Baca Juga
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, usai mengikuti sidang putusan secara virtual dari gedung KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 15 Juli 2021.
Adapun penyetoran uang rampasan barang bukti dari perkara tindak pidana korupsi suap yang menjerat Edhy Prabowo tersebut dilakukan oleh Jaksa Eksekutor KPK Hendra Apriansyah melalui Biro Keuangan.
"Uang yang disetorkan tersebut sebesar Rp. 72 miliar dan US$ 2.700 yang berdasarkan tuntutan Jaksa KPK dan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (08/04/2022).
Ali menegaskan, KPK akan gencar menerapkan perampasan hasil tindak pidana korupsi. Langkah itu diterapkan sebagai salah-satu bentuk pemberian efek jera kepada para koruptor.
"Dan kemudian dilakukan penyetoran hasil rampasan barang bukti perkara tindak pidana korupsi maupun TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang ditangani KPK dimaksud ke kas negara", tegas Ali Fikri.
Sebagaimana diketahui, dalam perkara tindak pidana korupsi suap pengurusan ijin ekspor benih benur, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dijatuhi sanksi pidana 9 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama.
Namun, di tingkat kasasi Majelis Hakim Mahkamah Agung memotong hukuman Edhy Prabowo menjadi 5 tahun. Salah-satu alasan Majelis Hakim MA memangkas hukuman Edhy karena dianggap bekerja baik saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp. 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan", ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Rabu (09/03/2022) lalu.
Selain pidana pokok, Majelis Hakim MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah Edhy Prabowo selesai menjalani masa pidana pokok.
Putusan kasasi Edhy Prabowo ini diputuskan Majelis Hakim kasasi MA yang diketuai Sofyan Sitompul dengan hakim anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan tersebut diambil Majelis Hakim kasasi pada Senin 07 Maret 2022.
Majelis Hakim kasasi menilai, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo. Majelis Hakim kasasi menilai Edhy Prabowo telah bekerja baik selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Menurut Majelis Hakim kasasi, Edhy Prabowo memberi harapan besar kepada masyarakat, khususnya nelayan.
Salah-satunya dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan adanya semangat memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat.
"Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut, eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih-bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL, sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil", kata Andi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman Edhy Prabowo terkait tindak pifana korupsi suap pengurusan ijin ekspor benur. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman 9 tahun pidana penjara dan denda Rp. 400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo. Hukuman itu lebih berat 4 tahun penjara dibanding putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menghukum Edhy Prabowo 5 tahun pidana penjara. *(HB)*