Senin, 23 Oktober 2023

KPK Pastikan Akan Banding Terhadap Vonis Gubernur Papua Non-aktif Lukas Enembe

Baca Juga


Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan melakukan upaya hukum banding terhadap Vonis atau Putusan Hakim yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk terdakwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Sebagaimana diketahui, atas perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 8 (delapan) tahun penjara terhadap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

Majelis Hakim menilai, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2013–2022 terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Atas kesalahannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat memutuskan, bahwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe selama 8 (delapan) tahun penjara",  kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).

Sanksi pidana badan yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut lebih rendah dibanding tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang mengajukan supaya Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap Lukas Enembe dengan pidana badan selama 10 (sepuluh) tahun 6 (enam) bulan penjara atau 10,5 tahun penjara.

Selain sanksi pidana badan 8 tahun penjara, Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi terhadap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua pidana denda Rp. 500 juta subsidair 4 (empat) bulan kurungan (apabila denda tersebut tidak dibayar maka, akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan).

Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi pidana tambahan terhadap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua berupa harus membayar uang pengganti sebesar Rp. 19.690.793.900,– selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan berkuatan hukum tetap.

"Jika harta-benda tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana 2 (dua) tahun penjara", tegas Ketua Majelis Hakim Rianto.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi politik terhadap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua, yakni mencabut hak politiknya selama 5 tahun, terhitung Lukas Enembe selesai menjalani pidananya.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim menilai, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dua periode tersebut dinilai terbukti menerima suap total Rp. 17,7 miliar dan gratifikasi senilai Rp. 1,99 miliar. Uang-uang itu diterima Lukas Enembe selaku Gubernur Papua bersama dengan Kael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Papua.

Atas putusan yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tersebut, Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe menyatakan, bahwa putusan itu tidak adil. Menurutnya, ia tidak pernah menerima suap dan gratifikasi itu. Dan, menyatakan menolak keseluruhan putusan Majelis Hakim.

“Putusan itu tidak adil, saya tidak pernah korupsi dan tidak pernah terima suap. Saya tolak putusan tersebut...!", ujar Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe yang duduk di kursi roda usai sidang di PN Jakpus, Kamis (19/10/2023).

Penolakan Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe tersebut juga disampaikan Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam persidangan.

“Bapak Lukas menolak putusan hakim", kata Petrus Bala Pattyona selaku Kuasa Hukum Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kamis (19/10/2023).

Atas putusan hakim tersebut, Otto Cornelis Kaligis selaku Kuasa Hukum Lukas Enembe lainnya mengatakan, pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Lukas menerima suap dari pengusaha Pitun Enumbi itu tidak benar.

“Di persidangan tidak ada saksi yang menerangkan bahwa Pak Lukas menerima uang dari Pitun. Hakim hanya mengambil dari keterangan saksi di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kami punya rekaman persidangan, dimana tidak ada seorang saksi pun yang menjelaskan penerimaan uang dari Pitun", ujar OC Kaligis didampingi Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra dan Sapar Sujud.

Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe langsung menyatakan menolak atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tersebut, sementara Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat itu menyatakan pikir-pikir.

Menyusul kemudian, Tim Jaksa KPK menyatakan pihaknya memastikan akan melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua untuk terdakwa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.

"Kita sudah diskusikan untuk banding terhadap itu", kata Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Senin (23/10/2023). *(HB)*


BERITA TERKAIT: