Rabu, 18 Oktober 2023

Sakit, KPK Jemput Paksa Gubernur Papua Non-aktif Lukas Enembe Di RSPAD Gatot Soebroto

Baca Juga


Tim Jaksa KPK melakukan upaya jemput paksa Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, untuk kembali ke Rutan KPK di Gedung Merah Putih, Selasa (17/10/2023) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) melakukan upaya jemput paksa Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta untuk kembali ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK,vSelasa (17/10/2023) malam.

Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe, Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua itu dijemput Tim KPK untuk kembali ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Gedung Merah Putih pada pukul 20.00 WIB.

Penjemputan paksa oleh Tim Jaksa KPK tersebut membuat keluarga besar Lukas Enembe marah besar. Sebab, kondisi kesehatan Lukas Enembe memprihatinkan. Adik Lukas Enembe, Elius Enembe mengungkapkan, kakaknya dijemput oleh Tim JPU KPK dalam keadaan sakit keras.

"Mereka (KPK) jemput bapak (Lukas Enembe) dari rumah sakit dalam keadaan Bapak tidak berdaya apa-apa, kaki bengkak, tidak bisa berjalan dan ginjal yang sudah tidak berfungsi lagi", kata Elius dalam keterangan tertulis, Rabu (18/10/2023).

Menurut keluarga, langkah Tim Jaksa KPK menjemput Lukas Enembe dalam keadaan sakit tidak manusiawi. Apalagi waktu pembantaran yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sampai tanggal 19 Oktober 2023.

Namun, dua hari sebelum waktu yang ditentukan, KPK telah lebih dulu menjemput Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto.Elius pun berpandangan, KPK sama sekali tidak menghargai keputusan Majelis Hakim yang memberikan waktu pembantaran untuk Lukas Enembe agar mendapat perawatan intensif sampai tanggal 19 Oktober 2023.

"Kami tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Bapak Lukas, karena dia sudah dijemput paksa oleh KPK. Biarkan rakyat Indonesia tahu", ujar Elius.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe (TPHLE) juga sangat menyesalkan penjemputan paksa pada Selasa (17/102023) malam terhadap kliennya tersebut.

Sebab, Tim Hukum dan dua jaksa KPK telah bertemu pada Senin (16/10/2023) kemarin, untuk membahas teknis keberangkatan Lukas Enembe ke Pengadilan untuk mengikuti sidang putusan pada Kamis 19 Oktober 2023.

"Kedua jaksa itu malah sebelumnya yang tanya, bagaimana mekanisme untuk Pak Lukas mengikuti sidang vonis pada 19 Oktober, apakah lewat online dari rumah sakit atau bagaimana?", kata Petrus seraya menceritakan komunikasinya dengan Jaksa KPK.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe (TPHLE) juga sangat menyesalkan penjemputan paksa pada Selasa (17/10/2023) malam terhadap kliennya tersebut.

Sebab, tim hukum dan dua jaksa KPK telah bertemu pada Senin (16/10/2023) kemarin, untuk membahas teknis keberangkatan Lukas Enembe ke Pengadilan untuk sidang putusan pada Kamis (19/10/2023).

"Kedua jaksa itu malah sebelumnya yang tanya, bagaimana mekanisme untuk Pak Lukas mengikuti sidang vonis pada 19 Oktober, apakah lewat online dari rumah sakit atau bagaimana?", tutur Petrus menceritakan komunikasinya dengan Jaksa KPK.

"Tetapi saya katakan, 'Pak Lukas mau hadir pada 19 Oktober dan datang ke pengadilan dari rumah sakit', karena batas akhir pembantaran pada 19 Oktober", ucap dia.

Mendengar keterangan Petrus, kedua jaksa itu lalu setuju dan sepakat membawa Lukas dari rumah sakit untuk ke pengadilan.

"Tetapi tidak tahu kenapa, mereka berubah pikiran dan membawa paksa Pak Lukas pada Selasa sore", kata Petrus.

Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta batal membacakan putusan perkara yang menjerat Lukas Enembe yang sedianya disampaikan pada Senin (09/10/2023) lalu.

Hal ini terjadi lantaran Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua itu, sedang dirawat di RSPAD setelah terjatuh di kamar mandi.

Majelis Hakim pun mengabulkan pembantaran terhadap Gubernur Papua dua periode itu untuk dapat menjalani perawatan kesehatannya. Sidang selanjutnya, bakal digelar pada Kamis 19 Oktober 2023 besok dengan agenda pembacaan putusan hakim.

Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua pada September 2022 telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait proyek-proyek infrastruktur yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK awalnya hanya menemukan bukti aliran suap Rp. 1 miliar dari Direktur PT. Tabi Bangun Papua (PT. TBP) Rijatono Lakka. Namun, dalam persidangan Terdakwa Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp. 35.429.555.850,– atau Rp. 35,4 miliar.

Seiring dengan proses penanganan perkara dugaan TPPU, belakangan Tim Penyidik KPK menyebut, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp. 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.


Dalam proses penyidikan perkara dugaan TPPU, Tim Penyidik KPK kemudian menemukan berbagai informasi hingga kembali menetapkan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU.

Selain 2 (dua) sangkaan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK juga menyatakan tengah menyelidiki perkara dugaan TPK penyalah-gunaan dana operasional gubernur. Tim Penyidik KPK menduga, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua diduga menganggarkan uang makan Rp. 1 miliar per hari.

Terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap 27 aset milik Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe diduga terkait perkara.

Berikut daftar 27 aset yang disita Tim Penyidik KPK terkait perkara dugaan TPK suap, gratifikasi dan TPPU yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua:
1. Uang tunai senilai Rp.  81.628.693.000,–;
2. Uang tunai senilai USD 5.100;
3. Uang tunai senilai SGD 26.300;
4. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 2 miliar;
5. Sebidang tanah dengan luas 1.525 meter persegi beserta bangunan di atasnya yang terdiri atas Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain di Jayapura senilai Rp. 40 miliar;
6. Sebidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp. 5.380.000.000,–;
7. Tanah seluas 682 meter persegi beserta bangunan di Jayapura senilai Rp. 682.000.000,–;
8. Tanah seluas 862 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Kota Bogor senilai Rp. 4.310.000.000,–;
9. Tanah seluas 2.199 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp. 1.099.500.000,–;
10. Tanah seluas 2.000 meter persegi beserta bangunan di atasnya di Jayapura senilai Rp  1.000.000.000,–;
11. 1 (satu) unit apartemen di Jakarta senilai Rp. 510 juta;
12. 1 (satu) unit Apartemen di Jakarta senilai Rp. 700 juta;
13. Rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp. 184 juta;
14. Sertifikat Hak Milik Tanah di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 47.600.000,–:
15. Sertifikat Hak Milik Tanah beserta bangunan berbentuk sasak NTB rencananya mau buka Rumah Makan di Koya Koso, Abepura, senilai Rp. 2.748.000.000,–;
16. 2 (dua) buah emas batangan senilai Rp. 1.782.883.600,–;
17. 4 (empat) keping koin emas bertuliskan Property of Mr Lukas Enembe senilai Rp. 41.127.000,–;
18. 1 (satu) buah liontin emas berbentuk Kepala Singa senilai Rp. 34.199.500,–;
19. 12 (dua belas) cincin emas bermata batu dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
20. 1 (satu) cincin emas tidak bermata, dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
21. 2 (dua) cincin berwana silver emas putih dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
22. Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai barang masih proses penafsiran dari pihak pegadaian;
23. 1 (satu) unit mobil Honda HR-V senilai Rp. 385 juta;
24. 1 (satu) unit mobil Toyota Alphard senilai Rp. 700 juta;
25. 1 (satu) unit mobil Toyota Raize senilai Rp. 230 juta;
26. 1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp. 516,4 juta; dan
27. 1 (satu) unit mobil Honda Civic senilai Rp. 364 juta,–.

Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya. *(HB)*


BERITA TERKAIT: