Baca Juga

Wakil Ketua Nawawi Pomolango saat memberi keterangan dalam konferensi pers tentang penetapan status hukum Tersangka dan penahanan Hakim Itong Isnaeni Hidayat dan dua orang lainnya di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at (21/01/2022) dini hari.
Yang mana, ketidak-inginan Tito itu dituangkan dalam surat yang dikirimkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) supaya Kemedagri tidak dilibatkan dalam pengelolaan pinjaman dana PEN. Surat itu dikirimkan setelah mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto ditetapkan KPK sebagai Tersangka.
"Mungkin sebaiknya bukan meminta tidak dilibatkan, tapi meminta kecukupan waktu untuk memberikan pertimbangan berdasarkan data yang komprehensif terkait pengajuan dana PEN", ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan, Kamis (03/02/2022).
Menurut Nawawi, pertimbangan pengajuan pinjaman dana PEN melalui Kemendagri justru dapat menutup celah terjadinya penyimpangan pinjaman dana PEN. Terlebih, pihak Kemendagri sudah menyatakan, bahwa perkara yang menimpa Ardian merupakan permasalahan individual, bukan permasalahan Kemendagri.
"Sebenarnya tahapan 'pertimbangan Kemendagri' ini haruslah menjadi filter untuk menutup celah-celah korupsi. Sangat disayangkan jika proses filter ini justru ditiadakan. Janganlah mengusir tikus di geladak dengan membakar kapalnya", ujar Nawawi.
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak mengatakan, atas peristiwa tersebut, Mendagri mengirimkan surat kepada Kemenkeu untuk tidak lagi dilibatkan dalam pertimbangan pengajuan pinjaman dana PEN.
"Bapak Mendagri atas hasil pembahasan kolektif di Kemendagri, telah mengirimkan surat ke Kementerian Keuangan, bahwa (minta) tidak perlu lagi keterlibatan Bapak Mendagri di dalam memberikan pertimbangan (pengajuan dana PEN)", ujar Tumpak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta selatan, Rabu (02/02/2022) sore.
Tumpak menerangkan, selama ini, dalam memberikan pertimbangan untuk setiap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah, Kemendagri hanya diberikan waktu 3 (tiga) hari.
"Waktu yang diberikan tidak cukup bagi Kemendagri untuk memberikan pertimbangan secara komprehensif terkait peminjaman dana PEN daerah tersebut. Sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan kalkulasi dari berbagai aspek secara komprehensif", terang Tumpak.
"Oleh karena itu, diputuskan dikirimkan surat dari Mendagri ke Menkeu untuk tidak lagi ikut memberikan pertimbangan ini", tandasnya.
Ketiganya, yakni mantan Dirjen Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.
KPK langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur setelah menetapkannya sebagai Tersangka. Adapun Bupati Kolaka Timur non-akrif Andi Merya Nur sedang menjalani proses persidangan atas perkara dugaan TPK suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sementara itu, mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Muchamad Ardian Noervianto belum dilakukan upaya paksa penahanan. Pasalnya, Ardian tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang sakit.
“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah", beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (02/02/2022) sore.
Dibebenya pula, bahwa bermula pada Maret 2021, Andi Merya mengontak Laode Syukur agar membantunya memperoleh pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur kepada LM Rusdianto Emba. Adapun Rusdianto Emba sendiri, telah mengenal baik M. Ardian Noervianto.
Dua bulan kemudian atau pada Mei 2021, Laode Syukur mempertemukan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dengan Ardian pada Mei 2021 di Kantor Kemendagri, Jakarta.
Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur saat itu mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur dengan nominal Rp. 350 miliar. Andi juga meminta Ardian untuk mengawal dan mendukung proses pengajuan permohonan pinjaman tersebut.
KPK menduga, ada persyaratan yang diminta oleh Ardian soal pemberian uang secara bertahap itu. Yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu dan 1 persen saat ditanda-tanganinya MoU antara PT. SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
"Tersangka AMN (Andi Merya Nur) memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp. 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba", beber Alexander Marwata juga.
Ditandaskannya, bahwa dari kiriman uang sejumlah Rp. 2 miliar itu, Ardian Noervianto menerima Sin$ 131.000 atau setara Rp. 1,5 miliar. Adapun Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur Akbar menerima bagian Rp. 500 juta.
Ardian saat itu terus memantau proses penyerahan uang tersebut, meski sedang menjalani isolasi mandiri. Hal itu dilakukannya dengan terus berkomunikasi melalui orang-orang kepercayaannya yang sebelumnya telah diperkenalkan ke Laode Syukur.
Setelah transfer tahap pertama diterima, Ardian dan Laode Syukur bertemu di salah-satu restoran di Jakarta untuk membahas kelanjutan pengawalan pengajuan pinjaman serta jaminan terkait telah lengkapnya permohonan pinjaman dana PEN.