Kamis, 30 Januari 2025

KPK Panggil 3 Saksi Perkara Korupsi Pengadaan SKIPI Di KKP

Baca Juga


Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal pemanggilan dan pemeriksaan 3 (tiga) Saksi perkara dugaan Tindak PIdana Korupsi (TPK) pengadaan sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Direktur Utama PT. Daya Radar Utama (PT. DRU) Amir Gunawan berstatus sebagai salah-satu Tersangka dalam perkara tersebut.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Kamis (30/01/2025).

Tessa enggan menginformasikan detail identitas 3 Saksi perkara tersebut. Tessa hanya menyebut 3 tiga Saksi itu dengan inisial RP, FN dan JW. Berdasarkan informasi yang dihimpun, ketiga Saksi perkara tersebut adalah 2 (dua) karyawan swasta Rezki Pristiwanto dan Fahrizal Nasution serta 1 (satu) orang wiraswasta atas nama John Wijanarko.

Dalam perkara tersebut, hingga sejauh ini, Tim Penyidik KPK belum menahan Amir. Konon katanya, Tim Penyidik KPK masih mengupayakan penyelesaian berkas perkaranya untuk dibawa ke persidangan.

Tim Penyidik KPK terus mendorong auditor merampungkan penghitungan kerugian negara dalam perkara itu. Sehingga, proses hukum tersangkanya bisa berjalan sampai persidangan.

Dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP tersebut, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 4(empat) Tersangka, yakni:
1. Direktur Utama  (Dirut) PT. Daya Radar Utama (PT. DRU), Amir Gunawan;
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto;
3. Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan
4. PPK KKP, Aris Rustandi.

Tim Penyidik KPK menduga, Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/ FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah-satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT. DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013 – 2015 senilai Rp. 1,12 triliun.

Namun, setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindak-lanjuti pembayaran.

Tim Penyidik KPK menduga, selama proses pengadaan, Istadi dan kawan-kawan menerima uang senilai 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp. 117.736.941.127,–

Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penanda-tanganan kontrak kerja pengadaan 4 (empat) unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD 58.307.789.

Tim Penyidik KPK menduga, Aris diduga membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan 4 (empat) kapal SKIPI kepada PT. DRU senilai USD 58.307.788 atau setara Rp. 744.089.959.059,–. Padahal, biaya pembuatan 4 (empat) kapal itu hanya Rp. 446.267.570.055.

Tim Penyidik KPK pun menduga, terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaannya. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.

Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan. Misal, kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, mark-up volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dalam perkara ini diduga mencapai Rp. 61.540.127.782,–


BERITA TERKAIT: