban", pungkasnya.

Pada jam yang berbeda, Nur Cholis (33) yang tak lain adalah anak tiri dari abah Iyas mengungkapkan, bahwa sebelum ayah-tirinya wafat pada 10 Juli 2009, Taat Pribadi sering datang dikediaman ayah tirinya tersebut. Konon katanya, untuk berguru. Sayangnya, Nur Cholis tidak-dapat memastikan sejak kapan Taat Pribadi ini berguru kepada ayah-tirinya. "Saya kurang tahu sejak kapan dia berguru. Soalnya, saya di Mojokerto baru pada tahun 2004 lalu. Sebelumnya, saya tinggal di Sampang Madura", ungkap Nur Cholis kepada wartawan, Senin (03/10/2016) siang.

Lebih jauh, Nur Cholis menjelaskan, setiap kali Taat Pribadi datang kerumah untuk bertemu abah Ilyas, dia dan ibunya (Tupah, 52) juga istri serta saudaranya diminta untuk keluar rumah. Pertemuan antara abah Ilyas dan Taat Pribadi itu sifatnya sangat pribadi. Oleh sebab itulah, Nur Cholis mengaku tak mengetahui isi pembicaraan dalam pertemuan itu dalam rangka membahas masalah agama ataupun hal lain. "Kami tak tahu apa yang dibicarakan. Namun, biasanya Dimas Kanjeng mengajak istrinya ketika bertemu dengan abah Ilyas", jelasnya.

Meski abah Ilyas tutup usia pada 10 Juli 2009 dalam usia 62 tahun, Taat Pribadi tetap menjalin silaturahim dengan keluarga abah Ilyas almarhum. Berselang 4 tahun pasca wafatnya abah Ilyas atau sejak tahun 2013, rumah abah Ilyas ini kerap kali dijadikan untuk istighozah pengikut Taat Pribadi pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng.

Rumah Abah Elyas yang sering didatangi Dimas Kanjeng untuk istighosah.

Nur Cholis memaparkan, bahwa setiap kali Taat Pribadi hendak mengadakan istighozah yang digelar setiap 4-5 bulan sekali dan diadakan pada pagi hari itu, Nur Cholis atau keluarga lainnya mesti ditelepon. Mau tak mau, dia dan keluarga harus menyiapkan makan bagi mereka. Begitu acara selesai, Taat pribadi memberi himbauan untuk menyumbang. Yang mana, besar sumbangan itu bermacam-macam, ada yang memberi Rp. 5 ribu hingga Rp.150 ribu. Namun, ada juga yang tidak menyumbang.

Selain mengadakan istighozah dan mengumpulkan sumbangan, Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng juga memberi 'berkah' dengan tanda menyemprot kepala atau dada jamaah dengan parfum, bagi yang memberi sumbangan. "Jama'ahnya sekitar seribu-an. Istighozahnya ya didepan rumah ini hingga keujung jalan sana. Kalau masalah sumbangan, uangnya dimasukkan dalam amplop. Sedangkan untuk disemprot parfum, saya kurang tahu tujuannya", papar Nur Cholis.

Bagi Cholis dan keluarganya, sosok Dimas Kanjeng tak terlalu dikenalnya. Meski sering menggunakan rumah Abah Elyas untuk istighotsah, namun Dimas tak pernah berbicara banyak padanya atau keluarga. "Hanya sebatas ngobrol biasa saja. Bahkan ketika acara sudah selesai, Dimas Kanjeng juga langsung berpamitan pulang", tukasnya

Ketika terjadi penangkapan terhadap Taat Pribadi yang tak lain adalah pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng atas keterlibatannya dalam kasus dugaan pembunuhan dipadepokannya di Probolinggo beberapa waktu lalu, Nur Cholis sempat terkejut. Lebih kaget lagi dengan adanya pengembangan kasus yang menyangkut ritual penggandaan uang dan dugaan sejumlah kasus penipuan serta penggelapan yang dilakukannya. "Kami kaget dengan adanya kasus Dimas Kanjeng ini. Kami tak tahu bagaimana kasus ini terjadi. Namun, itu bukan karena pertemuannya dengan abah Ilyas", pungkasnya.
*(DI/Red)*