Jumat, 20 Januari 2023

KPK Dalami Peran Istri Dan Anak Lukas Enembe Dalam Penentuan Pemenang Proyek

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu 18 Januari 2023 telah memeriksa Yulce Wanda istri Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dan Astract Bona Timoro Enembe anak pasangan suami istri Yulce Wanda dan Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe.

Keduanya, diperiksa sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua untuk tersangka Rijatono Lakka (LE) selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP).

Yulce Wanda dan Astract Bona diperiksa Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. Keduanya, didalami pengetahuannya di antaranya soal penentuan pemenang proyek pekerjaan di Pemprov Papua.

"Penyidik mendalami pengetahuan Saksi, di antaranya dugaan turut sertanya Saksi dalam penentuan pemenang proyek pekerjaan di Pemprov Papua", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (20/01/2023).

Tim Penyidik KPK juga telah mengonfirmasi Yulce Wanda dan Astract Bona terkait penyerahan uang yang diduga dilakukan tersangka RL ke tersangka Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua. Diduga, uang itu diberikan tersangka RL ke tersangka LE terkait sejumlah proyek di Pemprov Papua.

"Termasuk adanya penyerahan sejumlah uang dari tersangka RL ke tersangka LE", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, pertanyaan Tim Penyidik KPK terhadap kedua Saksi berfokus pada dugaan perbuatan pidana sebagaimana unsur-unsur pasal yang disangkakan dalam perkara tersebut.

"Perlu kami tegaskan, materi pemeriksaan yang ditanyakan Penyidik tentunya terkait dengan dugaan perbuatan pidana yang disangkakan sebagaimana unsur-unsur pasal dan tidak terkait sama sekali dengan hal-hal yang sifatnya pribadi," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023 telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua pada 5 September 2022.

Namun, KPK secara resmi mengumumkan status hukum Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Tersangka perkara tersebut baru pada Kamis 5 Januari 2023. Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Rijatono Lakka (LE) selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) sebagai Tersangka.

Dalam konferensi pers pengumumam penahanan Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) sebagai Tersangka perkara tersebut pada Kamis (05/01/2023) sore, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, dalam perkara tersebut, KPK menetapkan 2 (dua) Tersangka, yakni Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) dan Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2018 dan 2018–2023.

"Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka RL (Rijatono Lakka) selaku Direktur Utama PT. TBP (PT. Tabi Bangun Papua) untuk 20 hari pertama mulai 05 Januari sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK Gedung Merah Putih", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (05/01/2023) sore.

Alex menjelaskan, perkara tersebut bermula dari masuknya laporan pengaduan masyarakat tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek infrastruktur di lingkungan Pemprov Papua. Pengaduan tersebut kemudian ditindak-lanjuti dengan melakukan penyelidikan.

"Menindak-lanjuti masuknya laporan masyarakat yang selanjutnya dilakukan pengumpulan berbagai informasi dan data valid, sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka", jelas Alexander Marwata.

"Setelah ditemukan alat bukti yang cukup, Tim Penyidik menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan Tersangka tersebut", tambahnya.

KPK menduga, lanjut Alexander Marwata, tersangka Rijatono Lakka selaku Direktur PT. Tabi Bangun Papua diduga memberikan sejumlah uang kepada tersangka Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dan beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Uang itu diberikan untuk memenangkan berbagai proyek di Pemprov Papua, dalam kurun waktu 2019–2021. Di antaranya, proyek multi-years peningkatan jalan Entrop–Hamadi dengan nilai proyek senilai Rp. 14,8 miliar.

Berikutnya, proyek multi-years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp. 13,3 miliar serta proyek multi-years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp. 12,9 miliar.

"Padahal, perusahaan Rijatono Lakka sama sekali tidak berpengalaman dalam mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, perusahaan tersangka RL sebelumnya bergerak di bidang farmasi", lanjut Alexander Marwata.

Alex membeberkan, setelah terpilih untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, Rijatono Lakka selaku diduga menyerahkan uang pada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp. 1 miliar. Namun, saat pertemuan sebelumnya, kesepakatan awal pembagian persentase fee proyek mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

"Tersangka LE juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan lebih lanjut", beber Alexander Marwata pula.

Sementara itu, diketahui, bahwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditangkap Tim Penyidik KPK di salah-satu rumah makan di kawasan Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua pada Selasa (10/01/2023) siang waktu setempat saat baru bersantap papeda dan kuah ikan bersama keluarga dari kampungnya di Tolikara, seorang ajudan dan sopirnya.

Setelah sempat diamankan di Markas Korp Brimob Polda Papua, Lukas Enembe kemudian diterbangkan ke Jakarta dan setibanya langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat untuk memastikan kondisi kesehatannya, Selasa (10/01/2023) malam.

KPK kemudian secara resmi mengumumkan penahan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara tersebut pada Rabu 11 Januari 2023 sore. Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan pertama terhadap Lukas Enembe selama 20 hari terhitung mulai Selasa 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023.

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua ditangkap Tim Penyidik KPK kemudian dilakukan penahanan setelah sebelumnya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang didanai APBD Provinsi Papua. 

Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sejatinya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara tersebut sejak 5 September 2022. Lukas Enembe selaku Gubernur juga telah dicegah bepergian ke luar negeri. Beberapa rekening yang jumlahnya mencapai Rp. 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe pun telah diblokir oleh PPATK.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka selaku Direktur Utama PT. Tabi Bangun Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Adapun Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(HB)*


BERITA TERKAIT: