Baca Juga
Salah-satu suasana sidang etik yang digelar Dewas KPK di di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (15/02/2024).
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 15 Februari 2024, telah rampung menggelar sidang etik 90 Pegawai KPK penerima pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.
Dari 90 Pegawai KPK tersebut, 78 di antaranya dijatuhi sanksi etik berat berupa keharusan permintaan maaf langsung dan terbuka. Sedangkan 12 lainnya diserahkan ke Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, karena Pungli dilakukan sebelum Dewas KPK terbentuk.
Total 90 Pegawai KPK penerima Pungli itu terbagi dalam 6 kluster dengan jumlah nominal dan orang yang berbeda-beda. Berikut daftar nama 90 Pegawai KPK penerima Pungli di Rutan KPK yang terbagi atas 6 kluster.
Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan, skandal Pungli di Rutan KPK tersebut terstruktur dengan baik atas adanya peran Hengki yang menjadi 'lurah' pertama.
"Pungli ini terstruktur dengan baik. Angka-angkanya pun dia (Hengki) menentukan sejak awalnya, Rp. 20 sampai Rp. 30 juta untuk memasukkan hand-phone. Begitu juga setor-setor setiap bulan Rp. 5 juta supaya bebas menggunakan hand-phone", ungkap Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di kantornya, Jakarta, Kamis (15/02/2024).
Tumpak menerangkan, Hengki pernah menjadi Pegawai KPK sebagai Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) yang berasal dari Kemenkumham. Saat di KPK, Hengki pernah dipekerjakan di Rutan KPK sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib). Sekitar tahun 2022, Hengki pindah tugas ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Sekarang sudah tak ada lagi di sini. Saya tidak tahu di mana, katanya sudah di Pemda DKI", terang Tumpak Hatorangan Panggabean.
Dijelaskan Tumpak, dalam persidangan kode etik ini, pihaknya tidak melakukan pemeriksaan terhadap Hengki, karena tidak perlu memeriksa dia lagi karena terbukti mereka semua mengaku menerima uang Pungli itu.
"Dalam kasus ini kita memang tidak periksa dia karena menurut pembuktian semua yang diperiksa mengaku. Kami merasa tidak perlu memeriksa dia lagi karena terbukti menerima uang semua ini. Nah, dia lah yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai 'lurah', yang mengumpulkan uang dari tahanan", jelas Tumpak Hatorangan Panggabean.
Sementara itu, Anggota Majelis Etik Dewas KPK Albertina Ho menjelaskan, pihaknya sudah tidak bisa meminta pertanggung-jawaban Hengki lagi dalam sidang etik ini. Namun, untuk proses penegakan hukum pidana, masih bisa dijangkau, karena KPK bisa melakukan pengusutan kasus tindak pidana korupsi.
"Kemudian kalau ditanyakan bagaimana disiplinnya, disiplinnya tentu saja di sini enggak bisa menjangkau karena dia sudah di Pemprov DKI", jelas Anggota Majelis Etik Dewas KPK Albertina Ho.
"Namun demikian, untuk pegawai yang ini (Hengki), ada juga PNYD. Dari Dewan Pengawas, kami pikir kami akan memberikan putusan kami juga atau memberitahukan kepada instansi asalnya mengenai proses etik yang telah dijalani di sini", tandasnya.
Albertina menerangkan, skandal Pungli di Rutan KPK yang terjadi selama 2018–2023. Awal-mulanya, para Pegawai KPK menerima Pungli secara pribadi atau personal. Belum ada sistem yang tersusun sistematis.
"Lalu, kemudian setelah adanya Hengki mulai dibuat secara sistematis. Dari pihak Tahanan ada yang disebut Korting (Koordinator Tempat Tinggal), yang mengumpulkan. Kemudian, dari pihak KPK (Pegawai) itu ada yang disebut 'lurah' yang menerima dari Korting, lalu membagikan kepada penjaga-penjaga Rutan secara langsung atau melalui komandan regunya. Itu sistemnya. Sudah lebih sistematis setelah ada Hengki", terang Albertina Ho.
Ditandaskan Albertina, setelah Hengki pergi, penunjukan 'lurah' sebagai pengganti berdasarkan faktor 'yang dituakan' yang mereka tunjuk secara langsung.
"Setelah Hengki pergi, itu juga ada lagi yang lainnya dan mereka menunjuknya secara langsung, ini saja yang dituakan. Istilah mereka yang dituakan. Ada berapa lurah? Sampai saat ini kami ketahui itu ada sekitar sembilan orang", tandasnya. *(HB)*
BERITA TERKAIT: