Jumat, 23 September 2022

Bupati Mojokerto MKP Kembali Divonis Bersalah Atas Gratifikasi Dan TPPU Rp. 46,1 M Dengan Hukuman 6 Tahun Penjara

Baca Juga


Salah-satu suasana sidang putusan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020, Kamis 22 September 2022, di ruang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda Sidoarjo Jawa Timur.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020 kembali digelar hari ini, Kamis 22 September 2022, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo Jawa Timur.

Sidang beragenda Pembacaan Putusan Hakim ini, dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Marper Pandiangan, SH., MH. dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota Poster Sitorus, SH., MH. dan Manambus Pasaribu, SH., MH. dengan Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH.

Dalam persidangan yang berlangsung secara virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo Jawa Timur ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikoordinatori Arif Suhermanto hadir secara langsung di ruang sidang.

Demikian pula dengan Tim Penasehat Hukum Terdakwa yang dikoordinatori Dr. Sudiman Sidabuke, SH., MH., mereka hadir secara langsung di ruang sidang. Adapun terdakwa mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) hadir secara teleconference (Zoom) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas I Surabaya, di Kecamatan Porong Kabupatèn Sidoarjo Provinsi Jawa Timur.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menjatuhkan vonis 'bersalah' kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020. Majelis Hakim menilai, Mustofa Kamal selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana yang didakwakan Tim JPU KPK.

Atas kesalahannya, Majelis Hakim menghukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa dengan sanksi pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah) subsider 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 17.126.162.000,– (tujuh belas miliar seratus dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) subsider pidana 2 (dua) tahun penjara [aset senilai Rp. 29.066.552.586,– (dua puluh sembilan miliar enam puluh enam juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang sudah di sita KPK diperhitungkan sebagai uang pengganti].

Sanksi tersebut dijatuhkan, karena Majelis Hakim menilai, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 terbukti melakukan TPK Gratifikasi berupa penerimaan uang yang dianggap Suap sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) sejak tahun 2010 hingga 2018, semasa terdakwa Mustofa Kamal Pasa menjabat Bupati Mojokerto.

Majelis Hakim pun menilai, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 juga terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berupa pengalihan/ menyembunyikan sebagian dari sejumlah uang yang diterimanya ke CV. Musika milik Hj. Fatimah orang tua Terdakwa sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) dan menyimpan uang sebesar Rp. 4.191.347.000,– (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) di rumah Hj. Fatimah orang tua Terdakwa serta membelanjakan uang sebesar Rp. 25 miliar lebih untuk pembelian 50 (lima puluh) unit mobil, 3 (tiga) unit sepada motor, 1 (satu) unit foto copi dan 8 (delapan) unit jet sky.

Majelis Hakim memutuskan, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Majelis Hakim pun memutuskan, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Penerimaan Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang termuat dalam Putusan Perkara Nomor: 3/Pid.Sus-TPK/2022/PN Sby tersebut, dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Marper Pandiangan, SH., MH. di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Raya Juanda Sidaorjo Jawa Timur pada Kamis 22 September 2022.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan, bahwa uang sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang terdakwa Mustofa Kamal Pasa terima selama menjabat Bupati Mojokerto tahun 2010 hingga 2018 adalah Gratifikasi yang dianggap Suap yang bersumber dari Mutasi dan Promosi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto; dari Pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Kabupaten Mojokerto; dari Pemotongan Dana Perjalanan Dinas; dari Uang Fee, dari Pengurusan Perijinan, dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); dari Hendrawan (terpidana perkara TPK suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur (CV. MT) sebagai fee proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah); dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur CV. Tenaga Muda (CV. TM) sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah); dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur CV. Prestasi Prima (CV. PP) sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah).

Majelis Hakim juga menyatakan, bahwa menempatkan uang sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) kedalam keuangan CV. Musika milik Fatimah selaku orang tua Terdakwa dan menitipkan uang tunai sebesar Rp. 4.191.347.000,– (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) di rumah orang tua Terdakwa serta melakukan pembayaran atau membelanjakan atas pembelian 12 petak bidang (12 SHM) di 19 lokasi di Jawa Tengah dan 1 di Sumatra Selatan; Pembelian 50 unit mobil berbagai jenis dan merek; Pembelian 3 unit Sepeda Motor; Pembelian 1 unit Foto Copi dan Pembelian 8 unit Jet sky

Dan, pembelian rumah di Caspia Blok A1/7 Bumi Serpong Damai Tangerang melalui Imam Syafii; Pembelian tanah beserta bangunan di The Icon Cluster Eternity, Blok L 01 No.26, Bumi Serpong Damai City, Kelurahan Sampora, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten yang diatas-namakan PT. Musika Purbantara Utama yang berdiri diatas 2 (dua) alas hak adalah diketahui atau patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan Terdakwa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 sampai dengan 2018.

Majelis Hakim menegaskan, oleh karena Terdakwa terbukti bersalah, selain di hukum pidana penjara, sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi hukuman untuk membayar denda dan membayar uang pengganti sebagaimana dalam Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa Mustofa Kamal Pasa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf B Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dakwaan Kedua, Pertama Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP;

2. Menghukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan

3. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 17.126.162.000,– (tujuh belas miliar seratus dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) dengan memperhitungkan aset senilai Rp. 29.066.552.586,– (dua puluh sembilan miliar enam puluh enam juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang sudah di sita KPK untuk diperhitungkan sebagai uang pengganti, dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal harta benda Terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun", tandas Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, SH., MH. diakhir pembacaan Putusan Hakim.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menolak seluruh Pledoi atau Pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa, temasuk total jumlah uang yang diakui diterima terdakwa Mustofa Kamal Pasa yang hanya sekitar tujuh miliar rupiah.

Atas putusan Majelis Hakim tersebut, Terdakwa dan Tim Kuasa Hukum Terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Tim JPU KPK menyatakan menerima.

Sementara itu, dalam uraian amar putusannya, Majelis Hakim menguraikan, bahwa uang sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang diterima terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 baik langsung maupun melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono (mantan Lurah di Mojokerto yang juga tim pemenangan terdakwa Mustofa Kamal Pasa saat Pilkada Mojokerto tahun 2010); H. Much. Faroq alias Condro (salah-satu orang kepercayaan Mustofa Kamal Pasa) dan Lutfi Arif Mustaqin (Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa) yang terdiri atas : 

I. Penerimaan uang sebesar Rp. 31.872.714.586,– (tiga puluh satu miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu rupiah) berasal dari Mutasi dan Promosi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto; Pemotongan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Pemkab Mojokerto; Pemotongan Dana Perjalanan Dinas dan Uang Fee dari Pengurusan Perijinan di lingkungan Pemkab Mojokerto.

Beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Mojokerto disebut diduga terlibat dalam penerimaan suap dan gratifikasi tersebut, di antaranya H. Bunawi; Bambang Eko Wahyudi, Teguh Gunarko, Ardi Sepdianto, Jarot Cayono, Bambang Sugeng, Noerhono, Ustadzi Rois, Suliestyawati, Abdulloh Muhtar, Subandi dan Dyan Anggraahini Sulsyowati selaku Kabag TU Setda Kabupaten Mojokerto

II. Penerimaan uang sebesar Rp. 16.320.000.000,– (enam belas miliar tiga ratus dua puluh juta rupiah) yang berasal dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); dari Hendrawan (terpidana perkara TPK suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur (CV. MT) sebagai fee proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah); dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur CV. Tenaga Muda (CV. TM) sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah); dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur CV. Prestasi Prima (CV. PP) sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah).

Majelis Hakim menyatakan, penerimaan uang sebesar Rp. 46.192.714.586, – (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) oleh terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 'terbukti' kemudian dialihkan ke CV. Musika milik Hj. Fatimah orang tua Terdakwa sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) dan uang sebesar Rp. 4.191.347.000,– (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) disimpan di rumah orang tua Terdakwa, Hj. Fatimah.

Dan, uang sebesar Rp. 25 miliar lebih 'terbukti' dipergunakan oleh terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto untuk membeli lahan tanah dan bangunan sebanyak 12 bidang (12 SHM) di 19 lokasi di Jawa Tengah dan 1 di Sumatra Selatan; untuk pembelian 50 unit mobil berbagai jenis dan merek; untuk pembelian 3 unit sepeda motor; untuk pembelian 1 unit foto copi dan untuk pembelian 8 unit Jet sky yang diatas namakan baik atas nama terdakwa Mustofa Kamal Pasa sendiri maupun nama orang lain, di antaranya Nano Santoso Hudiarto alias Nono.

Majelis Hakim pun menyatakan, bahwa uang sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang terdakwa Mustofa Kamal Pasa terima selama menjabat Bupati Mojokerto tahun 2010 hingga 2018 adalah Gratifikasi yang dianggap Suap yang bersumber dari Mutasi dan Promosi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto; dari Pemotongan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Kabupaten Mojokerto; dari Pemotongan Dana Perjalanan Dinas; dari Uang Fee Proyek; dari Pengurusan Perijinan, dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); dari Hendrawan (terpidana perkara TPK suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur (CV. MT) sebagai fee proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah); dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur CV. Tenaga Muda (CV. TM) sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah) dan dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur CV. Prestasi Prima (CV. PP) sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah).

Majelis Hakim pun menyatakan, bahwa uang sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) yang disetorkan Terdakwa ke CV. Musika milik orang tua Terdakwa dan uang sebesar Rp. 4.191.347.000,– (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) disimpan di rumah orang tua Terdakwa Hj. Fatimah adalah perbuatan membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian lahan tanah maupun bangunan yang dilakukan Terdakwa sendiri maupun melalui orang lain dan diatas-namakan pihak lain.

Majelis Hakim juga menyatakan, bahwa menempatkan uang sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) ke dalam keuangan CV. Musika milik Hj. Fatimah selaku orang tua Terdakwa dan menitipkan uang tunai sebesar Rp. 4.191.347.000,– (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) di rumah orang tua Terdakwa serta melakukan pembayaran atau membelanjakan atas pembelian 12 petak bidang (12 SHM) di 19 lokasi di Jawa Tengah dan 1 di Sumatra Selatan; pembelian 50 unit mobil berbagai jenis dan merek; pembelian 3 unit sepeda motor; pembelian 1 unit foto copi dan pembelian 8 unit jet sky.

Dan, pembelian rumah di Caspia Blok A1/7 Bumi Serpong Damai Tangerang melalui Imam Syafii; Pembelian lahan tanah beserta bangunan di The Icon Cluster Eternity Blok L 01 No. 26 Bumi Serpong Damai City, Kelurahan Sampora Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang Propinsi Banten yang diatas-namakan PT. Musika Purbantara Utama yang berdiri diatas 2 (dua) atas hak adalah diketahui atau patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan Terdakwa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 sampai dengan 2018.

Majelis Hakim menegaskan, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi berupa penerimaan uang sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah), dimana uang sejumlah tersebut diterima Terdakwa baik langsung maupun melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono (mantan Lurah di Mojokerto yang kemudian menjadi tim pemenangan terdakwa Mustofa Kamal Pasha saat Pilkada Mojokerto tahun 2010); H. Much. Faroq alias Condro (orang kepercayaan Mustofa Kamal Pasa) dan Lutfi Arif Mustaqin (ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa).

Majelis Hakim pun menegaskan, bahwa penerimaan uang sebesar Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) itu berasal  dari Mutasi dan Promosi atau Jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Mojokerto; dari Pemotongan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Kabupaten Mojokerto; dari Pemotongan Dana Perjalanan Dinas; dari Uang Fee Proyek; dari Pengurusan Perijinan; dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750 miliar (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); dari Hendrawan (terpidana perkara TPK suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur (CV. MT) sebagai fee proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 5 miliar; dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur CV. Tenaga Muda (CV. TM) sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah); dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur CV. Prestasi Prima (CV. PP) sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) yang diterima Terdakwa secara langsung maupun melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono (mantan Lurah di Mojokerto yang kemudian menjadi tim pemenangan terdakwa Mustofa Kamal Pasha saat Pilkada Mojokerto pada tahun 2010); H. Much. Faroq alias Condro (orang kepercayaan Mustofa Kamal Pasa) dan Lutfi Arif Mustaqin (Ajudan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa).

Sementara itu, dikonfirmasi usai persidangan, Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto menerangkan, Nama Nano Santoso Hudiarto alias Nono dan Lutfi Arif Mustaqin bukanlah nama yang baru muncul dalam perkara Gratifikasi dan TPPU Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto.

"Kedua nama itu sudah terlibat dalam perkara terdakwa Mustofa Kamal Pasa yang pertama yaitu perkara tindak pidana korupsi suap terkait perijinan 22 (dua puluh dua) tower atau menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015", terang Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto dikonfirmasi usai persidangan, Kamis (22/09/2022).

Arif menjelaskan, bahwa peran mantan Kades yang kemudian menjadi tim sukses Mustofa Kamal saat Pilkada di Kabupaten Mojoerto tahun 2010 dalam perkara tindak pidana korupsi suap terkait perijinan pembangunan 22 tower di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 yang menjadikan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Terpidana, tampak sangat berperan penting

“Nama Nano Santoso Hudiarto alias Nono kan sudah disebutkan dalam perkara sebelumnya, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa bersama-sama dengan Nano Santoso Hudiarto alias Nono", jelas Arif Suhermanto.

Tentang apakah sudah ada 'Tersangka Baru' dalam perkara TPK penerimaan Gratifikasi dan TPPU yang menjerat  MKP selaku Bupati Mojokerto? Atau apakah KPK akan mengembangkan perkara TPK penerimaan Gratifikasi dan TPPU yang menjerat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto?

Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto menegaskan, bahwa hingga saat ini belum ada Tersangka Baru' dalam perkara TPK Gratifikasi dan TPPU yang menjerat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan KPK akan mengembangkan perkara tersebut.

“Tidak menutup kemungkinan KPK melakukan pengembangan, akan  dilakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat, karena dalam putusan juga disebutkan ada pihak lain sebagai penyerta", tegas Arif Suhermanto.

Arif Suhermanto menandaskan, Tim JPU KPK menerima putusan Majelis Hakim, karena apa yang diuraikan Tim JPU KPK dalam Surat Dakwaan maupun Tuntutan sudah sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan masuk dalam pertimbangan Majelis Hakim, kecuali uang pengganti. Yang mana, sanksi subsider dari 4 tahun menjadi 2 tahun penjara.

“Semua Tuntutan kami (Tim JPU KPK), menjadi pertimbangan Majelis Hakim. Semua sama, kecuali uang pengganti yang subsidernya dari 4 tahun menjadi 2 tahun. Jadi, kami menerima", tandas JPU KPK Arif Suhermanto. *(get/DI/HB)*