Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jum'at 15 September 2023, kembali menjadwal pemeriksaan Tamara Anggraeny, pramugari jet pribadi RDG Airlines. Kali ini, Tamara dijadwal akan diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.
“Hari ini, 15 September, bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Tamara Anggraeny (karyawan swasta)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (15/09/2023).
Permintaan keterangan terhadap Tamara ini bukan pertama kalinya. Pada 29 November 2022, Tim Penyidik KPK juga memeriksa Tamara bersama Roby selaku pegawai PT. Mulia Multi Remitter. Keduanya diperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua.
Pada pemeriksaan sebelumnya, kepada sejumlah awak media, Tamara mengaku hanya ditanya soal jadwal penerbangan Lukas Enembe dengan pesawat pribadi, yang diakuinya beberapa kali dilakukan dengan dia bertindak sebagai awak kabin, namun enggan menyebut tujuannya.
Sebelumnya, Tim Penyidik KPK juga telah memeriksa pramugari lepas PT. RDG bernama Selvi Purnamasari pada Jum'at (25/8/2023) lalu. Tim Penyidik KPK di antaranya juga mendalami dugaan adanya perintah Lukas Enembe selaku Gubernur Papua agar membawa uang puluhan miliar menggunakan jet pribadi.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya pengantaran uang puluhan miliar secara tunai menggunakan pesawat jet", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jum'at (25/08/2023) lalu.
Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua pada September 2022 telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK awalnya hanya menemukan bukti aliran suap Rp. 1 miliar dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka. Namun, dalam persidangan Terdakwa Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp. 35.429.555.850,– atau Rp. 35,4 miliar.
Seiring dengan proses penanganan perkara dugaan TPPU, belakangan Tim Penyidik KPK menyebut, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.
Dalam proses penyidikan perkara dugaan TPPU, Tim Penyidik KPK kemudian menemukan berbagai informasi hingga kembali menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU.
Selain 2 (dua) sangkaan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK juga menyatakan tengah menyelidiki perkara dugaan TPK penyalah-gunaan dana operasional gubernur. Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menganggarkan uang makan Rp. 1 miliar per hari.
Terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.
Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp. 81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp 1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.
Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya. *(HB)*
BERITA TERKAIT: